Post on 30-Oct-2019
9
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Olahraga Pencak Silat
Pencak Silat adalah seni beladiri dan sebagai salah satu alat untuk memperbaiki
serta mempertahankan kebudayaan. Pencak Silat merupakan salah satu hasil budaya
masyarakat Indonesia yang tumbuh dan berkembang dengan pesat dari jaman ke jaman.
Ditinjau dari falsafah dan nilai-nilainya, pencak silat merupakan cermin dari ideologi
Pancasila. Pencak di definisikan sebagai gerak dasar beladiri yang terikat pada aturan
dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan. Silat dapat diartikan sebagai
gerak beladiri yang sempurna yang bersumber pada kerohanian yang suci murni guna
keselamatan diri atau kesejahteraan bersama, serta untuk menghindarkan manusia dari
bencana/bahaya. Peranan pencak silat adalah sebagai sarana dan prasarana untuk
membentuk manusia seutuhnya yang sehat, kuat, tangkas, terampil, sabar, ksatria, dan
percaya diri. Pada awalnya Pencak Silat hanya sebagai alat untuk membela diri dari
serangan dan berbagai ancaman. Seiring perkembangan jaman kini Pencak Silat tidak
hanya sebagai alat untuk membela diri namun Pencak Silat digunakan sebagai sarana
olahraga dan sarana untuk mencurahkan kecintaan pada aspek keindahan (estetika), dan
alat pendidikan mental serta rohani ( Agung Nugroho, 2004: 15)
Menurut PB. IPSI (2012: 1) Pencak silat mempunyai 4 aspek yang mencakup
nilai-nilai luhur sebagai suatu kesatuan yang tak terpisahkan, aspek tersebut meliputi :
a. Aspek Mental Spiritual
- Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Tenggang rasa, percaya diri dan disiplin.
- Cinta bangsa dan tanah air.
- Solidaritas sosial, jujur, membela kebenaran dan keadilan.
b. Aspek Beladiri
- Berani dalam membela kebenaran dan keadilan.
- Tahan uji dan tabah.
- Tangguh dan ulet.
- Tanggap, peka, dan cermat.
10
c. Aspek Seni
- Mengembangkan pencak silat sebagai budaya bangsa Indonesia yang
mencerminkan nilai-nilai luhur.
- Mengembangkan pencak silat yang diarahkan pada penerapan nilai-nilai
kepribadian bangsa.
- Mencegah penonjolan secara sempit nilai-nilai pencak silat yang bersifat
kedaerahan.
- Menanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang negatif.
d. Aspek olahraga
- Berlatih dan melaksanakan olahraga pencak silat sebagi bagian dari kehidupan
sehari-hari.
- Meningkatkan prestasi.
- Menjunjung tinggi solidaritas.
- Pantang menyerah
Dalam keseluruhan aspeknya, pencak silat dapat diartikan sebagai sistem sikap
dan gerak terencana, terorganisir, terarah, terkoordinasi, dan terkendali yang bermoral
dan beretika, yakni memiliki ukuran tentang baik dan buruk yang dapat digunakan
untuk pembelaan diri serta kegiatan seni olahraga (Iskandar, 1992: 22). Pencak silat
merupakan salah satu unsur budaya peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia yang
saat ini sudah berkembang sampai ke manca negara. Pencak silat adalah suatu cabang
olahraga kebanggaan bangsa dan rakyat Indonesia yang lahir dan berkembang di bumi
pertiwi untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan mencapai keselarasan hidup, serta
meningkatkan iman dan taqwa kepada tuhan Yang Maha Esa. Pada pesta-pesta olahraga
baik tingkat regional, nasional, maupun internasional, pencak silat sudah sejajar
kedudukannya dengan cabang olahraga lainnya. Hal ini telah terbukti dengan
dibentuknya Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa (PERSILAT) pada tanggal 1 Maret
1980. Dengan demikian pencak silat bukan saja milik bangsa Indonesia tetapi juga milik
bangsa-bangsa lain di Dunia.
Para pendekar, dan perguruan secara aktif mengupayakan untuk membentuk
pencak silat sebagai olahraga. Mereka berjuang keras untuk meyakinkan bahwa pencak
silat perlu dikembangkan sebagi olahraga agar tidak musnah dimasyarakat. Alasannya,
bahwa dengan berakhir masa peperangan, pencak silat sudah kehilangan peran sebagai
11
sarana bela diri. Dalam upaya mencari peran baru, yang lebih sesuai dengan
perkembangan zaman, pencak silat sebaiknya dicoba untuk dipertandingkan. Uji coba
pertandingan pencak silat pertama diadakan antara pendekar-pendekar di Stadion
Kalisari, Semarang tahun 1957. Pertandingan ini menggembirakan, karena berjalan
dengan lancar, tanpa ada kecelakaan. Namun, uji coba di tempat lainnya tidak begitu
berhasil, karena peraturan masih sangat longgar dan kontak antara pesilat tidak dibatasi.
Akibatnya banyak terjadi cedera, bahkan sampai mengakibatkan kematian. Selanjutnya,
pencak silat hanya dijadikan acara demonstrasi di Pekan Olahraga Nasional I (PON I)
tahun 1948 sampai PON ke-VII tahun 1969. Pencak silat untuk pertama kali tampil
sebagai cabang olahraga prestasi dan dipertandingkan secara resmi yaitu pada PON VIII
tahun 1973 di Jakarta. Sejak saat itu dapat dikatakan Pencak Silat Tanding mengalami
perkembangan pesat, baik teknik-teknik yang terus diperhalus agar lebih efektif dan
efisien dan tidak bersifat mencelakai, maupun dalam bidang pembinaan dan
pelatihannya. Pembinaan dan pelatihan Pencak Silat semakin disesuaikan dengan ilmu
dan prinsip-prinsip olahraga, yang secara umum menitikberatkan kepada kemampuan
maksimal tubuh. Kemampuan tersebut dibedakan menjadi beberapa spesifikasi, yaitu :
strength (kekuatan), endurance (daya tahan), speed (kecepatan), flexibility (kelentukan),
agility (kelicahan), fitness (kesegaran jasmani) dan reaction (reaksi) (Kosasih, 1993:21).
Dimasa sekarang, perkembangan sistem pertandingn pencak silat terbagi dalam
empat kategori yaitu: (1) kategori TGR (tunggal, ganda dan regu) dan (2) kategori
tanding. Pencak silat kategori tunggal adalah pertandingan yang menampilkan seorang
pesilat memperagakan kemahiranya dalam jurus tunggal baku secara benar, tepat,
mantap dan penuh penjiwaan dengan tangan kosong dan bersenjata (PB IPSI, 2012: 1).
Pencak silat kategori ganda adalah pertandingan yang menampilkan dua orang pesilat
dari kubu yang sama memperagakan kemahiran dan kekayaan teknik jurus serang bela
pencak silat yang dimiliki, gerakan serang bela ditampilkan secara terencana, efektif,
estetis, mantap dan logis dalam sejumlah rangkaian seri yang teratur, baik bertenaga dan
cepat maupun dalam gerakan lambat penuh penjiwaan dengan tangan kosong dan
dilanjutkan dengan bersenjata (PB IPSI, 2012: 2). Pencak silat kategori regu adalah
pertandingan pencak silat yang menampilkan tiga orang pesilat dari kubu yang sama
memperagakan kemahiran dalam jurus regu baku secara benar, tepat, mantap, penuh
penjiwaan dan kompak, dengan tangan kosong (PB IPSI, 2012: 2).
12
Pencak silat kategori tanding adalah pertandingan yang menampilkan dua orang
pesilat dari kubu yang berbeda dan saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan
dan serangan yaitu menangkis, mengelak, menyerang pada sasaran dan menjatuhkan
lawan. (PB IPSI, 2012: 1). Untuk dapat melakukan teknik belaan dan serangan, seorang
pesilat harus menguasai teknik-teknik dalam pencak silat dengan baik dan benar. Untuk
itu, diperlukan penguasaan teknik dalam pencak silat melalui proses latihan yang relatif
lama dan dilakukan secara teratur, terprogram dan terukur. Pencak silat kategori tanding
merupakan olah raga yang full body contact, kemungkinan terjadinya cedera relatif
besar, untuk itu diperlukan kondisi fisik yang baik yang mampu menunjang penampilan
pesilat di dalam gelanggang. Komponen fisik yang diperlukan dalam pencak silat
diantaranya adalah kekuatan, kecepatan, power, fleksibilitas, kelincahaan dan
koordinasi. Selain itu, aspek psikis berupa penguasaan emosi, motivasi dan intelegensi
serta unsur lain yang berkaitan dengan kejiwaan diperlukan agar lebih mendukung
untuk menjadi pesilat yang baik.
a. Teknik Dasar Pencak Silat
Teknik adalah suatu proses gerakan dan pembuktian dalam praktek dengan
sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang olahraga (Suharno,
1993) Selain itu, teknik merupakan cara paling efesien dan sederhana untuk
memecahkan kewajiban fisik atau masalah yang dihadapi dalam pertandingan yang
dibenarkan oleh peraturan.
Menurut Suharno HP (1993: 43) mengemukakan bahwa ”teknik dasar ialah
suatu teknik dimana proses gerak dalam melakukannya merupakan fundamen, gerakan
itu dengan kondisi sederhana dan mudah”. Sedangkan menurut Sudjarwo (1993: 43)
mengemukakan bahwa ”teknik dasar ialah penguasaan teknik tingkat awal yang terdiri
dari gerakan dari proses gerak,bersifat sederhana dan mudah dilakukan”. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, teknik dasar permainan pencak silat
merupakan bentuk tenik dasar yang masih sederhana dari pelaksanaan permainan yang
sebenarnya.
Gerak dasar pencak silat adalah suatu gerak terencana, terarah, terkoordinasi dan
terkendali, yang mempunyai empat aspek sebagai satu kesatuan, yaitu aspek mental
spiritual, aspek beladiri, aspek olahraga, dan aspek seni budaya. Dari jenis gerakannya
gerak dasar dalam olahraga pencak silat termasuk dalam gerak manipulatif, menurut
13
Anita J. harrow (1977) gerakan manipulatif, yaitu gerakan yang menggunakan anggota-
anggota badan yang terkoordinasi dan dikombinasikan dengan modalitas visual dan
modalitas peraba. Dengan demikian, pencak silat merupakan cabang olahraga yang
cukup lengkap untuk dipelajari karena memiliki empat aspek yang merupakan satu
kesatuan utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan (Lubis, 2004 : 7). Teknik dasar dalam
cabang olahraga pencak silat, meliputi : (1) Kuda-kuda, (2) Sikap pasang, (3) Pola
langkah, (4) Belaan, (5) Serangan, (6) Hindaran, (7) Tangkapan, (8) Tangkisan
Unsur teknik yang dibutuhkan oleh pesilat kategori tanding diantaranya adalah:
teknik serangan (lengan dan kaki), dan teknik belaan (lengan, kaki, dan jatuhan).
Menurut Muharnanto (1993: 89), teknik yang perlu dikembangkan dalam pencak silat
meliputi: (1) teknik serangan, (2) teknik jatuhan, (3) teknik kuncian, (4) teknik belaan,
(5) sikap pasang dan kembangan. Berdasarkan pendapat dari beberapa pakar pencak
silat diatas, maka unsur unsur teknik pencak silat meliputi: (1) teknik pukulan, (2)
teknik tendangan, (3) teknik jatuhan, (4) teknik kuncian.
Hal ini sesuai dengan teknik dan taktik olahraga pencak silat antar bangsa oleh
PB IPSI (1989: 4-5) yang menyatakan:
1. Serangan dengan tangan atau pukulan dapat dilakukan dengan cara tangan
mengepal, setengah mengepal, atau terbuka serta dengan siku.
2. Serangan dengan tungkai/kaki dapat dilakukan menurut bentuk dan sikap kaki
seperti: tendangan depan, tendangan samping, tendangan busur/ sabit, tendangan
belakang, dan lututan.
3. Teknik menjatuhkan dengan menggunakan kaki; menyapu tegak, menyapu rebah,
mangait, mengungkit, dan menggunting.
4. Teknik mengunci.
Dalam pertandingan pencak silat tidak semua teknik dapat digunakan dan
dimainkan, penggunaan teknik pencak silat disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku
dan kategori yang dipertandingkan. Sebagai contoh teknik kuncian dalam pertandingan
olahraga pencak silat tidak digunakan, dan hanya boleh digunakan pada aspek seni beladiri atau
pertandingan pencak silat kategori ganda (Penjelasan Peraturan Pertandingan Pencak Silat
Antara Bangsa, 1999: 20)
Unsur-unsur teknik sangat menentukan dalam melakukan serang bela pada
pertandingan pencak silat, karena teknik yang efektif dan efisien akan menghasilkan
nilai prestasi teknik yang banyak. Dalam melakukan belaan maupun serangan pada
14
sasaran dapat dilakukan dengan beberapa macam cara. Menurut Januarno (1989: 70)
sasaran yang sah tersebut dapat dilakukan dengan ketentuan unsur-unsur teknik
meliputi:
1) serangan dengan tangan atau lengan
2) serangan dengan kaki atau tungkai
3) teknik pembelaan
4) teknik menjatuhkan
5) teknik mengunci
Pada dasarnya, teknik dasar pencak silat dalam pelaksanaannya terbagi atas 2
unsur yaitu : belaan dan serangan. Dalam pencak silat, serangan merupakan bagian
intregal dari belaan atau pertahanan, sehingga serangan dapat disebut sebagai belaan
atau pertahanan aktif. Peraturan pertandingan mengatur tentang serangan beruntun yang
diperkenankan yaitu yang pelaksanaannya dilakukan dengan teratur dan berangkai
dengan berbagai cara, dalam arti tidak sejenis. Berikut ini adalah teknik-teknik pencak
silat yang digunakan dan mendapatkan nilai dalam pertandingan pencak silat kategori
tanding :
1) Pukulan Dalam Pencak Silat
Teknik serangan dapat dilakukan dengan tangan/lengan biasa disebut
"pukulan", dapat dilakukan dengan berbagai kuda-kuda dan bentuk tangan seperti
mengepal, setengah mengepal atau terbuka, serta dengan siku memperhatikan lintasan
serangan yang benar dan bertenaga.
Serangan tangan/pukulan adalah semua jenis teknik menyerang yang dilakukan
dengan menggunakan tangan dalam posisi terkepal. Teknik pukulan ada beberapa
macam, yaitu : pukulan depan, pukulan samping, pukulan sangkol, dan pukulan lingkar.
(Sikap awal) ( Gerak pukulan) (Perkenaan)
Gambar 2. 1. Rangkaian Gerak Pukulan
15
Teknik pukulan sering digunakan sebagai teknik pembuka dalam melakukan
serangan, tujuannya adalah sebagai sarana untuk mendapatkan jarak serang atau sekedar
untuk mengganggu konsentrasi lawan. Teknik pukulan sebagai pendukung taktik
dilakukan di awal serangan dengan maksud agar dalam proses serang bela susulan yang
akan dilakukan tidak mudah di antisipasi lawan, sehingga perolehan poin dapat tercapai
dengan baik. Selain sebagai serangan pembuka dan pendukung taktik, pukulan juga
sering digunakan sebagai teknik “one point” dalam pencak silat kategori tanding, yaitu
pukulan sebagai sarana memperoleh poin tunggal. Pukulan dapat dilakukan dengan
menggunkan lengan depan atau lengan belakang dalam kaidah sikap pasang pencak
silat. Pukulan akan lebih mudah dilakukan dengan cepat daripada teknik lainnya karena
dalam sikap berhadapan dengan lawan lengan merupakan alat serang terdekat dengan
sasaran.
2) Tendangan dalam Pencak Silat
Teknik serangan dengan tungkai biasa disebut “tendangan”, dapat dilakukan
dengan bebagai cara dan bentuk sikap kaki sperti:
- Tendangan depan atau lebih dikenal dangan tendangan lurus,
- Tendangan samping atau lebih dikenal dengan tendangan “T”,
- Tendangan busur/melintang atau lebih dikenal dengan tendangan “sabit”
- Tendangan Jejag dapat dilakukan dengan mendorong kaki ke depan.
- Tendangan belakang dan tendangan lutut yaitu serangan dengan menggunakan
lutut.
Unsur-unsur teknik serangan yang menggunakan kaki atau tungkai dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a) Tendangan depan
Tendangan depan atau lebih dikenal dengan tendangan lurus, di mana dalam
melakukan gerakan tersebut posisi badan condong ke depan, salah satu tungkai diangkat
dan diluruskan dengan perkenaan pada ujung telapak kaki. Kotot Slamet (2003),
menyatakan bahwa tendangan lurus ini sangat efektif untuk melumpuhkan lawan. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa efektifan tersebut tercipta, karena gerakan yang diperlukan
oleh tubuh sewaktu melakukan teknik ini hanya sedikit, dengan demikian efisiensi
gerak menjadi maksimal. Gerakan tendangan lurus dapat kita lihat pada gambar di
bawah ini
16
b) Tendangan sabit
Tendangan sabit atau busur adalah sikap tubuh tegak, salah satu tungkai
diangkat, bersamaan dengan sikap tubuh condong serong ke depan, kemudian tungkai
diluruskan dengan lintasan membusur atau memotong dan perkenaannya pada
punggung kaki atau kura-kura penuh. Untuk tendangan samping dilakukan jika lawan
ada di posisi sisi kanan atau sisi kiri, di mana pesilat mengangkat salah satu tungkai dan
diluruskan ke arah samping serta posisi badan menjaga keseimbangan dengan condong
ke sisi sebaliknya, perkenaannya pada sisi tumit kaki, gerakan dimulai dari sikap
pasang, angkat lutut setinggi sasaran. Putar pinggang mengikuti arah lintasan tendangan
dan serentak diikuti oleh lecutan tungkai bawah, berpusat pada lutut.
Jika dianalisa dari teknik gerakannya, benturan yang terjadi pada sasaran dari
arah samping luar menuju arah dalam, dengan perkenaan punggung kaki. Sementara itu,
efisiensi gerak serta tenaga maksimal diperoleh melalui koordinasi antara tungkai atas
dan tungkai bawah yang dilecutkan pada lutut dengan perputaran pinggul searah
gerakan kaki. Teknik gerakan tendangan sabit dapat dilihat pada gambar 3 sebagai
berikut:
(Sikap awal) (Gerak tendangan depan) (Perkenaan)
Gambar 2. 2. Rangkaian Gerak Tendangan Depan
(Sikap awal) (Gerak tendangan sabit) (Perkenaan)
Gambar 2. 3. Rangkaian Gerak Tendangan Sabit
17
c) Tendangan “T“ atau samping
Tendangan ”T” adalah dimana tendangan dengan gerakan tubuh dan salah satu
kaki yang menendang, berada pada posisi miring dengan bertumpu pada salah satu kaki.
Tendangan ini diberi nama dengan tendangan ”T” karena merujuk pada bentuk akhir
dari gerak tendangan itu sendiri yang jika dilihat dari samping menyerupai huruf ”T”.
Tendangan ”T” juga dapat dijadikan sebagai blok terhadap serangan lawan, hal ini
senada dengan yang dinyatakan oleh Kotot Slamet yakni; tendangan ini selain untuk
menyerang, dapat pula digunakan untuk menahan laju serangan lawan, yaitu dengan
memblok atau dalam pencak silat lebih dikenal dengan istilah ganjelan (bahasa jawa),
kepada lawan yang akan melakukan suatu serangan. Bentuk gerakan daripada
tendangan ”T” dapat dilihat pada gambar 4.
d) Tendangan belakang
Untuk tendangan belakang, dilakukan bila posisi lawan berada di belakang,
dimana pesilat melakukan angkatan kaki dan meluruskan ke arah belakang bersamaan
dengan posisi tubuh dicondongkan ke depan, sasaran perkenaannya adalah tumit.
Pelaksanaan gerak tendangan belakang adalah, pesilat dari sikap pasang harus
melakukan putaran tubuh (berbalik) terlebih dahulu, sehingga ia berada dalam posisi
membelakangi lawan.
