Post on 01-Nov-2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Kejahatan merupakan suatu gejala sosial yang seringkali terjadi.
Kejahatan tersebut bersumber di masyarakat, masyarakat yang memberi
kesempatan untuk melakukan dan masyarakat yang akan menanggung
akibatnya dari kejahatan itu walaupun tidak secara langsung.
Kejahatan tersebut berkembang seiring zaman dan kemajuan
teknologi. Berbagai macam kejahatan saat ini merajalela dalam masyarakat
bahkan dalam hal-hal di luar pikiran. Bersamaan dengan berkembangnya
kejahatan, masyarakat mulai memikirkan bagaimana upaya menanggulangi
kejahatan tersebut yang apabila tidak memperoleh perhatian secara khusus
oleh aparat penegak hukum yang berwenang akan berdampak buruk pada
masyarakat itu sendiri.
Masalah pemberian sistem pidana penjara mulai dikenal di Indonesia
sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (wet boek
van strafrech), atau selanjutnya di dalam pasal 10 yang mengatakan, pidana
terdiri atas:
1. Pidana pokok, terdiri dari : pidana mati, pidana penjara, pidana
kurungan, pidana denda, pidana tutupan.
2. Pidana tambahan, terdiri dari : pencabutan hak-hak tertentu,
perampasan barang-barang tertentu, pengumuman keputusan hakim.
2
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan pemberian
sanksi pidana yang terkandung dalam pasal 10 KUHP, semata-mata sebagai
reaksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Ini berarti
pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia si pelaku kejahatan belumlah
menjadi prioritas.
Sedangkan tujuan pemidanaan adalah resosialisasi, yang dimaksud
dengan ini adalah usaha dengan tujuan bahwa terpidana akan kembali
ke dalam masyarakat dengan daya tahan, dalam arti bahwa dia dapat
hidup dalam masyarakat tanpa melakukan lagi kejahatan-kejahatan.
Dalam hukum pidana Indonesia, tujuan pemberian sanksi pidana atau
kurungan penjara haruslah berfungsi untuk membina, membuat yang
melanggar hokum menjadi sadar dan bukan berfungsi sebagai
pembalasan.1
Pada hakikatnya warga binaan pemasyarakatan sebagai insan dan
sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam
satu sistem pembinaan yang terpadu, lepas dari kejahatan yang
dilakukannya, mereka mempunyai hak untuk melakukan sesuatu bagi
dirinya.
Pelaksanaan pembinaan warga binaan pemasyarakatan haruslah
sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Pembinaan terhadap warga
binaan pemasyarakatan ini tidak lepas dari hak-hak narapidana sebagai
manusia yang memiliki hak asasi manusia yang sama dengan yang bukan
narapidana. Pentingnya hak narapidana ini diakui dan dilindungi oleh
hukum dan penegak hukum khususnya para staf Lembaga Pemasyarakatan.
1Roeslan Saleh, 1987. Stelsel Pidana Indonesia. Jakarta. Penerbit Aksara Baru. Hal. 3.
3
Hal tersebut merupakan suatu bagian penting dari Negara hukum yang
menghargai hak-hak asasi narapidana sebagai warga masyarakat yang
dilindungi, walaupun telah melanggar hukum. Pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan melaksanakan hak dan kewajiban untuk memenuhi hak-hak
narapidana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan.
Pembinaan merupakan kegiatan yang bersifat terus-menerus dan
intensif. Melalui pembinaan, narapidana diarahkan agar menyadari
kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak melakukan tindak pidana lagi.
Suatu hal yang sangat penting dalam melakukan pembinaan adalah
pembinaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan, dan terpidana tetap
diakui hak-hak asasinya sebagai manusia. Dengan kata lain, terpidana harus
tetap memperoleh keadilan yang sesuai dengan kedudukannya sebagai
seorang yang dinyatakan bersalah menurut hukum. Peraturan perundang-
undangan telah memberikan sejumlah hak kepada terpidana, yang
merupakan jaminan bahwa dia akan tetap diperlakukan sebagai manusia
yang memiliki harkat dan martabat.
