Post on 03-Jul-2020
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu adalah kumpulan dari hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu, yang mana
penelitian tersebut memiliki kaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan
pengaruh pengungkapan corporate social responsibility, leverage,
profitabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba yang
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya :
1. Paramita et al. (2018) meneliti tentang Pengaruh Financial Distress,
Risiko Litigasi dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Terhadap Manajemen Laba. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
pengaruh financial distress, risiko litigasi dan pengungkapan corporate
social responsibility terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa : 1) Financial distress berpengaruh positif dan
signifikan terhadap manajemen laba, 2) Risiko Litigasi berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, 3) Pengungkapan
corporate social responsibility berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap manajemen laba, 4) Variabel financial distress, risiko litigasi
dan pengungkapan corporate social responsibility secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
2. Arief dan Ardiyanto (2014) meneliti tentang Pengaruh Pengungkapan
Corporate Social Responsibility Terhadap Manajemen Laba. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pengungkapan
corporate social responsibility terhadap praktik manajemen laba. Hasil
analisis menunjukkan bahwa pengungkapan corporate social
responsibility tidak berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan
positif terhadap manajemen laba.
3. Sodikin (2017) meneliti tentang Pengaruh Dividen, Leverage, Kualitas
Audit dan Arus Kas Bebas Terhadap Manajemen Laba. Penelitian ini
7
4. bertujuan untuk memperoleh bukti mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen laba. Faktor – faktor tersebut terdiri dari
dividen, leverage, kualitas audit dan arus kas bebas. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa dividen berpengaruh signifikan
negatif terhadap manajemen laba, dan leverage berpengaruh signifikan
positif terhadap manajemen laba. Sedangkan kualitas audit dan arus kas
bebas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
5. Elfira (2014) meneliti tentang Pengaruh Kompensasi Bonus Dan
Leverage Terhadap Manajemen Laba. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji: 1) Pengaruh kompensasi bonus terhadap manajemen laba, 2)
Pengaruh leverage terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa (1) Kompensasi bonus berpengaruh terhadap
manajemen laba (2) Leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba.
6. Tala dan Karamoy (2017) meneliti tentang Analisis Profitabilitas dan
Leverage Terhadap Manajemen Laba. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis profitabilitas dan leverage terhadap manajemen laba.
Hasilnya menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh secara
signifikan, dan leverage tidak berpengaruh signifikan pada manajemen
laba.
7. Astuti (2017) meneliti tentang Pengaruh Profitabilitas, Ukuran
Perusahaan, Leverage, Dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh profitabilitas, ukuran
perusahaan, leverage, dan kualitas audit terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba, (2) ukuran perusahaan
berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, (3) leverage
tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, dan (4) kualitas audit tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.
8. Lufita dan Suryani (2018) meneliti tentang Pengaruh Kualitas Audit,
Komite Audit, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba.
8
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
kualitas audit secara simultan maupun parsial terhadap praktik
manajemen laba yang diproksikan dengan ukuran KAP. Pengaruh
komite audit secara simultan maupun parsial terhadap praktik
manajemen laba yang diproksikan dengan frekuensi rapat komite audit.
Pengaruh ukuran perusahaan secara simultan maupun parsial terhadap
praktik manajemen laba yang diproksikan dengan logaritma total aset.
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa secara simultan
Kualitas Audit, Komite Audit dan Ukuran Perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap Manajemen Laba. Hasil penelitian ini menunjukan
hasil uji parsial, Komite Audit dan Ukuran Perusahaan berpengaruh
positif signifikan terhadap Manajemen Laba. Sedangkan Kualitas Audit
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba.
9. Putri dan Titik (2014) meneliti tentang Pengaruh Kepemilikan
Manajerial, Leverage Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen
Laba Pada Perusahaan Food And Beverage. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial, leverage, dan ukuran
perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan perusahaan food
and beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008- 2013.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan
leverage tidak berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba,
ukuran perusahaan tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap
manajemen laba dan kepemilikan manajerial, leverage, ukuran
perusahaan seecara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba.
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitan
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Paramita
et al.
