Post on 08-Mar-2019
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelor
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kelor (Moringa oleifera L)
Menurut Tilong(2011) dalam Hazani (2014) klasifikasi dari tanaman
kelor (Moringa oleifera L) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliopsida
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Brassicales
Suku : Moringaceae
Marga : Moringa
Jenis : Moringa oleifera, L
2.1.2 Deskripsi Tanaman Kelor
Moringa oleifera Lamk atau biasa dikenal dengan sebutan daun kelor
merupakan tanaman perdu dengan tinggi batang 7-11 meter. Batang berkayu getas
(mudah patah), cabang jarang, tetapi mempunyai akar yang kuat. Bunga berbau
semerbak, berwarna putih kekuningan, dan tudung pelepah bunganya berwarna
hijau, sedangkan, buahnya berbentuk segitiga (Widowati, 2014).
Daun Moringa oleifera L mempunyai 8-10 pasang anak daun dengan
arah yang berlawanan terhadap sumbu utama. Anak daun memiliki warna hijau
dan berbentuk elips (tumpul pada apex dan runcing pada pangkal). Bunga kelor
merupakan bunga biseksual (memiliki benang sari dan putik), berwarna putih dan
terletak pada ketiak daun dengan panjang 10-25 cm dan lebar 4 cm. Bunga kelor
berwarna cokelat ketika matang dan memiliki tiga lobus dengan panjang 20-60 cm
setiap buah berisi 12-35 biji (Rahman, 2015).
9
10
Tanaman Moringa oleifera L dapat bertahan dalam musim kering yang
panjang dan tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan tahunan berkisar
antara 250-1500 mm. Meskipun lebih suka tanah kering lempung berpasir atau
lempung, tetapi dapat hidup di tanah yang didominasi tanah liat. Secara umum,
parameter lingkungan yang dibutuhkan tanaman kelor untuk tumbuh dengan baik
adalah iklimtropis atau sub-tropis, ketinggian 0-2000 meter dpl, suhu 25-35°C, pH
tanah 5-9 (Widowati, 2014).
Moringa oleifera L di Indonesia dikenal dengan berbagai nama.
Masyarakat Sulawesi menyebutnya kero, wori, kelo atau keloro. Orang Madura
menyebutnya maronggih. Di Sunda dan Melayu disebut kelor. Di Aceh disebut
murong. Di Ternate dikenal sebagai kelo. Di Sumbawa disebut kawona.
Sedangkan orang-orang Minang mengenalnya dengan namamunggai
(Hardiyanthi, 2015).
Menurut Simbolan (2007) dalam Hardiyanthi (2015)budidaya Moringa
oleifera L di dunia Internasional merupakan program yang sedang digalakan.
Terdapat beberapa julukan untuk pohon kelor, diantaranya The Miracle Tree, Tree
for Life, dan Amazing Tree. Julukan tersebut muncul karena bagian pohon kelor
mulai dari daun, buah, biji, bunga, kulit batang, hingga akar memiliki mafaat yang
luar biasa. Tanaman kelor tidak memerlukan perawatan yang intensif, tahan
terhadap musim kemarau dan mudah dikembangbiakkan.
11
2.1.3 Kandungan Daun Moringa oleifera L
Zat-zat yang terkandung dalam daun Moringa oleifera L sangat berguna
bagi tubuh manusia. Menurut hasil penelitian, daun kelor ternyata mengandung
vitamin A, vitamin C, vitamin B, kalsium, kalium, besi dan protein dalam jumlah
sangat tinggi yang mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia
(Radiyanthi, 2015). Daun Moringa oleifera L memiliki kandungan kalsium yang
lebih banyak daripada susu, lebih banyak zat besi daripada bayam, lebih banyak
protein daripada telur dan lebih banyak kalium daripada pisang. Zat lain yang
sudah diidentifikasi dalam daun kelor antara lain: senyawa polifenol (asam galat,
asam klorogenat, asam elegat, asam ferulat, kuersetin, kaempferol,
proantosianidin dan vanilin), vitamin E, β-karoten, zink dan selenium (Rahman,
2015).
Daun Moringa oleifera Lmerupakan salah satu tanaman yang kaya akan
vitamin dan mineral. Pada Tabel 2.1 akan dijelaskan komposisi vitamin dalam
setiap 100 gram daun Moringa oleifera L. Komposisi vitamin tersebut antara lain
vitamin A, B1, B2, B3, B6, dan C.
Tabel 2.1 Komposisi Vitamin dalam Daun Moringa oleifera L
No. Vitamin Kebutuhan
(/hari)
Kandungan
(/100gr)
Kegunaan
1. Vitamin A 500-600 µg 378 µg Berguna untuk pembentukan sel
batang dan kerucut pada mata,
menjaga integritas epitel.
2. Vitamin B1 1,1-1,2 mg 0,257 µg Berperan dalam metabolisme
karbohidrat dan protein, menjaga
fungsi normal sel saraf.
3. Vitamin B2 1,1-1,3 mg 0,66 mg Berpartisipasi dalam reaksi redoks
pada metabolisme.
4. Vitamin B3 1,1-1,3 mg 2,22 mg Berperan dalam respirasi
intraseluler dan sintesis asam lemak
dan steroid melalui jalur pentose
fosfat.
5. Vitamin B6 14-16 mg 1,2 mg Hasil fosforilasi dari B6 bertindak
12
sebagai koenzim dalam
metabolisme asam amino.
6. Vitamin C 45 mg 51,7 mg Diperlukan dalam pembentukan
kolagen, absorbs dari zat besi dan
perbaikan jaringan.
Komposisi mineral dalam 100 gram daun Moringa oleifera L dapat
dilihat pada Tabel 2.2. Mineral tersebut antara lain kalsium, besi, magnesium,
fosfor, kalium, natrium dan zink.
