Post on 07-Mar-2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persalinan dan kehamilan merupakan suatu kebanggan pada diri setiap
wanita dimana pada masa kehamilan ini seorang wanita akan mengalami
perubahan fisik dimana pada saat persalinan seorang ibu akan banyak
mengeluarkan energi dan mengalami perubahan-perubahan pada tubuhnya.
Kelahiran seorang bayi pada keluarga sangat diharapkan akan tetapi perlu kita
ketahui bahwa dalam proses persalinan tersebut banyak yang akan terjadi pada
seorang ibu baik dalam proses persalinan normal yang berpotensi tinggi
mengancam keselamatan ibu.
Teknik atau cara mengedan yang benar merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kelancaran proses persalinan, sehingga seorang bidan harus
terampil dalam memimpin jalannya proses persalinan serta mampumengajarkan
ibu bagaimana teknik mengedan yang baik dan benar agar ibu tidak mengalami
ruptur perineum. Pada saat pembukaan sudah lengkap disertai adanya dorongan
yang kuat, ibu dibimbing untuk mengedan. Ibu hanya bisa mengedan jika adanya
his atau kontraksi, mengedan dengan baik akan mendorong atau menekan uterus
pada semua sisi dan menambah kekuatan untuk mendorong janin keluar. Apabila
teknik mengedan ibu salah maka akan menyebabkan terjadinya ruptur perineum
atau robekan pada jalan lahir, selain itu disebabkan oleh faktor bayi besar. (1)
2
Ruptur perineum merupakan robekan yang terjadi sewaktu persalinan yang
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain posisi persalinan, cara meneran,
pimpinan persalinan, dan berat badan bayi baru lahir. Ruptur perineum umumnya
terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat.Dan adanya robekan perineum ini dibagi menjadi: robekan perineum derajat
I, robekan perineum derajat II, robekan perineum derajat III, dan robekan
perineum derajat IV.(2)
Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ardiani dengan
judul “Hubungan Teknik Meneran dengan Kejadian Ruptur Perineum di BPM. N
Padang Panjang Pada Tahun 2015”, dengan total sampel sebanyak 32 responden.
Hasil uji statistik chi-square menunjukkan bahwa dalam penelitian iniada
hubungan teknik meneran dengan kejadian ruptur perineum. Dalam hal ini
kesalahan dalam teknik mengedan disebabkan oleh cara seseorang dalam
mengatur nafas saat mengedan, cara melakukan dorongan saat meneran, dan
mengangkat bokong saat mengedan. Teknik mengedan yang benar yaitu dengan
mengedan sesuai dorongan alamiah sesuai kontraksi.(3)
Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rusmiyati yang
berjudul “Pengaruh Teknik Meneran Terhadap Laserasi Jalan Lahir Pada Ibu
Inpartu Primigravida di Rumah Bersalin di Semarang Pada Tahun 2014”, dengan
total sampel sebanyak 34 responden. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan
bahwa dalam penelitian ini ada hubungan teknik meneran terhadap laserasi jalan
lahir pada ibu inpartu primigravida. Dalam hal ini penyebab yang paling sering
terjadi pada ruptur perineum dikarenakan pimpinan persalinan yang salah seperti
3
pembukaan belum lengkap sudah dilakukan pimpinan persalinan dan tindakan
mendorong kuat pada fundus uteri. Pada saat pembukaan sudah lengkap dan
adanya kontraksi ibu harus didukung untuk mengedan dengan benar.(4)
Dampak dari terjadinya ruptur perineum antara lain nyeri yang bertahan
selama beberapa minggu setelah melahirkan, dan infeksi pada luka perineum jika
tidak melakukan perawatan dengan baik, yang dapat merambat pada saluran
kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat sehingga dapat
menimbulkan komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
Selain itu juga dapat terjadi perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang
tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Penanganan
komplikasi yang lambat dapat menyebabkan tejadinya kematian pada ibu
postpartum mengingat kondisi fisik ibu postpartum masih lemah.(2)
Dari hasil survei pendahuluan yang saya lakukan di Klinik Bidan Elparida
Ambarita Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan pada
tanggal 4 Juli 2018 jumlah ibu yang pernah bersalin normal pada bulan Juni
tahun 2018 terdapat 30 orang. Disamping itu juga peneliti melakukan wawancara
terhadap 10 orang Ibu yang pernah bersalin normal pada bulan Juni di klinik
tersebut terdapat 7 orang ibu yang mengalami ruptur perineum derajat dua dan 3
diantaranya mengalami ruptur perineum derajat satu. Mereka mengatakan
terjadinya ruptur perineum disebabkan karena teknik mengedan yang salah.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Teknik Mengedan dengan Kejadian Ruptur
4
Perineum di Klinik Bidan Elparida Ambarita Kecamatan Doloksanggul
Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2018”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan hasil survei yang telah dilakukan diatas,
maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada
Hubungan Teknik Mengedan dengan Kejadian Ruptur Perineum di Klinik Bidan
Elparida Ambarita Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan
tahun 2018”.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Teknik Mengedan dengan
Kejadian Ruptur Perineum di Klinik Bidan Elparida Ambarita
Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun
2018.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Ruptur Perineum di Klinik
Bidan Elparida Ambarita Kecamatan Doloksanggul Kabupaten
Humbang Hasundutan Tahun 2018.