Dalam teknik tendangan belakang, keseimbangan sangat dibutuhkan, untuk itu
harus memperhatikan posisi akhir dari tendangan dimana tubuh harus sejajar atau lebih
rendah dari pinggul. Teknik gerakan tendangan belakang dapat dilihat pada gambar 5.
(Sikap awal) (Gerak tendangan T) (Perkenaan)
Gambar 2. 4. Rangkaian Gerak Tendangan Samping
18
Dari serangan menggunakan kaki tidak semuanya dapat dipergunakan pada
pertandingan, misalnya lututan yang lintasannya dari bawah ke atas dilarang namun
lututan dapat dilakukan apabila lintasannya dari samping. Serangan kaki yang dinilai
adalah serangan yang masuk pada sasaran, menggunakan teknik serangan dengan kaki
(dalam bentuk apapun), bertenaga dan mantap, tidak disertai tangkapan/pegangan, tanpa
terhalang oleh tangkisan atau elakan dan dengan dukungan kuda-kuda, atau kaki tumpu
yang baik, jarak jangkauan tepat dan lintasan serangan yang benar.
Tendangan dalam olahraga pencak silat merupakan komponen yang paling
dominan baik saat melakukan serangan maupun belaan. Tendangan yang baik apabila
dilakukan secara keras, cepat serta didukung koordinasi gerak yang baik, sehingga
menghasilkan kualitas tendangan yang efektif, efisien dan mampu melakukan dalam
frekuensi yang banyak. Salah satu faktor yang sangat berperan dalam menghasilkan
tendangan yang baik adalah faktor fisik yang dimiliki seorang atlet. Dengan demikian
perlu diketahui komponen-komponen fisik apa saja yang mempengaruhi keterampilan
dalam pencak silat.
Dari berbagai macam-macam teknik dalam pertandingan pencak silat tersebut
tentunya setiap pesilat harus dapat menguasainya agar bermanfaat saat menghadapi
lawan khususnya dalam pertandingan. Penguasaan teknik yang baik memiliki manfaat
diantaranya: a) cara efisien mencapai prestasi, b) mencegah atau mengurangi cedera, c)
Modal untuk melakukan taktik dan, d) Meningkatkan percaya diri. Namun demikian,
untuk mencapainya perlu memperhatikan proses latihannya. Keberhasilan dalam proses
latihan teknik sangat tergantung dari kualitas latihan yang dilaksanakan. Artinya, bahwa
keberhasilan dalam latihan sangat ditentukan oleh kemampun atlet, pelatih profesional
(Sikap awal) (Gerak tendangan belakang) (Posisi tendangan)
Gambar 2. 5. Rangkaian Gerak Tendangan Belakang
19
dan metode latihan yang digunakan, antara pelatih dan atlet harus memiliki
kemampuan, kemauan dan komitmen yang tinggi untuk meraih hasil yang terbaik.
Pelatih yang profesional tanpa didukung kemampuan atletnya akan sulit untuk dapat
meraih prestasi puncak. Sebaliknya, atlet yang memiliki bakat istimewa tanpa didukung
dan dibina dengan baik dan benar tidak akan dapat berprestasi secara optimal. Untuk itu
diperlukan kerjasama yang baik antara pelatih dan atlet agar prestasi yang optimal dapat
diraih. Ada beberapa faktor-faktor untuk mencapai kualitas teknik yang baik yaitu :
a. Kualitas fisik yang relevan.
b. Kualitas psikologis dan kematangan bertanding.
c. Metode latihan yang tepat.
d. Kecerdasan atlet memilih teknik yang tepat dalam situasi tertentu
Gerakan teknik dalam pencak silat merupakan rangkaian gerak yang kompleks,
sehingga relatif sulit dilakukan oleh pemula. Untuk itu pada setiap awal pembelajaran,
gerakan harus diberikan secara bertahap dan berkelanjutan. Artinya proses pembelajaran
diawali dari yang mudah kemudian meningkat menuju sulit dan dari yang sederhana
menuju tingkatan yang lebih kompleks.
b. Analisis Biomekanika Keterampilan Pencak Silat Kategori Tanding
Keterampilan menurut Martens (2004:170) merupakan kecakapan untuk
mengeksekusi teknik yang dibutuhkan pada waktu yang tepat dan sesuai. Seseorang
dikatakan terampil apabila bergerak secara efisien dan efektif atau apabila mempunyai
potensi yang baik untuk melakukan suatu gerakan yang khusus. Keterampilan juga
merupakan gerakan dasar dalam cabang olahraga yang dilakukan secara teknik dengan
gerakan efektif dan efisien untuk menghasilkan gerakan yang optimal sesuai apa yang
diharapkan.
Upaya untuk meningkatkan prestasi dalam olahraga, harus melalui latihan yang
dilakukan dengan pendekatan ilmiah terhadap ilmu-ilmu yang terkait dalam olahraga
dan kesehatan olahraga, menurut Nossek (1995: 1) antara lain adalah fisislogi latihan,
biomekanika olahraga, paedagogi dibidang olahraga, sosiologi olahraga, psikologi
olahraga, dan kesehatan olahraga. Ilmu pengetahuan yang ikut berperan dalam usaha
menjelaskan tentang keterampilan pencak silat kategori tanding adalah biomekanika.
Pada umumnya analisis dalam keterampilan gerak (olahraga) meliputi pengertian
tentang:
20
a. Maksud dan tujuan gerakan
b. Tipe atau jenis gerakan
c. Kategori gerakan, yakni: mengenai besarnya, arahnya, titik tangkapnya, dan
interaksi gaya dan bidang tumpunya.
d. Uraian penampilan biomekanika, yakni: analisis mekanik dan analisis anatomois.
Gerakan tendangan sabit merupakan gerakan yang menggunakan tungkai atas,
tungkai bawah dan pergelangan kaki. Dari posisi kuda kuda mengangakat tungkai atas,
lutut sanpai mendekati dada dengan gerakan fleksi, lalu meluruskan tungkai bawah
sehingga lutut menjadi lurus dengan gerakan ekstensi arahnya vertikal.
Menurut Suharno HP. (1993:29) Gerakan keterampilan (skilled movement)
adalah gerakan yang mengandung derajad efisiensi dalam pelaksanaannya. Drowatzky
(1981) mengemukakan suatu skema yang menggambarkan komponen-komponen
penting yang membentuk gerakan yang efisien. Di dalam gambar tersebut terdapat 3
lingkaran yang masing-masing mengelompokkan komponen fitness dan kemampuan
gerak (fitness and motor abilities), kemampuan mengindera (sensory abilities) dan
proses-proses perseptual (perseptual processes). Ketiga lingkaran saling bertautan yang
melambangkan ketiganya saling berinteraksi untuk menghasilkan gerakan yang efisien.
Gambar 2.6 Komponen-komponen dari Gerakan yang Efisien
Sumber: Sugiyanto (1987) dimodifikasi dari Barsch (1968)
21
Keterampilan akan menentukan level bermain seseorang, semakin tinggi tingkat
keterampilan seorang atlet akan menentukan prestasi yang diperolehnya. Untuk
menguasai gerakan keterampilan memerlukan proses belajar dan untuk melakukan
gerakan keterampilan diperlukan keterampilan gerak atau ketangkasan dan penguasaan
gerak. Gerakan keterampilan dapat diklasifikasikan berdasarkan 2 sudut pandang, yaitu
sudut pandang sebagai kontinum vertikal dan kontinum horizontal.
1) Kontinum vertikal. Yaitu pengklasifikasian berdasarkan derajad kesukaran atau level
kompleksitas gerakan. Meliputi 3 level yaitu :
a) Keterampilan adaptif sederhana. Adalah keterampilan yang dihasilkan dari
penyesuaian gerak dasar fundamental dengan situasi atau kondisi tertentu pada
saat melakukan gerakan. Misalnya berlari melewati bermacam-macam rintangan.
b) Keterampilan adaptif terpadu. Adalah keterampilan yang dihasilkan dari
perpaduan antara gerak dasar fundamental dengan penggunaan perlengkapan atau
alat tertentu. Misalnya memukul bola menggunakan raket.
c) Keterampilan adaptif kompleks. Adalah keterampilan yang memerlukan
penguasaan gerakan dan koordinasi banyak bagian tubuh. Misalnya melakukan
smash dalam bola voli.
2) Kontinum horizontal. Yaitu pengklasifikasian berdasarkan tingkat penguasaan
keterampilan oleh pelajar atau level ketangkasan. Meliputi 4 level yaitu :
a) Pemula (beginner)
b) Madya (intermediate)
c) Maju (advance)
d) Mahir atau berketerampilan tinggi (highly skilled)
Menurut Mardapi (2003) dalam bukunya menjelaskan keterampilan psikomotor
terbagi menjadi enam (6) tahapan, yaitu :
1) Gerakan refleks, adalah respon gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir.
2) Gerakan dasar, adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang
khusus.
3) Kemampuan perseptual, adalah kombinasi kemampuan kognitif dan gerak.
4) Kemampuan fisik, adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil.
22
5) Gerakan terampil, adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan
dalam olahraga.
6) Komunikasi nondiskursif, adalah kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan gerakan.
Dwi Hatmisari dkk (2007:4) menyatakan jenis-jenis keterampilan diklasifikasikan
menjadi beberapa kelompok, antara lain:
1) Berdasarkan kompleksitas gerakan
a) Simpel, misalnya kalestenik
b) Lebih kompleks, beban bertambah, misalnya: lompat, gulat.
c) Kompleks, misalnya: olahraga permainan, skating, anggar.
2) Berdasarkan objek
a) Keterampilan tertutup (close skill), yaitu keterampilan dengan kondisi
lingkungan dan objek statis, misalnya: menembak, panahan, lari, dan lain-lain.
b) Keterampilan terbuka (open skill), yaitu keterampilan dengan kondisi
lingkungan dan objek dinamis/berubah-ubah, misalnya olahraga permainan.
3) Berdasarkan jumlah atlet
a) Individual (atletik, senam, tinju)
b) Beregu (basket, voli, futsal, sepak bola)
4) Berdasarkan pola gerak
a) Siklis (lari, renang, dayung, balap sepeda)
b) Asiklis (lempar, lompat, tinju, anggar)
c) Kombinasi siklis-asiklis
Bentuk ketrampilan dalam pertandingan pencak silat kategori tanding adalah
berupa rangkaian teknik dan gerak dasar, yaitu pesilat saling berhadapan menggunakan
unsur pembelaan dan serangan pencak silat, yaitu menangkis/mengelak , mengenakan
sasaran dan menjatuhkan lawan. PB. IPSI (2012: 16). Lebih kompleks lagi penerapan
keterampilan pencak silat adalah pada saat pesilat dituntut untuk memperoleh nilai
dengan kaidah pertandingan pencak silat secara beruntun, tersusun dengan teratur dan
berangkai dengan berbagai cara ke arah sasaran. Yang dimaksud dengan kaidah adalah
bahwa dalam mencapai prestasi teknik, seorang pesilat harus mengembangkan pola
bertanding yang dimulai dari sikap pasang, langkah serta mengukur jarak terhadap
23
lawan dan koordinasi dalam emlakukan serangan / pembelaan serta kembali ke sikap
pasang. PB. IPSI (2012).
Gerak teknik dalam keterampilan pencak silat terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
tahap persiapan (sikap pasang), tahap pelaksanaan (take-off), perkenaan (impact) dan
tahap gerak lanjutan (follow through).
1) Tahap persiapan (sikap pasang)
Sikap pasang merupakan sikap dasar dalam setiap melakukan teknik pertandingan
pencak silat. Menurut Agung Nugroho (2001: 38) sikap pasang adalah sikap siaga untuk
melakukan pembelaan atau serangan yang berpola dan dilakukan pada awal serta akhir
dari rangkaian gerak. Selain itu, sikap pasang diartikan sebagai sikap taktik untuk
menghadapi lawan yang berpola menyerang atau menyambut (Johansyah, 2004: 10).
Dengan demikian, sikap pasang merupakan beragam sesuai dengan perguruan masing-
masing. Hal tersebut menunjukkan kekayaan hal yang penting karena menjadi
landasaan untuk melakukan gerakan berikutnya.
Sikap pasang yang paling efektif adalah sikap pasang satu. Dalam sikap pasang
satu kaki tidak dalam keadaan segaris sehingga memudahkan pesilat untuk
melakukan serangan. Sikap pasang satu memiliki jarak lintasan paling pendek
sehingga penyerangan bisa dilakukan secara cepat dengan asumsi jarak tempuh
tungkai terhadap sasaran lebih pendek.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan teknik pencak silat
kategori tanding, yaitu arah pandangan, fleksi lengan depan, letak proyeksi pusat
gaya berat terhadap bidang tumpu, fleksi lutut depan dan fleksi lutut belakang, dan
bidang tumpu.
Gambar 2. 7. Sikap Pasang (Sikap Pasang Satu)
24
a. Arah pandangan
Pada sikap pasang, arah pandangan fokus terhadap target sasaran. Tujuannya
agar tendangan yang dilakukan memiliki tingkat akurasi (ketepatan) yang tinggi.
b. Fleksi lengan depan
Fleksi lengan depan diupayakan sedekat mungkin pada sudut 90o
. Dengan
demikian akan mempermudah gerakan lengan depan pada saat ditarik ke arah luar,
sehingga akan membantu gerak koordinasi alat serang dan mempercepat gerakan teknik
serangan dan belaan.
c. Fleksi lutut depan dan fleksi lutut belakang
Pada teknik tendangan yang menggunakan kaki belakang, letak proyaksi pusat
gaya berat akan lebih menguntungkan apabila berada lebih dekat dengan kaki tumpu
(kaki yang berada di depan). Dengan demikian gaya yang digunakan untuk mengangkat
kaki bagian belakang menjadi lebih kecil sehingga gerakan yang dilakukan dapat
menjadi lebih cepat, karena tingkat keseimbangan pesilat berada pada posisi seimbang.
d. Letak proyeksi pusat gaya berat terhadap bidang tumpu
Fleksi lutut sangat menentukan kecepatan hasil tendangan. Fleksi lutut yang
membentuk sudut terlalu kecil akan mengakibatkan letak proyeksi pusat gaya berat
semakin mendekati bidang tumpu. Dengan demikian gaya gravitasi bumi akan
memberikan pengaruh yang kuat pada saat akan mengawali gerakan. Sebagai akibatnya
gerakan yang dilakukan menjadi lambat. Oleh karena itu, fleksi lutut pada saat
melakukan sikap pasang tidak boleh terlalu mendekati titik berat badan (pusar) maupun
terlalu besar. Pada saat sikap pasang, fleksi lutut depan harus lebih kecil dibandingkan
dengan fleksi lutut belakang segingga letak proyeksi pusat gaya berat badan akan
mengarah pada kaki yang berada di depan.
e. Bidang tumpu
Semakin luas bidang tumpu, maka tingkat keseimbangan pesilat menjadi
semakin stabil. Sebagai akibatnya, pesilat harus mengeluarkan gaya yang lebih besar
untuk dapat melakukan tendangan dengan cepat. Untuk itu, agar dapat melakukan
tendangan dengan cepat maka kuda-kuda yang dilakukan pesilat sebaiknya tidak terlalu
lebar.
25
2) Tahap Pelaksanaan
Dua tahapan pelaksanaan adalah sesaat sebelum take off dari tumpuan kaki dan
ketika impact terhadap punch box.
a. Sesaat Sebelum Take Off
Arah pandangan pada tahap ini tetap fokus pada sasaran yang akan ditendang
agar tendangan yang dilakukan memiliki tingkat ketepatan yang tinggi. Lutut diangkat
ke depan menyamping dengan merubah posisi kaki tumpu ke arah laterah antara 45° -
90°. Perputaran pinggul searah dengan pergerakan tungkai. Posisi lengan kiri ditarik ke
arah kiri luar untuk membantu terjadinya rotasi pada bahu, sedangkan lengan kanan
bergerak ke arah kiri atas untuk membantu mempercepat gerakan kaki serang.
Pada tahap ini terjadi perubahan letak proyeksi pusat gaya berat, yaitu ke arah
kaki tumpu dan cenderung lebih tinggi dibandingkan pada saat sikap pasang.
Perpindahan letak proyeksi pusat gaya berat diakibatkan adanya perubahan fleksi pada
lutut yang sebabkan adanya tarikan yang dilakukan oleh lengan kiri. Kesalahan yang
sering terjadi pada tahap ini adalah posisi kaki tumpu yang cenderung masih menapak
sepenuhnya pada lantai matras. Keadaan ini membuat gerakan kaki serang mengalami
hambatan sehingga gerakan yang dilakukan menjadi lambat. Untuk itu, pada saat kaki
serang pada posisi take-off, kaki tumpu sudah harus segera mengikuti untuk
mempercepat gerakan kaki serang.
Gambar 2.8. Sesaat sebelum impact
3) Impact
Impact adalah tahapan dimana kaki mulai menyerang atau menendang sampai
mengenai sasaran. Tendangan sabit yang baik dapat dilihat di tahapan ini. Pergerakan
yang ideal dari tahapan ini adalah arah kepala selalu melihat target, pergerakan lengan
kanan tidak terlalu ke belakang dan pergerakan tangan kiri di depan dada, ada putaran
26
pinggul, lintasan tendangan yang benar adalah dari sisi bawah ke sisi atas, posisi gaya
berat dalam bidang tumpu dalam kondisi seimbang. Lutut yang diangkat, dilecutkan ke
arah depan/sasaran dengan lintasan dari samping dengan posisi badan tetap tegak
menyamping menggunakan seluruh bagian punggung kaki.
Gambar 2. 9. Proses take off dan Impact
(teknik serangan menggunakan tungkai)
Proses gerakan dalam tendangan pada olahraga pencak silat dilakukan dalam
suatu pola gerak yang tidak terputus yaitu mulai dari posisi kuda-kuda, mengangkat
kaki penendang setinggi lutut, dan meluruskan tungkai dengan gerakan cepat untuk
mencapai sasaran tubuh lawan. Unsur-unsur gerakan teknik tersebut memerlukan
otomatisasi gerakan secara terpadu disertai kemampuan mengoptimalkan panjang
tungkai dan kekuatan otot tungkai. Apabila proses gerakan tendangan pencak silat
dilakukan dengan tersendat-sendat atau ada gerakan yang berhenti, akan mengurangi
kelincahan gerak sehingga mudah ditangkis atau dielakan oleh lawan dan kemungkinan
besar lawan akan melakukan serangan balik.
Banyak pesilat pemula yang selalu latihan tendangan pencak silat pada salah
satu perguruan pencak silat, namun hasil yang dicapai belum optimal.Beberapa pesilat
pemula yang melakukan latihan tidak mampu menunjukkan prestasi secara optimal.
Banyak pesilat yang kemampuan fisik maupun teknik kurang sempurna, seperti
kekuatan tungkai sangat kurang dalam melakukan serangan dengan tendangan, teknik
tangkisan, elakan serta kemampuan memanfaatkan kelemahan lawan untuk menyerang
balik karena tidak memiliki kemampuan tendangan yang memadai.
27
Para pesilat dalam mengembangkan kemampuannya seperti tendangan, sering
dilakukan dengan latihan teknik dengan cara melakukan tendangan secara berulang-
ulang tanpa latihan pengembangan kekuatan kontraksi otot-otot tungkai. Teknik latihan
ini, disadari kurang efektif untuk meningkatkan kemampuan tendangan pada olahraga
pencak silat.Hal yang perlu dipikirkan bahwa untuk melakukan tendangan dalam
olahraga pencak silat dibutuhkan kekuatan gerakan tungkai atau seluruh tubuh untuk
membantu koordinasi, kelincahan dan kecepatan gerakan kaki pada saat melakukan
tendangan.
Bagi pesilat yang belum terbentuk koordinasigerak dan kecepatan kontraksi otot
tungkainya secara optimal, serta kemampuan teknik untuk melakukan tendangan dalam
pencak silat, seperti teknik mengangkat tungkai penendang secara tepat, cepat, dan kuat
belum dikuasai dengan timing yang tepat, maka perlu diberikan latihan yang dapat
meningkatkan kemampuan tersebut.