Tabel 2.2 Komposisi Mineral dalam Daun Moringa oleifera L
No. Mineral Kebutuhan
(/hari)
Kandungan
(/100gr)
Kegunaan
1. Kalsium 1000 mg 185 mg Berperan dalam pertumbuhan
tulang dan gigi, kontraksi otot dan
pembekuan darah.
2. Besi 8 mg (pria)
18 mg (wanita)
4 mg Berperan sebagai carrier oksigen
dalam eritrosit dan sebagai media
transport elektron dalam sel.
3. Magnesium 400-420 mg
(pria)
310-320 mg
(wanita )
147 mg Berperan dalam kontraksi otot,
sebagai kofaktor enzim dalam
pembentukan energi, sintesis
protein, sintesis DNA dan RNA,
mengatur potensial listrik dari sel
saraf dan membran sel.
4. Fosfor 700 mg 112 mg Berperan dalam pembentukan
tulang dan gigi.
5. Kalium 4700 mg 337 mg Menjaga keseimbangan cairan
tubuh. Berperan dalam
transmisiimpuls saraf dan
kontraksi otot.
6. Natrium 1500 mg 9 mg Menjaga keseimbangan air dan
elektrolit.
7. Zink 11 mg (pria)
8 mg (wanita)
0,6 mg Sebagai salah satu komponen
enzim dalam proses sintesis dan
degradasi dari karbohidrat, lipid,
protein dan asam nukleat. Zink
juga berperan dalam menjaga
integritas membran sel.
Daun Moringa oleifera L mengandung sejumlah asama amino. Asam
amino yang terkandung diduga mampu meningkatkan sistem imun. Asam amino
dalam tubuh akan mengalami biosintesa protein, dari 20 macam asam amino yang
13
ada yakni 19 asam amino α-L-amino dan satu asam L-iminodapat disintesa
menjadi 50.000 lebih protein yang bersamadengan enzim berperan dalam
mengontrol aktivitas kimia antibodi untuk mencegah berbagai macam penyakit
(Hardiyanthi, 2015). Daun Moringa oleifera L juga mengandung flavonoid yang
berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menjaga terjadinya oksidasi sel tubuh.
Selain itu, kandungan minyak atsiri dan flavonoid yang terdapat pada daun dapat
mencegah peroksidasi lemak (Widowati, 2014).
2.1.4 Antioksidan pada Moringa oleifera L
Antioksidan adalah suatu senyawa atau komponen kimia yang dalam
kadar atau jumlah tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan
akibat proses oksidasi. Secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa
pemberi elektron (elektron donor). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah
senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak negatif oksidan.
Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa
yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat
dihambat. Antioksidan dibutuhkan oleh tubuh untuk melindungi tubuh dari
serangan radikal bebas (Sayuti & Yenrina, 2015).
Menurut Winarsi (2007) dalam Hardiyanthi (2015) berdasarkan
fungsinya, antioksidan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu antioksidan
primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer berfungsiuntuk mencegah
terbentuknya radikal bebas baru. Antioksidan yang ada dalam tubuh adalah enzim
superoksida dismutase (SOD) yang dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam
tubuh akibat serangan radikal bebas. Antioksidan sekunder berfungsi untuk
menangkal radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak
14
terjadi kerusakan yang lebih besar, misalnya vitamin C, vitamin E, Cod Liver Oil,
Virgin Coconut Oil dan betakaroten. Antioksidan tersier berfungsi untuk
memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena radikal bebas, yang termasuk
dalam kelompok ini adalah enzim, misalnya metionin sulfoksida reduktase yang
dapat memperbaiki DNA pada penderita kanker.
Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif. Stres oksidatif
adalah kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas yang ada dengan
jumlah antioksidan di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan senyawa yang
mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan dalam orbitalnya,
sehingga bersifat sangat reaktif dan mampu mengoksidasi molekul di sekitarnya
(lipid, protein, DNA, dan karbohidrat). Antioksidan bersifat sangat mudah
dioksidasi, sehingga radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi
molekul lain dalam sel dari kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau
oksigen reaktif (Werdhasari, 2014).
Antioksidan merupakan senyawa yang terdapat secara alami dalam bahan
pangan. Senyawa ini berfungsi untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan
yang disebabkan terjadinya reaksi oksidasi lemak atau minyak yang sehingga
bahan pangan yang berasa dan beraroma tengik. Sayuran dan buah-buahan
merupakan sumber antioksidan penting, dan telah dibuktikan bahwa pada orang
yang hanya mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan memiliki resiko yang lebih
rendah menderita penyakit kronis dibandingkan dengan yang kurang
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan (Sayuti & Yenrina, 2015).
Tanaman Moringa oleifera L mempunyai banyak sekali manfaat, yaitu
sebagai antibiotik, antispasmodic, anitripanosomal, antiulkus, aktivitas hipotensif,
15
antiinflamasi dan dapat menurunkan kolesterol. Tanaman kelor juga memiliki
kandungan fenolik yang terbukti efektif berperan sebagai antioksidan. Efek
antioksidan yang dimiliki tanaman kelor memiliki efek yang lebih baik daripada
vitamin E secara in vitro dan menghambat peroksidasi lemak dengan cara
memecah rantai peroxyl radical. Fenolik juga secara langsungmenghapus reactive
oxygen species (ROS) seperti hidroksil, superoksida dan peroksinitrit (Chunmark
et al., 2007 dalam Hardiyanthi, 2015).
Moringa oleifera L terutama daunnya, mengandung antioksidan yang
tinggi. Beberapa senyawa bioaktif utama fenoliknya merupakan grup flavonoid
seperti kuersetin, kaempferol dan lain-lain. Kuersetin merupakan antioksidan kuat
yang kekuatannya 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin Cdan
vitamin E yang dikenal sebagai vitamin potensial (Sutrisno, 2011). Antioksidan di
dalam daun kelor mempunyai aktivitas menetralkan radikal bebas sehingga
mencegah kerusakan oksidatif pada sebagian besar biomolekul dan menghasilkan
proteksi terhadap kerusakan oksidatif secara signifikan (Hardiyanthi, 2015).