3. Untuk mengetahui Hubungan Teknik Mengedan dengan Kejadian
Ruptur Perineum di Klinik Bidan Elparida Ambarita Kecamatan
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2018.
5
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelilitian ini dapat menambah sumber perpustakaan di Institut
Kesehatan Helvetia mengenai hubungan teknik mengedan dengan kejadian
Ruptur Perineum yang dapat digunkan bagi penelitian selanjutnya dan dijadikan
bahan masukan untuk proses penerapan berpikir alamiah dan memahami dan
menganalisis suatu masalah yang terjadi dilapangan serta untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan referensi perpustakaan.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Responden
Sebagai bahan masukan bagi ibu agar lebih meningkatkan
kesadaran terhadap perlunya teknik mengedan yang benar dan waktu yang
tepat untuk mengedan pada saat persalinan. Dengan demikian diharapkan
kasus-kasus Obstetri seperti Perdarahan, Robekan Jalan Lahir, Odema
pada Vagina dan kehabisan tenaga sebelum waktunya tidak terjadi lagi.
2. Bagi Bidan
Sebagai bahan masukan bagi bidan yang berada di Doloksanggul
untuk melakukan tindakan promotif seperti penyuluhan, pelatihan-
pelatihan yang bermuatanilmu kesehatanpendidikan kesehatan atau
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) kepada ibu-ibu hamil agar lebih
meningkatkan ilmu pengetahuannya. Dengan demikian, diharapkan dapat
6
mempermudah pendeteksian kasus Obstetri secara benar dan persalinan
dapat berjalan dengan lancar.
3. Bagi Penulis
Sebagai salah satu tugas dan syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan D4 Kebidanan. Sebagai bahan kajian karya ilmiah tentang
hubungan tehnik mengedan ibu yang pernah bersalin
normaldengankejadian ruptur perineum, sehingga dengan penelitian ini
menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dalam melakukan
penelitian.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadikan sumber ilmu
pengetahuan khususnya untuk pengembangan ilmu tentang hubungan
tentang teknik mengedan ibu yang pernah bersalin normal terhadap
pencegahan laserasi jalan lahir, sehingga dapat dipakai oleh pengguna
sebagai tambahan sumber informasi dan referensi untuk memperkaya ilmu
di institusi pendidikan terutama dalam bidang perpustakaan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ardiani dengan
judul penelitian “Hubungan Teknik Meneran dengan Kejadian Ruptur Perineum
di BPM. N Padang Panjang Pada Tahun 2015” menyatakan bahwa mayoritas ibu
bersalin melakukan teknik meneran yang salah yang berpotensi terjadinya ruptur
perineum antara lain seperti mengangkat bokong dan mengedan sebelum
pembukaan lengkap. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode
penelitian survey analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan
mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Dimana dari penelitian tersebut dapat
diketahui bahwa dari 32 responden terdapat 9 responden yang meneran dengan
benar didapatkan 21,9% yang tidak mengalami ruptur perineum sedangkan 23
responden yang meneran tidak benar didapatkan 71,9% yang mengalami kejadian
ruptur perineum. Hasil uji statistic chi-square dengan diperoleh nilai p=
0,000(p<0,005). Dari nilai p tersebut dapat dijelaskan bahwa Ho ditolak artinya
ada hubungan yang signifikan antara teknik meneran dengan kejadian rupture
perineum di BPM. N Padang Panjang Pada Tahun 2015.(3)
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rusmiyati yang
berjudul “Pengaruh Teknik Meneran Terhadap Laserasi Jalan Lahir Pada Ibu
Inpartu Primigravida di Rumah Bersalin di Semarang Pada Tahun 2014”. Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian Eksperimen,
8
jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 34 responden dengan teknik yang
digunakan adalah total sampling. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan
bahwa hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan, berdasarkan uji
statistik Chi-Square diketahui p value 0,005 < α (0,05), dapat disimpulkan bahwa
Ha diterima dan Ho ditolak, berarti ada hubungan teknik meneran terhadap
laserasi jalan lahir pada ibu inpartu primigravida. Diketahui bahwa dari 34
responden, 17 (50%) mengalami laserasi perineum derajat I dan 17 (50%)
mengalami laserasi perineum derajat II. Berdasarkan responden yang melakukan
teknik meneran adalah sebagian besar teknik meneran salah sebesar 21 (61,8 %),
dan sisanya teknik meneran benar sebesar 13 (38,2 %).(4)
2.2. Telaah Teoritis
2.2.1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses
ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan
perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta. (5)
Persalinan adalah proses pengeluaran (kelahiran) hasil konsepsi yang
dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Proses tersebut dapat
dikatakan normal atau spontan jika bayi dilahirkan berada pada posisi letak
belakang kepala dan berlangsung tanpa batuan alat-alat atau pertolongan, serta
9
tidak melukai ibu dan bayi. Pada umumnya proses ini berlangsung dalam waktu
kurang dari 24 jam.(6)
Persalinan adalah dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. (7)
2.2.2 Tahapan Persalinan
Tahapan dalam persalinan terdiri atas kala I (kala pembukaan), kala II (kala
pengeluaran janin), kala III (pengeluaran plasenta), dan kala IV (kala
pengawasan/observasi/penyuluhan).