Pola gerakan dalam melakukan tendangan dalam olahraga pencak silat dapat
ditunjang dengan berbagai komponen kondisi fisik seperti daya ledak tungkai, kekuatan
otot tungkai, kecepatan, kelentukan, kelincahan, koordinasi dan keseimbangan.Salah
satu komponen lain yang tidak kalah penting dalam prestasi olahraga adalah postur dan
struktur tubuh. Fox, Bowers dan Foss (1993:542) menyebutkan bahwa “olahragawan
profesional dan guru mempunyai pandangan ketertarikan pada postur dan struktur tubuh
sebagai pengertian relatif dari tipe tubuh dalam kesuksesan pada berbagai cabang
olahraga”. Untuk mengetahui beberapa proses gerakan tendangan dalam olahraga
pencak silat, maka dikemukakan menurut pendekatan fisiologi.
Manusia adalah makhluk yang dibentuk oleh tulang dan jaringan sistem
perototan. Fungsi otot-otot adalah menghasilkan gaya yang menimbulkan gerakan. Otot
terikat pada tulang yaitu pada tendon. Kontraksi otot menimbulkan gaya, yang
menggerakkan tulang yang satu ke arah tulang yang lainnya melalui ruang gerak
tertentu. Kontraksi otot, pada dasarnya adalah memanjang dan memendeknya otot, dan
biasanya terjadi pada persendian. Aktivitas tendangan dalam olahraga pencak silat
adalah hasil dari kontraksi jaringan otot-otot yang menggerakkan tulang sehingga
menjadi gerakan yang nyata. Melakukan tendangan dalam olahraga pencak silat selalu
mempergunakan prinsip timbang badan, permainan posisi dengan perubahan
pemindahan titik berat badan. Melakukan tendangan juga harus memanfaatkan setiap
28
serangan, tenaga lawan dan keadaan panjang tungkai lawan sehingga tendangan yang
dilakukan lebih efektif mengenai sasaran.
Sikap awal dari pelaksanaan tendangan pada pencak silat adalah mengangkat
kaki penendang setinggi lutut. Posisi kaki seperti ini merupakan tindakan yang
menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan kaki penendang yang bertumpu di
tanah karena jarak tempuh dari kaki penendang untuk mencapai sasaran akan lebih
cepat. Menurut Soedarminto (1992: 60) kontraksi otot-otot tungkai dalam melakukan
tendangan akan melibatkan otot-otot sebagai berikut:
a) Sendi pinggul:
- M. Iliopsoas.
- M. Tensor Fasciae Latae
- M. Rectus Femoris
- M. Gluteus.
- M. Hamstring
b) Sendi lutut:
- M. Bisep Femoris
- M. Semitendinosus.
- M. Semimembranosus.
- M. Qadriceps Femoris
- M. Vectus Femoris.
Tegangan otot sangat menentukan kemampuan kontraksi pada saat melakukan
tendangan dalam olahraga pencak silat. Menurut Fox, et al (1988: 159) bahwa “the
tension exerted by a muscle as it shortens is affected by several important factors, three
of which are (1) the initial length of the muscle fibers, (2) the angle of pull of the muscle
on the bony skeleton, and (3) the speed of shortening.”Fungsi kerja otot tungkai pada
saat melakukan tendangan dalam olahraga pencak silat dapat berupa sinergis dan
antagonis yang dikendalikan oleh otot-otot agar dapat dilakukan dengan gerakan
cepat.Untuk memantapkan gerakan agar lebih efisien diperlukan kekuatan dari
persendian maupun otot-otot yang bergerak.Kekuatan otot tungkai pada saat menendang
dapat menunjang kecepatandan kelincahan sehingga memaksimalkan kemampuan
tendangan. “Increased coordination of muscle (skill) can increase the speed of spesific
movements”(Jansen, et al., 1983:169).
29
Dalam pelaksanaan tendangan dalam olahraga pencak silat, tenaga yang
digunakan dibawa ke telapak kaki sehingga sistem gerakannya yaitu sumbu putar
gerakan tendangan berada pada persendian paha, tenaga berada pada tungkai dan beban
adalah ujung kaki yang mengenai sasaran pada tubuh lawan. Tetapi proses tendangan
pencak silat dapat pula menggunakan gerak dengan tenaga pada otot paha, titik sumbu
gerakan pada persendian lutut dan beban pada ujung kaki. Sistem gerakan dengan
berbagai teknik tendangan dalam olahraga pencak silat akan memberikan kemampuan
untuk mengerahkan kekuatan pada tungkai ketika gerakan menendang dilakukan
sehingga dapat dengan telak masuk pada sasaran tubuh lawan. Volume otot akan
menentukan kekuatan dan kelincahan tungkai untuk melakukan gerakan tendangan.
Tendangan yang dilakukan oleh gerakan tungkai termasuk proses gerak pada anggota
gerak bawah dari tubuh atau “lower extremity”(Kreighbaum, et al., 1981: 217).
Mengangkat kaki setinggi lutut pada saat melakukan tendangan membuat tubuh
tidak seimbang yang disebabkan oleh perpindahan titik berat badan dan penyaluran
tenaga ke telapak kaki atau tungkai bagian bawah. Untuk menjaga keseimbangan tubuh
harus ditopang oleh posisi tubuh yang baik khususnya kuda-kuda yang mantap sehingga
tenaga dapat dikerahkan secara maksimal.
Dari keterangan di atas keterampilan pencak silat kategori tanding dapat
digolongkan ke dalam jenis keterampilan kompleks, sedangkan berdasarkan objeknya
keterampilan pencak silat kategori tanding merupakan jenis keterampilan terbuka dan
berdasarkan pola gerak merupakan keterampilan asiklis.
2. Faktor Anthropometri dan Fisik dalam Pencak Silat Kategori Tanding
a. Faktor anthropometri dalam Pencak Silat
Antrhopometri adalah studi tentang pengukuran tubuh manusia dalam mengenai
dimensi tulang, otot, dan adiposa (lemak) jaringan. Kata "antropometri" berasal dari
kata Yunani "anthropo" yang berarti manusia dan "metron" yang berarti ukuran. Bidang
antropometri meliputi berbagai pengukuran tubuh manusia. Berat badan, tinggi badan,
postur tubuh, panjang rentangan, ketebalan lipatan kulit, lingkar (kepala, dada,
pinggang, tungkai, dll), panjang anggota gerak (lengan, tungkai).
Menurut Etty Indriati (2010:5) Anthropometri adalah pengukuran tubuh.
Pengukuran yang dapat dilakukan pada manusia secara umum meliputi pengukuran
massa, panjang, tinggi, lebar, dalam, circumference (putaran), curvatur (busur),
30
pengukuran jaringan lunak (lipatan kulit). Pengukuran dapat dilakukan pada tubuh
secara keseluruhan (contoh: stature) maupun membagi tubuh dalam bagian yang
spesifik (contoh: panjang tungkai). Menurut Djoko Pekik Irianto (2007:67) ukuran
anthropometri mencakup kuantitas dari dimensi-dimensi tubuh didalamnya berat,
ukuran panjang dan luas penampang tubuh memberikan tampilan yang berbeda-beda
pada masing-masing individu.
Gallahue dan Ozmun (1998:189) mengatakan bahwa perkembangan ukuran
anthropometri tubuh berkembang sesuai dengan periode perkembangan individu.
Perkembangan ukuran bagian-bagian tubuh ini dipengaruhi faktor-faktor perkembangan
seperti faktor genetis, lingkungan serta aktivitas gerak fisik yang dilakukan.
Perkembangan ukuran tubuh dan bagian-bagiannya berlangsung terus selama masa
pertumbuhan dengan tingkat perkembangan yang berbeda-beda pada proporsi dan
kecepatannya. Pertumbuhan ukuran bayi berlangsung sangat cepat, kemudian secara
proporsional mengalami penurunan pada masa anak-anak dan kemudian mengalami
ledakan pertumbuhan pada masa adolesensi. Perbedaan kecepatan pertumbuhan
menyebabkan terjadinya variasi pada bentuk dan tipe tubuh seseorang.
Ukuran anthropometri merupakan salah satu faktor penting dalam aktivitas
olahraga. Masing-masing cabang olahraga memerlukan karakteristik anthropometri
yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan karakteristik gerak yang diperlukan dalam
masing-masing olahraga tersebut. Perbedaan perbandingan dari bagian-bagian tubuh
serta perbedaan struktur tubuh memberikan kemungkinan efisiensi gerak yang berbeda
pula. Faktor anthropometri dalam olahraga dibutuhkan untuk memaksimalkan
prestasi atlet, sebagaimana menurut Etty Indriati (2010: 92) peran anthropometri
dalam olahraga beragam mulai dari penentuan cabang olahraga yang dapat
memaksimalkan kondisi atlet, status kebugaran seseorang, komposisi lemak, tulang,
ukuran tubuh, kadar air dan massa otot. Dalam kaitannya dengan pengukuran fisik,
anthropometri merupakan salah satu teknik standar untuk melakukan pengukuran yang
sistematis terhadap tubuh secara keseluruhan ataupun bagian-bagian tubuh (Malina,
Bouchard dan Bar-Or, 2004: 42).
Anthropometri melibatkan pengukuran bagian tubuh luar. Terdapat dua tipe
pengukuran anthropometri yaitu dimensi tubuh dan somatotropi. Somatotropi adalah
proses pengukuran dan pendiskripsian konfirmasi tubuh secara morfologi. Secara umum
31
dapat digambarkan 3 bentuk dan susunan tubuh manusia: (1) endomorph, (2)
mesomorph, dan (3) ectomorph. Setiap tubuh manusia terbentuk dari macam-macam
tingkat dari ketiganya. Klasifikasi yang pertama (somatotype) ditentukan dengan jumlah
dari masing-masing komponen dalam satu fase. Bentuk tubuh yang ideal sesuai cabang
olahraga yang dipelajari merupakan salah satu syarat yang dapat mempengaruhi
pencapaian prestasi olahraga. Dalam hal ini Sajoto (1990:11)” salah satu aspek untuk
mencapai prestasi dalam olahraga adalah aspek biologi yang meliputi struktur dan
postur tubuh yaitu :
1. Ukuran tinggi dan panjang tungkai.
2. Ukuran besar, lebar , dan berat badan,
3. Somatotype (bentuk tubuh)”.
Somatotype atau bentuk tubuh menurut Sheldon dibagi menjadi tiga tipe, yaitu
mesomorp sebagai karakteristik bentuk tubuh yang berotot (atletis), endomorp
menunjukan bentuk tubuh yang gemuk atau berlemak, dan ektomorp merupakan bentuk
tubuh yang kurus, namun ada bentuk tubuh gabungan atau kombinasi dari ketiga benuk
tubuh tersebut,
Gambar 2. 10. Macam-macam Bentuk Tubuh Manusia Endomorph, Mesomorph,
Ectomorph. Verducci (1980: 217 & 219)
Urutan pencapaian puncak pertumbuhan untuk anak laki-laki dimulai dengan
panjang tungkai, kemudian disusul dengan pelebaran panggul dan dada, pertumbuhan
puncak panjang tungkai dengan panjang togok kira-kira berselang satu tahun,
kematangan yang terlambat ditandai variasi urutan, lamanya dan itensitas peningkatan
32
berbagai segmen tubuh selama periode pertumbahan. Seorang anak yang lambat matang
mengalami pertumbuhan tungkai lebih lama sehingga secara proporsional tungkai lebih
panjang dibandingkan togok. Pada anak laki-laki yang cepat matang cenderung
mempunyai tungkai yang lebih pendek dengan panggul lebih besar dibandingkan
mereka yang lebih cepat matang.
Bentuk tubuh yang tinggi, atletis yang memiliki otot-otot yang baik dapat
mendukung penampilan pesilat untuk meraih prestasi pada umumnya orang yang atletis
disertai anggota tubuh yang ideal (orang yang tinggi biasanya tangan dan tungkainya
panjang). Dalam hal ini Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:73) menyatakan”
orang yang tinggi umumnya anggota badannya, lengan dan tungkainya juga panjang.
Bentuk tubuh serta anggota badan yang demikian akan memberi keuntungan bagi
cabang olahraga yang spesifikasinya memerlukan tubuh yang demikian”.
Menurut Frank M. Verducci (1980:215) pengukuran dimensi tubuh yang umum
digunakan dalam pendidikan olahraga adalah menitik beratkan pada diameter dan
keliling dari macam-macam ruas tubuh. Menurut ISAK (2001:17-18) menyatakan,
pengukuran anthropometri dibagi menjadi 5 tipe/dimensi, yaitu :
1) Dasar : a) Berat badan
b) Tinggi badan
c) Tinggi duduk
2) Kadar Lemak : a) Triseps
b) Subscapularis
c) Biceps
d) Iliac Crest
e) Supraspinale
f) Abdominal
g) Front Thigh
h) Medial Calf
3) Lebar : a) Biacromial
b) Billocristal
c) Foot lenght
d) Transverse shest
e) A-P chest depth
33
f) Humerus
g) Femur
4) Panjang : a) Acromiale-radiale
b) Radiale-stylion
c) Midstylion-dactylion
d) Iliospinale height
e) Trochanterion height
f) Trochanterion-tibialte
laterale
g) Tibiale laterale height
h) Tibiale-laterale-sphyrion
tibiale
5) Lingkaran : a) Kepala
b) Leher
c) Lengan (relaks/relaksasi)
d) Lengan (tengang/kontraksi)
e) Lengan bawah
f) Dada
g) Pinggang
h) Pantat
i) Paha ( 1 cm dari pantat)
j) Paha ( tengah)
k) Betis
l) Angkel
34
Gambar 2. 11. Cara Pengukuran dimensi Antropometri Tubuh Manusia
Verducci (1980: 217 & 219)
Gambar 2. 12. Macam-macam alat ukur anthropometri tubuh
Untuk mencapai prestasi yang tinggi, diperlukan ciri-ciri fisik dan postur tubuh
tertentu sesuai dengan tuntutan cabang olahraga yang diikutinya. Ukuran anthropometri
merupakan salah satu faktor penting dalam aktivitas olahraga. Masing-masing cabang
olahraga memerlukan karakteristik anthropometri yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan
35
dengan karakteristik gerak yang diperlukan dalam masing-masing cabang olahraga
tersebut. Perbedaan perbandingan dari bagian-bagian tubuh serta perbedaan struktur
tubuh memberikan kemungkinan efisien gerak yang berbeda pula. Anthropometri atau
postur tubuh berpengaruh terhadap kegiatan olahraga, terutama untuk meraih prestasi
yang tinggi (olahraga prestasi). Untuk mencapai prestasi yang tinggi, diperlukan ciri-ciri
fisik dan postur tubuh tertentu sesuai dengan tuntutan cabang olahraga yang diikuti,
begitu juga dengan pencak silat.
Beberapa faktor antrhropometri yang memiliki pengaruh cukup besar dalam
aktivitas olahraga pencak silat diantaranya tinggi badan, berat badan, dan panjang
tungkai. Tinggi badan merupakan faktor penting untuk membentuk pesilat yang ideal
secara postural dalam cabang olahraga pencak silat, sedangkan berat badan memiliki
peran yang besar dalam cabang olahraga pencak silat yang dijadikan acuan menentukan
kelas tanding yang akan diikuti oleh pesilat, sedangkan panjang tungkai merupakan
elemen penting yang menjadi faktor penunjang keterampilan pencak silat. Berikut ini
dijelaskan pengertian dari tinggi badan, berat badan, dan panjang tungkai menurut
pendapat para ahli yaitu :
1) Tinggi Badan
Tinggi badan adalah tinggi seseorang yang diukur dengan menggunakan alat
Stadiometer yang diukur dari ujung kaki (telapak kaki) sampai dengan kepala bagian
atas (ubun-ubun) apabila berdiri dengan sikap tegak (Anwar, 1986: 15). Tinggi badan
merupakan salah satu acuan untuk menentukan faktor penentu keterampilan pesilat.
Postur tubuh atau tinggi badan bisa diukur di depan dinding. Atlet tidak bersepatu dan
berdiri pada permukaan yang rata di sebelah kanan tiang vertikal atau papan
stadiometer. Atlet berdiri tegak lurus dan kedua tumit harus menyentuh lantai. Kepala,
punggung dan pantat juga menyentuh tiang vertikal. Kepala tegak dengan mata fokus ke
depan. Tungkai yang menonjol ke depan dari alat pengukuran (stadiometer) berada di
atas kepala. Posisi alat pengukur sejajar dengan deret ruas-ruas tulang belakang.
Kedudukan kepala hendaknya sedemikian rupa sehingga lubang telinga dan batas
bawah dari rongga mata berada dalam garis horizontal. Hasil pengukuran tinggi badan
dicatat dalam satuan centimeter (Verducci, 1980: 217). Faktor-faktor yang
mempengaruhi tinggi badan badan antara lain :
36
a) Genetik (keturunan)
Faktor ini cukup dominan dalam menentukan tinggi badan seseorang. Dapat
kita lihat bahwa orang-orang afrika meskipun tidak mendapatkan gizi makanan yang
baik, namun memiliki postur yang tinggi. Hal ini dapat terjadi lebih dikarenakan
faktor keturunan atau genetik ini. Namun tentu saja hal itu bukanlah suatu kepastian,
namun hanya kecenderungan medis telah diamati.
b) Asupan nutrisi
Gizi makanan sangat penting dalam membantu pertumbuhan tinggi badan
seseorang. Gizi makanan yang dikonsumsi orang eropa sehari-hari jauh lebih baik
dari pada gizi makanan yang dikonsumsi oleh orang asia. Susu adalah makanan yang
memiliki gizi “sempurna” bagi pertumbuhan tulang (tubuh). Susu mengandung
semua zat yang dibutuhkan tulang untuk bertambah panjang. Selain itu, Faktor yang
dapat mempengaruhi tinggi badan diantaranya adalah Zat besi. Zat besi merupakan
zat yang penting, terutama untuk membentuk hemonglobin, mioglobin, dan zat lain,
seperti enzim-enzim cytochrome oxidase, peroxidase, dan catalase. Jumlah total zat
besi di dalam tubuh rata-rata 4 gram, sekitar 65% berbentuk hemonglobin, sekitar
4% dalam bentuk mioglobin, sekitar 1% dalam berbagai bentuk ikatan heme yang
mengendalikan oksidasi intra-seluler, 0,1% bergabung dengan protein transferin di
dalam plasma darah, dan 15-30% disimpan di dalam hati dalm bentuk feritin dan
hemosiderin. Oleh karena itu di dalam menu sehari-hari zat besi harus selalu tersedia,
karena menurut Smith dan Robert dalam Junusul Hairy (2003: 116) kebutuhan zat
besi sangat meningkat terutama pada masa-masa lanjut pertumbuhan yang tinggi
c) Tidur berkualitas
Hormon pertumbuhan bekerja “penuh” sewaktu tidur. Semakin berkualitas
tidur seseorang maka hormon pertumbuhan semakin bekerja optimal. Tinggi badan
perenang bertambah sewaktu tidur (biasanya 1-2 cm). Ini disebabkan oleh karena
adanya pertambahan panjang tulang rawan pada punggung dan kaki. Namun
pertambhana ini bersifat sementara saja. Tidur yang sangat menunjang bagi
pertumbuhan badan adalah tidur lelap (deep sleep) selama kurang lebih 7-8 jam
tanpa terputus-putus, tanpa perasaan gelisah dan tanpa mimpi.
37
d) Olahraga teratur
Olahraga teratur dapat memacu produksi hormon pertumbuhan oleh tubuh
sehingga dapat menambah tinggi badan secara signifikan. Gerakan-gerakan dalam
renang juga merangsang tulang kaki dan punggung untuk bertambah panjang.
