Post on 08-Mar-2019
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Teori Pembangunan
Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua
paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan. Paradigma modernisasi
mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan
sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang
proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori
keterbelakangan (under-development) ketergantungan (dependent
development) dan sistem dunia (world system theory) sesuai dengan
klassifikasi Larrain (1994). Tikson (2005) membaginya kedalam tiga
klasifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan
ketergantungan. Dari berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul
berbagai versi tentang pengertian pembangunan.
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi
untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap
warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling
manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).
Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya
suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema
kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini
dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada
keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya
menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya
yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga
mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan
harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai
moral dan etika umat.
13
Siagian (2008) memberikan pengertian tentang pembangunan
sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan
yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation
building)”. Adapun Setyono (2008) memberikan pengertian yaitu
pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan. Kita mengubah keadaan
yang dianggap kurang baik kepada keadaan yang lebih baik.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya
pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan,
pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan
pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut didasarkan
pada aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan
modernisasi serta industrialisasi, secara keseluruhan mengandung unsur
perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan
yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang,
azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula,
meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan
(Riyadi dan Bratakusumah, 2005).
Menurut Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula
diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja
melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi
dalam struktur ekonomi. Misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau
pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga
kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya,
kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding
terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi.
Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian
kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya
sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air
bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan
politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain,
14
dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping
adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti
perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme.
Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari
kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional. Dengan
demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan
masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level
makro (nasional) dan mikro (community/group). Makna penting dari
pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan
dan diversifikasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan
adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya
secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses
perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya
pembangunan (Riyadi dan Bratakusumah, 2005).
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat
yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun
tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah
merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, modernisasi diartikan sebagai proses
trasformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi segala
aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan sebagainya. Oleh
karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang
mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan
menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana terjadi
proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada
awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern,
menggantikan alat-alat yang tradisional.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
termasuk ilmu-ilmu sosial, para ahli manajemen pembangunan terus
berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan secara ilmiah.
15
Secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk
melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang
dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, tidak
jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga
pertumbuhan. Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini belum
ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut.
Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisahkan
secara tegas batasannya. Siagian (2008) mengemukakan bahwa
pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi
kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi
sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan
menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak
harus terjadi dalam pembangunan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa
pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan
pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal
ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau
peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu
komunitas masyarakat.
2. Indikator Pembangunan Keberhasilan Pembangunan
Penggunaan indikator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk
setiap negara. Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan
pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti
listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok
yang rendah. Sebaliknya, di negara-negara yang telah dapat memenuhi
kebutuhan tersebut, indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-
faktor sekunder dan tersier (Tikson, 2005).
Sejumlah indikator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-
16
lembaga internasional antara lain pendapatan perkapita, struktur
perekonomian, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu terdapat
pula dua indikator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan
sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup
(IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini,
akan disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (2005) terhadap kelima
indikator tersebut :
a. Pendapatan Perkapita
Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB
merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama
digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif
makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia
yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita telah
menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun
memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan
nasional selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-
negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya
peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi).
Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan
indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional.
Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan
kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya
ekonomi.
b. Struktur Ekonomi
Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita
akan mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan
kelas-kelas sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan
peningkatan per kapita, konstribusi sektor manupaktur/industri dan
jasa terhadap pendapatan nasional akan meningkat terus.
17
Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan
meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan
diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja. Di
lain pihak, kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional
akan semakin menurun.
c. Urbanisasi
Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi
penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan
di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan
penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan
pengalaman industrialisasi di negara-negara eropa Barat dan Amerika
Utara, proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengan
proporsi industrialisasi.
d. Angka Tabungan
Perkembangan sektor manufaktur/industri selama tahap
industrialisasi memerlukan investasi dan modal. Finansial capital
merupakan factor utama dalam proses industrialisasi dalam sebuah
masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggeris pada umumnya Eropa
pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revolusi
industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal
usaha ini dapat dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun
pemerintah.
e. Indeks Kualitas Hidup
IKH atau Physical Quality of life Index (PQLI) digunakan untuk
mengukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Indeks ini
dibuat indikator makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran
tentang kesejahteraan masyarakat dalam mengukur keberhasilan
ekonomi. Misalnya, pendapatan nasional sebuah bangsa dapat tumbuh
terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial. Indeks
ini dihitung berdasarkan kepada (1) angka rata-rata harapan hidup pada
umur satu tahun, (2) angka kematian bayi, dan (3) angka melek huruf.
18
Dalam indeks ini, angka rata-rata harapan hidup dan kematian bayi
akan dapat menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan,
dan lingkungan keluarga yang langsung beasosiasi dengan
kesejahteraan keluarga. Pendidikan yang diukur dengan angka melek
huruf, dapat menggambarkan jumlah orang yang memperoleh akses
pendidikan sebagai hasil pembangunan.
Variabel ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena
tingginya status ekonomi keluarga akan mempengaruhi status
pendidikan para anggotanya. Oleh para pembuatnya, indeks ini
dianggap sebagai yang paling baik untuk mengukur kualitas manusia
sebagai hasil dari pembangunan, disamping pendapatan per kapita
sebagai ukuran kuantitas manusia.
f. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
The United Nations Development Program (UNDP) telah
membuat indikator pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk
beberapa indikator yang telah ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya
indeks ini adalah pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya
manusia. Menurut UNDP, pembangunan hendaknya ditujukan kepada
pengembangan sumberdaya manusia. Dalam pemahaman ini,
pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah proses yang bertujuan
mengembangkan pilihan-pilihan yang dapat dilakukan oleh manusia.
Hal ini didasari oleh asumsi bahwa peningkatan kualitas sumberdaya
manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang
menentukan jalan hidup manusia secara bebas.
Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai faktor penting dalam
kehidupan manusia, tetapi tidak secara otomatis akan mempengaruhi
peningkatan martabat dan harkat manusia. Dalam hubungan ini, ada
tiga komponen yang dianggap paling menentukan dalam
pembangunan, umur panjang dan sehat, perolehan dan pengembangan
pengetahuan, dan peningkatan terhadap akses untuk kehidupan yang
lebih baik. Indeks ini dibuat dengagn mengkombinasikan tiga
19
komponen, (1) rata-rata harapan hidup pada saat lahir, (2) rata-rata
pencapaian pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMU, (3) pendapatan
per kapita yang dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity.
