Post on 29-Oct-2021
11
BAB II
KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF
I. KAJIAN TEORETIK
A. Teori Lembaga Perwakilan
Teori lembaga perwakilan muncul karena asas demokrasi langsung menurut
Rousseau tidak mungkin lagi dapat dijalankan, disebabkan bertambahnya
penduduk, luasnya wilayah negara dan bertambah rumitnya urusan kenegaraan.
Lembaga perwakilan adalah cara yang sangat praktis untuk memungkinkan
anggota masyarakat menerapkan pengaruhnya terhadap orang-orang yang
menjalankan tugas kenegaraan.1
George Jellinek menyatakan timbulnya konstruksi lembaga perwakilan
dikarenakan adanya 3 hal yaitu:2
a. Sebagai pengaruh hukum perdata Romawi diabad menengah.
b. Adanya sistem feodal diabad menengah.
c. Situasi abad menengah itu sendiri.
Dalam teorinya ada beberapa macam dari lembaga perwakilan, yaitu:3
1) Teori Mandat
Si wakil dianggap duduk di Lembaga Perwakilan karena mendapat
mandate dari rakyat sehingga disebut mandataris. Ajaran ini muncul di
1Sidharta, Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Op.Cit., h.143.
2Ibid, h.144.
3 Ibid, h.144-147.
12
Perancis sebelum revolusi dan dipelopori oleh Rousseau dan diperkuat
oleh Petion. Sesuai dengan perkembangan zaman, maka teori mandat ini
pun menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Pertama kali lahir teori
mandat ini disebut sebagai:
a. Mandat Imperatif
Menurut ajaran si wakil bertugas dan bertindak di Lembaga
Perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh lembaga
yang diwakilinya. Kalau setiap kali ada masalah baru harus minta
mandat baru, ini berarti menghambat tugas lembaga perwakilan
tersebut maka lahirlah teori mandat baru yang disebut:
b. Mandat Bebas
Ajaran ini dipelopori antara lain oleh Abbe Sieyes di Perancis dan
Black Stone di Inggris. Ajaran ini berpendapat bahwa si wakil dapat
bertindak tanpa tergantung dari instruksi yang diwakilinya. Menurut
ajaran ini si wakil adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih
serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya,
sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang
diwakilinya atau atas nama rakyat.
Teori ini kemudian berkembang lagi menjadi:
c. Mandat Representative
Disini si wakil dianggap bergabung dalam suatu Lembaga
Perwakilan (Parlemen). Rakyat memilih dan memberikan mandat
pada parlemen, sehingga si wakil sebagai individu tidak ada
hubungan dengan pemiliknya apalagi pertanggungjawabannya.
13
Lembaga perwakilan (parlemen) inilah yang bertanggung jawab
kepada rakyat.
2) Teori Organ
Teori ini dibangun oleh Von Gierke yang berkebangsaan Jerman.
Menurut teori ini negara merupakan suatu organisme yang mempunyai
alat-alat perlengkapannya seperti Eksekutif, Parlemen dan mempunyai
rakyat yang kesemuanya mempunyai fungsi sendiri-sendiri dan saling
tergantung satu sama lain. Maka sesudah rakyat memilih Lembaga
Perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri Lembaga tersebut dan
lembaga ini bebas berfungsi sesuai dengan wewenang yang diberikan
oleh Undang-Undang Dasar. Teori ini juga didukung oleh George
Jellinek yang menyatakan bahwa rakyat adalah organ yang primer, tetapi
tidak dapat menyatakan kehendaknya maka harus ada organ sekunder
yaitu Parlemen, jadi tidak perlu mempersoalkan hubungan antara si
wakil dengan yang diwakili dari segi hukum.
B. Teori Pengawasan Dalam Lembaga Negara
Lembaga negara merupakan suatu organ yang turut terlibat dalam proses
pemerintahan didalam sebuah negara. Untuk itulah diperlukan suatu mekanisme
pengawasan yang dapat memantau dan mengontrol kinerja dari lembaga negara
tersebut. Pengawasan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pengawasan internal
dan pengawasan eksternal. Berikut ini akan dijabarkan secara lebih rinci terkait
Konsep dan Teori Pengawasan Internal dan Eksternal.
14
1. Konsep dan Teori Pengawasan Internal
Konsep Pengawasan Internal
Pengawasan Internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh satu
badan yang terorganisir masih termasuk dalam linkungan pemerintah
sendiri. Atau seluruh proses kegiatan audit ,review, pemantauan,
evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan
tugas dan fungsi organisasi, biasanya dilakukan dalam hierarki atau
dari atasan kepada bawahannya. Atau disebut juga pengawasan
melekat.
Dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa
kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien. pengawasan internal dilakukan
untuk kepentingan pimpinan dalam rangka mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik.
Instruksi presiden No. 15 Tahun 1983 pasal 2 ayat 1 menyebutkan
bahwa pengawasan terdiri atas :
(a) Pengawasan yang dilakukan langsung oleh pemimpin/atasan
langsung, baik di tingkat pusat maupun daerah.
(b) Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat
pengawasan.
15
Teori pengawasan Internal
Teori pengawasan internal yaitu berdasarkan pada keyakinan dan
perilaku dalam organisasi tersebut, dan pengawasan yang dilakukan
dalam pengawasan internal yaitu melalui motivasi yang dilakukan
atasan kepada bawahan.
Tujuan pengawasan internal:
- Memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan sesuai dengan
mandate, visi, misi, tujuan serta target-target organisasi.
- Mengetahui tingkat akuntabilitas kinerja tiap instansi yang
akan dijadikan parameter penilaian dan keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan
dan sasarn yang telah ditetapkan dalam Restra instansi.
- Dua tujuan utama yaitu akuntabilitas dan proses belajar.
2. Konsep dan teori pengawasan Eksternal
Konsep Pengawasan Eksternal
Pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan
oleh orang atau badan yang ada di luar unit organisai yang
bersangkutan. Contohnya : BPK dan KPK.
Teori pengawasan ekstern
Teori dari pengawasan ekstern yaitu Kontrol Eksternal.
Banyak kendala yang sekarang merupakan bagian integral dari
16
sebuah instasnsi lingkungan operasi eksternal dihasilkan pada
dasarnya ada tiga kategori control eksternal :
- Hukum dan peraturan yang diberlakukan oleh
Kongres pada pelaksanaan manajemen publik, yang
menghambat dan mempengaruhi birokrasi perilaku.
- Kongres kontrol pada anggaran instansi yang dapat
mempengaruhi perilaku organisasi dengan baik
menghambat atau menfasilitasi kemampuannya
untuk memenuhi misinya dan
- Dinas sipil sistem kontrol hirarkis yang kaku, yang
memberikan kerangka di mana birokrasi tersebut
kembali cruited, terlatih, dipromosikan dan dikelola.
Pengawasan Internal Dan Eksternal oleh berbagai komponen aktor
(elemen) dalam masyarakat perlu diperkuat.Fungsi dari pengawasan internal dan
eksternal yaitu adanya alat ukur untuk memperkuat system evaluasi dan operasi
yang transparan dari pemerintahan daerah untuk meningktakan efisiensi dan
pelayanan publik serta untuk mengurangi korupsi.
II. KAJIAN NORMATIF
1. Peran DPR Menurut UUD 1945
Perubahan UUD 1945 yang tercakup dalam materi tentang Dewan
Perwakilan Rakyat dimaksudkan untuk memberdayakan DPR dalam menjalankan
17
fungsinya sebagai lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat untuk
memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya.4
Pergeseran kewenangan membentuk Undang-Undang dari yang sebelumnya
ditangan Presiden dan dialihkan kepada DPR merupakan langkah konstitusional
untuk meletakkan secara tepat fungsi-fungsi lembaga negara sesuai dengan
tugasnya masing-masing yakni sebagai lembaga pembentuk Undang-Undang
(kekuasaan legislatif) dan Presiden sebagai lembaga pelaksana Undang-Undang
(kekuasaan eksekutif).5
Perubahan lain mengenai fungsi dan hak lembaga negara DPR serta hak
anggota DPR yang diatur dalam Pasal 20A, berbunyi sebagai berikut:6
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi Legislasi, fungsi anggaran,
dan fungsi pengawasan.
(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-
pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat
mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini,
setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak
anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditur dalam Undang-Undang.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjadikan DPR berfungsi secara
optimal sebagai lembaga perwakilan rakyat sekaligus memperkokoh pelaksanaan
checks and balances oleh DPR. Akan tetapi sejumlah ahli hukum tata negara
menilai, bahwa perubahan ini justru telah menggeser executive heavy kearah
legislative heavy, sehingga terkesan bukan keseimbangan yang ingin dituju
4 Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, UII Press,
Yogyakarta, 2010, h.107.