Empat kelompok senyawa yang tergolong antioksidan alami yang sangat
penting adalah vitamin E, vitamin C, senyawa tiol dan flavonoid (Hardiyanthi,
2015). Kandungan vitamin C dalam daun kelor lebih tinggi jika dibandingkan
dengan jeruk dan jambu biji. Purwantaka (2005) dalam Hazani (2014)
menyatakan bahwa vitamin C mampu menangkap radikal bebas hidroksil. Hal ini
dikarenakan vitamin C memiliki gugus pendonor elektron berupa gugus enadiol.
Vitamin C disebut sebagai antioksidan, karena dengan elektron yang didonorkan
itu dapat mencegah terbentuknya senyawa lain dari proses oksidasi dengan
melepaskan satu rantai karbon. Namun setelah memberikan elektron pada radikal
16
bebas, vitamin C akan teroksidasi menjadi semidehydroascorbut acid atau radical
ascorbic yang relatif stabil (Muchtadi (2008) dalam Hazani(2014). Dalam
metabolisme, asam askorbat akan kehilangan 2 elektron hidrogen yang akan
menghasilkan dehydroaskorbat (DHA) yang dapat memicu terjadinya askorbat
radikal bebas (AFR). Vitamin C memiliki kemampuan untuk menangkal radikal
bebas dengan mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada hati dan jaringan
(Kamilatussaniah, dkk., 2015).
Gambar 2.1 Struktur kimia vitamin C (Wetipo, dkk., 2013)
β-karoten merupakan salah satu karotenoid larut lemak yang merupakan
pro-vitamin A yang esensial bagi fungsi penglihatan. β-karoten juga mempunyai
fungsi sebagai antioksidan yang kuat dan merupakan penghancur singlet oxygen
(oksigen dengan reaktivitas tinggi) (Rahman, 2015). Selain itu β-karoten juga
mampu berperan dalam menghentikan reaksi berantai dari radikal bebas dan dapat
melindungi jaringan yang kaya akan lemak terhadap peroksidasi lipid. Mekanisme
β-karoten sebagai antioksidan terjadi secara tidak langsung, yaitu dengan
melakukan perlindungan membran sel serta menjaga integritas membran sel
dengan radikal bebas, oleh karena itu peroksidasi lipid pada membran sel dapat
dicegah (Kamilatussaniah, dkk., 2015).
17
Gambar 2.2 Struktur kimia β-karoten (Wetipo, dkk., 2013)
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang paling banyak ditemukan
pada tumbuhan dengan aktivtas antioksidan. Flavonoid bertindak sebagai
scavenger terhadap radikal bebas (Rahman, 2015). Flavonoid mempunyai
kemampuan untuk mencegah radikal bebas dan dapat juga menstabilkan ROS
yang dapat berikatan dengan radikal bebas penyebab penyakit degeneratif dengan
cara menonaktifkan radikal bebas (Wetipo, 2013). Flavonoid mampu
mendonorkan satu atom hidrogen dari gugus hidroksil (OH) fenolik pada saat
bereaksi dengan radikal bebas (Kamilatussaniah, dkk., 2015).
Flavanoid(OH) + R* Flavanoid (O*) + RH. (Proses Penangkal)
Gambar 2.3 Struktur kimia flavonoid (Wetipo, dkk., 2013)
Moringa oleifera L juga mengandung 46 antioksidan kuat lainnya, antara
lain: vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin K, vitamin B (Cholin), vitamin B1
(Thiamin), vitamin B2 (Riboflavin), vitamin B3 (Niacin), vitamin B6, alanin, alfa-
karoten, arginin, beta-karoten, beta-sitosterol, asam kaffeooilkuinat, kampesterol,
karotenoid,klorofil, kromium, delta-5-avenasterol, delta-7-avenasterol, glutation,
histidin, asam aseta indol, indoleasetonitril, kaempferal, leucine, lutein, metionin,
asam miristat, asam palmitat, prolamin, prolin, kuersetin, rutin, selenium, treonin,
18
triptofan, xantin, xantofil, zeatin, zeasantin, zinc (Kurniasaih, 2013 dalam
Hardiyanthi, 2015).
2.2 Tikus Putih (Rattus norvegicus)
2.2.1 Klasifikasi Rattus norvegicus
Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Krinke (2000) dalam
Larasaty (2013) adalah:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : norvegicus
2.2.2 Deskripsi Rattus norvegicus
Tikus putih yang memiliki nama ilmiah Ratus novergicus adalah hewan
coba yang sering dipakai untuk penelitian. Hewan ini termasuk hewan nokturnal
dan sosial.Rattus norvegicus banyak digunakan sebagai hewan coba karena
hewan ini mempunyai respon yang cepat serta dapat memberikan gambaran
secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia maupun hewan lainnya.
Tikus sebagai hewan omnivora (pemakan segala) biasanya mau
mengkonsumsi semua makanan yang dapat dimakan manusia. Kebutuhan pakan
bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya,
jika pakan tersebut berupa pakan kering. Hal ini dapat pula ditingkatkan sampai
15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah.
Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari kira-kira 15-30 ml air. Jumlah ini dapat
berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah mengandung banyak air. Tingkat
19
konsumsi dipengaruhi oleh temperatur kandang, kelembaban, kesehatan dan
kualitas makanan itu sendiri (Susanti, 2015).
