Post on 02-Mar-2019
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengukuran Kinerja
Organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka pengukuran
kinerja sesungguhnya merupakan penilaian perilaku manusia dalam melaksanakan
peran yang dimainkannya dalam mencapai tujuan organisasi. Payaman
Simanjuntak (2005) mengemukakan bahwa kinerja adalah “tingkat pencapaian
hasil atas pelaksanaan tugas tertentu”. Kinerja perusahaan adalah tingkat
pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.
Sedangkan menurut Anthony, et al. (2006), pengukuran kinerja
didefinisikan sebagai “The activity of measuring the performance of an activity or
the entire value chain”. Hasil pengukuran kinerja tersebut akan digunakan sebagai
umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu
rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas
perencanaan dan pengendalian.
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu sistem
pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui keberhasilan perusahaan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik jangka panjang maupun jangka
pendek. Oleh karena itu untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu strategi
yang telah ditetapkan maka diperlukan suatu pengukuran kinerja yang merupakan
alat bagi manajemen untuk mengevaluasi kinerjanya.
12
2.2 Balance Score Card
Balance Score Card (BSC) dikembangkan pada 1993 oleh Professor
Robert Kaplan dan David Norton, dari Harvard Business School yang hingga kini
masih banyak digunakan oleh perusahaan untuk melakukan pengukuran kinerja
mereka. Kaplan dan Norton (1996) menyatakan bahwa BSC merupakan :
“a set of measures that give top managers a fast but comprehensive view
of the business, includes financial measures that tell the result of action that already taken, compelements the financial measures with operational measures on customer satisfaction, internal process and the organization’s innovation and improvement activities-operational measures that are the drivers of future financial performance”.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pengukuran kinerja perusahaan tidak dapat hanya dilihat dari pengukuran
keuangan saja, namun juga harus melibatkan kepuasan pelanggan, proses bisnis
internal, pembelajaran dan pertumbuhan.
Tujuan utama dari BSC sendiri adalah untuk menyeimbangkan tujuan
pemegang saham dengan tujuan pelanggan dan operasional.. Konsep BSC adalah
mendidik manajemen dan organisasi untuk memandang perusahaan dari 4
perspektif bisnis jangka panjang, yaitu : keuangan, proses bisnis internal,
pembelajaran dan pertumbuhan, dan pelanggan. Menurut Yuwono dkk (2002),
BSC menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam empat perspektif yang
saling terhubung (Gambar 2.1 pada halaman berikut).
13
Gambar 2.1 : Empat (4) Perspektif dalam Balance Score Card (BSC)
Penjelasan mengenai 4 (empat) perspektif yang ada pada BSC adalah :
1. Perspektif Keuangan (Financial)
BSC mempergunakan perspektif keuangan, karena ukuran
keuangan dapat memberikan petunjuk mengenai strategi perusahaan,
implementasi dan pelaksanaannya dalam kontribusi peningkatan laba
perusahaan dalam jangka panjang. Tujuan keuangan biasanya dinyatakan
dalam laba operasi, tingkat pengembalian atas barang modal, nilai tambah
ekonomis, pertumbuhan penjualan dan arus kas yang dihasilkan. Tujuan
keuangan berbeda-beda untuk setiap siklus hidup perusahaan.
Secara sederhana siklus hidup perusahaan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Growth (tumbuh). Perusahaan yang berada pada tahap growth
memiliki produk dan pangsa pasar yang tumbuh secara nyata,
sehingga strategi dan pengukuran kinerja perusahaan dalam perspektif
14
keuangan dapat difokuskan pada pertumbuhan penerimaan,
penghasilan atau laba positif, serta peningkatan penjualan dan pangsa
pasar.
b. Sustain (bertahan). Pada tahap ini perusahaan yang memiki produk
dan pangsa pasar yang tumbuh secara stabil, sehingga strategi dan
pengukuran kinerja dalam perspektif keuangan dapat difokuskan pada
peningkatan pendapat operasional, peningkatan tingkat pengembalian
investasi dan peningkatan laba kotor.
c. Harvest (menuai). Perusahaan yang berada pada tahap ini memiliki
produk dan pangsa pasasr yang tumbuh secara lambat, sehingga
strategi dan pengukuran dalam perspektif keuangan dapat difokuskan
pada pengelolaan arus kas, nilai tambah ekonomis dan nilai tambah
kas.