Pengembangan manusia berkaitan erat dengan peningkatan
kapabilitas manusia yang dapat dirangkum dalam peningkatan
knowledge, attitude dan skills, disamping derajat kesehatan seluruh
anggota keluarga dan lingkungannya.
3. Analisis Dampak Pembangunan
Analisis dampak pembangunan dilakukan pada semua jenis
pembangunan, di berbagai wilayah dan pada berbagai aspek kehidupan
serta pada kurun waktu kemarin, sekarang dan yang akan datang.
Pembangunan dilakukan oleh berbagai kelompok dan lapisan masyarakat,
oleh pemerintah dan oleh lembaga-lembaga analisis dampak pembangunan
dilakukan pada semua jenis pembanguan, masyarakat. Pembahasan
analisis dampak pmbangunan mencakup aspek fisik dan non fisik.
Pembangunan aspek fisik meliputi perangkat keras mencakup
pemukiman dan perumahan, pembangunan wilayah perkotaan dan
pedesaan, sarana dan prasarana transportasi (darat, laut, udara), kesehatan
(rumah sakit-rumah sakit), pendidikan, wisata, kawasan industri,
perkantoran, pasar, pertanian (termasuk perkebunan dan perikanan),
lingkungan hidup, teknologi informasi dan komunikasi serta berbagai
peralatan perlengkapan. Aspek non fisik mencakup pembangunan mental,
moral dan karakter, pembangunan kecerdasan hidup, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan.
Analisis dampak pembangunan dilakukan sebelum atau sesudah
pembangunan dilaksanakan. Bila sebelum pembangunan dilaksanakan,
analisis dampak berkaitan dengan study kelayakan pembangunan. Analisis
dampak pembangunan diutamakan dan dianjurkan untuk dilakukan
sebelum dilaksanakan.
Jadi analisis dampak pembangunan berorientasi pada pencegahan
20
dampak negatif daripada penanggulangan. Namun bila analisis dampak
pembangunan dilaksanakan sesudah pembangunan dimaksudkan agar
dapat diketahui dampak pembangunan secara positif dan negatif, sekaligus
dapat menindak lanjuti dampak positifnya dan mencari solusi/ pemecahan
dampak negatifnya dengan baik dan benar.
Analisis dampak pembangunan mengadaptasi pada analisis
kebijakan William Dunn (2003) yaitu sebagai berikut:
a. Model analisis prospektif
Merupakan bentuk analisis pembangunan yang mengarahkan
kajiannya pada konsekuensi-konsekuensi pembangunan sebelum suatu
pembangunan diterapkan. Model ini bersifat prediktif, sering
melibatkan teknik-teknik peramalan untuk memprediksi kemungkinan
yang akan muncul akibat dari suatu pembangunan.
b. Model retrospektif
Merupakan bentuk analisis pembangunan yang dilakukan
terhadap akibat-akibat pembangunan setelah pembangunan itu
dilaksanakan. Model ini disebut model evaluative, karena banyak
menggunakan pendekatan evaluasi terhadap dampak-dampak
pembangunan yang sedang atau telah dilaksanakan.
c. Model Interaktif
Merupakan bentuk perpaduan analisis dampak pembangunan dari
kedua model tersebut diatas. Model ini disebut model analisis
komperhensip atau holistic, karena analisis dilakukan terhadap
konsekwensi-konsekwensi pembangunan yang mungkin muncul, baik
sebelum maupun sesudah suatu pembangunan diimplementasikan.
4. Konsep Pertambangan
Noor (2006) mendefinisikan sumberdaya mineral adalah
sumberdaya yang diperoleh dari ekstraksi batuan atau pelapukan batuan
(tanah). Berdasarkan jenisnya sumberdaya mineral dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu : (1) sumberdaya mineral logam dan (2) sumberdaya
21
mineral non logam. Tembaga, besi, nikel, emas, perak, timah adalah
beberapa contoh material yang berasal dari mineral logam, sedangkan
kuarsa (silika), muskovit (mika), batu pasir, bentonit, lempung adalah
beberapa contoh material yang berasal dari mineral non logam.
Meningkatnya kebutuhan sumberdaya mineral di dunia telah
memacu kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral serta
untuk mendapatkan lokasi-lokasi sumberdaya mineral yang baru.
Konsekuensi dari meningkatnya eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya
mineral harus diikuti dengan usaha-usaha dalam pencegahan terhadap
dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari eksplorasi dan eksploitasi
sumberdaya mineral tersebut (Noor, 2006).
Pertambangan dikenal sebagai kegiatan yang dapat merubah
roman muka bumi. Karena itu, pertambangan sering dikaitkan dengan
kerusakan lingkungan. Walaupun pernyataan ini tidak selamanya benar,
patut diakui bahwa banyak bahwa banyak sekali kegiatan pertambangan
yang dapat menimmbulkan kerusakan di tempat penambangannya. Akan
tetapi, perlu diingat pula bahwa di lain pihak kualitas lingkungan di tempat
pertambangan itu meningkat dengan tajam. Bukan saja menyangkut
kualitas hidup manusia yang berada di lingkungan tempat pertambangan
itu, namun juga alam sekitar menjadi tertata lebih baik, dengan
kelengkapan infrastrukturnya (Sudradjat, 1999).
Sovacool (2014) menyampaikan pendapatnya tentang
pertambangan bahwa another recent survey of global mining practices
concluded that “a serious history of mining accidents” exists due largely to
“widespread neglect of environmental safety and human security issues”
and “substandard management activities”; it also noted an increase in
trans-boundary pollution associated with mining and mineral prospecting
and that more mines are opening in states with weak regulatory and
governance regimes.
Latupono (2005) menjelaskan bahwa lingkungan pertambangan
adalah lingkungan yang diperuntukkan untuk kegiatan penambangan baik
22
yang menggunakan alat manual maupun alat mekanik. Darsono
menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang berlangsung secara alami
bercirikan keseimbangan dan keselarasan, sedangkan manusia
sesungguhnya mempunyai potensi untuk merubahnya secara berbeda,
karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasainya
serta perkembangan kebudayaan pada umumnya (Tarigan, 2001).
