Post on 13-Jun-2019
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab II tentang kajian pustaka ini akan
membahas mengenai beberapa bagian sebagai berikut: 2.1.
Konsep Program Pembelajaran, 2.2. Indikator dan Tujuan
Program Pembelajaran, 2.3. Kompetensi Guru, 2.4. Evaluasi
Program Pembelajaran, 2.5. Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru, 2.6. Model Evaluasi 2.7. Model Evaluasi Descrepancy
2.8. Hasil Peneitian Relevan 2.9 Kerangka Berfikir Penelitian.
2.1. Konsep Program Pembelajaran
Pembelajaran merupakan salah satu bentuk program,
Karena pembelajaran yang baik memerlukan perencanaan
yang matang. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran
melibatkan banyak orang, baik guru maupun siswa memiliki
keterkaitan antara kegiatan pembelajaran yang satu dengan
kegiatan pembelajaran yang lainnya dengan tujuan untuk
mencapai kompetensi lulusan, serta berlangsung dalam
sebuah lembaga atau instansi.
Farida Yusuf Tayibnapis (2000:9) mengartikan program
sebagai segala sesuatu yang di lakukan seseorang dengan
harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Dengan
demikian program dapat diartikan sebagai serangkaian
kegiatan yang direncanakan dengan seksama dan dalam
pelaksanaannya berlangsung dalam proses yang
8
berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang
melibatkan banyak orang. Dalam pengertian tersebut ada
empat unsur pokok untuk dapat di kategorikan sebagai
program, yaitu :
1. Kegiatan yang di rencanakan atau di rancang dengan
seksama bukan asal rancangan tetapi rancangan
kegiatan yang di susun dengan pemikiran yang cerdas
dan cermat.
2. Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari
satu kegiatan ke kegiatan yang lain, dengan kata lain
ada keterkaitan antar kegiatan sebelum dengan kegiatan
sesudahnya.
3. Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi,
baik organisasi formal maupun organisasi non formal
bukan kegiatan individual.
4. Kegiatan tersebut dalam implementasi atau
pelaksanaannya melibatkan banyak orang, bukan
kegiatan yang di lakukan oleh perorangan tanpa ada
kaitannya dengan kegiatan orang lain.
Berdasarkan definisi program pembelajaran diatas
dapat di simpulkan bahwa program pembelajaran adalah
rancangan atau perencanaan satu unit atau kesatuan
kegiatan yang berkesinambungan dalam proses
pembelajaran yang memiliki tujuan dan melibatkan
sekelompok orang (guru dan siswa) untuk mencapai tujuan
yang telah di tetapkan. Tujuan yang di maksud adalah
9
pencapaian hasil belajar yang berasal dari standar
kompetensi.
2.2. Indikator dan Tujuan Pembelajaran
Menurut PERMENDIKNAS no.41 tahun 2007 tentang
standar proses disebutkan bahwa standar kompetensi
merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik
yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap,dan
ketrampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dalam
setiap semester pada suatu mata pelajaran.Kompetensi dasar
adalah sejumlah kemampuan minimum yang harus dikuasai
peserta didik untuk standar kompetensi tertentu dan di
gunakan sebagai rujukan penyusunan indicator kompetensi
dalam suatu pelajaran. Indikator kompetensi adalah perilaku
yang dapat diukur dan atau diobservasi untuk menunjukkan
ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan
penilaian mata pelajaran, dirumuskan dengan kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur, mencakup
pengetahuan, sikap dan ketrampilan
Adapun Tujuan pembelajaran menggambarkan proses
dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik
sesuai dengan kompetensi dasar. Menurut Suwono (2007:45)
Tujuan pembelajaran dapat dirumuskan dalam dua bentuk,
yaitu bentuk apa yang akan di lakukan guru dan apa yang
akan di kuasai siswa.Dengan memperhatikan hal tersebut kita
dapat memandang bahwa tujuan pembelajaran
menggambarkan proses belajar yang direncanakan guru
10
untuk membelajarkan siswa dan hasil belajar siswa yang di
harapkan.sehingga kegunaan Evaluasi Program Pembelajaran
di antaranya: 1). Mengkomunikasikan program pada publik.