5Ibid.
6Ibid, h.108.
18
melalui perubahan UUD 1945 tetapi DPR ingin memusatkan kekuasaan
ditangannya.7
Berdasarkan UUD 1945 hasil perubahan, kekuasaan legislatif ada di DPR,
(Pasal 20 ayat (1)) bukan MPR atau DPD. Kekuasaan pada DPR diperbesar
dengan diantaranya: DPR diberikan kekuasaan memberikan pertimbangan kepada
Presiden dalam mengangkat Duta Besar dan menerima penempatan duta negara
lain (Pasal 13 ayat (2) dan (3)); memberikan amnesti dan abolisi (Pasal 14 ayat
(2)), DPR juga diberikan kekuasaan dalam bentuk memberikan persetujuan bila
Presiden hendak membuat perjanjian dengan negara lain, menyangkut bidang
perekonomian, perjanjian damai, menyatakan perang serta perjanjian internasional
lainnya yang berpengaruh terhadap integritas wilayah (Pasal 11 ayat (2) dan (3)).
DPR juga diberikan hak budget (Pasal 23 ayat (3)), memilih anggota BPK, dengan
memperhatikan saran DPD (Pasal 23F ayat (1)), memberikan persetujuan dalam
hal Presiden mengangkat atau memberhentikan anggota Komisi Yudisial (Pasal
24B ayat (3)), menominasikan 3 orang hakim Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C
ayat (3)).8
2. Tugas dan Wewenang DPR Menurut UU MD3
Pengaturan mengenai tugas dan wewenang DPR selaku lembaga legislatif
yang merepresentasikan dan mewakili aspirasi rakyat telah termuat dalam
Konstitusi. Namun pengaturan lebih mendalam diatur dalam peraturan perundang-
undangan tersendiri.
7Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian Terhadap Dinamika
Perubahan UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2003.
8 Sidharta, Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Op.Cit., h.101.
19
Tugas dan kewenangannya diatur secara lebih spesifik dalam Pasal 71-75
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 71 dinyatakan bahwa kewenangan DPR
meliputi:9
a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama;
b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap
peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh
Presiden untuk menjadi undang-undang;
c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau
DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum
diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;
d. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang
tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama;
e. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang
APBN yang diajukan oleh Presiden;
f. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh
DPD atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
g. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan
membuat perdamaian dengan negara lain;
h. memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
9 Pasal 71 UU MD3.
20
terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan
atau pembentukan undang-undang;
i. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti
dan abolisi;
j. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta
besar dan menerima penempatan duta besar negara lain;
k. memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
l. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan
pemberhentian anggota Komisi Yudisial;
m. memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi
Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan
n. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada
Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.
Sementara dalam Pasal 72 dinyatakan bahwa tugas DPR meliputi:10
a. menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program
legislasi nasional;
b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-
undang;
c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,
APBN, dan kebijakan pemerintah;
e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK;
f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara
yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara;
g. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat ; dan
h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang.
Pasal 73 sampai Pasal 75 yang merupakan satu bagian dari tugas dan
wewenang DPR merupakan ketentuan pendukung yang mempertegas pelaksanaan
tugas dan wewenang DPR yang terdapat di dalam Pasal 71 sampai Pasal 72.
10 Pasal 72 UU MD3
21
3. Peran BK sebagai alat kelengkapan DPR Menurut UU Nomor 27
Tahun 2009
Mengingat pengalaman dimasa lalu, dimana Dewan Kehormatan tidak
berjalan dengan efektif, Badan Kehormatan (BK) selanjutnya dijadikan sebagai
alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Perubahan terminologi dari Dewan
Kehormatan menjadi Badan Kehormatan disesuaikan dengan Pasal 123 - Pasal
129 UU Susduk (UU Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, DPD, dan DPRD), yang mencantumkan Badan Kehormatan sebagai
salah satu alat kelengkapan DPR.11
Dalam Pasal 123 UU Susduk dinyatakan bahwa:
“Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap.”
Lebih lanjut dalam Pasal 124 ayat (1) UU Susduk dinyatakan bahwa
susunan keanggotaan BK ditetapkan oleh DPR sendiri dengan memperhatikan
perimbangan dan pemerataan tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR
dan permulaan tahun sidang.
11 T.A Legowo, Lembaga Perwakilan Rakyat diIndonesia, Penerbit FORMAPPI, Jakarta,
2005, h.103-104.