Bahkan seringkali perubahan itu secara sadar ditimbulkan,
walaupun dia tahu hal tersebut akan menimbulkan kerugian pada orang
lain serta makhluk hidup lainnya, atau kerusakan pada lingkungan pada
umumnya. Kegiatan manusia yang dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan atau kelangkaan sumberdaya alam berlangsung dalam tiga cara
yaitu:
a. Jika sumberdaya dieksploitasi dengan tingkat kecepatan yang
melebihi daya pulihnya;
b. Kelangkaan sumberdaya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk; dan
c. Akses terhadap lingkungan dan sumberdaya alam yang tidak
seimbang.
Secara umum ketiga cara tersebut juga berlangsung di Sungai
Grindulu. Untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan tersebut menurut
Sugandhy (1993) bahwa pembangunan berwawasan lingkungan berkaitan
dengan pemanfaatan sumberdaya alam diharapkan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
pertama, daya guna dan hasil guna yang dikehendaki harus dilihat dalam
batas-batas optimal sehubungan dengan kelestarian sumberdaya yang
mungkin dicapai;
kedua, tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam
yang berkaitan dengan ekosistem;
ketiga, dapat memberikan kemungkinan pilihan untuk mengadakan
penggunaan dalam pembangunan masa depan.
Dengan demikian jelaslah bahwa lingkungan sangat dipengaruhi
oleh kegiatan manusia dalam memanfaatkannya dengan ilmu pengetahuan,
23
teknologi, serta kebudayaan mereka untuk keperluan hidupnya sehari-hari
termasuk lingkungan pertambangan yang ada di Sungai Grindulu.
Saviour (2012) mendefinisikan pertambangan pasir sebagai the
process of removal of sand and gravel where this practice is becoming an
environmental issue as the demand for sand increases in industry and
construction. Pertambangan pasir memiliki dampak positif dan dampak
negatif. Seperti yang dilaporkan Mattamana, Varghese dan Paul setelah
melaksanakan penelitian terhadap pertambangan pasir sungai di Kerala,
India, menyampaikan bahwa sand mining has an adverse and destructive
impact, at the same time it has some positive impacts also. It observes that
the removal of sand from the riverbeds has exceeded the natural
replenishment, making it unsustainable (Mattamana et al., 2013).
Laporan senada juga disampaikan Wang, Ding dan Yang dari
Institute of Engineering Management, Hohai University, Nanjing, China
yang memberikan laporan hasil penelitian terhadap pertambangan pasir di
Sungai Yangtze, memberikan pernyataan bahwa there are two problems
caused by river sand mining: one is that it changes the state of river flows
when the sand mining pits come into being, corroding the slope and levee;
another is the over-exploitation by mining contractors in scope and depth,
even though supervision exists (Wang, et al., 2013).
Karena adanya dampak negatif yang cukup besar inilah maka
pertambangan pasir sungai harus senantiasa mematuhi kaidah
pertambangan pasir sungai yang baik sesuai aturan yang berlaku. Dengan
demikian diharapkan dampak negatif dapat diminimalisasi di samping
memperbesar dampak positif yang ada. Pertambangan haruslah tetap
sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainability
development).
Sustainability in moodern mining influences every part of mining,
from discovery to closure. This is the only way that the multiple objectives
of social well-being, environmental stewardship and economic prosperity
can be met. The better performers focus on four directions: people,
24
environment, economic performance and wider stakeholders (Batterham,
2014).
5. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk
hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Lingkungan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berada di
sekitar kehidupan manusia dengan segala interaksinya (Suparmoko et al.,
2014). Setyono (2008) menyebut lingkungan adalah suatu sistem
kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan organisme. Miller menyebutkan bahwa lingkungan
adalah kumpulan atau sejumlah kondisi eksternal yang mempengaruhi
kehidupan individu organisme atau populasi (Purnomo, 2006).
Berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-Undang No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
yang dimaksud dengan perlindungan dan pengelolaan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas
tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Konsep di atas sejalan dengan prinsip environmental
25
sustainability yang didefinisikan sebagai envisaged as a long-term
perspective that aims to ensure that economic activity can progress without
damaging the environment. Specific examples of relevant technical areas
include knowledge and understanding of the pollution of soil, water and
the atmosphere; sustainable development and use of renewable natural
resources; protection of biodiversity, including endangered species and
sensitive ecosystems; safe use of dangerous substances; efficient
production, delivery and use of energy; pollution prevention and waste
minimisation; pollution controls (liquid effluents and air emissions); and
solid and chemical waste management (Spence et al., 2012).
Sasaran pengelolaan lingkungan hidup sesuai Undang-Undang
No. 32 Tahun 2009 adalah :
a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia
dan
b. lingkungan hidup;
c. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang
memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
d. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
e. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
f. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
g. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak
usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup setiap usaha
dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku mutu
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana terdapat pada pasal 14 ayat 1
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009. Setiap rencana usaha dan/atau
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil
usaha dan/atau kegiatan sebagaimana tercantum dalam pasal 16.
26
6. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Pendekatan pengelolaan lingkungan menurut Setiawan (2001),
dibagi menjadi lima yaitu:
a. pendekatan ekologis, dasar idenya adalah deep ecology,
environmental determinism, namun mempunyai kelemahan yaitu
kurang memperhatikan aspek sosial ekonomi dan budaya;
b. pendekatan ekonomis, dasar idenya adalah pendekatan pasar bebas
dan penekanan pada efisiensi, namun pendekatan ini kurang peka
terhadap isu sosial budaya dan politik;
c. pendekatan teknologis, dasar idenya ini mengagungkan solusi
teknologi dan penekanan pada efisiensi, optimalisasi, dan standarisasi,
tergantung pada kapital, serta peka terhadap aspek sosial budaya dan
politik;
d. pendekatan sosiopolitis, melihat konflik lingkungan dari sudut
pandang power relation;
e. pendekatan sosiokultural, menenkankan pada kearifan lokal, namun
kadang sangat relatif dan dipertanyakan generalisasinya.