Pengaruh
Financial
Variabel
Independen :
Variabel
Independen : 1) Financial distress
berpengaruh positif dan
9
(2018) Distress,
Risiko
Litigasi dan
Pengungkapa
n Corporate
Social
Responsibilit
y Terhadap
Manajemen
Laba
Pengungkap
an CSR
Variabel
Dependen :
Manajemen
Laba
Financial
Distress,
Risiko Litigasi
signifikan terhadap
manajemen laba, 2) Risiko
Litigasi berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap
manajemen laba, 3)
Pengungkapan corporate
social responsibility
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
manajemen laba, 4)
Variabel financial distress,
risiko litigasi dan
pengungkapan corporate
social responsibility secara
simultan berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba.
2. Arief dan
Ardiyanto
(2014)
Pengaruh
Pengungkapa
n Corporate
Social
Responsibilit
y Terhadap
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Pengungkap
an CSR
Variabel
Dependen :
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Leverage,
Profitabilitas
dan Ukuran
Perusahaan
pengungkapan corporate
social responsibility tidak
berpengaruh signifikan dan
memiliki hubungan positif
terhadap manajemen laba.
3. Sodikin
(2017)
Pengaruh
Dividen,
Leverage,
Kualitas
Audit dan
Arus Kas
Bebas
Terhadap
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Leverage
Variabel
Dependen :
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Dividen,
Kualitas Audit
dan Arus Kas
Bebas
Dividen berpengaruh
signifikan negatif terhadap
manajemen laba, dan
leverage berpengaruh
signifikan positif terhadap
manajemen laba. Sedangkan
kualitas audit dan arus kas
bebas tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba.
4. Elfira
(2014)
Pengaruh
Kompensasi
Bonus Dan
Leverage
Terhadap
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Leverage
Variabel
Dependen :
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Kompensasi
Bonus
(1) Kompensasi bonus
berpengaruh terhadap
manajemen laba
(2) Leverage tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba
5. Tala dan Analisis Variabel Variabel
Profitabilitas berpengaruh
10
Karamoy
(2017)
Profitabilitas
dan Leverage
Terhadap
Manajemen
Laba
Independen :
Profitabilitas
dan
Leverage
Variabel
Dependen :
Manajemen
Laba
Independen :
Pengungkapan
CSR dan
Ukuran
Perusahaan
secara signifikan, dan
leverage tidak berpengaruh
signifikan pada manajemen
laba.
6. Astuti
(2017)
Pengaruh
Profitabilitas,
Ukuran
Perusahaan,
Leverage,
Dan Kualitas
Audit
Terhadap
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Profitabilitas
Ukuran
Perusahaan,
Leverage
Variabel
Dependen :
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Kualitas Audit
(1) profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba, (2) ukuran
perusahaan berpengaruh
negatif signifikan terhadap
manajemen laba, (3)
leverage tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba,
dan (4) kualitas audit tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba.
7. Lufita dan
Suryani
(2018)
Pengaruh
Kualitas
Audit,
Komite
Audit, dan
Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Ukuran
Perusahaan
Variabel
Dependen :
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Kualitas Audit
dan Komite
Audit
Secara simultan Kualitas
Audit, Komite Audit dan
Ukuran Perusahaan
berpengaruh signifikan
terhadap Manajemen Laba.
Hasil uji parsial, Komite
Audit dan Ukuran
Perusahaan berpengaruh
positif signifikan terhadap
Manajemen Laba.
Sedangkan Kualitas Audit
tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap
Manajemen Laba.
8. Putri dan
Titik
(2014)
Pengaruh
Kepemilikan
Manajerial,
Leverage
Dan Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Manajemen
Laba Pada
Perusahaan
Variabel
Independen :
Leverage
Dan Ukuran
Perusahaan
Variabel
Dependen :
Manajemen
Laba
Variabel
Independen :
Kepemilikan
Manajerial
Objek :
Perusahaan
Food And
Beverage
Kepemilikan manajerial dan
leverage tidak berpengaruh
positif signifikan terhadap
manajemen laba, ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
manajemen laba dan
kepemilikan manajerial,
leverage, ukuran perusahaan
11
Food And
Beverage
seecara simultan tidak
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Teori Keagenan
Teori keagenan pertama kali dinyatakan oleh Jensen and
Meckling (dalam Anggraeni dan Hadiprajitno, 2013) menyebutkan
manajer suatu perusahaan sebagai “agent” dan pemegang saham
“principal”. Di dalam teori ini menimbulkan konflik kepentingan antara
agent dan principal karena terdapat keyakinan bahwa masing – masing
individu akan lebih cenderung untuk memaksimalkan keuntungan
pribadinya. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk
menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat.
Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan psikologisnya. Konflik kepentingan semakin meningkat
terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas agent sehari-
hari untuk memastikan bahwa agent bekerja sesuai dengan keinginan
pemegang saham.
Dalam prakteknya manajer (agent) tentunya mengetahui lebih
banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan
perusahaan secara keseluruhan. Sehingga sebagai pengelola, manajer
memiliki kewajiban memberikan informasi mengenai kondisi
perusahaan. Akan tetapi informasi yang disampaikan oleh manajer
terkadang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent.
Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi
yang dimiliki oleh principal dan agent. Ketidakseimbangan informasi
inilah yang disebut dengan asimetri informasi (Widyaningdyah, 2004).
Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara
principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang
12
tidak sebenarnya kepada principal. Asimetri informasi antara
manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba dalam
rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham).
2.2.2 Teori Legitimasi
Teori legitimasi dapat diterapkan pada perusahaan yang
melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility. Dampak yang
ditimbulkan dari aktivitas perusahaan, akan sangat berpengaruh
terhadap masyarakat sekitar, sehingga apa yang dilakukan oleh pihak
perusahaan akan kembali lagi kepada masyarakat. Oleh karena itu,
manajemen perusahaan membutuhkan dukungan dari lingkungan
masyarakat agar perusahaan dapat beroperasi dengan tenang. Dengan
kata lain, perusahaan memerlukan legitimasi dari masyarakat
disekitarnya. Hal ini juga sejalan dengan legitimacy theory yang
dinyatakan oleh Tilt (dalam Haniffa dan Cooke, 2005) menyebutkan
bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk
melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana
perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk
melegitimasi tindakan perusahaan.
Dengan teori ini, perusahaan harus memperhatikan kepentingan
dari berbagai pihak, bukan hanya dari pihak perusahaan saja. Semakin
banyak perusahaan melakukan kegiatan sosial yang memberikan
dampak positif bagi pihak lain membuat manfaat dan kemajuan
tersendiri bagi pihak perusahaan. Sebagai suatu sistem yang
mengedepankan keberpihakan kepada society, operasi perusahaan harus
kongruen dengan harapan masyarakat (Retno dan Priantinah, 2012).
2.2.3 Manajemen Laba
Menurut Sulistyanto (2008) manajemen laba merupakan upaya
manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi
informasi-informasi dalam laporan keuangan untuk mengelola laba
13
dengan tujuan untuk keuntungan pribadi sehingga menyulitkan
stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.
Menurut Schipper dalam Gumanti (2001) earnings management is
disclosure management in the sense of purposeful intervention in
external reporting process, with intent of obtaining some private gain.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen
laba adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh manajer perusahaan
dengan cara mengelola laba atau informasi akuntansi agar jumlah laba
yang tercatat dalam laporan keuangannya sesuai dengan keinginan
manajer.
2.2.4 Pola Manajemen Laba
Menurut Scott (2000) manajemen laba yang dilakukan oleh
manajer perusahaan terbagi menjadi 4 pola manajemen laba, yaitu :
a. Taking a Bath
Taking a bath adalah pola manajemen laba yang dilakukan
dengan cara menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan
menjadi sangat ekstrim rendah atau sangat ekstrim tinggi
dibandingkan dengan laba pada periode sebelumnya atau
sesudahnya. Taking a bath terjadi selama periode adanya
tekanan organisasi atau pada saat terjadinya reorganisasi, seperti
pergantian CEO baru.
Teknik taking a bath mengakui adanya biaya-biaya pada
periode yang akan datang dan kerugian pada periode berjalan
ketika terjadi keadaan buruk yang tidak menguntungkan dan
tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Konsekuensinya,
manajemen menghapus beberapa aktiva, membebankan
perkiraan-perkiraan biaya mendatang. Akibatnya laba pada periode
berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
14
b. Income Minimization
Income minimization adalah pola manajemen laba yang
dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan
periode berjalan lebih rendah daripada laba
sesungguhnya. Income minimization biasanya dilakukan pada saat
profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar
tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil
dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak
berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, pengeluaran R&D,
dan lain-lain.