2. Perspektif Pelanggan (Customer Satisfaction)
Saat ini manajemen mulai menaruh perhatian khusus terhadap
pentingnya customer satisfaction, karena kinerja yang buruk dari
pelayanan pelanggannya atau adanya ketidakpuasan pelanggan dapat
berpotensi menurunkan jumlah pelanggan di masa datang meskipun saat
ini kinerja keuangan perusahaan cukup baik.
Kaplan dan Norton (1996) menggolongkan perspektif pelanggan kedalam
dua kelompok pengukuran, yaitu :
a. Customer Care Measurement, yang memiliki komponen antara lain :
15
1) Market Share : mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan
atas keseluruhan pasar yang ada, meliputi jumlah pelanggan,
jumlah penjualan dan volume unit penjualan.
2) Customer Retention : tingkat dimana perusahaan dapat
mempertahankan hubungan dengan konsumen.
3) Customer Acquisition : tingkat dimana suatu unit bisnis dapat
menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
4) Customer Satisfaction : menaksir tingkat kepuasan pelanggan
terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value preposition.
5) Customer Profitability : mengukur laba bersih dari seorang
pelanggan atau segmen tertentu setelah dikurangi biaya yang
khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
b. Customer Value Preposition, yang memiliki atribut sebagai berikut :
1) Produk or Service Atribut : meliputi fungsi produk atau jasa, harga
dan mutu. Pelanggan memiliki pandangan yang berbeda-beda
terhadap produk yang ditawarkan. Dalam menghadapi hal ini,
perusahaan harus dapat mengidentifikasi produk atau jasa layanan
apa saja yang diinginkan oleh pelanggannya.
2) Customer Relationship : berhubungan dengan perasaan pelanggan
terhadap proses pembelian produk atau jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan. Perasaan pelanggan sangat dipengaruhi oleh responsi
dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan yang berkaitan
dengan masalah penyampaian waktu. Dimana waktu merupakan
16
komponen yang penting dalam persaingan perusahaan. Para
pelanggan umumnya berpendapat bahwa penyelesaian order yang
cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi
kepuasannya.
3) Image danReputation : menggambarkan faktor intangible yang
menarik seorang pelanggan untuk berhubungan dengan
perusahaan. Membangun citra dan reputasi dapat dilakukan melalui
iklan dan menjaga mutu seperti yang telah dijanjikan.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process)
Pada perspektif ini dalam penilaian memungkinkan manager untuk
mengetahui seberapa baik bisnisnya berjalan dan apakah produk dan
jasanya sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Kaplan dan Norton (1996)
membagi proses bisnis internal menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
a. Proses Inovasi, merupakan proses untuk mengenali pemahaman
tentang kebutuhan dari pelanggan, serta menciptakan produk dan jasa
yang dibutuhkan oleh pelanggannya.
b. Proses Operasi, merupakan proses untuk membuat dan menyampaikan
produk atau jasa. Proses operasi tersendiri terbagi menjadi dua
aktivitas, yaitu proses pembuatan produk dan proses penyampaian
kepada konsumennya.
c. Proses Pelayanan Purna Jual, Proses ini merupakan jasa pelayanan
pada pelanggan setelah penjualan produk atau jasa tersebut dilakukan.
17
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning dan Growth)
Proses pertumbuhan dan pembelajaran bersumber dari faktor
sumber daya manusia, sistem dan prosedur organisasi (Yuwono, 2002).
Yang termasuk kedalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan
budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan
organisasi. Menurut Kaplan dan Norton (1996), pada perspektif ini
terdapat 3 (tiga) tolak ukur dalam perusahaan, yaitu:
a. Employee Capabilities, adalah kemampuan karyawan dalam organisasi
dengan perencanaan dan upaya implementasi perbaikan
ketrampilanpegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya
dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Information System Capabilities, adalah kemampuan mendapatkan
informasi-informasi terbaik untuk pencapaian tujuan perusahaan pada
karyawan. Dengan memiliki kemampuan sistem informasi yang baik
maka kebutuhan manajemen dan pegawai akan informasi yang akurat
dan tepat dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
c. Motivation, Empowerment, and Alignment, adalah tingkat motivasi
karyawan yang dapat diukur melalui banyakan sasaran yang diberikan,
jumlah sasaran yang dilaksanakan dan mutu yang diberikan. Jumlah
sasaran yang berhasil diimplementasikan merupakan indikator
tercapainya sasaran individu yang selaras dengan sasaran perusahaan.