Gambar 2.13 Posisi Pengukuran Tinggi Badan
(Verducci, 1980:217)
Gambar 2. 14. Alat Ukur Tinggi Badan
(httpwww.timbanganbadan & httptokoone.com)
38
Tinggi badan selain digunakan sebagai pertimbangan anthopometri, juga dapat
dijadikan sebagai pendukung asumsi kekuatan. Dalam upaya meningkatkan kekuatan
otot dapat dilakukan dengan latihan secara sistematis dan teratur dengan program
latihan yang tepat dan harus memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan
otot Sukadiyanto (2011:91) Secara fisiologi, kekuatan adalah kemampuan
neoromuskuler untuk mengatasi tahanan beban luar dan beban dalam. Artinya, tingkat
kekuatan olahragawan diantaranya dipengaruhi oleh keadaan: panjang pendeknya otot,
besar kecilnya otot, jauh dekatnya titik beban dengan titik tumpu, tingkat kelelahan,
jenis otot, potensi otot, pemanfaatan potensi otot, teknik, dan kemampuan kontraksi
otot. Sedangkan Suharno HP (1993:39-40) bahwa faktor-faktor penentu baik tidaknya
kekuatan seseorang antara lain:
1) Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morfologis yang tergantung
dari proses hypertropy otot).
2) Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam melawan beban, makin banyak
fibril otot yang bekerja berarti kekuatan bertambah besar.
3) Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet makin besar kekuatan.
4) Innervasi otot baik pusat maupun perifer.
5) Keadaan zat kimia dalam otot (glycogen, ATP).
6) Keadaan tonus otot saat istirahat, tonus makin rendah berartikekuatan otot
tersebut pada saat bekerja makin besar.
7) Umur dan jenis kelamin juga menentukan baik dan tidaknya kekuatan otot.
Sajoto (1988:108) mengemukakan selain faktor fisiologis, ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kekuatan otot. Faktor tersebut adalah biomekanik, sistem
pengungkit, ukuran otot, jenis kelamin dan faktor umur.
1) Faktor biomekanik
Dilihat dari faktor biomekanik, sangat mungkin bila dua orang yang
mempunyai jumlah tegangan otot yang sama akan berbeda dalam mengangkat beban.
Sebagai contoh A dan B dapat mengangkat beban dengan gaya 200 pound. Keduanya
memiliki panjang lengan bawah 12 cm. Tetapi A memiliki panjang jarak antara titik
insersio dengan sudut siku 1,5 cm. B memiliki titik insersio dengan sudut siku 2 cm.
Maka benda yang dapat diangkat dengan flexi sudut pada siku 900 berbeda jumlahnya.
39
2) Faktor pengungkit
Setiap gaya yang ada hubungannya dengan pengungkit dapat dihitung secara
mekanik, sehingga letak gaya yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang
berbeda. Menurut Sajoto (1988:109) pengungkit dikelompokkan dalam 3 kelas yaitu
dibagi menurut letak sumbu pengungkit, gaya beban, dan gaya gerak mengangkat.
a) Kelompok III : letak gaya angkat berada diantara sumbu dengan gaya beban
b) Kelompok II : letak beban diantara sumbu dengan gaya angkat
c) Kelompok I : letak sumbu diantara gaya beban dan gaya angkat.
Gambar 2.15. Sistem Pengungkit
M Sajoto (1988:110)
3) Faktor ukuran
Besar kecilnya suatu otot berpengaruh pada kekuatan tersebut. Semakin
besar serabut otot seseorang, maka semakin kuat pula otot tersebut. Dan semakin
panjang ukuran ototnya, semakin kuat juga ototnya. Pembesaran otot disebabkan
karena bertambah luasnyaserabut otot akibat dari suatu latihan dan bukan akibat dari
pecahnya serabut per serabut otot. Pembesaran pada otot disebut dengan
hypertrophy otot dan mengecilnya otot disebut dengan atrophy.
40
4) Faktor jenis kelamin
Meskipun wanita yang mengikuti program latihan beban akan berkembang
kekuatannya sama dengan perkembangan pada pria. Dan kekuatan otot laki-laki dan
perempuan tiap centimeter sama besar. Namun fakta menunjukkan bahwa pada akhir
masa puber, anak laki- laki mulai memiliki ukuran otot yang lebih besar dibanding
dengan wanita.
Dalam olahraga pencak silat gerakan lengan dan tungkai dipengaruhi oleh
proporsi tinggi badan. Pesilat dengan tinggi badan yang ideal dimungkinkan memiliki
alat gerak yang lebih kuat dan panjang. Dengan demikian dibutuhkan kekuatan untuk
dapat menghasilkan tenaga atau gaya yang besar sebagai usaha peragaan teknik dan
gerak dorongan kedepan. Kekuatan mutlak dibutuhkan tanpa kekuatan maka gerakan
yang dilakukan tidak menghasilkan dorongan. Sesuai dengan hukum Newton III aksi
reaksi besarnya gaya yang dikeluarkan oleh otot lengan dan otot tungkai dalam
kaitannya dengan postur badan dalam melawan massa tubuh lawan.
2) Berat Badan
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa
tubuh. Berat badan merupakan salah satu faktor anthropometri yang sangat penting bagi
seorang pesilat, dengan berat badan pesilat akan dapat menentukan di kelas tanding
manakah ia akan bertanding. Berat badan yang ideal disertai dengan kemampuan
tanding yang mumpuni akan berpengaruh pada prestasi pesilat.
Berat badan dan susunan tubuh ditentukan oleh serangkaian faktor keturunan
dan perilaku. Pada atlet perorangan (pesilat) susunan tubuh bervariasi sesuai dengan
perubahan jangka panjang dalam keseimbangan kalori. Berat badan akan bertambah
apabila masukan kalori secara nyata melebihi pengeluaran kalori, berat menurun bila
terjadi hal sebaliknya. (Pate, McClenaghan, dan Rotella, 1984: 312). Menurut Pate,
McClenaghan, dan Rotella (1984: 312) menggolongkan berat badan adalah sebagai
berikut:
a) Penggolongan Berat Badan
Berdasar pengukuran tinggi badan (TB) dan berat badan (BB), seseorang dapat
digolongkan ke dalam klafikasi ideal atau normal, kelebihan berat (overweight), kurang
berat (underweight), atau terlalu gemuk (obesity). Penggolongan tersebut berpedoman
pada index Brocca yaitu BB ideal = (TB-100) ± 10 % (TB-100). Orang yang
41
mempunyai berat badan 10% diatas berat idealnya termasuk dalam klasifikasi normal
plus begitu juga sebaliknya. Golongan yang termasuk dalam klasifikasi overweight
adalah orang yang mempunyai berat badan 25% di atas ideal, dan sebaliknya,
underweight.
1) Berat Badan Normal
Berat badan normal merupakan kondisi seseorang yang masih mempunyai
ambang batas normal untuk berat badannya sesuai dengan standard Brocca. Sebagai
contoh seseorang yang mempunyai tinggi badan 150 cm, berat badan ideal atau
normalnya adalah (150-100) – 10% (150-100) = 45 kg berarti termasuk kategori
normal.
2) Berat Badan Normal Plus
Berat badan normal plus merupakan kondisi dimana seseorang masih
mempunyai ambang batas normal untuk berat badannya sesuai dengan standard Brocca,
yaitu berada 10% di atas berat normal. Sebagai contoh seseorang yang mempunyai
tinggi badan 150 cm, berat badan ideal atau normalnya adalah (150-100) – 10% (150-
100) = 45 kg Apabila dia mempunyai berat badan 48 kg berarti termasuk kategori
normal plus.
3) Berat Badan Normal Minus
Berat badan normal minus merupakan kondisi dimana seseorang masih
mempunyai ambang batas normal untuk berat badannya sesuai dengan standard Brocca ,
yaitu berada 10% di bawah berat badan normal. Sebagai contoh seseorang yang
mempunyai tinggi badan 160 cm, berat badan ideal/normalnya adalah (160-100)-
10%(160-100) = 54 kg. Apabila dia mempunyai berat badan 50 kg termasuk kategori
normal minus.
b. Faktor yang mempengaruhi berat badan
Ada beberapa faktor yan mempengaruhi berat badan, antara lain adalah :
1) Kelebihan makanan
Kegemukan hanya mungkin terjadi jika terdapat kelebihan makanan
dalam tubuh, terutama bahan makanan sumber energi. Dengan kata lain,
jumlah makanan yang dimakan melebihi kebutuhan tubuh.
42
2) Kekurangan aktifitas dan kemudahan hidup
Kegemukan bukan hanya terjadi karena makanan berlebih, tetapi juga
karena aktifitas fisik berkurang, sehingga terjadi kelebihan energi. Berbagai
kemudahan hidup juga menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik, serta
kemajuan teknologi diberbagai bidang kehidupan mendorong masyarakat
untuk menempuh kehidupan yang tidak memerlukan kerja fisik yang berat.
3) Faktor Psikologik dan Genetik
Faktor psikologis sering juga disebut sebagai faktor yang mendorong
terjadinya obesitas. Gangguan emosional akibat adanya tekanan psikologis atau
lingkungan kehidupan masyarakat yang dirasakan tidak menguntungkan. Saat
seseorang merasa cemas, sedih, kecewa atau tertekan, biasanya cenderung
mengkonsumsi makanan lebih banyak untuk mengatasi perasan-perasaan tidak
menyenangkan. Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada
generasi berikutnya dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita sering
menjumpai orang tua gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula.
Dalam hal ini faktor genetik telah ikut campur menentukan jumlah unsur sel
lemak dalam tubuh yang berjumlah besar melebihi ukuran normal, secara
otomatis akan diturunkan kepada bayi selama didalam kandungan. Maka tidak
heran bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama
besar.
4) Pola konsumsi makan
Pola makanan masyarakat perkotaan yang tinggi kalori dan lemak serta
rendah serat akan memicu peningkatan jumlah penderita obesitas.
5) Kebudayaan
Bayi-bayi yang gemuk bisanya dianggap bayi sehat. Bayi yang terlalu
gemuk pada usia enam minggu pertama akan cenderung tumbuh menjadi
remaja yang gemuk. Beberapa studi menunjukkan bahwa 80% dari anak-anak
yang kegemukan akan tumbuh menjadi anak dewasa yang kegemukan
(Hutapea, 1994)
6) Faktor hormonal
Menurut hipotesa para ahli, Depo Medroxy Progetseron Acetat (DMPA)
merangsang pusat pengendalian nafsu makan dihipotalamus yang
43
menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya (Hartanto,
2004).
7) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seorang menjadi gemuk,
jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah
simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut cenderung menjadi
gemuk.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, untuk memperoleh kondisi fisik yang
prima dalam pertandingan pencak silat selain program latihan juga diperlukan program
pengaturan berat badan yang dapat di wujudkan dengan menjaga pola makan. Oleh
karena itu setiap pesilat yang bertanding pada kelas tanding diharuskan menjaga
stabilitas berat badan sepanjang musim latihan dan pertandingan.
3) Panjang tungkai
Salah satu komponen penting dalam prestasi olahraga adalah postur dan
struktur tubuh. Fox, Bowers dan Foss (1993:542) menyebutkan bahwa “olahragawan
profesional dan guru mempunyai pandangan ketertarikan pada postur dan struktur tubuh
sebagai pengertian relatif dari tipe tubuh dalam kesuksesan pada berbagai cabang
olahraga”, sedangkan M. Sajoto (1988:3) menyatakan bahwa “struktur dan postur tubuh
meliputi a) ukuran tinggi dan panjang tungkai, b) ukuran besar, lebar dan berat tubuh, c)
somatotype (bentuk tubuh)”. Tungkai merupakan anggota gerak bawah yang terdiri dari
seluruh kaki, mulai dari pangkal paha sampai dengan kaki. Yang dimaksud dengan
tungkai adalah anggota gerak badan bagian bawah yang terdiri dari tulang anggota
gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior liberae). Menurut Soedarminto (1992:
60) tulang-tulang anggota gerak bawah bebas terdiri dari :
1) Femur (tulang paha)
2) Crus / crural (tungkai bawah)
a) Tibia
b) Fibula
3) Ossa pedis
a) Ossa tarsalia
Tulang-tulang pergelangan kaki yang terdiri dari tujuh buah tulang.
b) Ossa metatarsalia
44
Tulang-tulang telapak kaki yang terdiri dari lima buah tulang.
c) Ossa palangea digitorum pedis
Tiap-tiap jari terdiri dari tiga ruas tulang kecuali ibu jari hanya terdiri dari dua
ruas tulang.
Dalam hal ini Ismaryati (2009:191) menyatakan bahwa ukuran panjang tungkai
diukur dari tulang belakang bawah atau dapat juga dari trochanter sampai ke lantai
(telapak kaki)”.
Gambar 2.16. Pengukuran panjang tungkai,
Ismaryati (2009 : 100)
Menentukan letak titik trochanter dapat dilakukan dengan cara berdiri di
belakang subjek, kemudian meraba bagian lateral dari otot pantat dengan tumit tangan.
Ketikan menekan pada sisi kanan subjek maka tangan sebelah kiri ikut membantu
memberi penekanan kearah kanan agar trochanter segera dapat terasa dimana letaknya.
Setelah menemukan trochanter major, pengukuran harus dilakukan dengan meraba
keatas untuk menemukan titik tertinggi dari trochanter dimana tulang masih dapat terasa
ketika diberi tekanan yg lebih kuat kebawah. Akan sulit menentukan trochanter pada
subjek yang memiliki lemak banyak pada bagian ini.
Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pada usia tertentu ukuran dan proporsi tubuh mengalami
perkembangan. Demikian juga panjang tungkai juga mengalami peningkatan seiring
45
dengan perkembangan pertumbuhan anak. Sugiyanto (1996:149) menyatakan “Secara
proporsi, kaki dan tangan tumbuh lebih cepat dibanding pertumbuhan thorax”. Hal ini
terjadi pada masa anak kecil. Dengan percepatan pertumbuhan kaki dan pertumbuhan
togok tidak sama, maka anak besar umumnya menjadi tampak panjang kakinya.
Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh dipengaruhi oleh makanan yang
dikomsumsi setiap hari. Makanan yang bergizi akan mempengaruhi pertumbuhan
seseorang, baik rangka tubuh maupun organ lainnya. Selain faktor gizi, keturunan
merupakan faktor yang sangat menentukan keadaan fisik seseorang. Sugiyanto (1996:
37) mengemukakan bahwa” Faktor keturunan atau genetik merupakan sifat bawaan
lahir yang diperoleh dari orang tuanya. Faktor ini menentukan potensi maksimum dan
penampilan fisik”.
Panjang tulang berkembang melalui osifikasi endokondral (tulang rawan
digantikan oleh tulang). Pada janin manusia, model tulang rawan sudah mulai terbentuk.
Osifikasi endokhondral dari kerangka tulang rawan dimulai sebelum kelahiran. Setelah
lahir, poros dari tulang panjang telah kaku, namun ujung-ujungnya masih terdiri dari
tulang rawan. Tulang rawan pada ujung tulang panjang mengeras segera setelah lahir,
kecuali tulang rawan yang memisahkan ujung dari sisa tulang. Bagian yang tersisa dari
tulang disebut diaphysis. karena tulang panjang tunggal pada anak-anak sebenarnya
dapat terdiri dari dua atau tiga tulang yang terpisah, anak-anak memiliki tulang yang
lebih daripada orang dewasa. Tulang rawan epifisis bertanggung jawab untuk
pertumbuhan panjang dari tulang panjang. Tulang rawan ini tumbuh, tulang rawan
terdekat diaphysis mulai mengeras. jika tingkat proses adalah sama, pertumbuhan tulang
membujur terjadi. Jika tingkat osifikasi melebihi laju pertumbuhan tulang rawan, tulang
rawan epiphysis seluruh mengeras, bergabung diaphysis dengan epiphysis dan berhenti
pertumbuhan longitudinal. penutupan epiphysis seperti ini terjadi secara alami pada usia
tertentu tetapi tidak menutup sampai setelah usia 25.
Tulang pada tungkai dilapisi dengan berbagai macam otot. Otot-otot yang ada
di tungkai menurut Luttgens dan Hamilton (1997:212-217) antara lain sebagai berikut:
a. Musculus di femur
a. Anterior :
- M. rectus femoris
- M. vastus intermedius
46
- M. vastus lateralis
- M. vastus medialis
b. Posterior :
- M. biceps femoris
- M. semimembranosus
- M. semitendinosus
- M. sartorius
- M. gracilis
- M. popliteus
- M. gastrocnemius
Gambar 2. 17. Muscle of the knee joint
Luttgens dan Hamilton (1997:214)
a. Musculi regio cruris
1) Anterior :
- M. tibialis anterior
- M. extensor digitorum longus
- M. extensor hallucis longus
- M. peroneus tertius
2) Lateral :
- M. peroneus longus
47
- M. peroneus brevis
3) Posterior :
- M. gastrocnemius
- M. soleus
- M. tibialis posterior
- M. flexor digitorum longus
- M. flexor hallucis longus
4) Musculi di planta pedis:
a) M. extensor digitorum brevis
b) M. flexor digitorum brevis
c) M. quadratus plantae
d) M. lumbricales
e) M. abductor hallucis
f) M. flexor hallucis brevis
g) M. adductor hallucis
h) M. abductor digiti minimi
i) M. flexor digiti minimi brevis
j) M. dorsal interossei
k) M. plantar interossei
Gambar 2. 18. Muscle of the ankle and foot
Sobotta (2006: 490)
48
Tungkai dalam pencak silat memberikan kontribusi dalam membawa tubuh
bergerak, gerakan tungkai yang eksplosif merupakan salah satu cara untuk mendukung
gerakan tubuh kesegala arah. Semakin besar gaya yang dihasilkan oleh tungkai akan
semakin baik gerakan tubuh pesilat untuk mengelak dan menghindar, serta melakukan
serang bela, sebagaimana hukum Newton III yaitu hukum aksi reaksi. Selain itu,
tungkai merupakan alat serang yang utama dalam pencak silat. Serangan menggunakan
tungkai merupakan yang tertinggi dalam setiap pertandingan pencak silat. Pesilat
dengan panjang tungkai yang ideal dan baik akan lebih di untungkan dalam hal teknis,
seperti jangkauan langkah, jangkauan tendangan serta jarak dalam melakukan serang
bela.
b. Faktor Fisik dalam Pencak Silat Kategori Tanding
Menurut M. Sajoto, (1988 : 57) Kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari
komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan
maupun pemeliharaanya. Artinya bahwa di dalam usaha peningkatan kondisi fisik,
seluruh komponen tersebut harus dikembangkan. Kualitas fisik sangat berpengaruh
terhadap prestasi seorang olahragawan untuk meraih prestasi sebab teknik, taktik dan
mental akan dapat dikembangkan lebih lanjut jika memiliki kualitas fisik yang baik.
Sasaran latihan fisik adalah meningkatkan meningkatkan kualitas sistem otot dan
kualitas sistem energi yakni melatih unsur gerak atau biomotor, (Djoko Pekik I, 2002:
65). Kondisi fisik yang baik mempunyai keuntungan, diantaranya atlet mampu dan
mudah mempelajari keterampilan yang relatif sulit, tidak mudah lelah saat mengikuti
latihan maupun pertandingan, program latihan dapat diselesaikan tanpa mempunyai
banyak kendala serta dapat menyelesaikan latihan yang berat. Kondisi fisik sangat
diperlukan oleh seorang atlet, karena tanpa didukung oleh kondisi fisik yang prima
maka pencapaian prestasi puncak akan mengalami banyak kendala, dan mustahil dapat
berprestasi tinggi. Adapun kebugaran fisik dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
berfungsi secara efektif sepanjang hari pada saat melakukan aktifitas, biasanya pada saat
kita melakukan kegiatan lain, masih memiliki sisa energi yang cukup untuk menangani
tekanan tambahan atau keadaan darurat yang mungkin timbul.
Status kondisi fisik seseorang diketahui dengan cara penilaian yang berbentuk
tes pengukuran. Tes ini dapat dilakukan di dalam laboratorium ataupun di lapangan.