2). Menyediakan Informasi bagi pembuat keputusan. 3).
Penyempurnaan program yang ada. 4). Meningkatkan
partisipasi.
2.3. Kompetensi Guru
Kinerja guru mempunyai spesifikasi/kinerja tertentu.
Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan suatu
spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap
guru. Berdasarkan peraturan Mentri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standart
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dijelaskan bahwa
Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4
kompetensi utama, yaitu:
2.3.1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang
harus dimiliki guru berkenan dengan karakteristik
siswa dilihat dari berbagai aspek seperti moral,
emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi
bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori
belajar dan prinsip – prinsip belajar, karena siswa
memiliki karakter, sifat, dan interest yang berbeda.
2.3.2. Kompetensi Kepribadian
Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung
oleh suatu perasaanbangga akan tugas yang
11
dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan
generasi kualitas masa depan bangsa. Walaupun berat
tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan tugasnya harus tetap tegar dalam
melaksakan tugas sebagai seorang guru. melalui
proses pembelajaran, guru sebagai pendidik harus
dapat mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan
tata nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam
masyarakat.
2.3.3. Kompetensi sosial
Guru di mata masyarakat dan siswa merupakan
panutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri
tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu
memiliki kemampuan sosial dengan masyakat, dalam
rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif.
Dengan dimilikinnya kemampuan tersebut, otomatis
hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan
dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan
orang tua siswa, para guru tidak akan mendapat
kesulitan.
2.3.4. Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional yaitu kemampuan yang
harus dimiliki guru dalam perencanaan dan
pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai
tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran,untuk itu guru
dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran.Guru
12
harus selalu meng-update, dan menguasai materi
pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi
diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui
berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru,
mengakses dari internet, serta selalu mengikuti
perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi
yang disajikan.
2.4. Evaluasi Program Pembelajaran
Purwanto (2011: 45) mengemukakan bahwa kegiatan
evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja
direncanakan untuk memperoleh informasi atau data;
berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu
keputusan. Selama proses evaluasi, evaluator dituntut
berinteraksi dengan staf pelaksana program secara terus
menerus.(Endang Mulyatiningsih, 2011: 26).
Evaluasi dilakukan dengan mencatat atau
mendokumentasikan setiap kejadian dalam pelaksanaan
kegiatan, memonitor kegiatan-kegiatan yang berpotensi
menghambat dan menimbulkan kesulitan yang tidak
diharapkan, menemukan informasi khusus yang berada diluar
rencana, menilai dan menjelaskan proses secara aktual.
Kegiatan evaluasi merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari upaya apapun yang terprogram, tak
terkecuali bagi program pembelajaran sebagai bagian dari
program pendidikan dalam arti mikro. Melaksanakan evaluasi
13
program pembelajaran merupakan tugas pokok seorang
evaluator dalam manajemen sekolah.
Djemari Mardapi (2000:2) Dalam bidang pendidikan
ditinjau dari sasarannya evaluasi ada yang bersifat makro dan
ada yang bersifat mikro. Evaluasi yang bersifat makro
sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang
di rencanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan.
Evaluasi mikro sering di gunakan di tingkat kelas. Jadi
sasarannya adalah program pembelajaran dikelas dan yang
menjadi penanggungjawabnya adalah guru untuk di sekolah
dan dosen untuk perguruan tinggi.
Danim (2002: 70) mengemukakan bahwa guru memiliki
tanggung jawab yang secara garis besar dapat dikelompokan,
yaitu: (a) Guru sebagai pengajar, (b) Guru sebagai
pembimbing, dan (c) Guru sebagai administrator kelas.
Program Pembelajaran sangat penting untuk
diperhatikan dan dievaluasi karena guru megemban tugas
profesional, artinya tugas – tugas hanya dapat dikerjakan
dengan kompetensi khusus yang melalui program pendidikan.