18
2.3 Metode SERVQUAL
SERVQUAL merupakan konsep dan pengukuran kualitas pelayanan yang
digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan pada industri jasa secara umum.
Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Parasuraman et.al (1983) ditemukan
lima celah kualitas jasa yang berpotensi menjadi masalah dalam kualitas jasa,
yaitu :
1. Celah antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap).
Celah ini berarti bahwa pihak manajemen dalam mempersepsikan ekspekstasi
pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Hal ini disebabkan
karena : informasi yang didapatkan dari riset pasar tidak akurat, interpretasi
yang kurang akurat atas ekspektasi pelanggan dan tidak adanya informasi dari
staf kontak pelanggan ke manajemen.
2. Celah antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi
kualitas jasa (standard gap).
Celah ini menjelaskan bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan
persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain
karena tidak adanya standar kerja yang jelas, kesalahan perencanaan prosedur
kerja, kurangnya sumber daya.
3. Celah antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap).
Celah ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam
proses produksi dan penyampaian jasa. Penyebabnya antara lain karena
spesifikasi kualitas terlalu rumit, para karyawan tidak menyepakati spesifikasi
19
tersebut, teknologi dan sistem yang tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan
spesifikasi, kurang terlatihnya karyawan.
4. Celah antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (communications
gap).
Celah ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas
komunikasi pemasasran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada
pelanggan. Penyebabnya antara lain perencanaan komunikasi pemasaran yang
tidak terintegrasi dengan operasi jasa, kurangnya koordinasi antara aktivitas
pemasaran eksternal dan operasi jasa.
5. Celah antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (serviced gap).
Celah ini menjelaskan bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan
jasa yang diharapkan. Penyebabnya karena pelanggan mengukur kinerja atau
prestasi perusahaan berdasarkan kriteria yang berbeda atau mereka keliru
dalam menginterpretasikan kualitas jasa yang bersangkutan.
2.4 Dimensi Kualitas Pelayanan pada Metode SERVQUAL
Metode SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman (1990)
adalah salah satu metode dalam mengukur kualitas pelayanan dalam bidang jasa.
Metode SERVQUAL ini membagi kualitas pelayanan ke dalam lima dimensi
kualitas, yaitu :
1. Kehandalan (Reliability)
Kemampuan pihak penyedia jasa dalam memberikan pelayanan secara tepat
dan akurat sehingga nasabah dapat mempercayai dan mengandalkannya.
20
2. Daya Tanggap (Responsiveness)
Kemauan atau keinginan pihak penyedia jasa untuk memberikan bantuan
pelayanan yang dibutuhkan dengan tanggap.
3. Jaminan (Assurance)
Pemahaman dan sikap sopan dari karyawan yang dikaitkan dengan
kemampuan dalam memberikan keyakinan pada pelanggan bahwa penyedia
jasa mampu memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya
4. Empati
Pemahaman karyawan terhadap kebutuhan pelanggan serta perhatian yang
diberikan oleh karyawan.
5. Bukti Fisik (Tangibles)
Meliputi penampilan dan performansi dari fasilitas-fasilitas fisik, peralatan,
personel dan material komunikasi yang digunakan dalam penyampaian layanan
Tabel 2.1 Dimensi kualitas pelayanan
No. Dimensi Atribut 1. Kehandalan
(Reliability) 1. Menyediakan jasa sesuai dengan yang
dijanjikan. 2. Dapat diandalkan dalam menangani masalah
jasa pelanggan. 3. Menyampaikan jasa dengan benar sejak
pertama kali. 4. Menyampaikan jasa sesuai dengan waktu
yang dijanjikan. 5. Menyimpan catatan / dokumen tanpa
kesalahan. 2. Daya Tanggap
(Responsiveness) 6. Menginformasikan pelanggan tentang
kepastian waktu penyampaian jasa. 7. Layanan yang segera dan cepat bagi
pelanggan. 8. Kesediaan untuk membantu pelanggan 9. Kesiapan untuk merespon permintaan
lapangan.