1) Kala I (Kala Pembukaan)
Kala I dimulai dari saat persalinan dimulai (pembukaan nol) sampai
pembukaan lengkap (10 cm). proses ini terbagi dalam 2 fase, yaitu :
Fase laten : berlangsung selama 8 jam, serviks membuka sampai 3 cm.
Fase aktif : berlangsung selam 7 jam, serviks membuka sampai 4 cm
sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering, dibagi dalam 3 fase :
(1) Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm
(2) Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm
(3) Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat sekali, dalam waktu 2 jam
pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
Proses di atas terjadi pada primigravida ataupun multigravida, tetapi pada
multigravida memiliki jangka waktu yang lebih pendek. Pada primigravida, kala I
berlangsung ±12 jam, sedangkan pada multigravida ±8 jam.
10
1) Kala II( Kala Pengeluaran Janin)
Gejala utama Kala II adalah sebagai berikut :
(1) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50
sampai 100 detik
(2) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak.
(3) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan
mengedan akibat tertekannya pleksus Frankenhauser.
(4) Kedua kekuatan his dan mengedan lebih mendorong kepala bayi
sehingga terjadi kepala membuka pintu dan Subocciput bertindak
sebagai hipomoglion, kemudian secara berturut-turut lahirlah ubun-
ubun besar, dahi hidung, muka serta seluruk kepala.
(5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung.
(6) Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong
dengan cara : kepala dipegang pada os occiput dan dibagian dagu,
kemudian ditarik dengan menggunakan cunam ke bawah untuk
melakirkan bahu depan dan ke atas untuk melahirkan bahu belakang,
setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan
bayi, kemudian bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban,
(7) Lamanya kala II untuk primigravida 1,5-2 jam dan multigravida 1,5-1
jam.
2) Kala III (Kala Pelepasan Plasenta)
11
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta,
yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Proses pelepasan plasenta dapat
diperkirakan dengan mempertahankan tanda-tanda seperti : uterus menjadi
globular, tali pusat bertambah panjang, terjadi semburan darah tiba-tiba.
3) Kala IV (Kala Pengawasan/Observasi/Pemulihan)
Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam
postpartum. Kala ini terutama bertujuan untuk melakukan observasi karena
perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Darah yang
keluar selama persalinan harus ditakar sebaik baiknya. Kehilangan darah
selama persalinan biasanya disebabkan oleh luka pada saat pelepasan
plasenta dan robekan pada serviks dan perineum. Rata-rata jumlah
perdarahan yang dikatakan normal adalah 250 cc, biasanya 100-300cc. jika
perdarahan lebih dari 500 cc, maka sudah dianggap abnormal, dengan
demikian harus dicari penyebabnya. (7)
Observasi yang dilakukan 2 jam pertama adalah : tingkat kesadaran
pasien, pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus, jumlah perdarahan.
2.2.3 Mengedan
2.2.3.1 Pengertian Mengedan
Mengedan adalah tahapan saat pembukaan atau dilatasi mulut rahim yang
mencapai puncaknya yaitu 10 cm pada saat itu kontraksi terasa semakin kuat dan
akan dirasakan dorongan yang semakin kuat untuk mengedan yang mendorong
12
bayi keluar, sehingga dengan tehnik mengedan yang benar bayi bisa didorong
keluar tanpa menguras tenaga.
Power merupakan tenaga yang dikeluarkan untuk melahirkan janin, yaitu
kontraksi uterus atau his dari tenaga ibu. Untuk menghasilkan suatu persalinan
normal, maka tenaga yang dikeluarkan ibu juga harus normal. Sementara itu,
definisi dari his adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Jadi, ketika his
normal, maka tenaga ibu juga harus normal. Hal ini berarti ibu dapat mengedan
dengan kuat dan baik sehingga tenaga betul-betul dapat dimanfaatkan. Tenaga
yang dimiliki ibu tidak untuk berteriak karena kesakitan saat mengedan atau tidak
digunakan karena merasa takut untuk mengedan.
Tenaga mengedan adalah tenaga yang terjadi dalam proses persalinan
setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah. Tenaga yang menolong
janin keluar selain dari his, terutama adalah kontraksi otot-otot dinding perut yang
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal. Tenaga ini serupa dengan
tenaga mengedan saat buang air besar, tetapi jauh lebih kuat lagi. Ketika kepala
sampai dasar panggul, timbul suatu refleks yang mengakibatkan pasien menutup
glotisnya, mengontraksikan otot-otot perutnya, dan menekan diafragma ke bawah.
Tenaga mengedan ini dapat jika pembukaan sudah lengkap dan efektif ketika
rahim berkontraksi. Tanpa menggunakan tenaga mengedan, bayi tidak akan lahir,
misalnya pada penerita yang otot-otot perutnya mengalami kelumpuhan sehingga
persalinan harus dibantu dengan forcep. Selain itu, tenaga mengedan juga
melahirkan plasenta setelah lepas dari dinding rahim.