Cara ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat
tinggi, sehingga jika periode yang akan datang diperkirakan laba
turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode
sebelumnya.
c. Income Maximization
Income Maximization adalah pola manajemen laba yang
dilakukan dengan cara menjadikan laba pada laporan keuangan
periode berjalan lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Income
maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
bonus yang lebih besar, meningkatkan keuntungan, dan untuk
menghindari dari pelanggaran atas kontrak hutang jangka
panjang. Income maximization dilakukan dengan cara
mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya dan
memindahkan biaya untuk periode lain. Dilakukan pada saat laba
menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk
melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang besar.
Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelaggaran
perjanjian hutang
d. Income Smoothing
Income smoothing atau perataan laba merupakan salah
satu bentuk manajemen laba yang dilakukan dengan cara
15
membuat laba akuntansi relatif konsisten (rata atau smooth)
dari periode ke periode. Dalam hal ini pihak manajemen
dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk
mengurangi gejolak dalam pelaporan laba, sehingga perusahaan
terlihat stabil atau tidak berisiko tinggi. Sebagai contoh, ketika
penghasilan saat sekarang relatif rendah, tetapi penghasilan di masa
mendatang diperkirakan relatif tinggi, maka pihak manajer akan
melakukan pemilihan metode akuntansi yang dapat
meningkatkan discretionary accruals pada saat sekarang.
Dampaknya, manajer dalam lingkungan pekerjaan seperti ini
akan meminjam penghasilannya di masa mendatang. Sedangkan
jika pada saat sekarang penghasilan relatif bernilai tinggi, tetapi
penghasilan dimasa mendatang diperkirakan relatif rendah, maka
pihak manajer akan melakukan pemilihan metode akuntansi yang
dapat menurunkan discretionary accruals untuk saat sekarang.
Pihak manajer dengan efektif akan menabung penghasilannnya saat
sekarang untuk kemungkinan penggunaan di masa mendatang.
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena
pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
2.2.5 Pengukuran Manajemen Laba
Manajemen laba diukur dengan menggunakan proksi
discretionary accrual. Akrual diskresioner adalah akrual yang dapat
berubah sesuai dengan kebijakan manajemen, seperti pertimbangan
tentang penentuan umur ekonomis aset tetap atau pertimbangan
pemilihan metode depresiasi. Sedangkan, akrual nondiskresioner adalah
akrual yang dapat berubah bukan karena kebijakan atau petimbangan
pihak manajemen, seperti perubahan piutang yang besar karena adanya
tambahan penjualan secara signifikan.
16
Akrual adalah penjumlahan antara akrual diskresioner dan akrual
nondiskresioner. Akrual merupakan perbedaan laba dengan arus kas
operasi. Makin besar perbedaannya, maka perbedaan itu disebabkan
karena aspek akrual atau kebijakan akuntansi, sedangkan arus kas
operasional hanya berasal dari transaksi kas riil. Makin tinggi nilai
akrual menunjukkan adanya strategi menaikkan laba dan makin minus
nilai akrual menunjukkan adanya strategi menurunkan laba
(Sulistiawan, et al., 2011).
2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba
Berikut ini adalah beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
manajemen laba selain Pengungkapan Corporate Social Responsibility,
Leverage, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan, yaitu :
1. Pertumbuhan Penjualan
Pertumbuhan penjualan menunjukkan peningkatan penjualan dari
tahun ke tahunnya. Jika penjualan dan laba setiap tahun meningkat,
maka pembiayaan dengan utang dengan beban tetap tertentu akan
meningkatkan pendapatan pemilik saham. Sehingga manajer
terdorong untuk melakukan manajemen laba seiring dengan
semakin tingginya pertumbuhan penjualan suatu perusahaan agar
laba perusahaan nampak lebih rendah dari pada laba yang
sesungguhnya diperoleh.
2. Penurunan CAR (Capital Adequacy Ratio)
CAR merupakan rasio kecukupan modal yang menunjukkan
kemampuan bank dalam menutupi penurunan aktiva yang mungkin
terjadi akibat kerugian bank oleh aktiva yang mengandung risiko,
seperti pemberian jasa kredit (Hapsari, 2008).