22
Lebih lanjut dinyatakan dalam ayat selanjutnya (Pasal 124 ayat (2)) bahwa
anggota BK berjumlah 11 (sebelas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna
dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada
permulaan tahun sidang.
Dalam Pasal 127 dinyatakan bahwa:
(1) Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi
pengaduan terhadap anggota karena:
a. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan
tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa
keterangan apapun;
c. Tidak menghadiri rapat parpurna dan / atau rapat alat kelengkapan DPR
yang menjadi tugas dan kewajibannyasebanyak 6 (enam) kali berturut-
turut tanpa alasan yang sah;
d. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum
anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan / atau
e. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kehormatan
melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik
DPR.
(3) Badan Kehormatan berwenang memanggil pihak terkait dan melakukan
kerja sama dengan lembaga lain.
(4) Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan.
Tugas BK lainnya diatur dalam Pasal 128 yang menyatakan bahwa:
“Badan Kehormatan menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya
sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan
Rumah Tangga (BURT).”
Namun, dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang kemudian diperbarui menjadi UU Nomor 42
Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
23
Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3 saat ini) telah mengganti BK
sebagai alat kelengkapan DPR menjadi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
4. Tujuan Hadirnya MKD Sebagai Alat Kelengkapan DPR yang Baru
Menurut UU MD3
Sebagai alat kelengkapan yang baru dibentuk oleh DPR, MKD berperan
mengambil alih tugas yang semula dipegang oleh BK. Tentunya bukan tanpa
pertimbangan DPR mengganti alat kelengkapannya. Kinerja BK selama ini dinilai
belum maksimal sebagai lembaga etik DPR menjadi salah satu alasan pergantian
alat kelengkapan DPR ini.
MKD merupakan lembaga pengawas yang kedudukannya setara dengan
anggota DPR lainnya. Hal ini dapat dilihat dari susunan keanggotaan MKD yang
berasal dari anggota DPR itu sendiri, bukan berasal dari kalangan profesional
diluar keanggotaan DPR.
DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Mahkamah Kehormatan
Dewan yang terdiri atas semua fraksi dengan memperhatikan perimbangan
dan pemerataan jumlah anggota setiap fraksi pada permulaan masa
24
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.12 Anggota Mahkamah
Kehormatan Dewan berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan ditetapkan dalam
rapat paripurna.13 Tujuan utama dibentuknya MKD yaitu adalah untuk menjaga
serta menegakkan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.14
Dengan kata lain, MKD merupakan lembaga pengawas dan lembaga etik yang
mengawasi perilaku dari DPR yang kedudukannya setara sehingga banyak
menimbulkan perdebatan seiring kehadiran MKD ini.
5. Tugas dan Wewenang MKD Menurut UU MD3
Kehadiran MKD memang merupakan alat kelengkapan baru yang berperan
sebagai lembaga etik yang mengawasi perilaku dan kinerja DPR sebagai lembaga
perwakilan rakyat. Namun, seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa MKD
merupakan pengganti BK yang juga merupakan lembaga etik pengawas DPR.
Hal ini tentunya yang menyebabkan tugas dan wewenang keduanya tidak
jauh berbeda. Dalam Pasal 122 UU MD3 dinyatakan bahwa:
(1) Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas melakukan penyelidikan
dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena:
a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 81;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3
(tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan yang sah;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPR
sebagaimana ketentuan mengenai syarat calon anggota
12 Pasal 120 ayat (1) UU MD3.
13 Pasal 120 ayat (2) UU MD3.
14Pasal 119 UU MD3.
25
DPR yang diatur dalam undang–undang mengenai
pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan/atau
d. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Mahkamah Kehormatan Dewan melakukan evaluasi dan
penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik DPR.
(3) Mahkamah Kehormatan Dewan berwenang memanggil
pihak yang berkaitan dan melakukan kerja sama dengan
lembaga lain.
Selain tugas dan wewenang yang telah disebutkan diatas, terdapat tugas
lainnya yang dimiliki oleh MKD selaku alat kelengkapan DPR yang baru. Dalam
Pasal 123 UU MD3 dinyatakan bahwa tugas tambahan bagi MKD adalah:
“Mahkamah Kehormatan Dewan menyusun rencana kerja dan anggaran
setiap tahun sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada
Badan Urusan Rumah Tangga.”
Ketentuan Pasal diatas secara implisit menyatakan bahwa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, MKD memiliki hubungan koordinasi
dengan lembaga lainnya seperti Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).