21
Tabel 2.1 (lanjutan), Dimensi kualitas pelayanan
No. Dimensi Atribut 3. Jaminan
(Assurance) 10. Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya
para pelanggan. 11. Membuat pelanggan merasa aman sewaktu
melakukan transaksi. 12. Karyawan yang secara konsisten bersikap
sopan. 13. Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan
pelanggan. 4. Empati 14. Memberikan perhatian individual kepada para
pelanggan. 15. Karyawan yang memperlakukan pelanggan
secara penuh perhatian. 16. Sungguh-sungguh mengutamakan
kepentingan pelanggan. 17. Karyawan yang memahami kebutuhan
pelanggan. 18. Waktu beroperasi (jam kantor) yang nyaman.
5. Bukti Fisik (Tangibles)
19. Peralatan yang modern. 20. Fasilitas yang berdaya tarik visual. 21. Karyawan yang berpenampilan rapi dan
profesional. 22. Materi yang berkaitan dengan jasa yang
memiliki daya tarik visual.
2.5 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
2.5.1 Kepuasan Pelanggan
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya
cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat) sehingga dapat
diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu
memadai”. Dalam kajian literature kepuasan pelanggan yang dilakukan Giese
dan Cote (2000) dari Washington State University ditemukan bahwa
kepuasan terdiri dari 3 komponen utama yaitu : (1) Kepuasan pelanggan
merupakan respon emosional atau kognitif; (2) Respon tersebut menyangkut
22
fokus tertentu (ekspektasi, produk, pengalaman konsumsi, dan seterusnya);
dan (3) respon terjadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah
pemilihan produk dan jasa, berdasarkan pengalaman akumulatif, dan lain-
lain). Secara singkatnya, kepuasan pelanggan terdiri dari 3 komponen yaitu
:Respon menyangkut Fokus tertentu yang ditentukan pada Waktu tertentu.
Sedangkan kepuasan pelanggan menurut Kotler (2009) merupakan
perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang berasal dari perbandingan
antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-
harapannya. Oleh karena itu tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan
antara kinerja yang dibawah harapan yang akan membuat pelanggan kecewa
dengan kinerja yang melebih harapan sehingga pelanggan merasa puas.
Pada industri perbankan kepuasan pelanggan (nasabah) ditentukan
oleh pengalaman dalam melakukan transaksi, komentar dari rekan atau
kerabat, serta janji dan informasi yang disampaikan oleh pemasar. Saat ini
kepuasan nasabah menjadi perhatian utama dari industri perbankan. Hal ini
disebabkan karena semakin membaiknya pemahaman akan konsep kepuasan
nasabah sebagai salah satu strategi untuk memenangkan persaingan di dunia
bisnis. Bagi para pelaku industri perbankan kepuasan nasabah merupakan hal
utama, karena nasabah yang merasa puas akan pelayanan bank tersebut akan
menyebarluaskan kepuasannya kepada orang lain yang dapat berpotensi
menjadi nasabah bank baru dari bank tersebut, umumnya reputasi dari bank
yang dapat memberikan kepuasan pelayanan kepada nasabah akan
meningkat.
23
Untuk dapat menciptakan kepuasan nasabah, maka perbankan harus
menciptakan dan mengelola sistem penilaian yang dapat mengukur kinerja
kualitas pelayanan dari setiap kantor cabang dan petugas frontliners-nya
secara obyektif dan menyeluruh. Dengan adanya pengukuran terhadap kinerja
pelayanan pada suatu bank maka diharapkan akan terciptanya kualitas
layanan yang prima dan konsisten di seluruh kantor cabang bank tersebut.
2.5.2 Mengukur Kepuasan Pelanggan
Pengukuran kepuasan pelanggan menjadi suatu hal yang sangat
penting untuk dilakukan pada industri perbankan. Hal ini disebabkan karena
kupuasan pelanggan (nasabah) dapat menjadi masukan lagi bagi
pengembangan strategi pelayanan nasabah dimasa datang. Pemantauan
kondisi kantor cabang juga menjadi hal yang harus diperhatikan oleh bank,
dengan kondisi kantor-kantor yang bersih serta peralatan dan perlengkapan
yang memadai dan nyaman akan membuat nasabah merasakan kenyamanan
dan keamanan saat bertransaksi di kantor cabang bank tersebut.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan
pelanggan menurut Kotler (2009) adalah sebagai berikut :
1. Sistem penanganan keluhan dan saran
Perusahaan yang berorientasi pelanggan perlu menyediakan akses
yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya untuk menyampaikan
kritik, keluhan dan saran serta pendapat mereka. Media yang digunakan
dapat berupa kotak saran yang ditempatkan dilokasi strategis (mudah
dijangkau dan sering dilewati oleh pelanggan), kartu komentar (yang dapat
24
diisi langsung maupun dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon
khusus, websites, dan lain-lain. Metode ini bersifat pasif, karena
perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan
atau pendapat.