2.5. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
PLPG merupakan salah satu proses yang harus
ditempuh guru untuk memperoleh sertifikat pendidik. Guru
dalam jabatan yang telah memenuhi Persyaratan Sertifikasi
dapat menerima Sertifikat Pendidik melalui : (1). Pemberian
Sertifikat Secara Langsung (PSPL), (2). Portofolio (PF), (3).
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) atau (4).
14
Pendidikan Profesi Guru (PPG). Pendidikan dan Pelatihan
diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
serta Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun 2000 pada
dasarnya memberikan kewenangan kepada Dinas Pendidikan
dan Pelatihan baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi, maupun nasional untuk menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan merupakan segala usaha untuk membina
kepribadian, mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
jasmaniah dan rohaniah agar mampu melaksanakan tugas.
Pelatihan menurut Notoatmodjo (2003:94) adalah suatu
pelatihan yang ditujukan untuk para pegawai dalam
hubungan dengan peningkatan kemampuan pekerjaan
pegawai saat ini. Pendidikan dan pelatihan (diklat) merupakan
pendidikan pegawai termasuk di dalamnya para guru yang
berkaitan dengan usaha peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap dalam rangka pencapaitan tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Upaya meningkatkan
kualitas guru Sekolah Dasar (SD) agar sesuai dengan
harapan, selama ini juga telah dilakukan melalui berbagai
bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat). Pendidikan dan
pelatihan (diklat), baik yang diselenggarakan oleh lembaga
yang berkompeten menangani penataran dan pelatihan
seperti: Depdiknas, Depdikbud Provinsi, PPG, LPMP, Dinas
Pendidikan Kota, Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan, LPTK,
dan organisasi profesi serta lembaga-lembaga swasta yang
memiliki kepedulian terhadap pendidikan. Berbagai jenis
15
kegiatan, baik berupa: penataran, pendidikan dan pelatihan
(diklat), bimbingan teknis (bintek), workshop, advokasi,
sosialisasi, dan sejenisnya pada hakikatnya ditujukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pembelajaran
bagi guru Sekolah Dasar agar dalam kinerjanya lebih
profesional.
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
PLPG merupakan pola sertifikasi dalam bentuk
pelatihan yang diselenggarakan oleh Rayon LPTK untuk
memfasilitasi terpenuhinya standar kompetensi guru peserta
sertifikasi. PLPG mempunyai beban belajar sebanyak 90 jam
pembelajaran dengan waktu 10 hari dan dilaksanakan dalam
bentuk perkuliahan dan workshop.
Marselus R. Payong (2011: 41) mengemukakan bahwa
ada empat hal yang berpengaruh terhadap kesuksesan
mengikuti PLPG, yakni : 1) Kesiapan fisik dan mental, 2)
Kesiapan peralatan dan sumber daya pendukung, 3) Kesiapan
wawasan tentang kependidikan khususnya tentang
kompetensi pedagogis dan profesional dan 4) Kepribadian dan
penyesuaian diri. Diharapkan setelah mengikuti PLPG, para
guru memperoleh pencerahan untuk meningkatkan
16
kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial
dalam rangka menjadi pendidik profesional.
Marselus R. Payong (2011: 47), guru tidak hanya
sebagai pengajar yang mentransfer ilmu, pengetahuan dan
ketrampilan kepada siswa tetapi juga merupakan pendidik
dan pembimbing yang membantu siswa untuk
mengembangkan segala potensinya terutama terkait dengan
potensi akademis maupun non akademis.
Menurut Permendiknas No. 16/2007, standar
kompetensi profesional diuraikan dalam lima kompetensi inti,
yaitu : (1) Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir
keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, (2)
Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran atau bidang pengembangan yang diampu, (3)
Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara
kreatif, (4) Mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif, (5)
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Tersedianya sarana dan prasara yang memadai tentunya
juga sangat membantu dalam pelaksanaan PLPG di Rayon
112. Marselius R. Payong (2011: 38) keberhasilan PLPG juga
di dukung oleh berbagai peralatan dan sumber daya
pendukung.