Dari uraian-uraian tentang pendekatan pengelolaan lingkungan
di atas;
pertama, pendekatan ekologis menekankan pada tinjauan ruang sebagai
sebagai satu kesatuan ekosistem yang saling terkait dan berpengaruh.
Pendekatan ini cenderung melihat ruang sebagai satu sistem yang
tertutup (closed system), model-model hubungan antara komponen ruang
dibuat dengan asumsi bahwa tidak terdapat faktor eksternal yang
berpengaruh pada sistem yang dikaji. Pendekatan ekologis sangat efektif
untuk mengkaji dampak suatu kegiatan pembangunan secara ekologis,
akan tetapi cenderung mengesampingkan dimensi-dimensi sosial,
ekonomi, budaya dan budaya. Dengan kata lain, dimensi manusia
cenderung dikesampingkan. Isu-isu perilaku, kultur, dsitribusi dan
keadilan di dalam pemanfaatan lingkungan cenderung kurang
27
diperhatikan.
Kedua, pendekatan ekonomis menekankan pada efisiensi yakni
keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Dalam pendekatan ini,
intervensi terhadap perkembangan ruang (lingkungan) dianggap tidak
terlalu penting, karena mekanisme pasar dengan sendirinya menjaga
keseimbangan antara permintaan dan penawaran misalnya harga tanah
yang melonjak tinggi dipandang sebagai suatu keadaan yang temporer
yang suatu saat akan kembali realistis ketika keseimbangan antara
permintaan dan penawaran terjadi. Karena berdasarkan pada model-
model ekonomis, kriteria efisiensi pemanfaatan ruang menjadi
pertimbangan utama dalam pendekatan ini.
Ketiga, pendekatan teknologis menekankan pada efisiensi, optimalisasi,
standarisasi, tergantung pada kapital, dan peka terhadap aspek sosial,
budaya dan politik. Dalam pendekatan ini, teknologi merupakan solusi
yang utama terhadap pemanfaatan lingkungan serta sumberdaya yang
ada.
Keempat, pendekatan sosiopolitis menekankan pada aspek penguasaan
lingkungan. Pendekatan ini melihat lingkungan tidak saja sebagai sarana
produksi akan tetapi sebagai sarana untuk mengakumulasi power. Dalam
pendekatan ini kontrol terhadap lingkungan oleh suatu kelompok menjadi
penting sehingga apabila suatu lingkungan sudah berada dalam kontrol
satu kelompok masyarakat tertentu, berarti tertutup kemungkinan bagi
kelompok masyarakat lain untuk ikut menikmati manfaat dari lingkungan
tersebut.
Kelima, pendekatan sosiokultural menekankan pada kearifan lokal yang
akan mempengaruhi bentuk-bentuk masyarakat dalam memandang dan
memanfaatkan lingkungan serta sumberdaya yang ada. Pendekatan ini
menempatkan manusia sebagai makhluk yang berpikir yang mempunyai
persepsi dan keputusan dalam interaksi antara manusia dengan
lingkungan sehingga pendekatan ini cocok digunakan dalam penelitian
ini.
28
7. Konsep Lingkungan Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah bisa hidup seorang
diri. Di mana pun dan bila mana pun, manusia senantiasa memerlukan
kerjasama dengan orang lain. Manusia membentuk pengelompokan sosial
(Social grouping) diantara sesama dalam upayanya mempertahankan
hidup dan mengembangkan kehidupan. Kemudian dalam kehidupan
bersamanya itu manusia memerlukan pula adanya organisasi, yaitu suatu
jaringan interaksi sosial antara sesama untuk menjamin ketertiban sosial.
Interaksi-interaksi sosial itulah yang melahirkan sesuatu yang dinamakan
lingkungan social (Purba, 2005)
Lingkungan sosial yang dianggap merupakan bagian dari
lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya
bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta
pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta
terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan binaan/buatan (tata ruang).
Definisi lingkungan sosial ini adalah definisi yang dibuat dengan
mempertimbangkan keterkaitan antara seluruh komponen yang terdapat
dalam lingkungan hidup, bukan semata-mata interaksi sosial an sich
beserta pranata, simbol, nilai dan normanya saja tetapi juga kaitannya
dengan unsur-unsur lingkungan hidup lainnya, alam dan lingkungan
binaan/ buatan.
a. Komponen Pokok Lingkungan Sosial
Terkait dengan kesinambungan lingkungan sosial menurut Purba
(2005) maka setidak-tidaknya terdapat enam komponen atau ruang
lingkup lingkungan sosial yang perlu diperhatikan yaitu:
1) Pengelompokan Sosial (Social Grouping)
Derasnya mobilitas manusia (berpindah-pindah) sejalan
dengan perkembangan sarana dan prasarana transportasi/
komunikasi, dewasa ini banyak sekali kesatuan-kesatuan sosial
yang terbentuk atas dasar kebersamaan lingkungan permukiman.
29
Lingkungan permukiman menjadi faktor utama terbentuknya
persatuan dan kesatuan sosial. Jika di masa lampau kesatuan-
kesatuan sosial yang berlandaskan ikata lingkungan permukiman
itu relatif kecil, dewasa ini kesatuan-kesatuan sosial itu semakin
luas, tidak terkait oleh batas kesatuan geografik, kebudayaan,
politik maupun kekerabatan.
Betapa kuat kebersamaan lingkungan permukiman sebagai
sarana integrative itu tercermin dalam penamaan kesatuan-kesatuan
sosial dengan nama lokasi permukiman yang bersangkutan seperti
RT, RW, dusun/kampung, desa/kelurahan, huta, nagari, banjar,
kecamatan, lokal/daerah, nasional bahkan regional maupun global.
Kuatnya ikatan kesatuan lingkungan permukiman itu dapat
dimengerti karena fungsi sosialnya sebagai tempat berlindung,
sebagai sumber pencaharian hidup, sebagai sarana integrasi sosial,
sebagai arena sosialisasi/ pengembangan keturunan dan wahana
aktualisasi/ pengembangan kreativitas.