13
Mengedan dengan tenaga yang terlalu kuat merupakan cara mengedan
yang salah. Untuk mengurangi daya mengedan, pemimpin persalinan harus
memberikan instruksi agar ibu menarik nafas panjang. Dengan usaha tersebut,
otomatis ibu tidak dapat mengedan terlalu kuat. Cara mengedan dengan tehnik
yang salah dapat menyebabkan proses pengeluaran bayi tidak lancar dan dapat
mengakibatkan luka pada jalan lahir, misalnya robekan pada perineum.(1)
2.2.3.2. Pengaruh Tenaga Mengedan Terhadap Proses Persalinan
Mengedan/meneran memberikan pengaruh yang kuat dalam proses
kelahiran. Waktu yang tepat bagi ibu untuk mengedan adalah sampai perineum
teregang oleh kepala anak dan ibu merasakan adanya keinginan kuat untuk
mengedan. Kepala janin dikatakan sudah engage (masuk panggul) bila pada
perabaan perlimaan menunjukkan angak 1/5. Tarik nafas dalam beberapa kali,
sementara kontraksi terjadi; tarik nafas sekali lagi dan tahan, saat kontraksi
mencapai puncaknya (terasa nyeri hebat dan ada refleks untuk mengedan),
mengedanlah sekuat mungkin. Saat mengedan, lemaskan seluruh tubuh karena
ketegangan akan melawan usaha mengedan.
Beberapa pengaruh dari tenaga mengedan terhadap proses persalinan
adalah sebagai berikut:
1) Refleks mengedan dapat mempercepat proses persalinan karena adanya
pengeluaran oksitosin yang terjadi secara pulsatif. Oksitosin yang
dikeluarkan memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dan frekuensi lebih
sering sehingga kala II persalinan dapat berlangsung lebih cepat.
14
2) Tanpa tenaga ini, bayi tidak bisa lahir, misalnya pada penderita yang otot-
otot perutnya lumpuh, persalinan harus dibantu dengan forcep. Tenaga ini
juga membantu untuk melahirkan plasenta setelah lepas dari dinding
rahim.
3) Ketika memasuki kala II (kelahiran), ibu akan mulai mengedan. Dengan
demikian, ibu menambah kekuatan uterus yang sudah optimum tersebut
dengan melakukan kontraksi diafragma dan otot-otot dinding abdomen.
Kekuatan-kekuatan yang dihasilkan oleh ibu akan lebih efisien jika badan
ibu dalam keadaan fleksi. Dagu ibu berada di dadanya, badan dalam
keadaan fleksi dan kedua tangannya menarik pahanya dekat pada lutut.
Dengan demikian, kepala janin didorong membukan diafragma pelvis dan
vulva, dan lahir dalam presentasi belakang kepala. Selain his, tenaga
mengedan ini tetap ada untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta.
4) Tekanan ini merupakan bantuan yang penting untuk kontraksi uterus
dalam kala II persalinan, tetapi pada kala I hanya memberikan manfaat
yang sedikit kecuali untuk ibu yang lelah. Tekanan intra abdomen juga
mungkin penting pada kala III persalinan, khususnya jika ibu yang sedang
melahirkan tidak dibimbing. Setelah plasenta terlepas, ekspulsi spontan
dibantu dengan usaha ibu, yaitu dengan meningkatkan tekanan intra
abdomen.
Bila tanda pasti kala II telah diperoleh, tunggu sampai ibu merasakan
adanya dorongan spontan untuk meneran. Ada beberapa cara tehnik mengedan
pada saat persalinan yaitu:
15
(1) Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama
kontraksi.
(2) Beritahukan ibu untuk tidak menahan nafas saat meneran.
(3) Minta untuk berhenti meneran dan istirahat diantara kontraksi.
(4) Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu mungkin merasa lebih
mudah untuk meneran jika ibu menarik lutut kearah dada dan menempel
dagu ke dada.
(5) Tidak menutup mata dan berteriak pada saat meneran
(6) Anjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat mengedan
(7) Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran
bayi. Dorongan pada fundus meningkatkan resiko distosia bahu dan ruptur
uteri. Peringatkan anggota keluarga ibu untuk tidak mendorong fundus bila
mereka mencoba melakukan itu.(8)
Pada saat ingin mengedan ada juga beberapa hal yang harus diperhatikan ibu
saat yaitu:
1) Mengedan hanya diperbolehkan sewaktu ada his dan pembukaan sudah
lengkap.
2) Ibu tidur terlentang, kedua kaki difleksikan, kedua tangan memegang kaki
atau tepi tempat tidur sebelah atas, bila kondisi janin kurang baik, ibu
mengedan dalam posisi miring.