2. Mystery Shopping
Metode ini dilakukan dengan mempekerjakan beberapa orang
untuk bersikap atau berperan sebagai pelanggan dengan memberikan
skenario tertentu untuk menguji keahlian dari para petugas dilapangan
apakah sudah memberikan layanan sesuai dengan standar yang diinginkan
oleh perusahaan. Para petugas Mystery Shopper diminta untuk melaporkan
temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk
perusahaan sendiri maupun perusahaan pesaing. Bila menggunakan
metode ini tingkat kerahasiaan pelaksanaannya harus sangat dijaga karena
apabila karyawan yang sedang diuji tahu dirinya sedang dinilai, maka hasil
penilaian dikhawatirkan akan menjadi bias.
3. Lost Customer Analysis
Menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti atau beralih
menggunakan produk dari perusahaan tersebut guna mendapatkan
informasi penyebab hal tersebut agar dapat dilakukan perbaikan atau
penyempurnaan terhadap produk yang ditinggalkan oleh pelanggannya di
kemudian hari. Kesulitan dalam menggunakan metode ini adalah
mengindentifikasi dan mengontak mantan pelanggan yang bersedia
memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.
25
4. Survei kepuasan pelanggan
Sebagian besar survei kepuasan pelanggan dilakukan melalui pos,
telepon, e-mail, websites, maupun wawancara langsung. Melalui survei,
perusahaan akan memperoleh tanggapan secara langsung dari para
pelanggannya dan juga akan memberikan kesan positif pada pelanggannya
bahwa perusahaan memberikan perhatian dan perduli terhadap suara dari
para pelanggannya.
2.6 Profil Perusahaan
2.6.1 Gambaran Perusahaan
PT.Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, didirikan
berdasarkan Perpu No.2 tanggal 5 Juli 1946 untuk menjalakan usaha di
bidang perbankan. Pada tahun 1996 BNI merupakan Bank Pemerintah
pertama yang menawarkan sahamnya kepada masyrakat umum (go public)
dengan mencatatkannya pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek
Surabaya (BES) dengan kode saham BBNI. Pada tahun 2004, BNI
melakukan perubahan yang komprehensif, mulai dari pernyataan ulang visi
dan misi baru, perubahan logo dan identitas perusahaan, serta perubahan
sistem teknologi informasi. Pada akhir tahun 2009, BNI melakukan
transformasi bisnis yang bertujuan untuk mengubah cara berbisnis BNI dari
yang semula product centric (berorientasi ke penjualan produk atau layanan
ke nasabah) menjadi customer centric (penjualan produk atau layanan yang
berorientasi berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi nasabah). Program
transformasi bisnis ini kemudian dikenal dengan nama Program BNI
26
Reformasi (BRF) yang dilaksanakan secara bertahap selama 5 tahun. Pada
tahun 2010 untuk memperkokoh kondisi permodalan dan mendukung rencana
pengembangan bisnis, BNI melakukan penawaran saham kembali kepada
masyarakat sehingga porsi kepemilikan publik di BNI meningkat hingga
40%, sedangkan pemerintah sebesar 60%.
Untuk mendukung penyampaian produk dan layanan kepada para
pelanggannya, BNI memiliki jaringan operasional yang tersebar di seluruh
Indonesia dan 5 kota di luar negeri, dengan rincian sebagai berikut :
1. 38 Divisi / Satuan / Unit / Biro di Kantor Pusat
2. 15 Kantor Wilayah yang membawahi 1.687 Kantor Cabang Utama,
Kantor Layanan, Kantor Kas, Payment Point, BNI Layanan Gerak dan
Kas Mobil.