Meskipun tes yang dilakukan di dalam laboratorium memerlukan alat-alat yang mahal,
49
tetapi kedua tes tersebut hendaknya dilakukan agar hasil penilaian benar-benar objektif.
Kondisi fisik dapat mencapai titik optimal jika latihan dimulai sejak usia dini dan
dilakukan secara terus menerus. Karena untuk mengembangkan kondisi fisik bukan
merupakan pekerjaan yang mudah, harus mempunyai pelatih fisik yang mempunyai
kualifikasi tertentu sehingga mampu membina perkembangan fisik atlet secara
menyeluruh tanpa menimbulkan efek dikemudian hari.
Latihan terprogram berdasarkan prinsip-prinsip latihan secara benar, dapat
mencapai hasil sesuai yang diharapkan. Prinsip-prinsip dasar latihan tersebut perlu di
implementasikan dalam proses latihan. Penyusunan program latihan yang baik dan
benar perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
program latihan tersebut dalam meningkatkan prestasi. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah :
1) Intensitas latihan
Intensitas latihan adalah dosis beban latihan yang harus dilakukan atlet dalam
suatu program latihan tertentu. Intensitas (intensity) latihan sering diartikan sebagai
besarnya beban yang harus ditanggung selama latihan dengan indikator jumlah
denyutan jantung meningkat tiap menitnya atau denyut nadi latihan (heart rate).
Intensitas yang diberikan tidak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi. Apabila
intensitas terlalu rendah maka pengaruh latihan sangat kecil atau bahkan tidak ada sama
sekali. Sebaliknya apabila terlalu tinggi dapat berakibat terjadinya cedera atau sakit.
Jadi dalam menentukan intensitas latihan harus memperhatikan kemampuan masing-
masing atlet. Dalam menentukan dosis latihan ada tiga cara yang bisa dicapai sebagai
patokan ambang rangsang, yaitu: denyut nadi, asam laktat, dan ambang rangsang
anaerobik. Cara yang termudah adalah dengan pengukuran perhitungan denyut nadi.
2) Lama latihan
Lama latihan atau durasi latihan adalah berapa minggu atau bulan program
latihan itu dijalankan serta berapa lama latihan dilakukan setiap kali latihan
(Soekarman, 1987:63, Bompa, Tudor.O, 1990:239), sehingga seorang atlet dapat
mencapai kondisi yang diharapkan. Lama latihan ditentukan berdasarkan kegiatan
latihan per minggu, per bulan atau aktivitas latihan yang dilakukan dalam jangka waktu
per menit atau jam. Lama latihan berbanding terbalik dengan intensitas latihan. Bila
50
intensitas latihan tinggi maka durasi latihan lebih singkat, sebaliknya bila intensitas
latihan rendah maka durasi latihan lebih panjang.
M. Sajoto (1995:70) menyatakan bahwa “lama latihan hendaknya dilakukan 4 –
8 minggu”. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Pate, Russell R. Clanaghan, Bruce
Mc & Rotella Robert (1993 : 318) lama pelatihan 6 - 8 minggu akan memberikan efek
yang cukup bagi yang berlatih. Sedangkan Harsono (1988: 117) berpendapat bahwa
“untuk tujuan olahraga prestasi, lama latihan 45-120 menit dan untuk olahraga
kesehatan lama latihan 20-30 menit dan training zone”.
3) Frekuensi latihan
Frekuensi latihan adalah jumlah latihan intensif yang dilakukan dalam satu
minggu. Untuk menentukan frekuensi latihan harus memperhatikan kemampuan
seseorang, sebab kemampuan setiap orang tidak sama dalam beradaptasi dengan
program latihan. Bila frekuensi latihan terlebih dapat mengakibatkan cedera, tetapi bila
frekuensi kurang maka tidak memberikan hasil karena otot sudah kembali pada kondisi
semula sebelum latihan.
Jumlah frekuensi latihan bergantung pada jenis, sifat dan karakter olahraga
yang dilakukan. Latihan sebaiknya dilakukan 3 kali dalam satu minggu untuk memberi
kesempatan bagi tubuh beradaptasi dengan beban latihan. Sajoto, M (1995: 35)
mengemukakan bahwa, ”program latihan yang dilaksanakan 4 kali setiap minggu
selama 6 minggu cukup efektif, namun para pelatih cenderung melaksanakan 3 kali
setiap minggu untuk menghindari terjadinya kelelahan yang kronis, dengan lama latihan
yang dilakukan selama 6 minggu atau lebih. Latihan dengan frekuensi 3 kali perminggu
sangat sesuai bagi pemula dan tidak menimbulkan kelelahan yang berarti”.
4) Prosedur Pelatihan
Pelaksanaan pelatihan harus sesuai dengan prosedur pelatihan, dimana pelatihan
dibagi menjadi 3 bagian yaitu : pemanasan, pelatihan inti dan pelatihan penutup. Hal-
hal tersebut di atas sangat penting dalam menyusun program latihan suatu cabang
olahraga, sehingga usaha latihan untuk meningkatkan dari maksimal ke super maksimal
dapat terwujud tanpa merugikan atlet karena terjadinya cedera.
Otot yang dilatih secara teratur dengan dosis dan waktu yang cukup, akan
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan secara fisiologis yang mengarah pada
kemampuan menghasilkan energi yang lebih besar dan dapat memperbaiki penampilan
51
fisik (Fox, Bowers, D. Foss:1988). Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi dalam
otot skelet sebagai akibat dari latihan yang dilakukan berupa :
1) Konsentrasi karotin otot meningkat 39 %, PC 22%, ATP 18% dan Glikogen 66%.
2) Aktivitas enzim glikolitik meningkat
3) Aktivitas enzim pembentuk kembali ATP disebut dapat meningkat kecil dan tidak
dapat ditentukan.
4) Aktivitas enzim daur Kreb’s mengalami sedikit peningkatan.
5) Konsentrasi mitochondria tampak menurun karena akibat meningkatnya ukuran
myofibril dan bertambahnya cairan otot atau sarkoplasma.
Adapun perubahan fisiologis sebagai akibat dari latihan menurut (Fox, Edward. L;
Bowers; D Foss, 1988) adalah sebagai berikut:
1) Perubahan biokimia dalam jaringan
2) Perubahan sistemik, yaitu perubahan sistem sirkulasi dan respirasi dan sistem
pengangkutan oksigen
3) Perubahan yang terjadi pada komposisi tubuh, kadar kolesterol dan trigliserida,
perubahan tekanan darah, perubahan oklimatisasi pada panas
Latihan fisik yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu serta
menerapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat akan menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan terhadap tubuh yang mengarah pada peningkatan kemampuan
tubuh untuk melaksanakan kerja yang lebih berat. Agar dapat mencapai hasil sesuai
yang diharapkan, program latihan yang disusun dan dilakukan harus memperhatikan
prinsip-prinsip latihan secara benar. Prinsip- prinsip latihan yang perlu digunakan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan latihan, menurut Sajoto, M. (1995:30-31) yaitu:
1) Prinsip overload (beban lebih)
2) Prinsip penggunaan beban secara progresif
3) Prinsip pengaturan latihan
4) Prinsip kekhususan program latihan
Menurut Sadoso Sumosardjuno (1994:10) bahwa, “latihan harus dikhususkan
pada olahraga yang dipilihnya serta memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk
olahraga yang dipilih”. Proses latihan yang dilakukan harus menyangkut beberapa aspek
diantaranya: (1) khusus terhadap sistem energi utama yang diperlukan (2) khusus
terhadap kelompok otot yang dilatih, dan (3) khusus terhadap pola gerak yang sesuai
52
dengan keterampilan cabang olahraga yang akan dikembangkan, pada pembinaan
prestasi pencak silat, pembentukan unsur-unsur fisik antara lain meliputi latihan daya
tahan (endurance), latihan kekuatan otot (muscle strenght), latihan kecepatan (speed),
latihan tenaga ledak (muscle explosive power), latihan ketangkasan (agility), latihan
kelentukan (flexibility), latihan keseimbangan (balance). (Joko Subroto, 1994;22).
Sementara itu Claude Bouchard dkk (1974) mengunakan istilah Physical Qualities
mengklasifikasi domain fisik sebagai berikut :
a. Kualitas Organik
1) Kapasitas Aerobik
2) Kapasitas Anaerobik
b. Kualitas Otot
1) Kekuatan Otot
2) Kapasitas Aerobik Otot Lokal
3) Kapasitas Anaerobik Otot Lokal
4) Power
5) Fleksibilitas
c. Kualitas Persepsi Kinetik
1) Kecepatan Mereaksi
2) Kecepatan Bergerak
3) Koordinasi Syaraf-Otot
4) Kepekaan Kinetik
Masing-masing pengertian diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kualitas Organik
1) Kapasitas aerobik adalah kualitas yang membuat seseorang mampu melaksanakan
kerja otot yang bersifat menyeluruh selama mungkin dalam kondisi aerobik, yaitu
kondisi dimana kebutuhan oksigen perlu tercukupi untuk memproduksi adenosine
tri posphat (ATP). Kapasitas aerobik ditentukan oleh kapasitas fungsional jantung
dan efisiensi penyediaan oksigen.
2) Kapasitas anaerobik adalah kualitas yang membuat seseorang mampu
melaksanakan kerja otot yang bersifat menyeluruh selama mungkin dalam kondisi
anaerobik, yaitu kondisi dimana oksigen tidak mutlak diperlukan dalam
53
memproduksi ATP. Kapasitas anaerobik ditentukan oleh kapasitas maksimum
konsumsi oksigen dan kapasitas psikologis melawan kesulitan fisiologis.
b. Kualitas Otot
1) Kekuatan Otot adalah kualitas yang memungkinkan pengembangan tegangan otot
dalam kontraksi yang maksimal atau kemampuan menggunakan daya tegang
untuk melawan beban atau hambatan. Kekuatan ditentukan oleh volume otot dan
kualitas control pada otot yang bersangkutan.
2) Kapasitas aerobik otot lokal adalah kualitas yang memungkinkan seseorang
melakukan usaha yang menggunakan otot lokal atau sekelompok otot tertentu
selama mungkin dalam kondisi aerobik. Kapasitas ini ditentukan oleh kualitas
sirkulasi lokal serta konsentrasi mioglobin dan kekuatan otot.
3) Kapasitas anaerobik otot lokal adalah kualitas yang memungkinkan seseorang
melakukan usaha yang menggunakan otot lokal selama mungkin dalam kondisi
anaerobik. Kapasitas ini ditentukan oleh tingkat kekuatan otot dan kapasitas
psikologis untuk bertahan terhadap rasa sakit pada otot.
4) Power atau daya ledak eksplosif adalah kualitas yang memungkinkan otot atau
sekelompok otot untuk menghasilkan kerja fisik yang eksplosif. Power ditentukan
oleh kekuatan otot dan kecepatan rangsang syaraf serta kecepatan kontraksi otot,
produksi energi secara biokimia dan pertimbangan mekanik gerak.
Dari berbagai prinsip yang telah diuraikan di atas, maka faktor kondisi fisik
yang sesuai dengan karakteristik cabang olahraga pencak silat adalah sebagai berikut :
1. Fleksibilitas
Menurut Setiawan (1991: 67) fleksibilitas adalah kemampuan seseorang dapat
melakukan gerak dengan ruang gerak seluas-luasnya dalam persendian, sedangkan
fleksibilitas menurut Bompa (1994: 317) yaitu kapasitas melakukan pergerakan dengan
jangkauan yang seluas-luasnya. Fleksibilitas mengandung pengertian, yaitu luas gerak satu
persendian atau beberapa persendian. Ada dua macam fleksibilitas , yaitu (1) fleksibilitas
statis, dan (2) fleksibilitas dinamis. Fleksibilitas statis ditentukan oleh ukuran dari luas
gerak satu persendian atau beberapa persendian. Sebagi contoh untuk pengukur luas gerak
persendian tulang belakang dengan cara sit and reach, front splits, dan slide splits.
Sedangkan fleksibilitas dinamis adalah kemampuan seseorang dalam bergerak dengan
kecepatan yang tinggi (Sukadiyanto, 2002: 119).
54
Fleksibilitas yang baik pada umumnya dicapai bila semua sendi tubuh
menunjukkan kemampuan dapat bergerak dengan lancar sesuai dengan fungsinya.
Lentuk tidaknya seseorang ditentukan oleh luas sempitnya ruang gerak sendi-sendi yang
dapat dilakukan. Fleksibilitas yang dimiliki oleh seseorang tergantung pada beberapa
faktor. Faktor penentu kelentukan adalah: (1) elastisitas dari otot, ligamentum, tendo,
dan capsul, (2) luas sempitnya ruang gerak sendi (ROM), (3) tonus otot, tendo,
ligamentum, dan cupsula, (4) tergantung dari derajat panas diluar (temperatur), (5)
unsur jemu, muram, takut, senang, semangat (6) kualitas tulang-tulang yang membentuk
persendian (7) faktor umur dan jenis kelamin (Suharno, 1993: 53).
Fleksibilitas adalah suatu kualitas fisik yang sangat mudah dikembangkan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan M. Sajoto (1988:45), bahwa: fleksibilitas adalah kemampuan
untuk menggunakan ayunan-ayunan, gerakan-gerakan dalam persendian kemampuan
maksimum. Lebar ayunan gerakan-gerakan (keleluasaan gerakan-gerakan) dalam
tulang-tulang sendi harus dilatih dalam semua arah yang mungkin sesuai dengan
struktur anatomi tubuh. Dalam gerakan-gerakan yang memerlukan lebar ayunan
maksimum, fleksibilitas sering terbatas karena kapasitas pengembangan otot-otot
antagonis.
Perkembangan fleksibilitas seseorang dipengaruhi oleh usia. Perkembangan
fleksibilitas pada tiap tingkatan usia berbeda. Pada umumnya anak kecil memiliki otot
yang lebih lentur (fleksibel), keadaan tersebut akan terus meningkat pada usia belasan
tahun (usia sekolah). Memasuki usia remaja fleksibilitas mereka cenderung mencapai
puncak perkembangannya, setelah fase itu secara perlahan-lahan fleksibilitas mereka
menurun (Michael J. Alter, 1996: 15).
Perbaikan dalam fleksibilitas otot dapat mengurangi terjadinya cidera pada otot-
otot, membantu dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi, kelincahan atau agility,
membantu memperkembangkan prestasi, menghemat pengeluaran tenaga pada waktu
melaksanakan gerakan dan memperbaiki sikap tubuh (Harsono, 1988: 163). Macam-
macam latihan peregangan terdiri dari, 1) peregangan balistik, 2) peregangan statis, 3)
peregangan pasif, dan 4) peregangan kontraksi-relaksasi (Pate, 1993: 330)..
Suharno H.P (1993:35) mengatakan ada dua macam fleksibilitas, yaitu :
55
a) Fleksibilitas umum; yaitu kemampuan seseorang dalam gerak dengan amplitude
yang keras dimana sangat berguna dalam gerakan olahraga pada umumnya dan
menghadapi dunia kerja dalam kehidupan sehari-hari.
b) Fleksibilitas khusus; yaitu kemampuan seseorang dalam gerak amplitude yang luas
dan berada dalam suatu cabang olahraga.
Kapasitas melakukan pergerakan yang tinggi dan lebar disebut fleksibilitas atau
mobilitas dan merupakan hal yang signifikan dalam olahraga. Hal ini merupakan
persyaratan yang mutlak bagi keterampilan dengan pergerakan tinggi dan meningkatkan
peringanan dimana pergerakan cepat mungkin akan dilakukan. Keberhasilan dalam
melakukan pergerakan semacam ini bergantung pada lebar tulang sendi atau jarak
gerakan, yang harus lentuk dan dikembangkan agar berada dalam sisi yang aman.
Kelentukan yang baik menurut Harsono, (1988:163) akan bermanfaat bagi atlet,
diantaranya adalah :
a. Mengurangi kemungkinan terjadinya cedera-cedera pada otot dan sendi.
b. Membantu dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi, dan kelincahan.
c. Membantu perkembangan prestasi
d. Menghemat pengeluaran tenaga pada waktu melakukan gerakan-gerakan.
e. Membantu memperbaiki sikap tubuh
Menurut Tudor O. Bompa (1994:317), suatu perkembangan fleksibilitas yang
tidak mencukupi atau tidak adanya fleksibilitas mungkin berakibat pada beragam
difisiensi, antara lain : (a) belajar, atau penyempurnaan beragam pergerakan terganggu,
(b) atlet gampang menderita luka-luka, (c) perkembangan kekuatan, kecepatan dan
koordinasi berefek dirugikan, (d) kualitas pergerakan jadi terbatas, ketika seseorang
memiliki fleksibilitas maka keterampilannya mungkin akan dilakukan lebih cepat, lebih
energik, lebih mudah dan lebih ekspresif.
Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas menurut Tudor O.
Bompa (1994:317-319) adalah sebagai berikut :
a) Fleksibilitas dipengaruhi bentuk, tipe, struktur persendian. Ikatan ligament dan urat
daging tendon juga mempengaruhi fleksibilitas, lebih elastis dan lebih lebar
pergerakan.
b) Otot yang melewati atau berbatasan dengan tulang sendi juga mempengaruhi
fleksibilitas. Dalam pergerakan apapun, kontraksi otot secara aktif (agonist)
56
bersamaan dengan relaksasi atau pertentangan otot antagonist. Lebih mudah otot
mengalahkan resistensinya. Kapasitas urat otot untuk merentang meningkat sebagai
hasil pembinaan fleksibilitas. Bagaimanapun juga daya fleksibilitas sering terbatas
tanpa memperhatikan jumlah aktifitas gerak yang dilakukan. Jika otot antagonist
tidak kendur atau kurang koordinasi antara kontraksi (agonist) dan relaksasi
(antagonist). Oleh karena itu, tidak mengejutkan jika seseorang dengan koordinasi
kurang/ketidakmampuan merelaksasi otot antagonist, mungkin memiliki
fleksibilitas yang rendah.
c) Usia dan jenis kelamin mempengaruhi fleksibilitas, individu lebih muda dan
perempuan cenderung lebih lentuk. Fleksibilitas maksimum dapat dicapai pada usia
15-16 tahun.
d) Temperatur tubuh. Pada umumnya temperature otot khususnya mempengaruhi
lebar pergerakan. Sama halnya dengan lebar pergerakan naik mengikuti pemanasan
normal karena aktifitas fisik progresif mengintensifkan aliran darah dan membuat
otot lebih elastis.
e) Melakukan peregangan (stretching) sebelum pemanasan, merupakan hal yang
penting. Seperti ditunjukkan oleh rangkaian gerak yang diikuti selama pemanasan,
pembinaan fleksibilitas mengikuti beragam tipe jogging dan senam. Sewaktu
pergerakan fleksibilitas dilakukan, temperature otot meregang tanpa menyebabkan
luka. Hasil yang diharapkan merupakan nilai tertinggi fleksibilitas didapak dengan
mengikuti pemanasan normal dan 21% lebih besar daripada minum air panas dan
89% lebih besar daripada tidak melakukan pemanasan sama sekali.
f) Fleksibilitas dapat beragam dalam waktu-waktu tertentu. Pergerakan paling lebar
adalah jam 10.00-11.00 dan 16.00-17.00, sementara pergerakan terendah terjadi di
waktu fajar.
g) Kekuatan otot yang kurang memadai juga menghambat lebar beragam gerak. Jadi
kekuatan merupakan komponen penting fleksibilitas dan sebaiknya diperhatikan
oleh pelatih. Bagaimanapun juga ada pelatih dan atlet yang memiliki kesan
mendapatkan fleksibilitas tinggi akan berefek terhadap kekuatan. Teori tertentu
berdasar fakta kalau peningkatan ukuran otot mengurangi fleksibilitas tulang sendi.