2.6. Model Evaluasi
Dalam perspektif konsep penelitian evaluatif, terdapat
karakteristik model evaluasi tersendiri berdasarkan pada
17
tujuan-tujuan yang akan dicapai. Arikunto (2012: 59)
membagi model-model penelitian evaluasi diantaranya:
1. Goal Oriented Evaluation Model
Fokus pada model evaluasi ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelumnya, pelaksanaan
evaluasi dilakukan secara berkesinambung, terus-menerus
dan menge-cek sejauh mana program telah terlaksana. 2. Goal Free Evaluation Model
Model evaluasi ini tidak memperhatikan apa yang menjadi
tujuan program, sehingga fokus dari model ini adalah melihat kinerja program dan hal-hal yang terjadi baik positif
maupun negatif dalam pelaksanaan program. 3. Formatif-Sumatif Evaliuation Model
Merupakan model evaluasi yang menunjuk adanya tahapan
dan lingkungan obyek yang dievaluasi. Model evaluasi ini
dilakukan ketika program masih berjalan (Formatif) dan
ketika program sudah selesai (Sumatif). 4. CSE-UCLA Evaluation Model
Center for the Study of Evaluation University of California in Los Angeles. Dalam pelaksanaan model evaluasi ini,
meliputi empat tahapan yakni 1). Needs Assessment, 2).
Program Planning, 3). Formative Evaluation, 4). Sumative Evaluation.
5. CIPP Evaluation Model
Model evaluasi ini dikembangkan oleh Stufflebeam dkk pada tahun 1967. Model evaluasi CIPP melakukan tindakan
evaluasi yang mencakup empat sasaran evaluasi yakni
konteks, input, proses dan produk. 6. Descrepancy Evaluation Model
Model ini dikembangkan oleh Malcon Provus, substansi dalam evaluasi model ini mencakup pada design, instalation, process, product, cost and benefit analysis.
Dalam melaksanakan sebuah kegiatan evaluasi, pada
dasarnya dibutuhkan sebuah model yang cocok untuk
mempermudah melakukan kegiatan evaluasi. Dilihat dari
beberapa substansinya bahwa evaluasi ini juga berupaya
untuk melihat beberapa hal yang melatarbelakangi
penyelenggaraan program pembelajaran, desain perencanaan
program pembelajaran, pelaksanaan program pembelajaran
18
dan produk yang dihasilkan dari program pembelajaran
tersebut.
Penggunaan model-model evaluasi sebagai kerangka
bangunan penelitian menjadi suatu hal yang harus
diperhatikan. Melalui model-model tersebut akan
mempermudah pelaksanaan penelitian guna melakukan
eavaluasi maupun memhasilkan kebijakan, serta memberikan
rekomendasi terhadap keberadan sebuah program
pembelajaran. Apabila dilihat dari beberapa substansi yang
ada, maka tidak semua model evaluasi cocok untuk
digunakan sebagai model evaluasi program pembelajaran
tersebut.
2.7 Model Evaluasi Descrepancy
Konsep Descrepancy Evaluation Model (DEM) merupakan
sebuah model evaluasi yang telah dikembangkan oleh Malcolm
Provus. Model evaluasi ini menekankan bahwa pandangan
adanya kesenjangan didalam pelaksanaan program. Evaluator
menggambarkan ketimpangan antara standar kinerja yang di
tetapkan dengan kinerja riil yang sudah dilaksanakan
menurut Arikunto(2008: 48).