3) Pada permulaan his, ibu disuruh menarik nafas dalam, tutup mulut,
mengedan sekuat-kuatnya dan selama mungkin, bila his masih kuat,
menarik nafas dapat diulangi kembali. Bila his tidak ada ibu segera
16
istirahat, menunggu datangnya his kembali, kaki ibu dilemaskan dan tidak
tegang. (9)
2.2.3.3. Posisi Mengedan
Pada proses persalinan, terdapat beberapa posisi mengedan yang dapat
dianjurkan dan lazim untuk digunakan. Selain dapat membantu ibu dalam
mengedan, dukungan dari keluarga khususnya suami juga akan menambah
semangat ibu untuk melahirkan bayinya. Dalam prosesnya juga memberikan ibu
waktu yang cukup untuk beristirahat sehingga dapat menyimpan tenaga untuk
mengedan.
1. Posisi duduk atau setengah duduk
Membantu penurunan janin dengan bantuan gravitasi bumi ke dalam
panggul dan terus turun ke dasar panggul.
2. Posisi jongkok atau posisi berdiri
Posisi jongkok akan memaksimalkan sudut dalam lengkungan Carrus,
yang akan memungkinkan bahu besar dapat turun ke rongga panggul dan
tidak terhalang di atas simpisis pubis.
1) Posisi jongkok atau berdiri memudahkan ibu mengosongkan
kandung kemihnya. Hal ini diperlukan karena kandung kemih yang
penuh akan dapat memperlambat penurunan bagian bawah janin.
2) Memudahkan penurunan kepala janin
3) Memperluas panggul sebesar 28% lebih besar pada pintu bawah
panggul.
4) Dapat memperkuat dorongan mengedan
17
5) Beresiko terjadinya laserasi
3. Posisi berbaring miring ke kiri
1) Dapat mengurangi penekanan pada vena cava inferior sehingga
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia karena suplai
oksigentidak terganggu.
2) Dapat memberikan suasana lebih rileks bagi ibu yang
mengalami kelelahan
3) Dapat mencegah terjadinya laserasi jalan lahir
4. Posisi merangkak
1) Meningkatkan oksigenisasi bagi bayi
2) Dapat mengurangi rasa sakit punggung pada ibu
3) Sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit punggung
4) Mempermudah janin dalam melakukan rotasi, serta peregangan
pada perineum berkurang
5) Dapat membantu penurunan kepala janin lebih dalam ke
panggul.(7)
2.2.4. Laserasi Jalan Lahir
2.2.4.1. Pengertian Laserasi Jalan Lahir
Laserasi jalan lahir bersumber dari berbagai organ diantaranya vagina,
perineum, porsio, serviks dan uterus. Ciri khas dari robekan jalan lahir yaitu
kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil, perdarahan terjadi langsung setelah
anak lahir. Perdarahan ini terus menerus setelah dilakukan masase atau pemberian
18
uterotonika langsung mengeras tapi perdarahan tidak berkurang. Dalam keadaan
apapun, robekan jalan lahir harus dapat di minimalakan karena tak jarang
perdarahan terjadi karena robekan dan ini menimbulkan akibat yang fatal seperti
terjadinya syok. (10)
Robekan jalan lahir adalah trauma yang diakibatkan oleh kelahiran bayi
yang terjadi pada serviks, vagina, atau perineum. Robekan yang terjadi bisa ringan
(lecet, laserasi) luka episiotomi, robekan perineum spontan dari derajat ringan
sampai ruptur, robekan pada dinding vagina, forniks uteri serviks, daerah sekitar
klitoris dan uretra bahkan yang terberat seperti ruptur uteri.(11)
2.2.4.2 Pembagian Laserasi Jalan Lahir
1. Ruptur Perineum
Robekan perineum atau ruptur perineum terjadi pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Namun
hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan jalan menjaga jangan sampai
dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Pada persalinan spontan
sering terjadi robekan perineum yang merupakan luka denggan pinggir yang
tidak teratur.
Bentuk ruptur perineum biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang
robek susah untuk dilakukan penjahitan ruptur perineum terjadi akibat
dilaluinya jalan lahir yang terlalu cepat, untuk menghindari terjadinya ruptur
perineum ketika kepala janin sudah keluar minta ibu supaya jangan mengedan
terlalu kuat dengan irama yang pendek. Perineum merupakan kumpulan
berbagai jaringan yang membentuk perineum yang terletak antar vulva dan
19
anus, jaringan yang terutama menopang perineum adalah diafragma pelvis dan
urogenital, dan perineum berbentuk jajaran genjang yang terletak dibawah
dasar panggul.
Dan adanya robekan perineum ini dibagi menjadi: robekan perineum
derajat I, robekan perineum derajat II, robekan perineum derajat III, dan
robekan perineum derajat IV.
1) Derajat I : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum;
2) Derajat II : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum;
3) Derajat III : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spingter anieksterna;
4) Derajat IV : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spingter anieksterna dan dinding rectum anterior.
2. Robekan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
seberapa penting terdapat. Mungkin ditemuka sesudah persalinan biasa, tetapi
lebih sering sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, lebih lebih kalau kepala
bayi harus diputar. Perlukaan vagina terdiri dari: kolpaporeksis dan fistula.