Wolfenshon and Lloyd (2013) menyatakan bahwa berat tikus jantan
dewasa yaitu 450-520 gram sedangkan berat 250-300 gram berlaku pada tikus
betina. Tikus jantan lebih berat dibanding tikus betina pada semua kelompok
umur serta terjadinya perubahan bobot organ (ginjal, hati, paru, dan limpa), nilai
hematologi, nilai biokimia darah (AST dan ALT) seiring dengan bertambahnya
umur tikus.
2.3 Ginjal
2.3.1 Deskripsi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, berjumlah
sepasang, berwarna merah, terletak diantara pelvis dan berada diantara peritoneum
dan dinding posterior abdomen. Ginjal merupakan organ retroperitoneal karena
terletak di belakang peritoneum. Ginjal terletak diantara vertebrae thoracalis XII
dan vertebrae lumbalis III. Ginjal kanan terletak lebih rendah daripada ginjal kiri
karena terdapat hepar yang menempati ruang ginjal kanan. Ginjal juga dibungkus
oleh tiga lapisan jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan
pada lapisan kedua adalah adipose dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga
lapisan jaringan tersebut berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi
ginjal (Rahman, 2015).
Pada orang dewasa ginjal memiliki panjang 10-12 cm dan lebar 5-7 cm
dengan ketebalan 3cm dan memiliki masa 135-150 g. Cekungan pada ginjal
menghadap ke vertebra. Di dekat cekungan tersebut, terdapat suatu lekukan ke
dalam yang disbut hilus renalis. Hilus renalis menjadi tempat keluarnya ureter,
20
bersama dengan pembuluh darah, vasa limfatika dan serabut saraf (Tortora dan
Derrickson, 2011 dalam Rahman, 2015).
Gambar 2.4 Struktur Ginjal (Zulfiani, 2013)
Secara histologi ginjal terdiri atas tiga unsur utama, yaitu (1) Glomerulus,
yakni suatu gulungan pembuluh darah kapiler yang masuk melalui aferen, (2)
Tubuli sebagai parenkim yang bersama glomerulus membentuk nefron, suatu unit
fungsional terkecil dari ginjal, dan (3) Interstisium berikut pembuluh-pembuluh
darah, limfe dan syaraf (Simatupang, 2013).
Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron dan
tiap nefron dapat membentuk urin sendiri, pada dasarnya nefron terdiri dari:
a. Suatu glomerulus dimana cairan difiltrasikan
b. Suatu tubulus panjang dimana cairan yang difiltrasikan diubah menjadi
urin dalam perjalanannya ke pelvis ginjal.
Dari segi anatomis, ginjal laki-laki lebih panjang jika dibandingkan dengan ginjal
perempuan (Doloksaribu, 2008).
21
2.3.2 Gambaran Histologis Ginjal
1) Nefron
Nefron merupakan unit fungsional terkecil dari ginjal. Nefron terdiri
dari 2 bagian yaitu korpuskulum renalis dan tubulus renalis. Dua komponen
dari korpuskulum renalis yaitu glomerulus dan kapsula glomerulus (bowman).
Plasma mengalami filtrasi di glomerulus dan kemudian cairan filtrasi berjalan
di dalam tubulus renalis. Tubulus renalis tersusun atas 3 bagian yaitu tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal. Urin dari
tubulus kontortus distal kemudian berlanjut ke tubulus kolektivus. Beberapa
tubulus kolektivus kemudian bersatu menjadi duktus papilaris, yang kemudian
akan berlanjut sebagai kaliks minor (Tortora (2011) dalam Rahman (2015).
Pada nefron, lengkung Henle menghubungkan tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distal. Bagian pertama dari lengkung Henle
yang masuk ke dalam medulla renalis disebut lengkung Henle descendens.
Lengkung Henle descendens kemudian berbelok dan kembali ke korteks
renalis sebagai lengkung Henle ascendens(Rahman, 2015).
Sekitar 80-85% nefron dalam tubuh manusia merupakan nefron
kortikal. Korpuskulum renalis nefron kortikal terletak di bagian luar dari
korteks renalis dan mempunyai lengkung Henle yang pendek. Sebagian besar
dari lengkung Henle terletak di korteks renalis dan hanya menembus medulla
renalis bagian luar (Rahman, 2015).
2) Kapsula Bowman
Kapsula Bowman memiliki 2 lapisan yaitu lapisan visceral dan
parietal. Lapisan visceral tersusun atas modifikasi sel epitel skuamus
22
simpleks yang podosit. Juluran dari podosit (pedikel) menyelubungi selapis
sel endotel pada kapiler glomerulus. Lapisan parietal Kapsula Bowman
tersusun atas sel epitel skuamus simpleks. Di antara lapisan visceral dan
parietal terdapat ruang Bowman yang akan menjadi tempat berjalannya cairan
hasil filtrasi dari glomerulus (Tortora dan Derrickson, 2011).
3) Tubulus renalis dan duktus kolektivus
Tubulus renalis terdiri dari tubulus kontortus proksimal, lengkung
Henle, dan tubulus kontortus distal. Menurut Tortora dan Derrickson (2011)
pada tubulus kontortus proksimal, dinding selnya berupa epitel kuboid
simpleks dengan penonjolan brush border pada sisi apikalnya. Mikrovili ini
berfungsi untuk memperluas area reabsorpsi dan sekresi. Tubulus kontortus
proksimal panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku (Sloane, 1994).
Tubulus kontortus distal terletak setelah ansa Henle yang terdapat
pada bagian kortek yang membentuk kumparan erat. Tubulus kontortus distal
lebih pendek dibandingkan dengan tubulus kontortus proksimal (Irene, 2013).
Tubulus distal memiliki saluran dengan lumen bulat dan teratur, terdiri dari 5
atau lebih sel kuboid simpleks/kolumner rendah, batas sel mulai dapat dilihat,
sitoplasmanya pucat.