2) Penataan Sosial (Social Alignment)
Penataan sosial sangat diperlukan untuk mengatur ketertiban
hidup dalam masyarakat yang mempersatukan lebih dari satu
orang. Penataan tersebut dapat berupa aturan-aturan sebagai
pedoman bersama dalam menggalang kerjasama dan pergaulan
sehari-hari antar anggotanya. Setiap orang harus jelas
kedudukannya dan peran-peran yang harus dilakukan, dan
mengetahui apa yang harus diberikan dan apa yang dapat
diharapkan dari pihak lainnya.
Di samping kedudukan-kedudukan sosial dan peran-peran
yang terkait, setiap anggota suatu kelompok sosial harus
memahami hak dan kewajiban masing-masing. Dengan demikian
setiap anggota dapat memperkirakan sikap dan tindakan anggota
lain serta cara menanggapinya secara efektif sehingga mewujudkan
hubungan sosial yang selaras, serasi dan seimbang.
30
3) Media Sosial (Social Media)
Untuk menggalang kerjasama yang mempersatukan sejumlah
orang diperlukan media baik yang berupa simbol-simbol maupun
kepentingan-kepentingan yang tidak mungkin dikerjakan sendiri-
sendiri secara terpisah. Kepentingan bersama itu pada umumnya
berkisar pada upaya memenuhi kebutuhan hidup biologis, sosial
maupun kejiwaan. Pada banyak masyarakat, kebutuhan rasa aman
dengan mempertahankan kesatuan wilayah permukiman yang
berfungsi sebagai tempat berlindung, sumber makanan/
pencaharian hidup dan tempat mengembangkan keturunan menjadi
media sosial yang sangat kuat.
4) Pranata Sosial (Social Instutitution)
Pranata sosial berfungsi sebagai sarana integrasi sosial yang
bersangkutan. Dengan mengacu pada pranata sosial orang
membedakan perlakuan antar sesama anggota dengan perlakuan
terhadap bukan anggota. Bahkan dengan mengacu pada pranata
sosial orang dapat diputuskan keanggotaannya atau sebaliknya
dianggap sebagai anggota. Dengan pesatnya kemajuan
pembangunan di segala sektor kehidupan masyarakat, terutama
perkembangan pranata peraturan perundang-undangan dan
kemajuan teknologi, maka pranata sosial itu pun cenderung untuk
berkembang. Perkembangan pranata sosial biasanya tidak sepesat
kemajuan teknologi, sehingga menimbulkan konflik sosial yang
harus dihadapi tanpa merugikan salah satu pihak.
5) Pengendalian Sosial (Social Control)
Untuk menjamin ketertiban masyarakat, lebih-lebih dalam
masyarakat yang majemuk dan mengalami perkembangan yang
pesat kearah masyarakat industri dewasa ini, pengendalian dan
pengawasan sosial menjadi amat penting artinya. Setiap kesatuan
sosial mengembangkan pola-pola dan mekanisme pengendalian
yang sampai batas tertentu sangat efektif.
31
Berkaitan dengan pembangunan yang berkelanjutan, biasanya
setiap kesatuan sosial atau masyarakat telah mengembangkan
pranata ataupun kelembagaan yang memperhatikan keseimbangan
lingkungan dalam mengolah sumber daya alam dan mengolah
lingkungannya. Pengendalian sosial stempat juga sangat penting
artinya sebagai penghambat pengalihan penguasaan atas
sumberdaya alam setempat, ataupun pengalihan fungsi lahan yang
semula dipertahankan untuk memelihara keseimbangan lingkungan
setempat.
6) Kebutuhan Sosial (Social Needs)
Lingkungan sosial itu terbentuk didorong oleh keinginan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemenuhan
kehidupan hidup yang mendasar (Basic need) senantiasa
menimbulkan kebutuhan sampingan (derived need) yang biasanya
lebih kompleks, yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial disini
mencakup kebutuhan untuk hidup bersama secara harmonis,
pembentukan komuniti, kelompok sosial, ketertiban dan
sebagainya.
Keberlanjutan seluruh komponen lingkungan sosial tersebut
tidak bias terlepas dari hubungannya dengan lingkungan alam dan
buatan. Komponen tersebut pula terkait erat dengan lingkungan
yang member energy padanya. Tanpa energi dari lingkungan
mustahil komponen-komponen lingkungan itu dapat
disinambungkan. Ada lima fungsi sosial lingkungan yaitu sebagai
sumber makan/ minum (pencaharian hidup), sebagai wahana
aktualisasi diri dan pengembangan kreativitas (kebudayaan),
sebagai sarana pengembangan kesetiakawanan sosial, dan sebagai
tempat berlindung.
b. Indikator Kualitas Lingkungan Sosial
Berbagai permasalahan sosial yang kemudian timbul menuntut
berbagai kuantifikasi dan kualifikasi yang spesifik dan rumit. Masalah-
32
masalah sosial (social problem) sering disebut “Intangible”, sulit
diukur secara konkret. Masalah-masalah tidak tunduk pada ukuran-
ukuran (measurements) yang menyandang derajat akurasi/ presisi
yang tinggi. Oleh karena itu yang diukur adalah fenomena atau
ganjalannya, yang kemudian secara teknis diartikan sebagai indikator
atau parameter.
Standar kriteria atau baku mutu keserasian lingkungan sosial
seringkali ditentukan oleh kondisi sosial, budaya dan lingkungan
masyarakat itu sendiri. Lebih lanjut Purba (2005) menyatakan dalam
kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup, indikator lingkungan sosial ditentukan berdasarkan
pemanfaatan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan hidup
yang bertanggungjawab secara sosial (Socially Responsible) dan
dilakukan secara integral, holistik dan adil dengan ciri-ciri:
1) Segenap pihak diikutsertakan dan masing-masing mempunyai
peran dan tanggugjawab. Hal ini didasarkan pada prinsip
partisipatif dan bertanggungjawab.
2) Hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas guna meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Hal ini ditandai dengan tingkat ekonomi
dan pendapatan masyarakat yang layak, tempat tinggal dan
permukiman yang sehat dan aman, adanya kesempatan bekerja dan
berusaha, pertambahan dan distribusi penduduk sesuai daya
dukung lingkungan dan daya tampung sosial, tingkat pendidikan
penduduk yang memadai, dan kesehatan yang prima.