3. Good Corporate Governance
Good corporate governance (GCG) merupakan seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
17
manajer, kreditur, pemerintah, karyawan dan stakeholders lainnya
agar seimbang hak dan kewajibannya.
4. Arus Kas Bebas
Arus kas bebas merupakan jumlah arus kas diskresioner perusahaan
untuk membeli investasi tambahan, melunasi hutang, membeli
saham treasury, atau hanya untuk menambah likuiditas perusahaan.
5. Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban keuangan jangka pendek, yang merupakan faktor lain
yang ikut berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.2.7 Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut Kim et al. (2012), corporate social responsibility
merupakan pelaporan dari aktivitas tanggung jawab sosial yang umum
bagi investor, pelanggan, dan pihak stakeholder lainnya untuk menuntut
transparansi yang lebih besar mengenai semua aspek bisnis. Secara
umum Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab
sosial ini dapat diartikan sebagai komitmen perusahaan untuk
mempertanggung jawabkan dampak dari operasi perusahaan dalam
aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, serta memastikan aktifitas
operasi perusahaan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat
dan lingkungan sekitarnya.
Perusahaan harus memperhatikan corporate social responsibility
mengingat besarnya pengaruh operasi perusahaan yang terjadi. Jika
suatu perusahaan tidak memperhatikan seluruh aspek yang ada di
sekitarnya seperti karyawan, lingkungan dan sumber daya alam sebagai
satu kesatuan yang saling mendukung, maka tindakan tersebut akan
merusak citra perusahaan dan akan mengakhiri eksistensi perusahaan.
Pengungkapan kegiatan corporate social responsibility dalam
laporan tahunan membuat informasi keuangan yang terdapat pada
laporan keuangan lebih jelas dan transparan. Perusahaan yang
18
bertanggung jawab secara sosial yang memilih dan menerapkan praktek
corporate social responsibility untuk memenuhi harapan para
pemegang saham, cenderung membatasi penggunaan manajemen
labanya sehingga memberikan investor informasi keuangan yang lebih
transparan dan dapat diandalkan.
2.2.8 Leverage
Menurut Harahap (2013) leverage adalah rasio yang
menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap aset, rasio
ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau
pihak luar. Dalam praktiknya, jika suatu perusahaan mempunyai hasil
perhitungan leverage yang tinggi maka hal tersebut berdampak
terhadap laba yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan
untuk membayar bunga pinjaman, apabila laba perusahaan menurun
maka tidak menarik untuk pihak investor, maka tindakan yang mungkin
dapat dilakukan oleh manajer adalah manajemen laba untuk menaikkan
labanya.
2.2.9 Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan menghasilkan laba selama
periode tertentu dengan menggunakan aktiva atau modal, baik modal
secara keseluruhan maupun modal sendiri (Barus, 2013). Semakin
tinggi tingkat profitabilitas suatu perusahaan maka ini menunjukkan
bahwa kinerja perusahaan tersebut baik dan pengawasan berjalan
dengan baik, sedangkan sebaliknya apabila tingkat profitabilitas yang
rendah menunjukkan bahwa kinerja perusahaan kurang baik, dan
kinerja manajemen tampak buruk di mata investor. Perusahaan yang
profitabilitasnya baik jika perusahaan itu dapat memenuhi target laba
yang telah ditetapkan.
19
2.2.10 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat
diklasifikasikan besar dan kecilnya perusahaan dengan berbagai cara,
antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain
(Azlina, 2012). Struktur pendanaan suatu perusahaan dipengaruhi oleh
ukuran perusahaan. Hal ini menyebabkan perusahaan memerlukan dana
yang lebih dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
Ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan
manajemen laba, karena perusahaan besar memiliki aktivitas
operasional yang lebih kompleks dibandingkan perusahaan kecil,
sehingga lebih memungkinkan untuk melakukan manajemen laba.
Perusahaan – perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang
lebih besar untuk melakukan manajemen laba dibandingkan dengan
perusahaan- perusahaan kecil. Kebutuhan pendanaan ini bisa
didapatkan dari investor ataupun kreditor, apabila laba perusahaan besar
rendah maka tidak menarik investor dan kreditor sehingga manajer
memilih melakukan tindakan manajemen laba untuk menaikkan
labanya agar menarik perhatian investor dan kreditor.