Dinding sel dari lengkung Henle descenden dan lengkung Henle
ascenden tipis berupa sel epitel skuamus simplek. Sedangkan dinding sel
lengkung Henle ascenden tebal tersusun atas sel epitel kuboid simpleks atau
kolumner pendek (Tortora dan Derrickson, 2011).
Dinding tubulus kontortus distal dan duktus kolektivusdisusun oleh sel
epitel kuboid simpleks pada bagian akhir dari tubulus kontortus distal
23
terdapat 2 jenis sel tambahan yaitu principal cell (chief cell) dan sel
interkalaris. Chief cell berfungsi sebagai reseptor dari hormon antidiuretik
(ADH) dan aldosteron sedangkan sel interkalaris berfungsi dalam pengaturan
kadar pH darah. Duktus kolektivus kemudian berlanjut ke duktus papillaris
yang dilapisi epitel kolumner simpleks (Tortora dan Derrickson, 2011).
Gambar 2.5 Gambaran Mikroskopis Korteks Ginjal (Eroschenko, 2008)
2.3.3 Fungsi Ginjal
Beberapa fungsi dari ginjal menurut Doloksaribu (2008) antara lain:
1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun
2. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan tubuh
3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa cairan tubuh
4. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam
tubuh seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida dan ion hidrogen yang
cenderung terkumpul di dalam tubuh dalam jumlah berlebihan
5. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum,
kreatinin, amoniak, asam urat dan garam-garam asam urat
24
Mengatur aktivitas metabolik: hormon, glukoneogenesis.
2.3.4 Gangguan Fungsi Ginjal Akibat Toksikan
Ginjal merupakan salah satu organ yang rentan terhadap stress oksidatif
karena ginjal memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang besar. Semua
bagian nefron secara potensial dapat dirusak oleh toksikan. Beberapa bagian dari
ginjal seperti endotel dan sel otot polos pembuluh darah, endotel dan sel
mesangial pada glomerulus dan sel pada tubulus ginjal (proksimal, distal maupun
kolektivus) mampu menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS). Efeknya
bervariasi mulai dari satu perubahan biokimia atau lebih sampai kematian sel, dan
efek ini dapat muncul sebagai perubahan kecil pada fungsi ginjal atau gagal ginjal.
Pada kerusakan ginjal terdapat beberapa mekanisme yang terjadi, antara lain jalur
sitokrom P450, aktivitas enzim prostaglandin synthetase dan enzim N-deasetilase
(Rahman, 2015).
Tubulus proksimal merupakan bagian yang paling sering mengalami
kerusakan karena paparan zat nephrotoxic. Kadar toksikan pada tubulus proksimal
lebih tinggi disebabkan karena terjadinya absorpsi sekitar 60%-80% dan sekresi
aktif hasil filtrasi glomerulus (Sari, 2010). Selain itu pada tubulus proksimal kadar
sitokrom P450 lebih tinggi yaitu untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan
toksikan, sehingga sering merupakan sasaran efek toksik (Dalimunthe, 2009).
Nefrotoksisitas pada tubulus kontortus distal umumnya berupa kristaluria dan
nekrosis papilla ginjal. Hal ini terkait dengan fungsi tubulus distal dalam
mengatur keseimbangan air, elektrolit, dan asam basa (Irene, 2013). Selain itu
kerusakan pada tubulus ginjal akibat zat nefrotoksik dapat diamati melalui
25
penyempitan yang terjadi pada tubulus kontortus proksimal, nekrosis sel epitel
dan adanya hialin cast pada tubulus distal.
Kata hialin biasanya merujuk pada perubahan dalam ruang ekstrasel
yang menghasilkan gambaran merah muda, homogen, dan mirip kaca pada
sediaan histologi yang dipulas dengan hematoksilin dan eosin. Kata hialin ini
digunakan secara luas sebagai istilah histologi deskriptif dan bukan suatu penanda
spesifik cedera sel. Hialin cast adalah massa amorf merah muda yang terdapat
dalam lumen tubulus (Siahaan, 2016). Terjadinya perubahan warna dapat
disebabkan beragam kelainan. Penimbunan intrasel protein seperti eosinofilik
dapat disebabkan beberapa hal diantaranya terjadinya kebocoran protein yang
melalui filter glomerulus yang dapat meningkatkan terjadinya reabsorbsi protein
dalam vesikel. Vesikel-vesikel ini kemudian menyatu dengan lisosom membentuk
fagolisosom yang tampak sebagai hialin merah muda pada tubulus. Proses ini
bersifat reversibel (Kumar (2010) dalam Irene (2013).
Gambar 2.6 Gambaran Mikroskopik pada Ginjal yang
Menunjukkan Adanya Hialin cast
Hialin cast terbentuk pada tempat yang kosong di dalam lumen tubular.
Hanya terbentuk dalam tubulus distal yang rumit atau saluran pengumpul (nefron
26
distal). Hialin mempunyai tekstur yang lembut dan indeks bias yang sangat dekat
dengan cairan yang ada di sekitarnya. Selain itu hialin cast juga mempunyai ciri
yaitu tidak berwarna, homogen dan transparan dengan ujung membulat. Silinder
hialin atau silinder protein terdiri dari mucoprotein (protein Tamm-Horsfall) yang
dikeluarkan oleh sel-sel tubulus. Silinder hialin umumnya panjang, tampak seperti
kaca buram, dapat berisi lemak, biasanya didapat pada keadaan proteinuria,
dehidrasi atau kerja latihan berat. Adanya silinder ini tidak menunjukkan suatu
keadaan patologis.
Sel epitel pada tubulus mempunyai kemampuan untuk melakukan
perbaikan selnya sendiri. Apabila terpapar zat toksik, sel-sel yang tidak rusak
dapat mengkompensasi kerusakan dengan hipertrofi, adaptasi, dan proliferasi sel
kemudian dilanjutkan dengan re-epitelisasi. Akan tetapi zat toksik dengan dosis
tertentu yang terakumulasi pada sel epitel akan menyebabkan terganggunya proses
perbaikan sel, migrasi, dan proliferasi sehingga sel tidak dapat mengkompensasi
kerusakan. Hal inilah yang mengakibatkan jumlah tubulus yang mengalami
kerusakan meningkat sebanding dengan peningkatan lama paparan timbal yang
diberikan (Sari, 2010).