Bagaimanapun juga kapasitas otot untuk meregang mempengaruhi kemampuan
untuk melakukan kekuatan. Kekuatan dan kelemahan tersebut harmonis karena
57
kekuatan bergantung pada seksi persaingan otot sementara fleksibilitas bergantung
pada seberapa jauh otot mampu direnggangkan. Hal tersebut merupakan
mekanisme berbeda dan tidak saling melenyapkan satu dengan lainnya.
h) Kelelahan dan kondisi emosi mempengaruhi fleksibilitas secara signifikan. Kondisi
emosional positif memberi pengaruh positif terhadap fleksibilitas dibandingkan
dengan rasa depresif. Fleksibilitas juga dipengaruhi oleh keletihan dan keletihan
berakumulasi terhadap gerak akhir.
Fleksibilitas adalah suatu kualitas fisik yang sangat mudah dikembangkan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan M. Sajoto (1988:45), bahwa: fleksibilitas adalah
kemampuan untuk menggunakan ayunan-ayunan, gerakan-gerakan dalam persendian
kemampuan maksimum. Lebar ayunan gerakan-gerakan (keleluasaan gerakan-gerakan)
dalam tulang-tulang sendi harus dilatih dalam semua arah yang mungkin sesuai dengan
struktur anatomi tubuh. Gerakan-gerakan yang memerlukan lebar ayunan maksimum,
fleksibilitas sering terbatas karena kapasitas pengembangan otot-otot antagonis.
Menurut Harsono (2001) ada beberapa metode latihan untuk mengembangkan
kemampuan kelentukan seseorang adalah sebagai berikut :
1. Peregangan dinamis (dynamic stretching)
Metode latihan tradisional untuk melatih fleksibilitas adalah metode
peregangan dinamis (dynamic stretch). Peregangan dinamis biasanya dilakukan
dengan menggerak-gerakkkan tubuh atau anggota tubuh secara ritmis (berirama)
dengan gerakan memutar atau memantul-mantulkan anggota-anggota tubuh,
sedemikian rupa sehingga otot-otot Terasa teregangka, dan yang dimaksud ialah
untuk secra bertahap meningkatkan secara progresif ruang gerak sendi-sendi.
Metode peregangan dinamis akan menyebabkan terjadinya refleks-regang.
Seperti dikatakan oleh De vrie (1961) a rapid forcefull stretch is known to evoke
the stretch reflex. Oleh karena itu gerakan yang dinamis berfungsi untuk
melindungi otot dari cedera akibat peregangan yang berlebihan (overstretching)
2. Peregangan statis (static stretching)
Cara lain untuk mengembangkan kelentukan adalah dengan latihan
peregangan statis (static stretch). Dalam latihan peregangan statis pelaku
mengambil sikap sedemikian rupa sehingga meregangkan suatu kelompok otot
tertentu. Misalnya sikap berdiri dengan tungkai lurus, badan dibungkukkan,
58
tangan menyentuh lantai. Sikap demikian meregangkan kelompok otot belakang
paha dan sendi panggul. Sikap ini dipertahankan secar statis (tidak digerak-
gerakkan) untuk beberapa detik. Yaitu sekitar 20-30 detik.
3. Peregangan pasif (passive stretching)
Dalm metode ini pelaku merilekskan suatu kelompok otot tertentu,
kemuduian temannya membantu meregangkan otot tersebut. Secara perlahan-
lahan sampai titik fleksibilitas maksimal tercapai, tanpa keikutsertaan secara aktif
dari pelaku. Sikap regang ini dipertahankan selama 20-30 detik.
Selain efektif untuk melatih fleksibilitas, keuntungan peregangan pasif
adalah juga rileksasi dari otot-otot yang meregang lebih rileks daripada
peregangan statis, karena otot-otot akan dapat meregang lebih jauh.
4. Peregangan PNF (Propioceptive Neuromuscular Facilitation)
Sebelum diregangkan otot ditegangkan dulu secar isometric (6-10 detik)
kemudian otot diregangkan dengan metode pasif selam 20-30 detik. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa metode peregangan ini lebih efektif daripada
metode peregangan yang lain.
Menurut M.Furqon H (1982:89) pembinaan fleksibilitas merupakan
pengembangan elastisitas legamentum-legamentum, tendon-tendon dan terutama otot-
otot. Faktor internal dan eksternal yang berbeda sangat mempengaruhi fleksibilitas. Di
dalam kondisi-kondisi eksternal dimasukkan kondisi cuaca dan iklim (dalam hal ini sore
hari lebih menguntungkan dan akhirnya durasi dan kualitas pemanasan dalam beban
kerja seharian). Kondisi-kondisi internal mencakup keadaan kelelahan atau tingkat
perangsangan sebelum dan selama kompetisi. Menurut M. Sajoto (1988:21) kelelahan
dan keadaan emosional yang tinggi berpengaruh negatif terhadap kemungkinan
fleksibilitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas menurut M. Furqon H (1982: 99-
100) antara lain (1) pengaruh usia, (2) persyaratan-persyaratan fleksiblitas dari cabang
olahraga dan teknk olahraga, (c) faktor internal dan eksternal.
Perkembangan fleksibilitas dari anak, remaja dan dewasa dipengarui oleh otot
dan tulang. Pada usia enam tahun peningkatan jaringan otot lebih banyak dan
pertumbuhan tulang juga meningkat. Diantara penelitian fleksibilitas yang dilakukan
59
yang cukup menarik dilakukan oleh Hupprich dan Sigerseth dalam (Koesnadi et al,
1988:56). Mereka mengukur fleksibilitas :
1) Sampai umur 12 tahun anak perempuan mengalami peningkatan fleksibilitas
secaraumum dan setelah usia 12 tahun akan mengalami penurunan.
2) Ada pengecualian penurunan fleksibilitas secara umum tersebut, yaitu pada bahu,
lutut dan paha. Fleksibilitas sudah mulai menurun sesudah umur 6 tahun.
3) Fleksibilitas pergelangan kaki konstan seumur hidup.
4) Fleksibilitas salah satu bagian tubuh tidak bisa menaksir fleksibilitas tubuh yang
lain.
Untuk mengembangkan fleksibilitas tungkai dapat dilakukan latihan peregangan
otot, seperti: peregangan dinamis dan peregangan statis. Memperbaiki kelentukan
daerah gerak suatu persendian, harus dilakukan beberapa bentuk peregangan yang
dinamis dan statis agar badan menjadi normal kembali atau bahkan kondisi lebih baik.
Komponen fleksibilitas merupakan unsur penting dalam pembinaan olahraga
prestasi. Oleh karena fleksibilitas sangat berpengaruh terhadap komponen biomotor
yang lain. Kurang lentuk (lentur) adalah salah satu faktor yang menyebabkan prestasi
kurang memuaskan dan teknik yang tidak efisien, termasuk pula penyebab dari banyak
ketegangan dan sobeknya otot dalam berolahraga. Lebih jauh lagi kelentukan yang
tidak memadai juga menjadi penyebab tidak meningkatnya kecepatan dan terbatasnya
daya tahan. Kelentukan yang tidak memadai akan memaksa otot untuk bekerja lebih
keras untuk mengatasi tahanan kegiatan yang dinamis dan berlangsung lama. Dengan
menambah luas ruang gerak di sendi bahu, panggul, togok dan engkel mungkin saja
kecepatan dan kelincahan seseoang akan bertambah baik, bahkan dampaknya sampai
pada adanya penghematan dalam penggunaan energi. Sehingga atlit dapat bekerja lebih
keras dan lebih lama.
Fleksibilitas tungkai akan menunjang penguasaan teknik pencak silat. Pesilat akan
dapat menerapkan setiap teknik tanding dengan hasil yang memuaskan jika memiliki
tubuh yang lentur dan tidak kaku. Fleksibilitas juga akan mempengaruhi nilai estetika
pencak silat yang luwes, mempermudah pesilat untuk meraih poin karena kejelasan nilai
teknik yang diperagakan, sedangkan menurut Harsono (1988:163), mengemukakan
bahwa kelentukan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak
60
sendi, ruang gerakan sendi kelentukan juga ditentukan oleh elastis tidaknya otot-otot,
tendo, dan ligamen.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pendapat di atas adalah, orang yang
mempunyai kelentukan yang baik, khususnya kelentukan tungkai adalah orang yang
mempunyai ruang gerak yang luas pada sendi-sendi tungkai dan mempunyai otot-otot
yang elastis pada tungkai. Karena kebanyakan pesilat menggunakan teknik serangan
dan bertahan menggunakan tungkai untuk meraih poin, maka kelentukan pada otot
tungkai harus dimiliki oleh setip pesilat. Dalam pencak silat fleksibilitas mutlak dimiliki
oleh pesilat, mengingat pencak silat adalah olahraga beladiri yang mengutamakan
keluwesan dan estetika gerak yang baik. Semakin baik fleksibilitas yang dimiliki oleh
pesilat maka akan semakin halus gerakan yang ditampilkan dalam serang bela.
2. Daya tahan
Daya tahan merupakan kemampuan tubuh atau bagian tubuh dalam
melakukan kerja dalam waktu tertentu yang dipengaruhi oleh kemampuan kerja dari
sistem kerja kardiorespiratori. Daya tahan sering didefinisikan sebagai kemampuan
kerja otot melakukan kerja dalam waktu yang lama, namun para ahli mengklasifikasikan
daya tahan berdasarkan lama kerja kedalam tiga kelompok, yaitu daya tahan waktu
lama, sedang dan pendek. Dalam olahraga, daya tahan dikenal sebagai kapasitas daya
tahan organisme melawan kelelahan dalam penampilan yang berlangsung lama. Namun
demikian arti penampilan yang berlangsung lama adalah, juga tidak sesederhana itu,
karena dalam perlombaan lari 200 m, seorang atlet memerlukan kualitas daya tahan
tertentu. Berbagai cabang olahraga yang memerlukan unsur daya tahan adalah sangat
luas.Ini mencakup nomor-nomor yang memerlukan waktu beberapa detik sampai lari
marathon yang lebih dari 2 jam. Lama waktu suatu penampilan dalam olahraga berada
dalam hubungan langsung dengan intensitas latihan. Oleh karena itu makin lama
penampilan berlangsung, maka makin rendah intensitas atau kesempatan penampilan
dan sebaliknya.
Berkaitan dengan daya tahan, Suharto (2000:115) mengemukakan, daya tahan
adalah kemampuan organisme tubuh untuk mengatasi kelelahan yang disebabkan oleh
pembebanan yang berlangsung relatif lama. Suharto juga membagi daya tahan menjadi
dua, yaitu: daya tahan aerobik dan daya tahan anaerobik.
61
a) Daya tahan Aerobik
Adalah kemampuan organisme tubuh mengatasi kelelahan yang disebabkan
pembebanan aerobik yang berlangsung lama.Yang termasuk pembebanan aerobik
adalah segala aktivitas fisik yang berlangsung relatif lama dengan intensitas rendah
sampai sedang. Gallahue dan Ozmun (1997:375) mengatakan bahwa ‘cardiovascular or
aerobic endurance is related to the functioning of the heart, lungs and vascular system’.
b) Daya tahan Anaerobik
Adalah kemampuan organ tubuh mengatasi kelelahan yang disebabkan
pembebanan yang berlangsung secara anaerobik dengan intensitas tinggi (80%-100%).
Daya tahan yang dibutuhkan dalam pencak silat kategori tanding adalah daya tahan
anaerobic, sedangkan sistem energi yang dibutuhkan adalah anaerobik alaktik yang
menghasilkan ATP-PC. Pertandingan pencak silat dilakukan dalam 3 babak dengan
waktu 2 menit bersih setiap babak. Selama dalam pertandingan kurun waktu terjadi
fight rata-rata 14 kali dalam satu babak. Hal ini menyebabkan kecenderungan adanya
sisa pembakaran yang tidak dapat diresintesis menjadi energi kembali untuk itu
diperlukan sistem energi anaerobik laktik agar kerja otot dapat berlangsung lebih lama
lagi. Dengan adanya bantuan dari sistem glikolisis anaerobik akan dapat
memperpanjang kerja otot kira-kira 120 detik.
Pada umumnya latihan daya tahan mengembangkan kapasitas fungsional suatu
organisme. Ekspresi-ekspresi seperti kesegaran jasmani atau stamina adalah erat
kaitannya dengan masalah ini. Realisasi pentingnya latihan daya tahan untuk setiap
orang berakibat dalam kegiatan seluruh dunia. Olahraga untuk setiap orang (sport for
all) untuk meningkatkan kesehatan dalam individu-individu dengan daya tahan yang
mudah dikonsentrasikan dengan latihan-latihan seperti jogging, bersepeda atau renang.
Organ-organ yang dibebani dengan latihan daya tahan adalah:
a. Jantung dan sirkulasi darah (sistem kardiovaskuler)
b. Paru-paru dan ventilasi paru-paru (sistem pulmonary)
c. Sistem jantung dan sirkulasi dalam hubungannya dengan paru-paru dan respirasi
(sistem kardiopulmonari)
Latihan daya tahan mengembangkan kapasitas fungsional di samping daya
tahan otot-otot elawan kelelahan. Menurut Josef Nosseck (1982) dalam M. Furqon H.
62
(1995: 75), berdasarkan jumlah otot yang terlibat dalam aktivitas gerakan, dibuat
pembagian berikut:
a. Nomor-nomor dan latihan-latihan dimana hanya 1/3 dari otot tubuh yang bekerja
menyebabkan kelelahan lokal dengan latihan daya tahan (misalnya latihan gerak
halus).
b. Nomor-nomor dan latihan-latihan yang menyebabkan yang menyebabkan kelelahan
regional dengan hamper 2/3 otot tubuh bekerja dalam aktivitas (misalnya latihan
sirkuit).
c. Nomor-nomor dan latihan-latihan yang menyebabkan kelelahan global atau total
dengan lebih dari 2/3 otot-otot tubuh bekerja (misalnya dayung, tinju, dsb.).
Fox, Edward. L; Bowers; D Foss (1988:27) menyatakan bahwa, prinsip dasar
dalam program latihan adalah mengetahui sistem energi utama yang dipakai untuk
melakukan aktivitas dan kemudian melalui prinsip overload, disusunlah suatu program
latihan yang akan mengembangkan sistem energi khusus tersebut. Menurut Fox,
Edward L (1984 : 34-36 ), sistem energi berdasarkan waktu penampilan olahraga secara
umum dibedakan menjadi 4 (empat) bidang, yaitu :
1) Bidang 1, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan kurang dari 30
detik. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC, contoh olahraganya
adalah lari 100 m, pukulan dalam tenis dan golf, gerakan lari pemain belakang
sepakbola.
2) Bidang 2, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara 30 detik
sampai 1 ½ menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC dan asam
laktat, contoh olahraganya adalah lari 200 meter dan 400 meter, renang gaya bebas
100 meter
3) Bidang 3, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara 1 ½ menit
sampai 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah asam laktat dan Oksigen,
contoh olahraganya adalah lari 800 meter dan 1500 meter, renang gaya bebas 200
dan 400 meter, nomor-nomor senam, tinju (3 menit tiap ronde ) dan gulat (2 menit
tiap babak)
4) Bidang 4, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan lebih dari 3 menit.
Sistem energi utama yang terlibat adalah Oksigen. Contoh olahraganya adalah lari
63
marathon, renang gaya bebas 1500 meter dan jogging, sedangkan karakteristik
umum dari sistem energi tersebut, dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Karakteristik Umum Sistem Energi
Sistem ATP-PC Sistem Lactid Acid Sistem Oksigen
Anaerobik (tanpa
oksigen)
Anaerobik Aerobik
Sangat cepat Cepat Lambat
Bahan bakar kimia : PC Bahan bakar makanan :
Glikogen
Bahan bakar makanan :
glikogen dan protein
Produksi ATP sangat
terbatas
Produksi ATP terbatas Produksi ATP tidak
terbatas
Penyimpanan /
penimbunan di otot
terbatas
Dengan memproduksi
Lactid Acid
menyebabkan kelelahan
otot
Dengan memproduksi
Lactid acid
tidak melelahkan
Menggunakan aktivitas
lari cepat atau berbagai
power yang tinggi,
waktu aktivitasnya
pendek
Menggunakan aktivitas
dengan lama antara 1 –
3 menit
Menggunakan daya tahan
atau aktivitas dengan
durasi panjang
(Dikutip dari Fox, Edward. L,1984:22)
Berdasarkan pendapat diatas, Pencak silat merupakan olahraga yang masuk pada
bidang 3, karena pencak silat menggunakan memerlukan waktu penampilan antara 1 ½
menit sampai 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah asam laktat dan
Oksigen. Dalam pertandingan pencak silat kategori tanding, pemenuhan energi menjadi
sangat penting karena akan menunjang penampilan pesilat di dalam gelanggang.
Menurut Awan Hariono (2006: 30) rata-rata pada waktu kerja melakukan fight dalam
pertandingan pencak silat diperlukan waktu kira-kira selama 3-5 detik. Bila pada
serangan terakhir masing-masing pesilat melakukan empat jenis serangan dan kaki tidak
dapat ditangkap lawan, maka akumulasi waktu yang diperlukan selama proses tersebut
menjadi 10 detik dengan demikian sistem energi yang diperlukan adalah sistem energi
anaerobik alaktik ATP-PC, sebab waktu kerja hanya memerlukan waktu maksimal 10
64
detik. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri sistem energi anaerobik alaktik yaitu: (1) intensitas
kerja maksimal (2) lama kerja 10 detik, (3) irama kerja eksplosif (4) aktifitas
menghasilkan adenosin diposphat (ADP + energi) (Sukadiyanto, 2005: 35).
3. Kecepatan
Kecepatan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang diperlukan dalam
setiap cabang olahraga. Setiap aktivitas olahraga baik yang bersifat permainan,
perlombaan, maupun pertandingan selalu memerlukan komponen kondisi fisik
kecepatan. Untuk itu kecepatan merupakan salah satu unsur kondisi fisik dasar yang
harus dilatihkan dalam upaya mendukung pencapaian prestasi olahragawan. Kecepatan
menurut Suharno HP (1986:47) adalah “kemampuan atlet untuk melakukan gerakan-
gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya”.
Kecepatan merupakan komponen fisik yang sangat esensial dalam berbagai cabang
olahraga, karena kecepatan termasuk dalam unsur-unsur kondisi fisik dasar selain
kekuatan (strength) dan daya tahan (endurance) (Nosseck, Joseph; 1982:19).
Kecepatan harus dirangsang agar tercipta gerak secepat mungkin. Kecepatan
umumnya terbagi ke dalam 3 bentuk: (1) kecepatan gerak dari segmen–segmen tubuh,
(2) kecepatan lari akselerasi, dan (3) kecepatan lari maksimal. Sementara itu pada
bagian lain Jonath membagi kecepatan sesuai dengan pembagian gerak yaitu kecepatan
gerak siklis dan kecepatan gerak asiklis. Kecepatan gerak siklis adalah produk yang
dihitung dari frekuensi gerak dan amplitudo gerak, maka gerak ini dapat dibedakan pada
faktor; kecepatan reaksi, percepatan gerak, ketepatan dan stamina. Contoh gerak ini
adalah lari 100 meter. Sedangkan kecepatan asiklis merupakan kecepatan masing–
masing otot yang terletak dalam otot, dalam hal ini adalah keterampilan. Dengan kata
lain bahwa keterampilan disusun berdasarkan pengintegrasian penampilan gerakan
secara fungsional dalam satu gerakan, contoh gerakan ini seperti tolak peluru, lempar
cakram atau seperti gerakan menendang dalam pencak silat.
Menurut Sukadiyanto (2002) terdapat dua macam kecepatan, yaitu : kecepatan
reaksi dan kecepatan gerak. Dengan demikian yang dimaksud dengan kecepatan adalah
kemampuan seseorang untuk menjawab rangsang dengan bentuk gerak atau serangkaian
gerak dalam waktu secepat mungkin yang terdiri dari kecepatan reaksi dan kecepatan
gerak. Kecepatan dalam olahraga pencak silat dilakukan untuk melakukan berbagai
teknik serangan dan belaan.