3) Penghormatan terhadap hak-hak masyarakat serta modal sosial
yang dikembangkan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya
alam dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini ditandai dngan
adanya perlindungan hukum atas hak intelektual warga maupun
kelompok masyarakat, misalnya melalui paten, serta perlindungan
terhadap hak-hak ulayat/adat masyarakat lokal (misalnya melalui
peraturan daerah yang mengakomodasi perlindungan atas hak-hak
33
masyarakat lokal).
Community-mine relations and local attitudes are shaped by
complex interactions of positive and negative factors, influenced by
both mining company and government attempt at sustainable
development and relations-building. As Petkova et al. (2009) reports,
mining development can affect almost all branches of the community;
not just those stakeholders directly impacted by the mine. Potential
environmental impacts, such as effects on terrestrial and aquatic
systems, play a key role in shaping negative community perceptions
towards mining projects, with community benefits and impacts on life
style exertingless influence (Plank et al., 2016).
8. Konsep Lingkungan Ekonomi
Lingkungan merupakan komponen penting dari sistem ekonomi.
Artinya bahwa tanpa adanya lingkungan maka sistem ekonomi tidak akan
berfungsi. Ini menyiratkan bahwa dalam sistem ekonomi, nilai lingkungan
harus diperlakukan sama, seperti halnya perlakuan terhadap nilai aset yang
lain (tenaga kerja dan modal) yakni sebagai aset ekonomi. Ini berarti pula
bahwa jika ekonomi ingin diperbaiki, maka kualitas sumberdaya alam dan
lingkungan perlu dipertahankan.
Lingkungan ekonomi adalah kegiatan manusia dalam
memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungannya yang
terbatas sehingga fungsi atau peranan SDA dan lingkungan tersebut dapat
dipertahankan dan bahkan penggunaannya dapat ditingkatkan dalam
jangka panjang atau berkelanjutan.
Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan
taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya
pendapatan per kapita. Jadi tujuan pembangunan ekonomi di samping
untuk menaikkan pendapatan nasional juga meningkatkan produktivitas.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tingkat output pada suatu saat
tertentu ditentukan oleh tersedianya atau digunakannya baik sumberdaya
alam maupun sumberdaya manusia, tingkat teknologi, keadaan pasar dan
34
kerangka kehidupan ekonomi (sistem perekonomian) serta sikap dari
output itu sendiri. (Irawan dan Suparmoko, 2008)
a. Faktor-Faktor Pertumbuhan Ekonomi
Bauer mendefinisikan bahwa pembangunan ekonomi ialah usaha
meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan mengolah kekuatan
ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,
penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan
ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen,
dengan beberapa faktor yaitu :
1) Sumber Alam
Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu
perekonomian adalah sumber alam atau tanah. Tanah sebagai
mana digunakan dalam ilmu ekonomi mencakup sumber alam
seperti kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan,
mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. Bagi
pertumbuhan ekonomi, tersedianya sumber alam secara melimpah
merupakan hal yang penting. Suatu Negara yang kekurangan
sumber alam tidak akan dapat membangun dengan cepat. Oleh
karena itu, sumber alam dapat dikembangkan melalui perbaikan
teknologi dan ilmu pengetahuan.
2) Akumulasi Modal
Modal berarti persediaan faktor produksi yang secara fisik
dapat di reproduksi. Apabila stok modal naik dalam batas waktu
tertentu, hal ini disebut akumulasi modal atau pembentukan modal.
Proses pembentukan modal bersifat kumulatif dan membiayai diri
sendiri serta mencakup tiga tahap yang saling berkaitan. (1)
keberadaan tabungan nyata dan kenaikannya, (2) keberadaan
lembaga keuangan dan kredit untuk menggalakkan keuangan dan
menyalurkan ke jalur yang dikehendaki, (3) mempergunakan
tabungan untuk investasi barang modal.
3) Organisasi
35
Organisasi merupakan bagian penting dari proses
pertumbuhan. Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor
produksi didalam kegiatan ekonomi. Organisasi bersifat
melengkapi modal, buruh dan membantu meningkatkan
produktifitasnya. Dalam pertumbuhan ekonomi modern, para
wiraswastawan tampil sebagai organisator dan pengambil risiko
diantara ketidakpastian.
4) Kemajuan teknologi
Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor paling penting
di dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan
dengan perubahan dalam metode produksi yang merupakan hasil
pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru. Perubahan
dalam teknologi telah menaikan produktivitas buruh, modal dan
faktor produksi yang lain.
5) Pembagian Kerja dan Skala Produksi
Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan
produktivitas, keduanya membawa kearah ekonomi produksi skala
besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri.
Pembagian kerja menghasilkan perbaikan kemampuan produksi
buruh, setiap buruh menjadi lebih efisien dari pada sebelumnya.
Akan tetapi, pembagian kerja tergantung pada luas pasar. Luas
pasar sebaliknya tergantung pada kemajuan ekonomi, yaitu
seberapa jauh perkembangan permintaan, tingkat produksi, sarana
transportasi dan sebagainya (Jhingan, 2008).
9. Dampak Sosial Ekonomi
Untuk mengetahui dampak positif atau negatif maka diperlukan
pengertian yang sama tentang apa yang dimaksud dengan dampak.
Menurut Soekartawi (1995) dampak (impact) adalah akibat dari suatu
kegiatan misalnya kegiatan pembangunan. Dampak kegiatan
pembangunan ini muncul karena ada pihak yang diuntungkan (gainers)
36
dan pihak yang dirugikan (losers) maka penilaian dampak sosial ekonomi
juga perlu mengacu kepada mereka yang diuntungkan dan yang dirugikan
ini (dari kegiatan pembangunan) karena dampak dari suatu pembangunan
itu adalah sebagai akibat faktor dari ekternalitas, maka penilaian pada
ekternalitas ini juga sangat penting
Eksternalitas adalah faktor ekternal (luar dari suatu sistem) yang
mempengaruhi proses suatu kegiatan dan faktor ini sangat berpengaruh
terhadap hasil kegiatan tersebut. Menurut George dan Shorey eksternalitas
di definisikan sebagai Any change in the value of a firm’s production or a
consumer’s utility function arising from the activity of other decision-
making units (Soekartawi, 1995).