2.4 Timbal
2.4.1 Pengertian Timbal
Timbal merupakan bahan kimia yang termasuk dalam kelompok logam
berat. Timbal merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak
bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami maupun
buatan. Menurut Palaar (1994) dalam Naria (2005) logam berat merupakan bahan
kimia golongan logam yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh tubuh, dimana jika
27
masuk ke dalam tubuh organisme hidup dalam jumlah yang berlebihan akan
menimbulkan efek negatif dan gangguan kesehatan.
Raharjo (2006) menambahkan bahwa timbal adalah salah satu jenis
logam berat yang berasal dari kerak bumi karena proses alam dan penambangan
menyebabkan timbal dapat dijumpai pada ekosistem makhluk hidup. Logam
timbal banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari dari kosmetik sampai bahan
bakar kendaraan bermotor. Jalur masuknya timbal ke dalam tubuh manusia dapat
melalui saluran pencernaan lewat makanan dan minuman, hirupan asap kendaraan
bermotor serta hasil industri dan melalui penyerapan kulit.
Timbal merupakan metal yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia
yang berlangsung seumur hidup karena timbal berakumulasi dalam tubuh
manusia. Dalam kasus paparan polusi timbal dalam dosis rendah sekalipun
ternyata dapat menimbulkan gangguan pada tubuh tanpa menunjukkan gejala
klinik (Muliyadi, dkk., 2015). Toksisitas timbal pada kesehatan manusia
mempunyai pengaruh yang luas, dari gangguan syaraf, gangguan metabolisme
tulang sampai kerusakan ginjal dan gangguan fungsi hati (Setiawan, 2012).
2.4.2 Mekanisme Pembentukan Radikal Bebas Akibat Timbaldan Efeknya
Terhadap Ginjal
Menurut Winarti (2010), radikal bebas adalah atom, molekul atau
senyawa yang dapat berdiri sendiri yang mempunyai elektron tidak berpasangan,
oleh karena itu bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Elektron yang tidak
berpasangan selalu berusaha untuk mencari pasangan baru, sehingga mudah
bereaksi dengan zat lain (protein, lemak maupun DNA) dalam tubuh.
Radikal bebas menyebabkan kerusakan sel dengan tiga cara , yaitu:
28
1. Peroksidasi komponen lipid dari membran sel dan sitosol. Menyebabkan
serangkaian reduksi asam lemak (otokatalisis) yang mengakibatkan
kerusakan membran dan organel sel.
2. Kerusakan DNA.
Kerusakan DNA ini dapat mengakibatkan mutasi DNA bahkan dapat
menimbulkan kematian sel.
3. Modifikasi protein teroksidasi oleh karena terbentuknya cross
linkingprotein, melalui mediator sulfidril atas beberapa asam amino labil
seperti sistein, metionin, lisi dan histidin (Sayuti dan Yenrina, 2015).
Radikal diproduksi dalam sel yang secara umum melalui reaksi
pemindahan elektron, menggunakan mediator enzimatik atau non enzimatik.
Produksi radikal bebas dalam sel terjadi secara rutin maupun sebagai reaksi
terhadap rangsangan secara rutin adalah enzim superoksidase yang dihasilkan
melalui aktifasi fagosit dan reaksi katalisa seperti ribonukleotidareduktase. Sedang
pembentukan melalui rangsangan adalah kebocoran superoksida, hydrogen
peroksida dan kelompok oksigen reaktif (ROS) lainnya. Pada keadaan normal
sumber kebocoran utama adalah kebocoran pada rantai transport elektron. Apabila
tidak ada keseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan maka akan
terjadi suatu keadaan yang disebut stress oksidatif. Stress oksidatif adalah suatu
keadaan dimana tingkat kelompok oksigen reaktif (ROS) yang toksik melebihi
pertahanan antioksidan endogen,mengakibatkan kelebihan radikal bebas yang
bereaksi dengan lemak, protein dan asam nukleat seluler sehingga terjadi
kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu (Setiawan, 2014).
29
Toksisitas timbal menimbulkan radikal bebas dengan melalui dua cara
yaitu: 1. Pembentukan reactive oxygen species (ROS) seperti hidroperoksida,
singlet oxygen dan hidrogen peroksida 2. Secara langsung menurunkan
ketersediaan antioksidan tubuh. Masuknya timbal ke dalam tubuh akan
mempengaruhi fungsi kemampuan darah untuk membentuk hemoglobin,
gangguan sistem syaraf, anemia serta terjadinya kerusakan pada hepar dan ginjal
(Ardiyanto, 2005). Timbal masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan
saluran pencernaan. Timbal akan masuk ke dalam tubuh kemudian akan berikatan
dengan eritrosit pada darah. Kemudian akan ikut aliran darah menuju berbagai
organ salah satunya ginjal. Meskipun ginjal mengisi kurang dari 1% massa tubuh,
tetapi organ ini menerima sekitar 25% cardiac output. Jadi jumlah yang signifikan
dari substansi kimia eksogen dan/atau metabolitnya dibawa ke ginjal (Sudjarwadi,
2013).