3. 194 Kantor Sentra Kredit
4. BNI juga mengoperasikan 11.157 unit ATM yang terdiri dari ATM Tunai,
ATM Non-Tunai, Cash Deposit Machine, dan ATM Drive-Thru yang
tersebar di seluruh Indonesia.
5. Akses layanan BNI melalui jaringan di lebih dari 35.000 ATM Link,
44.500 ATM Bersama, 58.000 ATM Prima dan 1,7 Juta ATM Master
Card Internasional di seluruh dunia.
6. Trade Processing Center (TPC) sebagai sentra proses transaksi ekspor
dan impor.
7. 5 Kantor Cabang luar negeri yang berada di Singapore, Hongkong,
London, Tokyo dan New York (Agency). Serta untuk memperkokoh
27
pelayanan jasa perbankan di Jepang, BNI telah mengoperasionalkan
kantor cabang pembantu di Osaka untuk mendukung kantor cabang yang
berada di Tokyo.
8. Anak perusahaan yang dimiliki antara lain :
a. BNI Syariah
b. BNI Multifinance.
c. BNI Securities.
d. BNI Asset Management.
e. BNI Life Insurance.
28
Gambar 2.2 : Struktur organisasi BNI
29
Tabel 2.2 Produk serta layanan utama, mekanisme penyampaian dan segmentasi pasar
Business
Segmentation
Product / Services Produk
dan Jasa / Layanan
Jenis Produk dan Jasa / Layanan Utama
Jenis Produk dan Jasa / Layanan
Lainnya (derivative)
Customer
Segmentation
Mekanisme
Delivery
Consumer dan Retail
Kredit
BNI Griya Multiguna, OTO, KUK, BNI Fleksi, BNI Instant, Kredit TKI
Emerald, Affluent, Upper Mass, Mass, Retail
Secara langsung melalui Channel Distribution (Kantor Cabang dan Sentra Kredit)
BNI Wira Usaha (BWU) Kartu Kredit
Dana
Tabungan (Taplus dan Taplus Bisnis
Tappa, Tapma, Tabunganku, DPLK Simponi, BNI Duo, Tapenas, Taplus Anak, Taplus Muda, Tabungan Haji, Giro Rupiah dan Valas, BNI Dollar
Giro Deposito
Jasa / Layanan
ATM Phone Banking, Kiriman Uang Domestik, Safe Deposit Box, Money Market, Foreign Exchange, Prepaid Card, Reksadana, Bancassurance, Merchant / EDC, BNI ATM Gallery
Internet Banking EMERALD (Private Banking) Remittance (Kiriman Uang Internasional)
Business Banking
Kredit Kredit Investasi
Kredit Ekspor, Kredit Impor, Kredit Sindikasi
Corporate, Commercial, Small
Kredit Modal Kerja NonCash Loan (LC/Trade Finance)
Dana Taplus Bisnis Giro Deposito
Jasa / Layanan
Cash Management
Garansi Bank Foreign Exchange Trade Finance
30
2.6.2 Visi, Misi dan Nilai Perusahaan
BNI mempunyai motto “Melayani Negeri, Kebanggaan Bangsa” yang sejalan dengan
visi, misi dan nilai perusahaan sebagai berikut :
Visi : Menjadi bank yang unggul, terkemuka dan terdepan dalam layanan dan kinerja.
Misi : 1. Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada seluruh
nasabah dan selaku mitra pilihan utama.
2. Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor.
3. Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya dan
berprestasi.
4. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial.
5. Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang baik.
Nilai : Kenyaman dan kepuasan
Budaya kerja BNI Dirumuskan dalam bentuk Code of Counduct yang akan menjadi
panduan perilaku korporasi dan pegawai. Panduan perilaku korporasi disusun dalam bentuk
buku saku Good Corporate Governance (GCG) yang mengatur perilaku korporasi terkait
dengan tanggung jawab BNI sebagai perusahaan publik. Sementara untuk budaya kerja BNI
dituangkan dalam PRINSIP 46 yang terdiri dari 4 Nilai Budaya Kerja dan 6 Perilaku Utama.