65
Sementara itu Bompa (1990:263) mengemukakan kecepatan adalah salah satu
komponen biomotorik yang penting untuk aktivitas olahraga. Menurut Nosseck, Joseph
(1982:870) ”Kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan seorang
olahragawan untuk bereaksi secara cepat bila dirangsang dan untuk menampilkan atau
melakukan gerakan secepat mungkin”. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, dapat
diambil kesimpulan bahwa kecepatan adalah suatu kemampuan tubuh untuk melakukan
gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang singkat, atau
kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang secepat-cepatnya. Menurut
Nosseck, Joseph (1982:91) kecepatan dibagi menjadi tiga macam yaitu :
1) Kecepatan sprint (sprinting speed)
adalah kemampuan untuk gerak kedepan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal
2) Kecepatan reaksi (reaction speed)
adalah kecepatan untuk merespon suatu rangsangan
3) Kecepatan bergerak (speed of movement)
adalah kemampuan kecepatan kontraksi secara maksimal otot dalam suatu gerakan
yang terpututs (gerak mendadak / gerak eksplosif)
Berdasarkan sifatnya, menurut Bompa (1990:315), kecepatan dapat dibagi
menjadi dua tipe yaitu :
1) Kecepatan Umum
Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan berbagai macam gerakan
(reaksi motorik) dengan cara yang tepat. Persiapan fisik umum maupun khusus
dapat memperbaiki kecepatan umum.
2) Kecepatan Khusus
Kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan suatu latihan atau ketrampilan
tertentu yang biasanya sangat tinggi, kecepatan ini adalah khusus untuk cabang
olahraga dan sebagian besar tidak dapat ditransferkan, kemungkinan hanya dapat
dikembangkan melalui metode khusus namun kiranya perlu dicarikan bentuk
latihan alternatifnya.
Gerakan-gerakan kecepatan melawan beban yang berbeda-beda (berat badan,
berat besi, air dan sebagainya), dengan efek bahwa pengaruh kekuatan juga menjadi
faktor yang kuat. Karena gerakan-gerakan kecepatan dilakukan dalam waktu sesingkat
66
mungkin, maka kecepatan secara langsung bergantung pada waktu yang ada dan
pengaruh kekuatan (Nosseck, Joseph; 1982:87).
Pate, Russell R; Clanaghan, Bruce Mc & Rotella, Robert. (1993:300)
mengemukakan bahwa kemampuan dan kecepatan ditentukan oleh faktor-faktor sebagai
berikut :
1) Jenis serabut otot, distribusi serabut otot cepat (FT) dan otot lambat (ST)
2) Koordinasi otot saraf
3) Faktor-faktor biomekanik, misalnya ketrampilan
4) Kekuatan otot
Lebih lanjut Bompa, Tudor O; (1990:18-19) menyatakan perbandingan
karakteristik otot putih atau fast twist (FT) dengan otot merah atau slow twist (ST). Otot
putih memiliki jumlah sel saraf yang besar hingga 300 – 500 fiber, sedangkan otot
merah memiliki jumlah sel saraf yang kecil antara 10 – 180 fiber. Berdasarkan
perbedaan jumlah tersebut, maka otot putih mempunyai fungsi keberhasilan pada
kecepatan dan power tetapi juga cepat mengalami kelelahan. Untuk otot merah dapat
berfungsi untuk aktivitas yang lama atau aktivitas yang membutuhkan daya tahan
(endurance), untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :
Tabel 2.2 Perbandingan Karakteristik Otot Cepat dan Otot Lambat
(Bompa,Tudor O; 1990:9)
Comparison of FT and ST Characteristic
Fast Twist (FT)
Type II, anaerobic
Slow Twist (ST)
Type I, aerobic
Fast fatiguing Slow fatiguing
Large nerve sel-innervates from 300 to
more than 500 muscle fiber
Smaller nerve sel-innervates from 10 to
180 muscle fiber only
Develops short, forcefull contractions Develops long, continuous contractions
Speed and power Endurance
Recruited only during high intensity
work
Recruited during low and high intensity
work
Kecepatan merupakan pembawaan sejak lahir (genetika), sehingga komponen
kecepatan memiliki keterbatasan yaitu tergantung pada struktur otot dan mobilitas
67
syaraf. Sebagai akibatnya peningkatan kecepatan juga relatif terbatas yaitu antara 20-
30%. Seseorang yang mempunyai serat otot putih lebih dominan maka orang tersebut
akan memiliki kecenderungan lebih cepat dari pada orang yang mempunyai serat otot
merah yang lebih dominan. Orang yang memiliki kecepatan tinggi memiliki kelebihan
lebih mudah dalam melakukan berbagai aktivitas olahraga. Hal ini dikarenakan setiap
aktivitas olahraga memerlukan unsur kecepatan baik kecepatan tangan, kecepatan kaki,
kecepatan koordinasi mata dan tangan dan sebagainya. Hal ini selaras dengan kebutuhan
fisik olahraga pencak silat yang semua unsur tekniknya didominasi oleh komponen
kecepatan. Menurut Nossek (1982: 62) gerakan-gerakan kecepatan dilakukan dengan
melawan tahanan yang berbeda (berat badan, berat peralatan, air, dsb). Dengan
demikian kecepatan secara langsung tergantung dari pada waktu dan pengaruh
kekuatan. Beberapa prinsip latihan kecepatan menurut Nosseck (1982:100-101) adalah
sebagai berikut :
1) Otot-otot dipersiapkan dengan intensitas pemanasan yang intensif, penguatan dan
pengenduran otot-otot yang berlangsung kira-kira selama 30 menit.
2) Intensitas maksimum dan submaksimum harus diterapkan.
3) Jarak antara 30-80 meter dipandang menguntungkan untuk pengembangan
kecepatan lari secara umum.
4) Volume latihan berjumlah 10-16 pengulangan dalam 3-4 seri.
5) Kecepatan dapat dilatih setiap hari, bahkan untuk yang bukan pelari.
Kecepatan akan berpengaruh terhadap cabang olahraga yang digeluti. Seperti
dalam kaitannya dengan power. Hal ini dikarenakan semakin baik kecepatan seseorang
maka power yang dihasilkan akan semakin baik. Hal ini dikarenakan kecepatan
merupakan unsur pembangun dari power. Kecepatan merupakan komponen yang
penting untuk meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan, dalam melatih kecepatan
ada beberapa komponen biomotor yang ikut terpengaruh atau terlatihkan, antara lain
adalah kekuatan, power, ketahanan anaerobik, keseimbangan, dan kelincahan. Oleh
karena itu beberapa latihan kecepatan merniliki kesamaan bentuk dengan latihan
komponen biomotor tersebut. Selain itu, pada latihan kecepatan, komponen
keseimbangan dan kelincahan merupakan kesatuan yang sulit dipisahkan. Artinya,
selama proses latihan kecepatan akan memberikan pengaruh terhadap komponen
68
Kecepatan Perangsangan-
penghentian
Mobility proses
syaraf Kekuatan kecepatan dan
daya tahan kecepatan
Kontraksi-relaksasi
Peregangan dan
kontraksi kapasitas
otot-otot
Elastisitas otot
Koordinasi otot
antara sinergis dan
antagonis
Teknik olahraga
Daya kehendak
keseimbangan atau kelincahan. Menurut M Furqon H (1995:62) faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas kecepatan digambarkan dalam gambar di bawah ini.
Gambar 2.19. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kecepatan
(M. Furqon H, 1995:62)
Kecepatan gerak pesilat adalah hasil kontraksi yang kuat dan cepat dari otot-otot
yang diubah menjadi gerakan halus, lancar dan efisien yang sangat dibutuhkan oleh
pesilat untuk melakukan teknik dengan kecepatan yang tinggi. Seorang pesilat yang
potensial dapat dilihat dari komposisi atau susunan serabut otot dengan persentase
serabut otot cepat (fast twitch) lebih besar atau tinggi dengan kemampuan sampai 40
kali perdetik dalam vitro dibanding dengan serabut otot lambat (slow twitch). Oleh
karena itu, terbentuknya seorang pesilat berbakat dilahirkan bukan dibuat.
Olahraga pencak silat memiliki karakteristik kecepatan saat melakukan serang
bela. Pesilat diharuskan untuk selalu bergerak cepat pada saat melakukan gebrakan, agar
dapat menunjang kualitas teknik dan pola taktik. Kecepatan mengandung unsur adanya
jarak tempuh terhadap rangsang yang muncul. (Awan Hariono, 2007: 72). Untuk itu
kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerak atau serangkaian gerak
secepat mungkin sebagai jawaban terhadap rangsang.
Dari pendapat di atas dapat dikatan bahwa kecepatan merupakan komponen fisik
yang sangat esensial dalam pertandingan pencak silat, unsur kecepatan sangat
diperlukan, baik untuk melakukan serangan maupun untuk mengantisipasi serangan
lawan dalam pencak silat.
69
4. Power otot lengan
Lengan merupakan anggota gerak atas (extremitas superior liberae). Menurut
Yusuf dan Aip (1996:75) panjang lengan adalah jarak tulang bagian atas lengan
(humerus) sampai tulang hasta (ulna). Sedang Johson (1979:180), mengatakan bahwa
panjang lengan adalah jarak yang diukur dari acromion pada humerus sampai titik
styloid pada ulna. Sedangkan panjang tangan adalah jarak terpendek dari garis
midstylion sampai dactylion seperti pada gambar 2.19. Sehingga panjang Lengan-
Tangan merupakan jarak terpendek yang diukur mulai dari acromion hingga dactylion.
Midstylion merupakan titik tengah permukaan anterior pergelangan tangan tepat pada
garis horizontal yang ditarik setinggi stylion/styloid.
Susunan tulang dari lengan-tangan yaitu : Os. Humeri, Os. Ulnaris, Os.Radialis
dan Ossa.Carpalea, ossa metacarpalia dan ossa phalages. Otot-Otot yang menyusun
lengan-tangan ini yaitu : M.Deltoideus, M.Triceps Brachii, M.Biceps Brachii, M.
Brachialis, M.Pronator Teres, M.Brachioradialis, M. Extensor digitorum, M. extensor
carpi radialis longus, M. extensor carpi radialis brevis, M. flexor carpi radialis, M
flexor pollicis longus, M abductor pollicis longus, M. extensor pollicis brevis dan M.
adductor pollicis.
Gambar 2.21 Otot-Otot Lengan
(Sobotta, 2006 : 180-181)
Berdasarkan sistem energinya, pencak silat merupakan olahraga gerak cepat
yang didalamnya didominasi oleh unsur kondisi fisik yang disebut power. Menurut M.
Sajoto (1995: 8) power adalah :”Daya ledak otot (muscular power) kemampuan
seseorang untuk mempergunakan power lengan maksimum yang dikerahkan dalam
70
waktu yang sependek-pendeknya dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa daya ledak otot
= power (force) x kecepatan (velocity). Pendapat tersebut ditegaskan oleh Suharno, H.P
(1993: 59) yang menyatakan bahwa “Daya ledak adalah kemampuan sebuah atau
sekelompok otot untuk mengatasi tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan
maksimal dalam satu gerakan yang utuh”. Sebagian besar olahraga berkaitan dengan
power. Power kadangkala disebut sebagai power eksplosif. Power menyangkut
kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dinamika dan eksplosif serta melibatkan
pengeluaran power maksimal dalam durasi waktu pendek.
Susunan pada otot rangka pada manusia dilengkapi dengan suatu sistem
pengungkit yang kompleks, memiliki fungsi yang penting dalam penampilan
olahraga. Pengungkit pada tulang digunakan untuk mengatasi suatu tahanan atau untuk
menambah kecepatan bagian badan. Menurut Pate, Mc Clenaghan dan Rotella
(1984:182) pengungkit adalah sebuah mesin sederhana yang dipergunakan untuk
mendapatkan keuntungan mekanik dalam melakukan suatu kegiatan. Tergantung
pada macam pengungkit dan susunan serta panjang lengan pengungkit.
Keuntungan pada mekanik pengungkit adalah sebagai penambah kecepatan suatu
bagian. Pengungkit dengan lengan usaha yang lebih besar atau panjang memungkinkan
untuk penggunaan gaya yang bertambah. Sedangkan memperpanjang lengan tahanan
akan menghasilkan kecepatan bagian yang lebih besar. Sistem rangka pada manusia
terdiri dari pengungkit jenis ke-3 yang dirancang untuk kecepatan. Selain itu
banyak olahraga yang memerlukan penggunaan kekuatan tenaga dengan
menggunakan suatu alat untuk memperpanjang lengan tahanan sehingga
menghasilkan kecepatan yang tinggi. Apabila lengan tahanan diperpanjang maka
akan memerlukan tambahan penggunaan tenaga. Hal ini akan menghasilkan
kontrol dan ketepatan yang kurang.
Menurut Suharno (1998: 86) daya ledak adalah kekuatan sebuah otot untuk
mengatasi tahanan beban dengan kecepatan tinggi dalam gerakan yang utuh. Daya ledak
khususnya otot tungkai digunakan sebagai tenaga pendorong pada saat melakukan
tolakan setelah melakukan awalan untuk memperoleh kecepatan vertikal sehingga dapat
menambah jarak tolakan yang dilakukan. Power juga merupakan kekuatan otot yang
bekerja dalam waktu singkat. Faktor penentu power menurut Suharno (1993: 59) :
71
a) Banyak sedikitnya macam fibril otot putih (phasic) dari atlet.
b) Kekuatan dan kecepatan otot. Rumus P = F x V.
P = power; F = force (kekuatan); V = velocity
c) Waktu rangsangan maksimal, misalnya waktu rangsangan 15 detik, power akan lebih
baik dibandingkan dengan waktu rangsangan selama 34 detik.
d) Koordinasi gerakan yang harmonis antara kekuata dan kecepatan.
e) Tergantung banyak sedikitnya zat kimia dalam otot yaitu Adenosine Tri Phosphat
(ATP).
f) Penguasaan gerak yang benar.
Menurut Bompa (1994) mengatakan bahwa power seorang individu terdiri dari
kecepatan dan kekuatan yang efisien, koordinasi dan keterampilan. Selanjutnya
dikatakan pula bahwa seorang individu yang mempunyai power adalah seorang
yang mempunyai; 1) Kekuatan tingkat tinggi, 2) Kecepatan yang tinggi, 3) Tingkat
keterampilan yang tinggi dalam gabungan kecepatan dan kekuatan otot.
Antara kekuatan, daya ledak dan power ketiganya saling berkaitan.Unsur yang
utama adalah kekuatan. Kekuatan merupakan komponen dasar otot untuk membentuk
power dan daya tahan otot. Berdasarkan hal tersebut kekuatan merupakan unsur utama
untuk menghasilkan power dan daya tahan otot. Faktor utama daya ledak otot adalah
kekuatan dan kecepatan. Artinya daya ledak otot adalah gabungan dari kekuatan otot
dan kecepatan. Semua faktor yang mempengaruhi kedua hal tersebut di atas akan
mempengaruhi tenaga ledak otot yang dihasilkan.
Daya ledak dibutuhkan dalam kegiatan apapun yang membutuhkan tenaga
lebih besar dan usaha maksimal yang eksplosif. Untuk meningkatkan daya ledak
dapat dilakukan dengan:
1) Meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan dan sebaliknya
meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan.
2) Meningkatkan kemampuan kekuatan dan kecepatan bersama atau peningkatan
pelatihan kekuatan dan kecepatan dilakukan simultan.
Pelaksanaan pelatihan mengembangkan power, perlu diperhatikan adalah
titik berat latihan yang ingin ditingkatkan. Latihan yang dilakukan tidak boleh
hanya menekankan pada beban, akan tetapi harus pada kecepatan mengangkat,
mendorong, atau menarik beban. Oleh karena harus mengangkat dengan cepat,
72
maka dengan sendirinya berat bebannya tidak seberat untuk latihan kekuatan.
Akan tetapi tidak boleh juga terlalu ringan sehingga otot tidak merasakan
rangsangan beban. Dasar untuk mengembangkan daya ledak (power) oleh Pyke
(1991:140) secara sederhana ada tiga rancangan, yaitu:
1) Menambah kekuatan dengan menjaga jarak dan waktu konstan.
2) Menambah jarak tindakan kekuatan dengan menjaga kekuatan dan waktu
konstan.
3) Mengurangi waktu (kecepatan gerak), dengan menjaga kekuatan dan jarak
konstan.
Pengembangan daya ledak khusus pada dua komponen yaitu:
pengembangan kekuatan untuk menambah daya gerak, dan mengembangkan
kecepatan untuk mengurangi waktu gerak. Pyke (1991:142), mengatakan bahwa daya
ledak otot yang paling besar pada angkatan kecepatan dengan daya gerak kira-
kira 30%-40% dari daya gerak maksimal. Untuk lebih jelasnya hubungan antara
daya ledak otot, kekuatan dan kecepatan adalah jika latihan dititik beratkan pada
kekuatan dan kecepatan maka pelatihan kekuatan harus dilakukan secara berulang
melawan tahanan, sedangkan pelatihan kecepatan harus dilakukan secara cepat dan
berulang.
Gerakan lengan yang mengayun dan memukul merupakan salah satu contoh dari
torsi. Menurut McGinnis (2005:121) Dimana besarnya torsi ditentukan oleh dua hal
yaitu panjang lengan torsi dan gaya yang digunakan ( T = F x r ). Dalam hal ini lengan
pesilat merupakan lengan torsi sehingga semakin panjang lengan torsi maka akan
semakin besar pula torsi yang dihasilkan sehingga semakin besar tenaga yang dihasilkan
untuk mendorong lawan ke mundur.
Dalam pencak silat kategori tanding power otot lengan sangat diperlukan
terutama dalam melakukan teknik pukulan dan bantingan, dengan power otot lengan
yang baik pesilat akan mudah memperagakan teknik pukulan yang sesuai dengan kaidah
pencak silat, pukulan tidak mudah terhalang tangkisan ataupun belaan dari lawan
sehingga memudahkan pesilat dalam mengumpulkan poin, begitu juga dalam
melakukan bantingan, pesilat yang mempunyai power otot lengan yang baik akan
melakukan bantingan secara eksplosif dan cepat, sehingga hasil akhir dari bantingan
adalah jatuhnya lawan sebelum wasit menghentikan proses bantingan.
73
5. Power otot tungkai
Tungkai merupakan anggota gerak bawah yang terdiri dari tulang anggota gerak
bawah bebas (skeleton extremitas inferior liberae). Menurut Frank M. Verducci
(1980:218) panjang tungkai jika dalam keadaan berdiri diukur mulai dari lantai hingga
coccyx. Dalam hal ini Johnson dan Nelson (1986:191) menyatakan bahwa ukuran
panjang tungkai diukur dari tulang belakang bawah atau dapat juga dari trochanter
sampai ke lantai/telapak kaki. Sedangkan menurut ISAK (2001:99) Panjang tungkai atas
diukur dari trochanter hingga tibiale laterale.
Bompa (1999:61) juga menjelaskan singkat tentang daya ledak atau power,
menurutnya daya ledak adalah kemampuan otot untuk mengeluarkan kekuatan
maksimal dalam waktu yang amat singkat. Rumus yang digunakan dalam daya ledak
adalah: power/daya ledak otot = kerja/waktu = kekuatan x jarak tempuh. Power
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
a) Kekuatan daya ledak; kekuatan ini digunakan untuk mengatasi resistensi yang lebih
rendah, tetapi dengan percepatan daya ledak maksimum. Power sering digunakan
untuk melakukan satu gerakan atau satu ulangan (lompat jauh, lempar cakram,dll).
b) Kekuatan gerak cepat; gerakan ini dilakukan terhadap resistensi dengan percepatan
dibawah maksimum, jenis ini digunakan untuk melakukan gerakan berulang-ulang,
misalnya lari, mengayuh,dll.