Di dalam ginjal terjadi proses filtrasi di glomerulus dan proses reabsorpsi
di tubulus proksimal. Tubulus proksimal akan mereabsorpsi sekitar 60-80% hasil
filtrasi dari glomerulus. Di dalam tubulus terdapat sitokrom P450 yang berfungsi
membantu proses metabolisme zat asing (xenobiotik) (Rahman, 2015). Akibat
dari banyaknya zat toksik yang ikut aliran darah menyebabkan kenaikan produksi
ROS (Reactive Oxygen Species) dan menurunkan jumlah glutation. Struktur
glutation (GSH) terdiri atas gugus karboksil asam amino, gugus sulfihidril, serta
dua ikatan peptida sebagai situs reaksi dengan logam. Gugus fungsional –SH
merupakan gugus terpenting yang dapat mengikat logam, terutama pengikatan
dengan logam berat yang masuk dalam tubuh. Glutation reductase (GR)
merupakan enzim yang berfungsi untuk mengubah gluthattion disulfide (GSSG)
30
menjadi GSH. Timbal sangat reaktif berikatan dengan gugus –SH, terjadinya
ikatan timbal dengan gugus SH menyebabkan terjadinya penurunan biosintesis
GR, sehingga kadar GSH menurun (Kamilatussaniah, dkk. 2015). Keadaan inilah
yang menyebabkan terkadinya stress oksidatif.
Stres oksidatif adalah suatu keadaan dimana tingkat kelompok oksigen
reaktif (ROS) yang toksik melebihi pertahanan antioksidan endogen,
mengakibatkan kelebihan radikal bebas yang bereaksi dengan lemak, protein dan
asam nukleat seluler sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu.
Kerusakan pada ginjal biasanya terjadi pada tubulus proksimal, yaitu berupa
pembengkakan sel-sel penyusun epitel yang kemudian dapat menyebabkan
penyempitan atau penutupan lumen tubulus proksimal dan adanya hialin cast pada
distal.
2.5 Pengembangan Hasil Penelitian Menjadi Sumber Belajar
Suatu penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar harus melalui
kajian proses dan identifikasi hasil penelitian. Agar dapat digunakan sebagai
sumber belajar, maka penelitian tersebut dapat ditinjau dari kajian proses dan hasil
penelitian. Proses kajian penelitian berkaitan dengan pengembangan keterampilan
sedangkan hasil penelitiannya berupa fakta dan konsep (Munajah, 2015).
2.5.1 Syarat Hasil Penelitian Menjadi Sumber Belajar
Menurut Suhardi (2007) dalam Munajah (2015), syarat hasil penelitian
dapat dijadikan sumber belajar yaitu:
1. Kejelasan potensi
Besarnya potensi suatu objek dan gejalanya untuk dapat diangkat sebagai
sumber belajar terhadap permasalahan biologi berdasarkan konsep kurikulum.
31
Potensi suatu objek sendiri ditentukan oleh ketersediaan objek dan permasalahan
yang dapat diungkap untuk menghasilkan fakta-fakta dan konsep-konsep dari
hasil penelitian yang harus dicapai dalam kurikulum. Kejelasan potensi
ditunjukkan oleh ketersediaan objek dan ragam permasalahan yang dapat
diungkapkan dalam penelitian ini.
2. Kesesuaian dengan tujuan
Kesesuaian yang dimaksud adalah hasil penelitian dengan kompetensi
dasar (KD) yang tercantum berdasarkan kurikulum 2013 pada materi Struktur
dan Fungsi Sel Penyusun Jaringan Epitel pada Sistem Ekskresi
3. Kejelasan sasaran
Sasaran kejelasan penelitian ini adalah objek dan subjek penelitian.
Sasaran objek atau sasaran pengamatan adalah menganalisis struktur dan fungsi
sel penyusun jaringan epitel pada sistem ekskresi, sasaran subjek atau sasaran
diperuntukkan adalah siswa SMA kelas XI.
4. Kejelasan informasi yang diungkap
Kejelasan informasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari 2 aspek yaitu
proses dan produk penelitian yang disesuaikan dengan kurikulum.
5. Kejelasan pedoman eksplorasi
Kejelasan pedoman eksplorasi diperlukan prosedur kerja dalam
melaksanakan penelitian yang meliputi penentuan sampel penelitian, alat dan
bahan, cara kerja, pengolahan data dan penarikan kesimpulan. Keterbatasan
waktu di sekolah dan kemampuan siswa menjadi pertimbangan, karena itu perlu
adanya pemilihan kegiatan yang dilaksanakan siswa.
6. Kejelasan perolehan yang diharapkan
32
Kejelasan perolehan yang diharapkan yaitu kejelasan hasil berupa proses
dan produk penelitian yang dapat digunakan sebagai sumber belajar berdasar
aspek-aspek dalam tujuan belajar biologi yang meliputi :
1) Perolehan kognitif
2) Perolehan afektif
3) Perolehan psikomotorik
Berdasarkan syarat-syarat sumber belajar yang meliputi yang meliputi
kejelasan potensi, kejelasan tujuan, kejelasan informasi yang diungkap, kejelasan
pedoman eksplorasi, dan kejelasan perolehan yang diharapkan, maka diharapkan
hasilpenelitian ini dapat dijadikan sumber belajar pada materi struktur dan fungsi
sel penyusun jaringan epitel pada sistem ekskresi kelas XI SMA.
2.5.2 Pengertian Sumber Belajar
Proses belajar tidak harus selalu didampingi oleh guru. Belajar bisa
menggunakan sumber belajar yang tersedia, baik itu di sekolah maupun di
lingkungan sekitar, misalnya berupa buku-buku, majalah, koran, perpustakaan,
laboratorium ataupun kegiatan lainnya. Siswa atau peserta didik harus secara aktif
mencari dan berinteraksi dengan sumber belajar.
Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar
terjadi dalam diri peserta didik sesuai dengan perkembangannya dan
lingkungannya. Seharusnya peserta didik tidak hanya belajar dari guru atau
pendidik saja, tetapi dapat pula belajar dari berbagai sumber yang ada di
lingkungannya. Oleh karena itu sumber belajar suatu sistem yang terdiri dari
sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar
memungkinkan peserta didik belajar secara individual (Badriyah, 2010).