Ditinjau dari segi dampaknya, ekternalitas dapat dibagi dua, yaitu
ekternalitas negatif dan ekternalitas positif. Yang dimaksud dengan
ekternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan dari suatu
tindakan yang dilakukan oleh suatu pihak yang diuntungkan, sedangkan
eksternalitas negatif adalah apabila dampaknya bagi orang lain yang tidak
menerima kompensasi sifatnya merugikan. Selain itu ditinjau dari pihak-
pihak yang melakukan dan pihak yang menerima akibat, eksternalitas
dibedakan menjadi: eksternalitas produsen-produsen, eksternalitas
produsen-konsumen, eksternalitas konsumen-produsen, eksternalitas
konsumen-konsumen (Mangkoesoebroto, 2001).
10. Konsep CSR (Corporate Social Responsibility)
Rangkaian tragedi lingkungan dan kemanusiaan telah terjadi
di berbagai belahan bumi, seperti Minamata (Jepang), Bhopal (India),
Chernobyl (Uni Sovyet), Shell (Nigeria), Grasberg (Indonesia), Ok Tedi
(PNG), Exxon Valdez dan masih banyak lagi. Banyak orang yang menjadi
korban dari suatu aktivitas usaha atau industri yang mestinya dapat
meningkatkan taraf kehidupan mereka.
Seluruh tragedi itu berlangsung hanya di kurun paruh akhir abad
20. Di masa lalu tanggung jawab terhadap perlindungan lingkungan
37
dianggap berada dalam ranah publik. Pemerintah dipandang sebagai aktor
utama yang mengadopsi perilaku ramah lingkungan, baik melalui regulasi,
sanksi dan tidak jarang melalui penawaran insentif. Sementara itu, sektor
swasta dipandang hanya sebagai penyebab timbulnya masalah-masalah
lingkungan.
Namun trend ini berbalik di awal abad 21 ini. Keterlibatan
perusahaan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan secara
ekonomi, sosial dan lingkungan global, mulai nyata dan meluas. Dalam
perspektif jangka panjang, langkah mengkombinasikan isu pelestarian
lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi bisnis menjadi kunci utama
kiprah kalangan bisnis. (Leimona dan Fauzi, 2008: 3).
Istilah CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggungjawab
Sosial Perusahaan mulai dikenal sejak tahun 1970-an, saat ini menjadi
salah satu bentuk inovasi bagi hubungan perusahaan dengan masyarakat
dan konsumen. CSR kini banyak diterapkan baik oleh perusahaan multi-
nasional maupun perusahaan nasional atau lokal. CSR adalah tentang nilai
dan standar yang berkaitan dengan beroperasinya sebuah perusahaan
dalam suatu masyarakat. CSR diartikan sebagai komitmen usaha untuk
beroperasi secara legal dan etis yang berkonstribusi pada peningkatan
kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan
masyarakat luas dalam kerangka mewujudkan pembangunan
berkelanjutan (Rahmatullah, 2011).
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Sosial
Responsibility (CSR) merupakan komitmen perusahaan atau dunia usaha
untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
dengan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap
aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Prof. Emil Salim ahli lingkungan
Indonesia menekankan bahwa CSR haruslah benar-benar menjadi cara
berbisnis yang menyeimbangkan antara ketiga aspek yaitu sosial, ekonomi
dan lingkungan. Dengan demikian, CSR menjadi proporsi kerja
perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan, bisnis suatu
38
perusahaan bisa saja berhenti, namun pembangunan harus terus berlanjut
untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini dan masa mendatang
(KLH, 2013).
Perusahaan memang tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab
yang berpijak pada perolehan keuntungan atau laba perusahaan semata,
namun harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya.
Dalam upaya menyeimbangkan tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan
tersebut, perusahaan memfokuskan perhatiannya kepada tiga hal yaitu
(profit), masyarakat (people), dan lingkungan (planet). Perusahaan harus
memiliki tingkat profitabilitas yang memadai sebab laba merupakan
fondasi bagi perusahaan untuk dapat berkembang dalam mempertahankan
eksistensinya. Dengan perolehan laba yang memadai, perusahaan
membagi deviden kepada pemegang saham, memberi imbalan yang layak
kepada karyawan, mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh untuk
pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan, membayar pajak
kepada pemerintah, dan memberikan multiplier effect yang diharapkan
kepada masyarakat. Sementara itu dengan memperhatikan masyarakat,
perusahaan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup
masyarakat khususnya masyarakat sekitar. Upaya yang dilakukan
perusahaan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat
umumnya sudah banyak dilakukan melalui kegiatan ComDev (Community
Development) dan kewirausahaan lainnya. Selain itu yang terpenting
adalah perusahaan memperhatikan kondisi lingkungan baik di dalam
maupun di sekitarnya, upaya ini masih sedikit sekali yang bersifat
voluntary (sukarela), bahkan untuk memenuhi kewajibanpun umumnya
masih ada yang melanggar, misalkan saja ambang batas pencemar yang
diperkenankan dibuang ke saluran pembuangan masih banyak yang
melanggar. Peran perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan melalui
CSR tentunya harus meliputi ketiga aspek yang sosial, ekonomi dan
lingkungan (KLH, 2013).
Istilah "corporate social responsibility" mulai umum digunakan
39
pada 1960-an dan awal 1970-an setelah banyak perusahaan multinasional
membentuk istilah stake holder, yang berarti kepada kelompok yang
terkena dampak dari kegiatan atu aktivitas perusahaan tersebut. Hal ini
dilandasi oleh buku terkenal yang ditulis oleh R. Edward Freeman,
“Strategic management: a stakeholder approach” pada tahun 1984 .
David Henderson (2001) berpendapat bahwa CSR terkadang tidak
sesuai dengan nilai-nilai tradisional masyarakat setempat. Dia
mempertanyakan harapan yang tinggi dan kadang-kadang harapan yang
tidak realistis dalam CSR. Beberapa berpendapat bahwa CSR hanyalah
etalase, atau upaya untuk mendahului peran pemerintah sebagai pengawas
atas perusahaan multinasional yang kuat.