Gambar 2. 21. Pengukuran Power Otot Tungkai
(httpwww.seriousgoalkeeping.net)
74
Sementara itu, Jansen, C.R. Schultn. G W and Bongerter, B.C (1983: 167-178)
mengatakan, Komponen fisik yang sangat penting untuk melakukan suatu aktivitas yang
sangat berat adalah power, karena dapat menentukan seberapa orang dapat orang berlari
dengan cepat. Semua usaha maksimal yang exsplosive tergantung pada power,
sedangkan menurut Bompa (1990: 285) dilihat dari segi kesesuaian jenis gerakan atas
keterampilan gerak power dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Power Asiklik
Power merupakan kemampuan fisik yang tersusun dari beberapa komponen.
Komponen tersebut saling berinteraksi/terkait satu sama lain. Sementara Nossek (1982:
46-48) menyampaikan power adalah kemampuan seseorang untuk mengatasi tahanan
dengan suatu kecepatan kontraksi otot. Jadi, power otot adalah kualitas yang
memungkinkan otot atau sekelompok otot untuk menghasilkan kerja fisik secara
explosive. Dalam kegiatan olahraga power dapat dikenal dari peranannya pada suatu
cabang olahraga, power asiklik dibutuhkan dalam gerakan-gerakan pencak silat.
2) Power Siklik
Dari segi kesesuaian jenis gerak dari peranannya pada suatu cabang olahraga lari
cepat, lebih dominan pada power sikliknya. Menurut Jansen, C.R. Schultn. G W and
Bangerter, B.C (1983: 167-178) untuk meningkatkan power dapat dengan cara
meningkatkan kekuatan, meningkatkan kecepatan kontraksi, atau meningkatkan
keduanya, yaitu meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot.
Secara anatomi otot-otot yang bekerja ketika melakukan gerakan jump shoot
adalah Gluteus Maximus, Semi Membranosus, Membranosu, M. Semi Tendinosus, M.
Biseps Femoris, M. Rectus Femoris, M. Vastus Medialis, M. Vastus Lateralis, M. Vastus
Intermedius, M. Gastroknemius, M. Soleus, M. Flexor Hallusis longus, M. Flexor
Digitorum Longis, M. Tibialis Posterior, M. poroneus Longus, poroneus Brevis
75
Gambar 2. 22. Susunan Otot Tungkai
(Paulsen & Wascheke, 485, 488: 2011 )
Pada dasarnya penentu baik dan tidaknya power yang dimiliki seseorang
bergantung pada intensitas kontraksi dan kemampuan otot-otot untuk berkontraksi
secara maksimal dalam waktu yang singkat setelah menerima rangsangan serta produksi
energi biokimia dalam otot-otot yang bekerja. Jika semua unsur tersebut
tercukupi/dimiliki oleh seseorang maka power seseorang tersebut akan baik dan
sebaliknya. Menurut Suharno HP (1993:59), baik tidaknya power yang dimiliki
seseorang ditentukan oleh :
1) Banyak sedikitnya macam fibril otot putih (phasic) dari atlet.
2) Kekuatan otot dan kecepatan otot atlet.
3) Waktu rangsang.
4) Koordinasi gerakan yang harmonis antara kekuatan dan kecepatan.
5) Banyak sedikitnya zat kimia dalam otot (ATP).
6) Penguasaan teknik dasar yang benar.
Dari penjelasan mengenai power otot tungkai diatas dapat di katakana bahwa
untuk mencapai kualitas power yang relevan seperti yang dibutuhkan dalam olahraga,
khususnya pencak silat diperlukan pemahaman yang mendalam terhadap faktor yang
ikut berperan dalam membangun power. Selain itu power juga dipengaruhi oleh kondisi
genetik seseorang karena berkaitan dengan jumlah dan jenis fibril otot. Sehingga untuk
melahirkan pesilat dengan keterampilan yang baik sesuai tuntutan olahraga pencak silat
76
perlu memperhatikan hasil pengamatan dari power otot tungkai, agar dalam proses
pelatihan dan pertandingan pencak silat yang sesungguhnya kualitas teknik pencak silat
yang berhubungan dengan tungkai dapat di implementasikan melalui secara maksimal.
6. Koordinasi mata kaki
Keterampilan pencak silat banyak dipengaruhi oleh kemampuan fisik maupun
keterampilan teknik. Salah satu komponen fisik yang harus dimiliki oleh seorang atlet
pencak silat dalam melakukan gerakan serang-bela adalah koordinasi. Menurut Harsono
(2001: 39) koordinasi adalah kemampuan untuk memadukan berbagai macam gerakan
ke dalam satu atau lebih pola gerak khusus. Koordinasi adalah kemampuan biomotor
yang sangat kompleks dan menurut Bompa (1994) koordinasi erat hubungannya dengan
kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan fleksibilitas. Barrow and mc Gee (1979) dalam
Harsono (2001) menambahkan bahwa dalam koordinasi termasuk juga agilitas,
keseimbangan, kinesthetic sense, oleh karena itu koordinasi sangat penting untuk
mempelajari dan menyempurnakan keterampilan teknik dan taktik. Koordinasi adalah
kemampuan melakukan gerakan pada berbagai tingkat kesukaran dengan cepat dan
tepat secara efisien. Sementara itu Sajoto (1995:9) menyatakan koordinasi adalah
kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacam-macam gerak yang berada berada
kedalam pola garakan tunggal secara efektif Koordinasi menyatakan hubungan
harmonis berbagai faktor yang terjadi pada suatu gerakan (Dangsina Moeloek, 1984 :
4). Jadi apabila seseorang itu mempunyai koordinasi yang baik maka ia akan dapat
melaksanakan tugas dengan mudah secara efektif. Menurut Bompa (1999:380)
“coordination is a complex biomotor ability, closely interrelated with speed, strength,
endurance and fleksibility”. Hal ini seperti yang digambarkan dalam diagram dibawah
ini.
77
Gambar 2. 23 Ilustrasi Keterkaitan diantara Kemampuan Biomotorik
(Bompa 1990: 264)
Koordinasi selalu berkaitan dengan komponen biomotor yang lain terutama
kelincahan dan ketangkasan. Harsono (1988) menyatakan bahwa koordinasi adalah
suatu kemampuan biomotorik yang sangat komplek, yang juga erat hubungannya
dengan kecepatan (speed), kekuatan (strength), daya tahan (endurance), dan kelentukan
(fleksibilitas).
Singer menyatakan bahwa koordinasi adalah bagian penting dari kemampuan
penguasaan gerak keterampilan. Pendapat lain menyatakan bahwa koordinasi adalah
hubungan yang saling mempengaruhi terhadap sekolompok otot selama suatu
penampilan gerak yang diindikasikan sama dengan keterampilan. Selanjutnya
koordinasi merupakan salah satu tugas utama untuk mencapai keahlian atau menguasai
keterampilan. Dari beberapa pendapat yang tersebut di atas, maka dapat dilihat adanya
suatu persamaan yang pada prinsipnya koordinasi merupakan keharmonisan irama
gerak pada saat menampilkan suatu teknik yang baik. Pengalaman yang panjang dalam
menghasilkan kemampuan koordinasi yang baik melalui tahapan perkembangan belajar
gerak seperti yang dinyatakan Fitts dan Posner, bahwa tahapan belajar gerak masing-
masing adalah: 1) tahapan awalan atau kognitif; 2) tahapan antara atau asosiatif; dan 3)
tahapan akhir atau otonom.
Latihan koordinasi yang baik ialah dengan melakukajn berbagai variasi gerak dan
keterampilan. Beberapa metode latihan koordinasi menurut Pecthl yang dikutip Bompa
(1994) ialah :
Power
Streght Endurance
Max Strength
Muscular
Endurance Speed
Endurance
Mobility Agility
Speed Coordination Flexibility
Erobic Endurance
Anaerobic
Endurance Max
Speed Perfect
Coordination Full Range Of
Flexibility
78
1. Latihan dengan perubahan kecepatan dan irama
2. Melakukan keterampilan dengan anggota badan yang lain
3. Pembatasan daerah keterampilan
4. Melakukan skill baru
5. Latihan untuk mengembangkan reaksi
Menurut Bompa (1994) yang dikutip oleh Sukadiyanto (2002:140), menyatakan
bahwa koordinasi yang dimiliki seseorang dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu
koordinasi yang bersifat umum dan koordinasi yang bersifat khusus.
a) Koordinasi Umum
Merupakan kemampuan seluruh tubuh dalam menyesuaikan dan mengatur
gerakan secara simultan pada saat melakukan suatu gerak.Artinya pada setiap
gerakan yang dilakukan melibatkan semua atau sebagian besar otot-otot, sistem
syaraf dan persendian.Koordinasi umum diperlukan adanya keteraturan gerak dari
beberapa anggota badan yang lainnya agar gerak yang dilakukan dapat harmonis dan
efektif sehingga dapat menguasai keterampilan gerak yang dipelajari.Koordinasi
umum juga diperlukan sebagai dasar mengembangkan koordinasi khusus.
b) Koordinasi Khusus
Koordinasi khusus merupakan koordinasi antar beberapa anggota badan, yaitu
kemampuan untuk mengkoordinasikan gerak dari sejumlah anggota badan secara
simultan. Gerakan yang terkoordinasi merupakan gerakan yang saling berhubungan
di dalam pelaksanaan fungsinya, yang berarti terjadi kombinasi secara serasi antara
timing, keseimbangan dan koordinasi otot. Timing adalah suatu pengatur irama
gerak, yang mana hal ini terwujud dalam bentuk ketepatan waktu kontraksi
sekelompok otot sehingga dapat menghasilkan gerakan cepat, urut dan lamanya
unsur gerak yang dilakukan. Sedangkan keseimbangan menyesuaikan pusat gravitasi
secara efektif dalam bidang tumpuan dan fungsi versibular yang ditunjang oleh mata.
Menurut Suharno HP. (1993:29) mengemukakan pendapat bahwa: kegunaan
koordinasi selain untuk mengkoordinir secara baik beberapa gerakan, juga untuk :
1) Efisiensi tenaga dan efektif dalam gerakan.
2) Menghindari cidera dalam bermain.
3) Berlatih menguasai teknik-teknik tinggi dan taktik, akan lebih cepat bila anak
latih memiliki koordinasi tinggi.
79
4) Memantapkan kesiapan mental atlet dalam bermain.
Faktor-faktor penentu untuk mencapai suatu koordinasi yang baik guna
mendukung gerakan yang efektif dan efisien diperlukan unsur-unsur sebagai
penentu koordinasi, menurut Suharno HP. (1993:30) koordinasi meliputi :
1) Kemampuan pengaturan syaraf pusat dan tepi, hal ini berdasarkan pembawaan
anak sejak lahir.
2) Tergantung dari kemampuan tonus dan elastisitas dari otot yang bekerja.
3) Baik dan tidaknya unsru keseimbangan dan kelincahan serta kecepatan.
4) Koordinasi kerja yang harmonis antara pusat saraf, otot-otot dan panca indera.
Dalam olahraga pencak silat, koordinasi digunakan pesilat agar dapat melakukan
gerakan teknik dalam pencak silat secara berkesinambungan, misalnya rangkaian
serangan memukul dan menendang, melangkah, menghindar, mengelak atau menangkis
dilanjutkan menyerang atau bertahan aktif. Koordinasi mata kaki diperlukan untuk
meningkatan keterampilan olahraga beladiri pencak silat.
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang mempunyai relevansi dan keterkaitan teoritis dengan
penelitian ini antara lain :
1. Nursubekti (2013) : Kemampuan Tendangan Sabit Mahasiswa Pembinaan Prestasi
Pencak Silat UNS Surakarta Ditinjau dari Koordinasi Mata-Kaki Kecepatan Rasio
Panjang Tungkai dan Tinggi Badan. Sumbangan relatif masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat sebagai berikut: koordinasi mata-kaki sebesar
52,17%, kecepatan 35,75%, dan rasio panjang tungkai-tinggi badan 12,02%.
Sedangkan sumbangan efektif masing-masing variabel bebas terhadap variabel
terikat sebagai berikut; koordinasi mata-kaki sebesar 35,11%, kecepatan 24,06%
dan rasio panjang tungkai-tinggi badan 8,09% sehingga total sembangan efektif
sebesar 67,26%.
2. Rahmat Putra Perdana (2014) meneliti tentang faktor fisik dominan penentu
prestasi bermain bulutangkis. Analisis faktor power otot lengan, power otot
tungkai, fleksibilitas, koordinasi mata tangan, kecepatan reaksi dan kelincahan pada
mahasiswa putra pembinaan prestasi bulutangkis Universitas Tunas Pembangunan
Surakarta. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
rancangan analisis faktor konfirmatori. Hasil dari keenam faktor kondisi fisik yang
80
diteliti yang mendukung keterampilan bermain bulutangkis adalah kelincahan
dengan nilai korelasi 0.390, flekibilitas dengan nilai korelasi 0.366, daya ledak otot
tungkai dengan nilai korelasi 0.238, koordinasi mata tangan dengan nilai korelasi
sebesar 0.237, daya ledak otot lengan dengan nilai korelasi sebesar 0.151 dan
kecepatan dengan nilai korelasi sebesar 0.128.
C. Kerangka Berfikir
1. Faktor Anthropometri Menentukan Keterampilan Pencak Silat Kategori
Tanding.
Perkembangan keilmuan olahraga yang menjadi dasar teoritis bagi
pengembangan olahraga tentu akan memberikan sumbangan yang berharga terhadap
prestasi olahraga itu sendiri, khususnya pencak silat. Sebagai olahraga yang
berkembang ke ranah olahraga prestasi tentunya pencak silat memerlukan berbagai
kajian ilmu olahraga sebagai landasan pengembangan prestasi.
Antrhopometri sebagai studi tentang pengukuran tubuh manusia yang berkaitan
dengan dimensi tulang, otot, dan adiposa (lemak) jaringan, kini telah menjadikan
wawasan tersendiri bagi keilmuan olahraga. Bidang ukur antropometri yang mencakup
berbagai pengukuran diantaranya : Berat badan, tinggi badan, postur tubuh, panjang
rentangan, ketebalan lipatan kulit, lingkar (kepala, dada, pinggang, tungkai, dll),
panjang anggota gerak (lengan, tungkai) kini telah di asimilasikan dengan ilmu
olahraga dan menjadikan pertimbangan tersendiri dalam menentukan parameter
pembibitan olahraga..
Faktor anthropometri Tinggi badan merupakan faktor antropometrik yang
dibutuhkan pada olahraga beladiri khususnya pecak silat. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa tinggi badan mempunyai sumbangan yang nyata terhadap
keberhasilan teknik pencak silat, yang akan ikut menentukan kualitas tanding seorang
pesilat, sedangkan berat badan adalah satu-satunya patokan dalam pencak silat untuk
menentukan kelas tanding. Tidak bedasarkan tinggi badan atau panjang tungkai,
melainkan berat badan itu sendiri, sehingga dengan berat badan yang sama pesilat yang
mempunyai tinggi badan dan panjang tungkai yang baik akan lebih diutungkan, dengan
panjang tungkai yang ideal pesilat akan dimudahkan dalam melakukan teknik-teknik
belaan ataupun serangan, sehingga ketiga aspek ini tidak bisa diabakan dan menjadi
bagian yang patut dipertimbangkan dalam olahraga pencak silat kategori tanding.
81
2. Faktor Fisik Menentukan Keterampilan Pencak Silat Kategori Tanding.
Kondisi fisik sebagai elemen mendasar dalam segala aktivitas olahraga
merupakan kebutuhan yang mutlak dimiliki bagi pelaku olahraga, khususnya olahraga
prestasi. Kondisi fisik yang relevan harus dimiliki oleh setiap pelaku olahraga prestasi,
khususnya pesilat. Olahraga pencak silat sebagai olahraga beladiri yang full body
contact menuntut para pesilat untuk terus memacu kemampuannya hingga ambang batas
tertinggi sesuai tuntutan olahraga pencak silat. Faktor fisik dalam setiap kategori dalam
pencak silat mempunyai beberapa kebutuhan yang berbeda. Kondisi fisik merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, namun dalam praktiknya ada
beberapa kondisi fisik yang dominan yang mempunyai kontribusi lebih besar dan
pengaruh terhadap suatu cabang olahraga tertentu, dalam pencak silat faktor fisik yang
dibutuhkan diantaranya adalah fleksibilitas, kelincahan, kecepatan, daya tahan, power,
kekuatan, dan koordinasi.
Fleksibilitas adalah pondasi dasar yang harus dimiliki oleh pesilat, dengan
fleksibilitas yang baik pesilat akan mampu melakukan peragaan teknik yang sempurna,
baik lintasan teknik maupun sasaran, karena Pencak silat adalah olahraga yang
mengandalkan keluwesan dalam bergerak, tanpa fleksibilitas maka sulit untuk mencapai
prestasi teknik yang tinggi.
Daya tahan yang dibutuhkan dalam olahraga pencak silat kategori tanding
adalah daya tahan anaerobik. Kondisi pertandingan pencak silat yang berlangsung
dalam tempo tinggi dan cepat menuntut pesilat untuk mengerahkan segala kemampuan
fisiknya dalam melakukan serang-bela. Teknik tanding diperagakan secara berulang-
ulang untuk mendapatkan poin, dengan waktu istirahat yang relatif pendek setiap
gebrakan dan babaknya. Oleh karena itu pesilat dengan daya tahan yang baik akan
mampu bertahan sampai akhir pertandingan dan mampu mengontrol situasi
pertandingan menjadi menguntungkan baginya, serta akan mampu menjaga kualitas
tekniknya dan memudahkan dalam melakukan serang-bela.
Nilai dari serangan atau belaan yang dihitung adalah apabila serangan atau
belaan mengenai bidang sasaran dengan tepat, cepat, mantap, dan bertenaga, maka
untuk hal ini power sangat diperlukan dalam setiap teknik yang diperagakan. Power
yang dimaksudkan adalah power yang berkaitan dengan alat serang-bela dalam pencak
silat, yaitu lengan dan tungkai. Pesilat yang mempunyai power otot lengan yang baik
82
akan mudah melakukan pukulan atau serangan lain yang menggunakan lengan dengan
baik dan betenaga, ditunjang dengan koordinasi yang baik maka akan menghasilkan
poin yang diharapkan. Begitu juga dengan power otot tungkai, pesilat dengan nilai
power tungkai yang tinggi akan menghasilkan tendangan yang keras, dan cepat
sehingga tidak akan mudah diantisipasi oleh lawan .
Untuk dapat melakukan teknik serangan dan belaan dengan cepat, tepat sasaran
maka di perlukan koordinasi. Koordinasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
koordinasi mata kaki. Merujuk pada penelitian yang relevan tentang pencak silat,
serangan menggunakan kaki merupakan yang tertinggi dalam setiap pertandingan yang
dilaksanakan, atau dapat dikatakan rata-rata pesilat bertanding dengan menggunakan
teknik serangan kaki, sehingga koordinasi mata kaki mutlak dipelukan, sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa semua komponen anthropometri dan fisik yang diuraikan di
atas salig berkaitan, serta mempunyai peranan terhadap keterampilan pencak silat.
Dengan demikian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah terdapat korelasi antara
variabel indikator dengan variabel terikat, sehingga dapat diketahui nilai peranannya
terhadap variabel terikat.
83
Gambar 2. 21. Diagram Kerangka Pemikiran (Analisis Faktor Konfirmatori)
Tinggi Badan
(X1)
Berat Badan
(X2)
Power Otot Tungkai
(X8)
Koordinasi Mata Kaki
(X9)
Power Otot Lengan
(X7)
Panjang Tungkai
(X3)
Fleksibilitas
(X4)
Daya Tahan Anaerob
(X5)
Kecepatan
(X6)
Anthropometri
Variabel Laten(ξ1)
Fisik
Variabel Laten (ξ2)
Keterampilan Pencak
Silat
Variabel Terikat (Y)
84
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori yang diuraikan di atas, maka hipotesis dalam rencana
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor anthropometri tinggi badan, berat badan, dan panjang tungkai menentukan
keterampilan pencak silat kategori tanding.
2. Faktor fisik fleksibilitas, daya tahan, kecepatan, power otot lengan, power otot
tungkai, dan koordinasi mata kaki menentukan keterampilan pencak silat kategori
tanding.