Pembinaan terhadap narapidana tidak hanya ditujukan dalam hal
pembinaan spiritual saja, tetapi juga dalam bidang ketrampilan. Sebab itu
pembinaan narapidana juga dikaitkan dengan pemberian pekerjaan selama
menjalani pidana. Pembinaan yang diberikan kepada narapidana, merupakan
program-program yang sudah ditetapkan dan narapidana harus ikut serta
dalam program tersebut. Jadi sebagai obyek, eksistensi narapidana untuk
4
ikut serta membangun dirinya atau membangun kelompoknya kurang
diperhatikan.
Dalam sistem pemasyarakatan, orientasi ini masih tetap
dipertahankan. Maka narapidana tidak dapat menentukan sendiri
pekerjaan atau jenis pembinaan yang dipilihnya, yang dianggap
sangat dibutuhkannya. Sehingga banyak terjadi ketidaksesuaian antara
kebutuhan belajar narapidana dengan sarana pendidikan yang
tersedia. Akibatnya upaya pembinaan menjadi hal yang mubadzir
saja. Padahal dari segi pembiayaan pembinaan, cukup mahal untuk
membina seorang narapidana. Hasilnya tidak sesuai dengan biaya,
tenaga dan waktu yang telah dikeluarkan. Orientasi pembinaan harus
semacam ditinjau kembali, agar pembinaan yang diberikan kepada
narapidana berdaya guna dan berhasil guna, seperti yang diharapkan
Lembaga Pemasyarakatan.2
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
menyebutkan dalam hal pertimbangannya bahwa pada hakikatnya Warga
Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia harus
diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang
terpadu. Sistem pemasyarakatan merupakan rangkaian penegakan hukum
yang bertujuan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari
kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggung jawab.
Selain melakukan pembinaan terhadap warga binaanya, Lembaga
Pemasyarakatan pun turut menjamin terselenggaranya tertib
kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan.Agar terlaksananya
pembinaan narapidana dan pelayanan tahanan perlu adanya tata tertib
2 Harsono Hs, 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta. Hal. 20
5
baik hal tersebut mengenai kewajiban maupun larangan yang wajib
dipatuhi oleh setiap narapidana sebagai warga binaan beserta dengan
penjatuhan hukumam disiplin apabila melanggar tata tertib bagi para
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.3
Adapun peraturan tata tertib di Lembaga Pemasyarakatan yang
tercantum dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Tata Tertib Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara yaitu:
Setiap Narapidana atau Tahanan dilarang:
a. Mempunyai hubungan keuangan dengan Narapidana atau Tahanan
lain maupun dengan Petugas Pemasyarakatan;
b. Melakukan perbuatan asusila dan/atau penyimpangan seksual;
c. Melakukan upaya melarikan diri atau membantu pelarian;
d. Memasuki Steril Area atau tempat tertentu yang ditetapkan Kepala
Lapas atau Rutan tanpa izin dari Petugas pemasyarakatan yang
berwenang;
e. Melawan atau menghalangi Petugas Pemasyarakatandalam
menjalankan tugas;
f. Membawa dan/atau menyimpan uang secara tidak sah dan barang
berharga lainnya;
3Soedarto, 1987.Hukum dan Hukum Pidana. Hlm 7 Volume 2, No.1, Tahun 2016
6
g. Menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau
mengkonsumsi narkotika dan/atau prekursor narkotika serta obat-
obatan lain yang berbahaya;
h. Menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau
mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol;
i. Melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin,
televisi, dan/atau alat elektronik lainnya;
j. Memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti
laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam,
pager, dan sejenisnya;
k. Melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian;
l. Membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau
sejenisnya;
m. Membawa dan/atau menyimpan barang-barang yang dapat
menimbulkan ledakan dan/atau kebakaran;
n. Melakukan tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun
psikis, terhadap sesama Narapidana, Tahanan, Petugas
Pemasyarakatan, atau tamu/pengunjung;
o. Mengeluarkan perkataan yang bersifat provokatif yang dapat
menimbulkan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban;
p. Membuat tato, memanjangkan rambut bagi Narapidana atau
Tahanan Laki-laki, membuat tindik, mengenakan anting, atau
lainnya yang sejenis;
7
q. Memasuki blok dan/atau kamar hunian lain tanpa izin Petugas
Pemasyarakatan;
r. Melakukan aktifitas yang dapat mengganggu atau membahayakan
keselamatan pribadi atau Narapidana, Tahanan,
PetugasPemasyarakatan,pengunjung, atau tamu;
s. Melakukan perusakan terhadap fasilitas Lapas atau Rutan;
t. Melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan;
u. menyebarkan ajaran sesat; dan
v. Melakukan aktifitas lain yang dapat menimbulkan gangguan
keamanan dan ketertiban Lapas atau Rutan.