3. Robekan Serviks
Persalianan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks
seorang multipara berbeda dengan yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke
segmen bawah uterus. Apabila ada robekan serviks perlu ditarik keluar dengan
20
beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan
baik.(2)
2.2.4.3 Faktor-Faktor Terjadinya Ruptur Perineum
Faktor terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu, faktor
janin dan faktor penolong persalinan diantaranya:
1. Faktor Ibu
1) Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin
hidu diluar rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah
kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah
dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya . Pada primipara atau
orang yang barupertama kali melahirkan biasanya perineum tidak
dapat menahan tegangan yang kuat sehingga robek pada pinggir
depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi
juga luka yang luas dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama
pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva disekitar
introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang
bisa timbul perdarahan banyak.
2) Meneran
Secara fisiologis ibu merasakan dorongan untuk meneran bila
pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus
didukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan
dorongan dan memang ingin mengedan. Ibu mungkin merasa dapat
21
meneran secara lebih aktif pada posisi tertentu. Beberapa cara yang
dapat dilakukan dalam memimpin ibu bersalin untuk mengedan
supaya mencegah ruptur perineum, diantaranya: Menganjurkan ibu
untuk mengedan sesuai dengan dorongan alamiahnya selama
kontraksi, tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat
meneran, mungkin ibu akan merasa lebih mudah untuk meneran jika
ibu berbaring miring atau setengah duduk, menarik lutut kearah ibu,
dan menempelkan dagu ke dada, menganjurkan ibu untuk tidak
mengangkat bokong saat mengedan, tidak melakukan dorongan pada
fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan ini dapat
meningkatkan resiko distosia bahu dan ruptur uteri, pencegahan
ruptur perineum dapat dilakukan saat bayi dilahirkan terutama saat
kelahiran kepala dan bahu.(12)
2. Faktor Janin
1) Berat Badan Janin
Makrosomnia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000
gram. Makrosomnia disertai dengan meningkatnya resiko trauma
persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan klavikula,
dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan
robekan pada perineum.
2) Presentasi
Menurut Kamus Kedokteran, presentasi adalah letak hubungan subu
memanjang panggul ibu. Presentasi digunakan untuk menentukan
22
bagian yang ada dibagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi
atau pada pemeriksaan dalam.
3. Faktor Penolong Persalinan
Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu berwenang
dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah
merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga
sangat diperlukan kerja sama dengan ibu dan penggunaan prasat manual
yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi
untuk mencegah laserasi.
Kemampuan penolong juga sangat berpengaruh terhadap kejadian
ruptur perineum, walaupun dalam kriteria inklusi sudah disebutkan
bahwa penolong harus menggunakan teknik standar APN (Asuhan
Pesalinan Normal), namun bila posisi persalinan pasien seperti
disebutkan diatas maka kemungkinan besar akan terjadi robekan pada
perineum.(10)
2.2.4.4 Pencegahan Ruptur Perineum
Laserasi spontan pada prineum dapat terjadi saat bayi dilahirkan, terutama
saat kelahiran kepala dan bahu. Laserasi akan sangat meningkat jika bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu selama
persalinan dan gunkan manufer tangan untuk mengendalikan kelahira bayi serta
membantu mencegah terjadinya laserasi.
Kerja sama ini dibutuhkan terutama saat kepala bayi telah membuka vulva.
Kelahiran kepala yang terkendali dan perlahan memberikan waktu pada jaringan
23
vagina dan perineum untuk melakukan penyesuaian dan akan mengurangi
kemungkinan terjadinya robekan. Saat kepala bayi mendorong vulva dengan
diameter 5-6 cm bimbing ibu untuk meneran dan berhenti untuk beristirahat atau
bernafas dengan cepat. Kerja sama ini dibutuhkan terutama saat kepala bayi telah
membuka vulva. Kelahiran kepala yang terkendali dan perlahan memberikan
waktu pada jaringan vagina dan perineum untuk melakukan penyesuaian dan akan
mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Saat kepala bayi mendorong vulva
dengan diameter 5-6 cm bimbing ibu untuk meneran dan berhenti untuk
beristirahat atau bernafas dengan cepat.(13)
2.2.4.5 Penanganan Ruptur Perineum
Pada umumnya ruptur perineum pada tingkat satu dapat sembuh sendiri
tidak perlu dijahit. Ruptur perineum yang melebihi derajat I harus dijahit. Hal ini
dapat dilakukan sebelum plasenta lahir tetapi apabila ada kemungkinan plasenta
harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai
menunggu plasenta lahir. Dengan posisi berbaring secara litotomi dilakukan
pembersihan luka dengan cairan antiseptik dan luas robekan ditentukan dengan
seksama.
Pada ruptur perineum derajat II setelah diberi anastesi lokal otot-otot
diafragma urogenitalis dihubungkan digaris tengah dengan jahitan dan kemudian
luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-
jaringan bawahnya.
Ruptur perineum derajat III dapat mempunyai akibat yang lebih serius dan
dimanapun bila memungkinkan harus dijahit oleh obstetri dirumah sakit dengan
24
peralatan yang lengkap dengan tujuan mencegah inkontinensia vekal dan atau
fistula fekal.
Ruptur perineum derajat IV harus dilakukan dengan teliti. Mula-mula
dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia parektal ditutup, dan
muskulus sfingter ani aksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan
penutupan robekan seperti pada ruptur perineum derajat II.(8)
2.2.4.6 Perawatan Luka Perineum
Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis,
psikologis, sosial dan spritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat.