Adapun terdapat beberapa tahapan-tahapan yang harus
dilaksanakan dalam model evalusi kesenjangan menurut
Wirawan (2011:106) adalah :
1)Merencanakan evaluasi menggunakan model diskrepansi,
Menentukan informan yang diperlukan untuk
membandingkan implementasi yang sesungguhnya dengan
standar yang mendefinisikan kinerja obyek evaluasi.2)
Menjaring kinerja objek evaluasi yang meliputi pelaksanaan program, hasil-hasil kuantitatif dan kualitatif, 3)
19
Mengidentifikasi ketimpangan-ketimpangan antara standar
pelaksanaan dengan hasil pelaksanaan objek evaluasi
sesungguhnya dan menentukan rasio ketimpangan,4) Menentukan penyebab ketimpangan antara standar dengan
kinerja objek evaluasi, 5) Menghilangkan ketimpangan
dengan membuat perubahan-perubahan terhadap
implementasi objek evaluasi.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat dipahami bahwa
dalam pelaksanaan kegiatan evaluasi dengan menggunakan
Model Descrepancy, memiliki tahapan-tahapan yang harus
dilaksanakan. Sedangkan menurut Provus evaluasi dengan
model Descrepancy memiliki tahapan pengembangan sebagai
berikut:
1.Design and refers to the nature of the program, its objectives, students, staff and other resources required for the program, and the actual activities designed to promote
attainment of the objectives. The program design that emerges becomes the standard against which the program is compared in the next stage, 2.Installation involves determining whether an implemented program is congruent with its implementation plan, 3. Process, in which evaluator serves in a formative role, comparing performance with standards and focusing on the extent to which the interim or enabling objectives have been achieved, 4. Product is concerned with comparing actual attainments against the standards (objectives) derived during stage 1 and noting the discrepancies, 5 Analsys Cost and Benefit (Clare Rose & Glenn F Nyre, 1977: 15).
Melalui beberapa pendapat diatas mengenai pengertian
dan komponen yang menjadi tahapan dalam pelaksanaan
evaluasi dengan menggunakan Descrpancy Model, maka dapat
dipahami bahwa model evaluasi dskrepansi merupakan jenis
model evaluasi yang dilakukan dengan mengukur atau
mendeskripsikan antara standar yang digunakan dengan
kondisi riel/nyata dalam penyelenggaraan suatu program atau
kinerja. Komponen yang perlu diperhatikan atau menjadi
20
prosedur dalam pelaksanaan Descrepancy Model menurut
Provus (dalam Wirawan, 2012: 132) meliputi tahapan sebagai
berikut: 1). Desain merupakah tahapan kegiatan untuk
merumuskan tujuan, proses, tujuan dan pengalokasian
sumber daya dalam melakukan aktivitas untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, 2). Instalasi merupakan
rancangan yang digunakan sebagai standar guna
mempertimbangkan langkah-langkah operasional program, 3).
Proses yaitu merupakan kegiatan evaluasi yang dipusatkan
pada upaya memperoleh data tentang kemajuan program,
guna menentukan apakah program telah sesuai dengan
tujuan yang diharapkan, 4). Produk yakni evaluasi untuk
menentukan apakah tujuan program sudah tercapai. 5).
Analisis biaya dan manfaat yakni menganalisis hasil yang
diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.
Model evaluasi yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah Discrepancy evaluation model (DEM). Evaluasi
difokuskan untuk mengetahui kesenjangan antara standar
evaluasi program pembelajaran guru sesuai standar yang di
tetapkan pemerintah dengan kondisi riil dilapangan. Pada
penelitian ini model evaluasi Discrepancy merupakan model
yang menurut peneliti paling cocok untuk mengungkap fakta
dan data dibalik program pembelajaran guru SD Alumni PLPG
UPTD Pendidikan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
dibandingkan dengan model yang lainya. Hal ini disebabkan
karena karakteristik dari penelitian ini adalah berupaya
mengungkapkan kesesuaian antara fakta dari satu kegiatan
21
yang terjadi dengan acuan-acuan atau ketentuan yang ada di
dalam satu pedoman (pedoman penilaian kinerja guru dari
kemendiknas) untuk menemukan ada tidaknya kesenjangan.
Kesenjangan yang dimaksud adalah kesenjangan antara yang
terjadi dilapangan dengan apa yang menjadi acuan program
atau teori.
Namun demikian bahwa, dalam penelitian evaluasi
dengan menggunakan model Descrepancy dilakukan hanya
sampai pada tahapan keempat yakni evaluasi hasil.
Sedangkan evaluasi terhadap analisis biaya dan manfaat tidak
dilakukan. Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam penelitian
ini hanya berupaya mengevaluasi program pembelajran guru.