Kata PRINSIP sendiri merupakan akronim dari nilai budaya kerja yang ada di BNI yaitu
PRofesionalisme, INtegritas, orientaSI pelanggan dan Perbaikan tiada henti. Disamping itu
kata prinsip juga mengandung makna “kebenaran yang menjadi pokok dasar dalam berpikir
dan bertindak”
31
Tabel 2.3 Budaya Kerja BNI
NILAI PERILAKU UTAMA 1. Profesionalisme
Bermakna memiliki kompetensi handal dan berkomitmen memberikan hasil terbaik yang memenuhi bahkan melampaui standar-standar profesi yang berlaku.
• Meningkatkan kompetensi dan
memberikan hasil terbaik.
2. Integritas Bermakna berkomitmen untuk selalu konsisten antara pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilandasi oleh kata hati dan kepercayaan pada prinsip-prinsip kebenaran yang hakiki.
• Jujur, tulus dan ikhlas. • Disiplin, konsisten dan bertanggung
jawab.
3. Orientasi Pelanggan Bermakna senantiasa berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan dilandasi sikap saling menghargai dan hubungan kemitraan yang sinergis
• Memberikan layanan terbaik melalui
kemitraan yang sinergis.
4. Perbaikan Tiada Henti Bermakna senantiasa mencari peluang dan solusi untuk meningkatkan layanan dan kinerja yang melampaui harapan pelanggan
• Senantiasa melakukan penyempurnaan. • Kreatif dan inovatif.
2.6.3 Lingkungan Kompetitif
Terdapat 119 Bank dalam industri perbankan di Indonesia, yang merupakan
kompetitor BNI. Jenis kompetitor BNI dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe, seperti
Bank BUMN, Bank Swasta, Bank Asing dan BPD (untuk persaingan di pasar regional),
lembaga pembiayaan (leasing company) dan perusahaan asuransi. Pesaing utama BNI
meliputi 4 Bank lainnya yang termasuk dalam 6 Bank terbesar (dalam aset dan modal) di
Indonesia, yaitu :
1. Bank Mandiri (BUMN)
2. Bank BCA (Swasta)
3. Bank BRI (BUMN) 32
4. Bank CIMB Niaga (Swasta)
5. Bank Danamon (Swasta)
Faktor-faktor yang menentukan kesuksesan BNI terhadap kompetitor adalah :
1. Tingkat bunga dan kredit yang bersaing.
2. Jumlah Produk yang beragam.
3. Kecepatan layanan.
4. Kenyamanan dalam layanan (Service Excellent)
5. Kehandalan SDM dalam melayani customer.
6. Delivery Channel yang luas dan beragam.
7. Kelangkapan fasilitas transaksi (jaringan ATM, e-banking, dll).
Khusus dalam bidang pelayanan kepada nasabahnya, posisi BNI terus meningkat
dalam 5 tahun terakhir. Hal ini terlihat dari survei tahunan layanan perbankan yang dikenal
dengan nama “Bank Service Excellence Monitor (BSEM)” yang dilakukan oleh Marketing
Research Indonesia (MRI) dimana pada tahun 2014 lalu, BNI meraih posisi ke-2. MRI
Melakukan survei kualitas layanan perbankan kepada nasabah individu melalui walk-in
channel (meliputi kantor cabang dan layanan ATM) dan electronic channel (meliputi
layanan phone banking, sms banking, mobile banking, internet banking). Hal-hal yang
diukur dalam penilaian walk-in channel antara meliputi : Performa petugas Customer
Service, Teller, Satpam, petugas penerima telepon pada kantor cabang, peralatan di banking
hall, kenyamanan ruangan, kebersihan toilet dan performa ATM.
33
Tabel 2.4 Detail per aspek peringkat BNI pada survei MRI BSEM tahun 2014
Aspek yang dinilai Peringkat
BNI Mandiri BRI BCA CIMB Niaga Danamon
Customer Service 2 1 4 >10 8 5 Teller 3 2 7 >10 6 1 Satpam 2 1 4 10 6 9 Telepon Cabang 7 8 >10 >10 >10 5 Peralatan Banking Hall 1 3 >10 >10 >10 8 Kenyamanan Ruangan 1 10 >10 3 4 >10 Toilet 2 4 8 >10 3 9 ATM 1 6 3 >10 7 >10 Sumber : Majalah infobank No.422 Mei 2014
Tabel 2.5 Peringkat BNI pada Survei MRI BSEM dari tahun ke tahun
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Peringkat 13 12 9 6 7 8 5 4 2 2
34