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah
antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antar
kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti ada waktu
sebelum hamil. Tujuan perawatan perineum adalah mencegah terjadinya infeksi
sehubungan dengan penyembuhan jaringan.
2.2.4.7 Waktu Perawatan Perineum
1.Saat Mandi
Pada saat mandi, ibu post partum melepas pembalit, setelah terbuka
kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung
pada pembalut , untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut,
demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersih
perineum.
25
2. Setelah Buang Air Kecil
Pada saat buang air kecil, kemungkinan besar terjadi, kontaminasi air
seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada
perineum untuk itu diperlukan pembersih perineum.
3. Setelah Buang Air Besar
Pada saat buang air besar diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran
sekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus
keperineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses
pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.(5)
2.2.4.8 Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum
1. Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap
proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan
sangat membutuhkan protein.
2. Obat-obatan
1) Steroid : dapat menyamarkan adanya infeksi dengan mengganggu
respon inflamasi normal
2) Antikoagulan : dapat menyebabkan hemoragi
3) Antibiotik spektrum luas/spesifik : efektif bila diberikan segera
sebelum pembedahan untuk patologi spesifik atau kontaminasi
bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak efektif karena
koagulasi intravaskular.(14)
26
3. Keturunan
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya dalam
penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi adalah
kemampuan dalam sekresi insulin dapat dihambat sehingga
menyebabkan glukosa darah meningkat dan dapat terjadi penipisan
protein dan kalori.
4. Sarana Prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam
perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan
perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik.
5. Budaya dan Keyakinan
Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum,
misalnya kebiasaan tarak telur, ikan dan daging ayam, akan
mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi
penyembuhan luka. (15)
2.2.4.9 Dampak Dari Perawatan Luka Perineum yang Tidak Benar
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan
hal-hal berikut ini:
1. Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lochea dan lembab akan sangat
menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan
timbulnya infeksi pada perineum.
27
2. Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran
kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada
munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi jalan
lahir.
3. Kematian Ibu Post Partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya
kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu pospartum
masih lemah.(16)
2.3. Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
Ada hubungan teknik mengedan dengan kejadian ruptur perineum di
Klinik Bidan Elparida Ambarita Kecamatan Doloksanggul Kabupaten
Humbang Hasundutan Tahun 2018.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalalah survey
analitik dengan menggunakan desain penelitian case control (kasus-kontrol)
yang bertujuan untuk meneliti Hubungan Teknik Mengedan dengan Kejadian
Ruptur Perineum di Klinik Bidan Elparida Ambarita Kecamatan Doloksanggul
Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2018.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di klinik bidan Elparida Ambarita Kecamatan
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan karena adanya masalah yaitu
sering ditemukan adanya ruptur perineum pada ibu yang pernah bersalin normal
di klinik bidan Elparida Ambarita Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang
Hasundutan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Klinik Bidan Elparida Ambarita Kecamatan
Doloksanaggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Waktu penelitian akan
dilaksanakan pada bulan Juni - September 2018.
29
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti.
Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (17)
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua ibu bersalin yang
akan mengalami proses persalinan normal (fisiologis) di Klinik Bidan Elparida
Ambarita yang berada di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang
Hasundutan.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.(18) Sampel dalam
penelitian ini adalah ibu bersalin pada akhir bulan Agustus – September di Klinik
Bidan Elparida Ambarita dijadikan sampel dengan menggunakan Accidental
Sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan bertemu
dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel yang berjumlah 20 orang ibu
bersalin yang terdiri atas 10 case dan 10 control.
3.4. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah alur penelitian yang memperlihatkan variabel-
variabel yang mempengaruhi dan dipengaruhi atau dengan kata lain dalam
kerangka konsep akan terlihat faktor-faktor yang terdapat dalam variable
penelitian. (19)
30
Kerangka konsep penelitian.
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini tentang hubungan teknik
mengedan dengan kejadian ruptur perineum di Klinik Bidan Elparida Ambarita
Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2018.
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.5.Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran
3.5.1. Defenisi Operasional
Definisi operasional adalah batasan yang digunakan untuk mendefinisikan
variabel-variabel atau faktor-faktor yang diteliti. Defenisi operasional adalah
uraian-uraian tentang batasan yang digunakan untuk mendefenisikan variable-
variabel atau faktor-faktor yang mempengaruhi variabel tersebut. Aspek
pengukuran adalah aturan-aturan yang meliputi cara dan alat ukur (instrument),
hasil pengukuran, kategori dan skala ukur yang digunakan untuk menilai suatu
variable. (19)
Teknik Mengedan Ruptur Perineum
31
Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Teknik Mengedan
Dalam hal ini teknik mengedan diartikan sebagai teknik yang
dilakukan ibu untuk mengedan pada saat pembukaan sudah lengkap.
Untuk menilai teknik mengedan ibu terhadap kejadian ruptur perineum
maka peneliti menggunakan alat pengumpulan data dengan menggunakan
lembar checklist dengan cara observasi yang dikategorikan sebagai
berikut:
a. Benar, jika seluruh langkah-langkah dalam format pengkajian teknik
mengedan dilakukan lengkap.
b. Salah,jika seluruh langkah-langkah dalam format pengkajian teknik
mengedan dilakukan tidak lengkap.