33
Sumber belajar dalam artian sederhana yaitu guru dan bahan-bahan
pengajaran atau bahan pelajaran, baik buku-buku bacaan atau semacamnya.
Dalam arti luas sumber belajar yaitu segala daya yang dapat digunakan untuk
proses atau aktifitas pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, di
luar diri peserta didik (lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat
pengajaran berlangsung (Wardhani, 2010).
Menurut Mulyasa (2008)sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat
memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah
informasi, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam proses belajar
mengajar. Sedangkan menurut Asosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan
(AECT), sumber belajar adalah meliputi semua sumber baik berupa data, orang
atau benda yang dapat digunakan untuk memberi fasilitas (kemudahan) belajar
bagi peserta didik. Oleh karena itu sumber belajar adalah semua komponen sistem
instruksional baik yang secara khusus dirancang maupun yang menurut sifatnya
dapat dipakai atau dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran (Badriyah, 2010).
2.5.3 Klasifikasi Sumber Belajar
AECT (Association of education Communication Technology)
mengklasifikasikan sumber belajar menjadi 6 macam, antara lain:
1. Message (pesan), yaitu informasi atau ajaran yang diteruskan oleh
komponen lain dalam bentuk gagasan, fakta, arti dan data. Termasuk
dalam komponen pesan adalah semua bidang studi atau mata kuliah atau
bahan pengajaran yang diajarkan kepada peserta didik.
34
2. People (orang), yaitu manusia yang bertindak sebagai pentimpan,
pengelola, dan penyaji pesan. Termasuk kelompok ini adalah guru, dosen,
tutor dan peserta didik.
3. Material (bahan), yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk
disajikan melalui penggunaan alat atau perangkat keras ataupun oleh
dirinya sendiri. Berbagai program media yang termasuk kategori materials
seperti transparansi, slide, film, video, recorder, radio dan televisi.
4. Device (alat), yaitu sesuatu (perangkat keras) yang digunakan untuk
menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Misalnya: overhead,
projector, slide, video, tape recorder, radio dan televisi.
5. Technique (teknik), yaitu prosedur yang dipersiapkan untuk penggunaan
bahan, peralatan, orang dan lingkungan untuk menyampaikan pesan.
Misalnya: pengajaran berprogram, simulasi demonstrasi, tanya jawab dan
CBSA.
6. Setting (lingkungan), yaitu situasi atau suasana sekitar dimana pesan
disampaikan, baik lingkungan fisik seperti ruang kelas, perpustakaan,
laboratorium, taman, lapangan maupun lingkungan non fisik misalnya
suasana belajar itu sendiri: tenang, ramai dan lelah (Rohani, 2010 dalam
Ibrahim, 2015).
2.5.4 Memilih Sumber Belajar
Menurut Sudjana dan Rivai (2003) dalam Ibrahim (2015) ada dua kriteria
sumber belajar, yaitu kriteria umum dan kriteria berdasarkan tujuan yang hendak
dicapai. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kriteria Umum
35
Kriteria umum merupakan ukuran kasar dalam memilih berbagai
sumber belajar, misalnya: a) ekonomis dalam pengertian murah, b) praktis
dan sederhana, c) mudah diperoleh, d) bersifat fleksibel, e) komponen-
komponennya sesuai dengan tujuan.
2. Kriteria berdasarkan tujuan
Beberapa kriteria sumber belajar berdasarkan tujuan antara lain
adalah: a) sumber belajar untuk memotivasi, b) sumber belajar untuk
tujuan pengajaran, c) sumber belajar yang digunakan untuk tujuan sumber
belajar, d) sumber belajar untuk memecahkan masalah, e) sumber belajar
untuk presentasi.
2.5.5 Fungsi Sumber Belajar
Dalam keragaman sifat-sifat dan kegunaan sumber belajar dapat
dirumuskan kegunaannya sebagai berikut:
1. Merupakan pembuka jalan dan pengembangan wawasan terhadap proses
belajar mengajaryang ditempuh.
2. Merupakan pemandu teknis langkah-langkah operasional untuk
menelusuri secara teliti guna penguasaan keilmuan yang dipelajari.
3. Memberikan petunjuk dan gambaran kaitan bidang keilmuan yang sedang
dipelajari dengan berbagai bidang keilmuannya.
4. Menginformasikan sejumlah penemuan baru yang pernah diperoleh orang
lain yang berhubungan dengan bidang keilmuan tertentu.
5. Menunjukkan berbagai permasalahan yang timbul dan merupakan
konsekuensi logis dalam suatu bidang keilmuan menuntut adanya
36
kemampuan pemecahan dari orang yang mengabdikan diri dalam bidang
tersebut (Badriyah, 2010)
2.6 Kerangka Konseptual
Peningkatan antioksidan
(salah satunya sebagai
peningkat glutation)
menghambat
menyebabkan Aktivasi sitokrom
P450
Peningkatan produksi
ROS (Reactive
Oxygen Species)
Penurunan jumlah
glutation
Stress oksidatif
Kerusakan fungsi dan
struktur sel
Dilihat dari gambaran
histologi
(Hialin cast)
Sumber belajar
menyebabkan
masuk
Timbal di lingkungan
Peredaran darah
Berikatan dengan
eritrosit
Ginjal
Absorbsi di tubulus
proksimal
masuk ke dalam
Melalui makanan
Ekstrak daun kelor
(Moringa oleifera L)
Flavonoid
β-karoten
Vitamin C
mengandung
37
2.7 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan studi pustaka diatas dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh pemberian berbagai dosis ekstrak Moringa oleifera L
terhadap gambaran histologi ginjal tikus yang dipapar timbal asetat.
2. Terdapat perbedaan gambaran histologi ginjal tikus yang telah dipapar
timbal dengan tikus yang tidak dipapar timbal.