2.3 Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Corporate Social Responsibility dengan Manajemen Laba
Hubungan antara corporate social responsibility dengan
manajemen laba dapat dijelaskan melalui teori legitimasi. Perusahaan
yang memiliki komitmen kuat atas corporate social responsibility
untuk mendapatkan legitimasi masyarakat akan membatasi praktik
manajemen laba. Manajemen laba secara etika tidak bisa diterima oleh
kebanyakan orang. Perusahaan yang melakukan pengungkapan
corporate social responsibility lebih banyak akan berdampak pada
kecilnya tindakan manajemen laba yang dilakukan perusahaan itu.
Penelitian Paramita et al. (2018), Chih et al. (2008), Nastiti (2010),
Putri (2012), Lukita (2017), Krisna dan Wirasedana (2015), dan
20
Mahbuby dan Harto (2014) menunjukkan bahwa pengungkapan
corporate social responsibility berpengaruh terhadap manajemen laba.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut.
H1 : Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap manajemen
laba.
2.3.2 Pengaruh Leverage dengan Manajemen Laba
Leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perbandingan antara hutang dan aset. Semakin besar hutang suatu
perusahaan dibandingkan dengan aktivanya, maka semakin besar resiko
yang dihadapi oleh perusahaan. Semakin besar rasio leverage
menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan
terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya
hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan
semakin meningkatnya rasio leverage (dimana beban hutang juga
semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap laba yang
diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar
bunga pinjaman, maka tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh
manajer adalah manajemen laba untuk menaikkan labanya. Penelitian
Sodikin (2017), Utari dan Sari (2016), Astuti et al. (2017), Ramadhani
et al. (2017), Mahawyahrti dan Budiasih (2016), Natasya dan Widadi
(2010), dan Febriarti (2017) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
H2 : Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.3.3 Pengaruh Profitabilitas dengan Manajemen Laba
Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil
diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Dalam
kaitannya dengan manajemen laba, profitabilitas dapat mempegaruhi
manajer untuk melakukan manajemen laba. Karena jika profitabilitas
21
yang didapat perusahaan rendah, umumnya manajer akan melakukan
tindakan manajemen laba untuk menyelamatkan kinerjanya di mata
pemilik. Hal ini berkaitan erat dengan usaha manajer untuk
menampilkan performa terbaik dari perusahaan yang dipimpinnya.
Perusahaan yang memiliki profitabilitas rendah cenderung melakukan
manajemen laba. Manajer cenderung melakukan aktivitas tersebut
karena dengan laba yang rendah atau bahkan menderita kerugian, akan
memperburuk kinerja manajer di mata pemilik dan nantinya akan
memperburuk citra perusahaan di mata publik. Penelitian Tala dan
Karamoy (2017), Agustin dan Hermanto (2016), Sari dan Kristanti
(2015), Amertha (2013), Finola (2016), Perwitasari (2015), Astari dan
Suryanawa (2017), Aprina dan Khairunnisa (2015), dan Kurniawan et
al. (2015) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh secara
signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
H3 : Profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.3.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan dengan Manajemen Laba
Ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan
manajemen laba, karena perusahaan besar memiliki aktivitas
operasional yang lebih kompleks dibandingkan perusahaan kecil,
sehingga lebih memungkinkan untuk melakukan manajemen laba.
Perusahaan – perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang
lebih besar untuk melakukan manajemen laba dibandingkan dengan
perusahaan- perusahaan kecil. Kebutuhan pendanaan ini bisa
didapatkan dari investor ataupun kreditor, apabila laba perusahaan besar
rendah maka tidak menarik investor dan kreditor sehingga manajer
memilih melakukan tindakan manajemen laba untuk menaikkan
labanya agar menarik perhatian investor dan kreditor. Penelitian Lufita
dan Suryani (2018), Astuti (2017), Sutikno (2014), Medyawati dan
Dayanti (2016), Hermanto (2015), Amelia dan Hernawati (2016),
Ramadhan (2018) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
22
signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
H4 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.4 Kerangka Konseptual
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai
pengaruh pengungkapan corporate social responsibility, leverage,
profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba sehingga
rangkaian konseptual dalam penelitian ini seperti diggambarkan di bawah
ini :
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Corporate Social Responsibility
X1
Leverage
X2
Profitabilitas
X3
Ukuran Perusahaan
X4
Manajemen Laba
Y
H1
H2
H3
H4