Dengan demikian bahwa penelitian evaluasi program
pembelajaran guru SD Alumni PLPG Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang hanya mencakup empat tahapan
Descrepancy Model. Kegiatan evaluasi program pembelajaran
bagi guru SD Lulusan PLPG di Kecamatan Suruh, dilakukan
untuk mengevaluasi program pembelajaran yang dibuat oleh
guru SD yang telah memperoleh pelatihan PLPG, dengan
mengacu pada lima (5) komponen standar kinerja mengajar
guru. Penyelenggaraan evaluasi ini berupaya untuk melihat
evaluasi dari kelima komponen model Descrepancy yakni: 1).
Desain; 2); Instalasi; 3). Proses; 4). Produk.
2.8. Hasil Penelitian Relevan
Penelitian terkait dengan evaluasi kinerja mengajar guru
sebelumnya pernah dilakukan oleh Balitbang Medan (2011)
22
dengan judul “Pemberian Tunjangan Profesi Terhadap Kinerja
Guru SD,SMP,SMU dan SMK di Kota Medan”. Adapun hasil
dalam penelitian sebagai berikut secara keseluruhan diperoleh
data bahwa baik dari segi kualifikasi, pengembangan profesi
dan pendukung profesi untuk SD, SMP dan SMA/SMK
hasilnya adalah signifikan dengan tingkat t hitung 2,648 dan
signifikansi sebesar 0,009. Hal ini menunjukkan bahwa
tunjangan sertifikasi berpengaruh secara signifikan untuk
peningkatan kinerja guru-guru di Kota Medan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Medan
(2011) memberikan satu gambaran bahwa dengan adanya
pemberian tunjangan profesi kepada guru yang telah lulus
sertifikasi sangat berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja. Dengan demikian bahwa poin penting dalam hasil
penelitian diatas adalah adanya pengaruh antara tunjangan
guru terhadap kinerja mengajar.
Hasil penelitian yang sama juga dilakukan oleh Suratno
(2011) yang berjudul “Evaluasi Kinerja Guru Profesional”
dengan hasil bahwa penelitian menunjukkan bahwa guru SD
profesional Kota Jambi secara umum berkinerja dalam
kategori baik. Namun dalam beberapa hal belum mencapai
kualifikasi kerja yang diharapkan. Terhadap kelamahan yang
ditemukan itu diajukan suatu rekomendasi yang relevan.
Rekomendasi itu meliputi: pendisiplinan guru, peningkatan
partisipasi, pemilihan sumber dan media pembelajaran,
penyusunan perencanaan pembelajaran, dan pengembangan
profesi.
23
Berdasarkan pada kedua hasil penelitian diatas, terkait
dengan evaluasi kinerja mengajar guru pasca sertifikasi dapat
dipahami bahwa terdapat pengaruh antara tunjangan profesi
yang diberikan oleh pemerintah terhadap kinerja mengajar
guru. Hal tersebut diperkuat dalam penelitian Balitbang
Medan yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara tunjangan sertifikasi terhadap kinerja guru.
Namun demikian bahwa hasil penelitian diatas, tidak
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusrizal,
dkk (2013) tentang Evaluasi Kinerja Guru Fisika, Biologi dan
Kimia SMA yang sudah Lulus Sertifikasi. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa kinerja Guru Fisika, Biologi dan Kimia
SMA yang sudah lulus sertifikasi belum semuanya berkinerja
tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusrizal, dkk
memberikan sebuah gambaran bahwa tidak adanya pengaruh
yang signifikan antara tunjangan profesi terhadap kinerja
mengajar guru.
Senada dengan hasil penelitian Yusrizal, penelitian lain
terkait dengan evaluasi kinerja mengajar guru juga dilakukan
oleh Wicaksono (2014) tentang Evaluasi Kinerja Mengajar
Guru MI se Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Tahun Ajaran
2014/2015. Hasil peneitian ini menyatakan bahwa aspek
perencanaan terdapat kesenjangan antara standar yang
ditetapkan dengan realitas yang ada, sedangkan pada aspek
pelaksanaan pembelajaran masih terdapat kesenjangan antara
24
penguasaan materi dan strategi yang digunakan oleh guru
dalam mengajar.
Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian diatas,
dapat dipahami bahwa pemberian tunjangan profesi terhadap
guru yang telah lulus program sertifikasi akan mampu
meningkatkan kinerja mengajar guru tersebut. Hal tersebut
ditunjukkan melalui hasil penelitian Balitbang Medan (2011)
dan Suratno (2011) yang memberikan satu gambaran bahwa
adanya pengaruh tunjangan profesi terhadap kinerja mengajar
guru. Namun demikian terdapat hasil penelitian tersebut
bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yusrizal (2013) dan Wicaksono (2014) yang menyatakan
bahwa masih terdapat kesenjangan antara kinerja mengajar
guru sesuai standar yang telah ditetapkan pemerintah dengan
tunjangan profesi yang diberikan.
Selain itu, hasil penelitian relevan juga dilakukan oleh
Rosalind Levacic (2009) Teacher Incentives and Performance:
An Application of Principal-Agent Theory. Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara biaya
insentif yang diberikan kepada guru terhadap kinerja guru
dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Secara khusus
bahwa hasil penelitian Rosalind memberikan suatu
kesimpulan bahwa terhadap pengaruh antara biaya insentif
yang diberikan terhadap kinerja guru. Namun demikian, hasil
penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hassan Danial Aslam (2013) Analysis of
25
Performance Evaluation System for Teachers in Colleges of
Pakistan: A Case Study of Colleges Opereting in Punjab,
Pakistan. Penelitian ini menyatakan bahwa, hasil analisis
terhadap kinerja guru di Punjab masih belum maksimal dan
efektif. Hal tersebut ditunjukkan bahwa guru dalam mengajar
tidak melakukan pengukuran pada aspek pemahaman.
Dengan demikian bahwa didasarkan pada beberapa
hasil penelitian diatas yang saling bertolak belakang terkait
dengan pengaruh tunjangan sertifikasi tehadap kinerja
mengajar, dapat memberikan referensi bagi penelitian ini.
Oleh karena itu penelitian ini juga berupaya untuk melihat
apakah tunjangan profesi memiliki pengaruh terhadap kinerja
mengajar guru atau tidak.
2.9. Kerangka Berpikir Penelitian
Kegiatan evaluasi terhadap program pembelajaran guru
SD alumni PLPG Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang,
bertujuan untuk melihat dan mengevaluasi program
pembelajaran guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru
merupakan unsur utama dalam sebuah proses pendidikan,
untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik guru
memerlukan program pembelajaran yang tinggi demi
tercapainya tujuan pembelajaran. Dapat di katakan bahwa
program pembelajaran guru baik apabila guru mampu
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi pembelajaran
sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.
26
Upaya untuk meningkatkan kinerja guru dalam proses
membuat program pembelajaran, salah satunya melalui diklat
pelatihan PLPG yang diberikan pemerintah kepada guru. Bagi
guru yang telah lulus sertifikasi melalui PLPG pemerintah
memberikan tunjangan profesi atau yang sering disebut
tunjangan sertifikasi. Melalui tunjangan profesi tersebut guru
dituntut untuk memiliki kinerja yang baik dengan indikator
kompetensi guru yang mencakup kompetensi pedagogik,
kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan
kompetensi sosial.
Seyogyanya bahwa kemampuan membuat program
pembelajaran bagi guru SD alumni PLPG se Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang dituntut menjadi lebih baik , berkat
pelatihan yang telah di dapat pada saat mengikuti PLPG.
Namun demikian berdasarkan observasi awal penelitian masih
menunjukkan bahwa program pembelajaran guru alumni SD
alumni PLPG masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan kondisi tersebut, bahwa penilaian melalui
kegiatan evaluasi terhadap program pembelajaran yang di
buat guru SD alumni PLPG se Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang perlu menjadi fokus dalam rangka mengukur
kesenjangan antara standar yang ditetapkan dengan kondisi
nyata. Melalui kegiatan evaluasi terhadap program
pembelajaran ini, diharapakan mampu memberikan sebuah
kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas dan
profesionalitas guru dalam melaksanakan tugasnya.
27
Gambar 2.1
Evaluasi Program pembelajaran Guru Alumni PLPG