CSR ditujukan untuk membantu misi organisasi serta panduan
untuk apa perusahaan untuk berdiri dan akan menjunjung tinggi kepada
konsumen. Pengembangan etika bisnis adalah salah satu bentuk etika
terapan yang meneliti prinsip etika dan masalah moral atau etika yang
dapat timbul dalam lingkungan bisnis. ISO 26000 adalah standar
internasional yang diakui untuk CSR. Organisasi sektor publik (PBB
misalnya) mematuhi triple bottom line (TBL). Hal ini diterima secara luas
bahwa CSR menganut prinsip yang sama tetapi dengan tidak ada tindakan
formal undang-undang. PBB telah mengembangkan Prinsip untuk
Investasi Bertanggung jawab sebagai pedoman untuk suatu investasi.
B. Penelitian Yang Relevan
Pertambangan pasir sungai menimbulkan dampak positif dan negatif.
Selain menghasilkan peningkatan ekonomi dan kelancaran suplai bahan baku
pada proyek infrastruktur, pertambangan pasir sungai juga menyebabkan
permasalahan sosial yang cukup buruk.
Mattamana, Varghese dan Paul (2013) melaporkan kerusakan serius
yang terjadi pada sungai-sungai di Kerala, India, sebagai dampak
pertammbangan pasir sungai untuk memenuhi kebutuhan pasir industri dan
konstruksi. Adapun Kareem dan Ramzan (2016) memaparkan dampak negatif
40
yang lebih luas pada aspek sosial, ekonomi dan lingkungan setelah
melaksanakan penelitian tentang dampak pertambangan pasir di India.
Diniyya Iriyani (2013) melaporkan pertambangan pasir di sungai
Brantas, Kediri Jawa Timur, menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan
sosial yang cukup parah. Truk-truk pasir yang sering melintasi jalan desa akibat
adanya penambangan pasir illegal di Kelurahan Semampir menyebabkan dampak
terhadap masyarakat sekitar.
Dampak yang dirasakan masyarakat sekitar diantaranya menurunnya
kualitas udara, meningkatnya polusi suara/ kebisingan dan kerusakan jalan di
Kelurahan Semampir. Penambangan yang tidak ramah lingkungan juga
menyebabkan dampak lain yakni rusaknya tebing-tebing sungai dan penurunan
dasar sungai. Tidak hanya memberikan dampak kerusakan secara fisik jangka
pendek namun pada jangka panjang akan menimbulkan hancurnya ekosistem
DAS Brantas.
C. Kerangka Berpikir
Penambangan pasir tidak terlepas dari potensi lokal pada suatu
wilayah. Realitas ini menunjukkan bahwa kondisi dan potensi wilayah
setempat yang utama terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.
Keberadaan penambangan pasir di Sungai Grindulu akan mempengaruhi atau
berdampak terhadap aspek-aspek fisik, biotik maupun sosial ekonomi baik
dampak positif maupun dampak negatif.
Penambangan pasir di Sungai Grindulu telah lama dilakukan oleh
masyarakat lokal. Dahulu, pengambilan pasir dilakukan masyarakat secara
tradisional. Pengelolaan dan pemanfaatannya lebih khusus untuk
pembangunan fisik rumah masyarakat.
Seiring dengan kebutuhan akan pasir dari tahun ke tahun meningkat
maka banyak investor tertarik menanamkan modalnya pada sektor ini. Dalam
kaitannya dengan pasir yang merupakan sumberdaya alam, maka diperlukan
pengaturan dalam pengelolaannya sehingga cadangan yang tersedia dapat
dimanfaatkan secara optimal, bijaksana serta dapat memberikan kontribusi
41
dalam pembangunan daerah yang berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kegiatan penambangan pasir juga diharapkan hasilnya mampu menyumbang
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta memenuhi kebutuhan hidup
atau meningkatkan pendapatan masyarakat. Pada segi lain, terciptanya
kesempatan kerja dari penambangan tersebut dapat meningkatkan keadaan
sosial ekonomi masyarakat terutama yang berdomisili di sekitar lokasi
penambangan maupun yang terlibat dalam kegiatan penambangan pasir
tersebut.
Penambangan pasir menjadi unsur penting yang banyak
mempengaruhi kondisi sosial ekonomi penduduk. Hal ini dapat dilihat dari
indikator pendidikan, kesehatan, kondisi tempat tinggal, mata pencaharian,
pendapatan, serta pengeluaran. Dalam upaya untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya pengrusakan lingkungan dari penambangan pasir
tersebut diperlukan suatu tata kelola lingkungan yang bijaksana, maka
pemerintah memandang perlu mengatur pengambilan dan pemanfaatan pasir
tersebut. Pengaturan oleh pemerintah disini dengan mewajibkan kepada
semua pihak, baik perorangan maupun badan usaha lainnya yang mengambil
dan mengusahakan pasir untuk mendapatkan ijin terlebih dahulu dan surat
tersebut bernama Surat Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) resmi dari Bupati.
Untuk mengetahui dampak pertambangan pasir pada lingkungan
sosial ekonomi masyarakat lebih dalam lagi maka peneliti menggunakan teori
Indikator Kualitas lingkungan Sosial Jonny Purba (2005) dan teori Faktor-
Faktor Pertumbuhan Ekonomi Bauer (2008). Jika pembangunan
pertambangan pasir tersebut telah sesuai dengan teori-teori yang telah
dikemukakan di atas maka dampak yang ditimbulkan akan terminimalisir
dan akan terciptanya kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan landasan teori penelitian di atas maka dibuat kerangka
pikir penelitian yang selengkapnya tersaji sebagai berikut :
42
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Dampak Penambangan Pasir Sungai Grindulu
Terhadap Lingkungan Sosial ekonomi Masyarakat Kecamatan Pacitan dan Arjosari Kabupaten Pacitan
43
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu masalah. Dalam
penelitian ini ada dua perumusan masalah yang ingin dipecahkan. Rumusan
masalah dalam penenelitian ini adalah bagaimana dampak penambangan pasir
di Sungai Grindulu terhadap lingkungan sosial masyarakat Kecamatan Pacitan
Kabupaten Pacitan ?
Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat diambil hipotesis sebagai
berikut:
1. Ada dampak penambangan pasir di Sungai Grindulu terhadap lingkungan
sosial masyarakat Kecamatan Pacitan dan Arjosari Kabupaten Pacitan.
2. Ada dampak penambangan pasir di Sungai Grindulu terhadap lingkungan
ekonomi masyarakat Kecamatan Pacitan dan Arjosari Kabupaten Pacitan.