Namun pada praktiknya, ada saja narapidana yang melanggar
peraturan yang sudah dijelaskan pada Pasal 4 Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Tata
Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Hasil studi
pendahuluan penulis melalui wawancara terhadap petugas Balai
Pemasyarakatan mendapatkan hasil bahwa kurangnya tindak lanjut dari
Lembaga Pemasyarakatan terhadap kasus ini. Sanksi belum dilaksanakan
secara maksimal sesuai dengan Pasal 10 Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Tata
Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
Isi dari pasal 10 mengenai jenis hukuman disiplin dan pelanggaran
disiplin yaitu:
8
(1)Penjatuhan hukuman disiplin tingkat ringan bagi Narapidana dan
Tahanan yang melakukan pelanggaran:
a. tidak menjaga kebersihan diri dan lingkungan;
b. meninggalkan blok hunian tanpa izin kepada petugas blok;
c. tidak mengenakan pakaian seragam yang telah ditentukan;
d. tidak mengikuti apel pada waktu yang telah ditentukan;
e. mengenakan anting, kalung, cincin, dan ikat pinggang;
f. melakukan perbuatan atau mengeluarkan perkataan yang tidak
pantas dan melanggar norma kesopanan atau kesusilaan; dan
g. melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan sidang tim
pengamat pemasyarakatan termasuk dalam perbuatan yang dapat
dikenakan Hukuman Disiplin tingkat ringan.
(2)Narapidana dan Tahanan yang dijatuhi Hukuman Disiplin tingkat
sedang jika melakukan pelanggaran:
a. memasuki Steril Area tanpa ijin petugas;
b. membuat tato dan/atau peralatannya, tindik, atau sejenisnya;
c. melakukan aktifitas yang dapat membahayakan keselamatan diri
sendiri atau orang lain;
d. melakukan perbuatan atau mengeluarkan perkataan yang tidak
pantas yang melanggar norma keagamaan;
e. melakukan aktifitas jual beli atau utang piutang;
9
f. melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori yang
mendapatkan Hukuman Disiplin tingkat ringan secara berulang
lebih dari 1 (satu) kali; dan
g. melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan sidang tim
pengamat pemasyarakatan termasuk dalam perbuatan yang dapat
dikenakan Hukuman Disiplin tingkat sedang.
(3)Narapidana dan Tahanan yang dijatuhi Hukuman Disiplin tingkat berat
jika melakukan pelanggaran:
a. tidak mengikuti program pembinaan yang telah ditetapkan;
b. mengancam, melawan, atau melakukan penyerangan terhadap
Petugas;
c. membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau
sejenisnya;
d. merusak fasilitas Lapas atau Rutan;
e. mengancam, memprovokasi, atau perbuatan lain yang
menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban;
f. memiliki, membawa, atau menggunakan alat komunikasi atau alat
elektronik;
g. membuat, membawa, menyimpan, mengedarkan atau
mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol;
h. membuat, membawa, menyimpan, mengedarkan, atau
mengkonsumsi narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif
lainnya;
10
i. melakukan upaya melarikan diri atau membantu Narapidana atau
Tahanan lain untuk melarikan diri;
j. melakukan tindakan kekerasan terhadap sesama penghuni maupun
petugas;
k. melakukan pemasangan atau menyuruh orang lain melakukan
pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian;
l. melengkapi untuk kepentingan pribadi di luar ketentuan yang
berlaku dengan alat pendingin, kipas angin, kompor, televisi, slot
pintu, dan/atau alat elektronik lainnya di kamar hunian;
m. melakukan perbuatan asusila atau penyimpangan seksual;
n. melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan;
o. menyebarkan ajaran sesat;
p. melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori yang
mendapatkan hukuman disiplin tingkat sedang secara berulang
lebih dari 1 (satu) kali atau perbuatan yang dapat menimbulkan
gangguan keamanan dan ketertiban berdasarkan penilaian sidang
TPP; dan
q. melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan sidang TPP
termasuk dalam perbuatan yang dapat dikenakan Hukuman
Disiplin tingkat berat.