2. Ruptur Perineum
Ruptur perineum adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada
bagian perineum.Untuk melihat adanya ruptur pada perineum maka
peneliti menggunakan alat pengumpulan data dengan menggunakan
kategori sebagai berikut:
a. Ruptur, jika responden mengalami ruptur perineum
b. Tidak Ruptur, jika responden tidak mengalami ruptur pada perineum.
32
3.5.2 Aspek Pengukuran
Tabel .3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen
N
O Variabel Alat
Ukur
Kategori Hasil Ukur Skala
Variabel Independen
1
Teknik
Mengedan
Observasi
(Checklist)
a.Benar
(Skor 1)
b.Salah
(Skor 0)
a. Benar, jika seluruh
langkah-langkah dalam
teknik mengedan
dilakukan lengkap.
b. Salah, jika seluruh
langkah-langkah dalam
teknik mengedan
dilakukan tidak lengkap.
Ordinal
Variabel Dependen
2 Ruptur
Perineum
Observasi
(Checklist)
a.Ruptur
(Skor 0)
b.Tidak
ruptur
(Skor 1)
a. Ruptur, jika responden
mengalami ruptur pada
perineum.
b. Tidak ruptur, jika
responden tidak
mengalami ruptur pada
perineum.
Ordinal
3.6. Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini ada 2, yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data tentang ibu bersalin yang mengalami
kejadian ruptur perineum diperoleh melalui observasi langsung saat
persalinan berlangsung..
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari badan/institusi yang
mengumpulkan data. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
33
data rekam medik klinik Bidan Elparida Ambarita Kecamatan
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.
3.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, adapun teknik pengumpulan data yang
dilakukan adalah dengan melakukan observasi dengan menggunakan
lembar checklist yang disusun sebelumnya berdasarkan teori ataupun
tinjauan pustaka mengenai penelitian (20), yakni tentang hubungan teknik
mengedan dengan kejadian ruptur perineum kepada ibu bersalin sebagai
responden penelitian di klinik bidan Elparida Ambarita.
3.7. Metode Pengolahan Data
Semua data yang terkumpul diolah dengan cara komputerisasi dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Collecting
Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner angket maupun obervasi.
2. Checking
Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner atau lembar
observasi dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan
data memberikan hasil yang valid dan realiabel dan terhindar dari bias.
3. Coding
Proses untuk memberikan code pada jawaban responden dan atau ukuran-
ukuran yang diperoleh dari unit analisis sesuai dengan rancangan awalnya.
Kode-kode demikian untuk memudahkan pengolahan data.
34
4. Entering
Data entry yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang masih
dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam aplikasi SPSS.
5. Processing
Semua data yang telah di input kedalam aplikasi komputer akan diolah sesuai
dengan kebutuhan dari penelitian.(10)
3.8. Teknik Analisa Data
Untuk menganalisa data yang diperoleh semua data yang ada diolah
menggunakan komputer dengan program SPSS dengan Uji Statistic Chi-Square,
kemudian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Adapun teknik-
teknik dalam menganalisa data dilakukan secara:
3.8.1. Analisa Univariat
Analisa univarat adalah teknik analisa data dengan menyederhanakan atau
memudahkan interpretasi data kedalam bentuk penyajian baik tekstular maupun
tabular menurut variabel yang diteliti. Analisa data ini dilakukan untuk
memperoleh distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel yang
diteliti.(19)
3.8.2. Analisa Bivariat
Setelah diketahui variabel, maka dilakukan analisa lebih lanjut berupa
analisa bivariat.(19) Data yang didapat dari kedua variabel merupakan data untuk
memperoleh distribusi frekuensi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
teknik mengedan dengan kejadian ruptur perineum di Klinik Bidan Elparida
35
Ambarita Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun
2018.(21)
Untuk mengetahui hubungan teknik mengedan dengan kejadian ruptur
perineum dilakukan uji statistik chi-square (X²). Untuk pengambilan keputusan
dilakukan dengan perbandingan chi-square dengan menggunakan uji hitung dan
uji table sebagai berikut:
1) Jika chi-square hitung lebih besar dari pada chi-square tabel maka Ho
ditolak, Ha : diterima berarti ada hubungan teknik mengedan dengan
kejadian ruptur perineum. Dengan nilai P-Value > α = 0,05.
2) Jika chi-square hitung lebih kecil dari pada chi-square tabel maka Ho
diterima, Ha : ditolak berarti tidak ada hubungan teknik mengedan dengan
kejadian ruptur perineum. Dengan nilai P-Value < α =0,05.
Selain itu digunakan juga perhitungan Odds Ratio (OR) untuk
mengestimasi tingkat resiko antara variabel independen dengan dependen. Bila
OR= 1, artinya variabel independen bukan faktor resiko. Bila OR > 1, artinya
variabel independen sebagai faktor risiko. Bila OR < 1, artinya variabel
independen sebagai faktor protektif/perlindungan.(22)