Apabila sudah jelas bahwa narapidana diketahui membawa barang-
barang yang dilarang, bagaimana tindakan pihak Lembaga Pemasyarakatan
menanggapi hal tersebut. Selain itu, pihak Lembaga Pemasyarakatan juga
11
harus memikirkan bagaimana hal tersebut agar tidak terulang secara terus
menerus. Apabila hal tersebut tidak memperoleh perhatian dari petugas
Lembaga Pemasyarakatan, maka para narapidana akan semakin bebas untuk
melanggar peraturan yang berlaku dan melakukan berbagai macam upaya
untuk bisa melanggar peraturan tersebut karena minimnya pengawasan.
Berdasarkan uraian serta permasalahan yang telah penulis uraikan di
atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai kasus
yang menyangkut tata tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
Negara dengan melakukan studi di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Kota
Malang, Jawa Timur. Yang akan penulis kaji dalam bentuk kajian ilmiah
dengan judul “IMPLEMENTASI PASAL 4 PERATURAN MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR 6 TAHUN 2013
TENTANG TATA TERTIB LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN
RUMAH TAHANAN NEGARA (Studi di Lembaga Pemasyarakatan
Klas 1 Malang)”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di bagian latar belakang, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi pasal 4 huruf (e), (f), (i), (j), (l) dan (n) pada
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun
12
2013 Tentang Peraturan Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Malang?
2. Bagaimana bentuk dan pola pengawasan oleh petugas Lembaga
Pemasyarakatan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan terkait
dengan pelanggaran tata tertib pasal 4 Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Peraturan Tata
Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, maka
tujuan dari penelitian hukum ini ialah:
1. Untuk mengetahui implementasi pasal 4 huruf (e), (f), (i), (j), (l) dan
(n) pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6
Tahun 2013 Tentang Peraturan Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan
dan Rumah Tahanan Negara apakah sudah sesuai atau ada kendala
yang terjadi di lapangan.
2. Untuk mengetahui bentuk dan pola pengawasan oleh petugas
Lembaga Pemasyarakatan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan
apakah sudah sesuai dengan tujuan sistem pembinaan atau bahkan ada
ketidaksesuaian pada pelaksanaannya.
13
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian hukum ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dengan dilakukanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan
gambaran mengenai implementasi pelaksanaan tata-tertib Lembaga
Pemasyarakatan sesuai dengan amanat Pasal 4 Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Tata Tertib Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, dan diharapkan dapat
memberikan informasi kepada masyarakat luas dan dunia pendidikan
sebagai pengemban ilmu pengetahuan khususnya tercapainya tujuan Sistem
Pemidanaan Bagi Narapidana.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan kajian, referensi, pedoman, sumber informasi, dan
sosialisasi bagi civitas akademik Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Malang, masyarakat, serta pihak-pihak yang terkait dalam
pelaksanaan tujuan sistem pemidanaan bagi narapidana.
E. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan baru untuk penulis
terkait tujuan Sistem Pemidanaan Bagi Narapidana dan implementasi
peraturan perundang-undangan yang penulis teliti.
2. Bagi Mahasiswa
14
Memberikan tambahan pengetahuan mengenai tujuan Sistem
Pemidanaan Bagi Narapidana selama berada di dalam Lembaga
Pemasyarakatan serta mengetahui implementasi tata-tertib oleh Lembaga
Pemasyarakatan sebagai pemegang wewenang di Lembaga Pemasyarakatan.
3. Bagi Petugas Lembaga Pemasyarakatan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengertian dan
meningkatkan kinerja Petugas Lembaga Pemasyarakatan dalam
mewujudkan tujuan Sistem Pemidanaan bagi Narapidana.
4. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh masyarakat untuk
memperoleh informasi mengenai tujuan Sistem Pemidanaan bagi
Narapidana sehingga masyarakat juga memahami bagaimana pelaksanaan
Pembinaan bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
F. Metode Penulisan
1. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian :
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis
sosiologis. Dalam penulisan ini, penulis ingin menemukan jawaban atas
permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam Lembaga Pemasyarakatan
Klas 1 Malang mengenai implementasi Pasal 4 Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Tata Tertib Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Dengan berlakunya peraturan
tata tertib tersebut apakah sistem pembinaan akan berhasil atau bahkan
15
membuat semakin tidak terciptanya sistem pembinaan yang baik di
Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Malang.
2. Lokasi Penelitian :
Lokasi penelitian yang akan dituju oleh penulis adalah Lembaga
Pemasyarakatan Klas 1 Malang. Penulis melakukan penelitian di Lembaga
Pemasyarakatan Klas 1 Malang karena ingin mengetahui fakta di lapangan
mengenai bagaimana sistem pembinaan yang dilakukan oleh pihak Lembaga
Pemasyarakatan. Karena banyak informasi menyatakan kurang baiknya
sistem pembinaan pada Lembaga Pemasyarakatan yang mana informasi ini
tidak diketahui kebenarannya.
3. Sumber Data :
a. Sumber Data Primer :
Sumber data primer dalam penulisan ini adalah seluruh data yang
akan didapatkan dari wawancara dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan
dalam pelaksanaan tata tertib di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Malang
dan dari beberapa Warga Binaan Pemasyarakatan yang melakukan
pelanggaran tata tertib.
b. Sumber Data Sekunder :
Sumber data sekunder dari penulisan ini berasal dari buku-buku yang
berkaitan dengan masalah yang diangkat serta bahan-bahan lain yang berasal
dari jurnal ilmiah, penelitian terdahulu dan perundang-undangan yang dapat
menunjang atau dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penulis.
4. Teknik Pengumpulan Data :
16
Adapun beberapa teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh
penulis antara lain :
a. Wawancara
Dalam melaksanakan teknik penelitian ini, penulis akan menetapkan
populasi dan sampel dari narapidana secara random yang melakukan
pelanggaran tata tertib dan petugas Lembaga Pemasyarakatan dalam
pelaksanaan penegakan tata tertib di Lembaga Pemasyarakatan Klas
1 Malang.
b. Dokumentasi
Dalam melaksanakan teknik penelitian ini, penulis akan
mengumpulkan data yang diperoleh dari observasi dengan melihat
langsung fakta di lapangan bagaimana yang sebenarnya terjadi di
Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Malang.
Penulis juga akan mencari data mengenai Struktur Organisasi
Lembaga Pemasyarakatan dan juga tabel jumlah Warga Binaan
Pemasyarakatan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Malang. Kemudian diurutkan berdasarkan jenis tindak pidana yang
dilakukan Warga Binaan Pemasyarakatan dan lamanya pemidanaan.
5. Analisa Data
Penganalisaan data yang dilakukan oleh penulis adalah menggunakan
metode analisis kualitatif dimana penulis akan menganalisa data-data yang
telah didapatkan baik data yang berasal dari studi pustaka maupun yang
berasal dari wawancara yang kemudian akan diolah menjadi suatu data
17
utama. Menurut Bogdan dan Biglen dalam Moleong, analisis data kualitatif
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.4
G. Rencana Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini, penulis akan menyajikan empat bab yang terdiri
dari sub-sub bab, sistematika penulisannya secara singkat adalah sebagai
berikut:
1. BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan topik
dari penulisan skripsi dan sekaligus menjadi pengantar umum dalam
memahami penulisan secara keseluruhan yang terdiri dari latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kegunaan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
2. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Bab II ini penulis akan menguraikan landasan teori atau
kajian teori yang mendukung hasil penelitian dalam membahas
4Bogdan dalam Lexy J. Moleong.2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.
Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Hal.248.
18
permasalahan yang dipaparkan oleh penulis.
3. BAB III : PEMBAHASAN
Dalam Bab III ini akan diuraikan mengenai jawaban terhadap
permasalahan yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Dalam
pembahasan akan dikaitkan dengan kajian teori serta landasan yuridis
yang tepat.
4. BAB IV PENUTUP
Bab IV merupakan bab terakhir atau penutup yang didalamnya
berisikan suatu kesimpulan dari hasil pembahasan penelitian hukum
serta saran-saran yang akan diberikan oleh penulis.