Post on 29-Aug-2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menyatakan bahwa ketentuan pembelajaran yang dilakukan di sekolah
sesuai dengan aturan jam pembelajaran serta waktu pelaksanaan setiap minggu
dan semester yang berlangsung secara tatap muka. Namun, menjelang akhir tahun
2019 hingga tahun 2021 terjadi sebuah kejadian tidak terduga yang melanda
keseluruhan negara yang menyangkut keberlangsungan hidup seluruh manusia
yakni pandemi Coronavirus Disease (Covid-19).
Penelitian yang dilakukan oleh Hui, et al (2020) dalam Setiawan (2020, 29),
mengungkapkan bahwa virus Covid-19 ditemukan pertama kali di Wuhan, Hubei,
China pada tahun 2019. Kasus Covid-19 pertama kali terdeteksi di Indonesia sejak
2 Maret 2020, dan hingga 9 Februari 2021 jumlah kasus terdeteksi di Indonesia
adalah sebanyak 1.174.779 juta total kasus positif. Demikian yang dilansir
worldometers dan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-19 kasus
penyebaran secara global yang jauh melewati China (sumber: kompas.com).
Penyebaran virus Covid-19 ini berdampak positif dan negatif bagi
keberlangsungan hidup seluruh mahkluk hidup. Salah satu hal yang merasakan
dampak penyebaran ini adalah pada proses belajar mengajar mulai dari tingkat
dasar, menengah, dan atas hingga perguruan tinggi. Segala daya dan upaya agar
keberlangsungan pendidikan tetap berjalan, maka dibuatlah surat edaran oleh
2
Kadisdik dimana pembelajaran yang sebelumnya dilaksanakan secara
konvensional berubah menjadi home learning atau Belajar dari Rumah (BDR).
Kegiatan home learning yang terjadi di Indonesia berawal sejak 16 Maret
2020, namun dengan banyak pertimbangan ketetapan kebijakan baru
perpanjangan home learning dikeluarkan oleh Kemdikbud. Ketentuan umum
mengenai panduan yang tertuang tersebut terbagi berdasar status wilayah ke
dalam empat zona yakni zona kuning, zona oranye, zona merah dan zona hijau
yang telah dibagi oleh tim gugus tugas (sumber: dikti.kemendikbud.go.id).
Berdasarkan ketentuan pemerintah terkait menyebabkan wilayah Jakarta dan
beberapa titik di Indonesia yang berada pada zona merah mewajibkan setiap
peserta didik untuk tetap melakukan pembelajaran secara daring atau home
learning.
Berdasarkan wawancara melalui telepon bersama dua Kepala Sekolah pada
dua sekolah yang berbeda di Jakarta, menyatakan bahwa pelaksanaan home
learning merupakan sebuah tantangan baru bagi sekolah, tenaga pendidik dan
kependidikan serta peserta didik. Melepaskan diri dari pembelajaran tatap muka
dan beralih pada pembelajaran menggunakan teknologi merupakan kesulitan yang
harus dihadapi. Hal ini sangat menantang setiap tenaga pendidik dan
kependidikan dalam penggunaan teknologi yang dibutuhkan dalam kegiatan
belajar mengajar. Mengingat tidak sedikit tenaga pendidik dan kependidikan yang
gagap teknologi (gaptek), menyulitkan pihak pimpinan sekolah dalam
meningkatkan kompetensi guru khususnya dalam memakai platform-platform
yang mendukung kegiatan belajar mengajar. Padahal, menurut penelitian Kavalić
et al. (2021, 2) menyatakan bahwa:
3
teknologi informasi berhasil digunakan untuk komunikasi dan memperoleh pengetahuan serta efektif diterapkan pada proses manajemen pengetahuan terutama dalam memantau perubahan lingkungan.
Terlebih lagi, pada era industri 4.0 yang dikenal dengan revolusi digital dan
era teknologi seperti sekarang ini, maka kekayaan yang dimiliki sebuah
perusahaan ataupun organisasi adalah pengetahuan yang dimiliki. Menurut Peter
Senge (1990, 343) pada bukunya yang berjudul “The Fifth Discipline: The Art
and Purpose of the Learning Organization” menyatakan bahwa:
kemampuan untuk belajar dari orang lain serta adanya keterbukaan dalam organisasi sangat berpengaruh signifikan pada bagaimana pengetahuan tersebut ditransmisikan pada pembelajaran organisasi (Zahra et al. 2020, 1219).
Pembelajaran organisasi tersebut tidak berjalan sendiri, namun harus dikelola dan
diorganisir dengan baik yang disebut dengan manajemen pengetahuan. Salah satu
hal yang menjadi faktor penting dalam manajemen pengetahuan adalah pada
proses berbagi pengetahuan atau knowledge sharing (Kavalić et al. 2021, 13).
Melalui hasil wawancara dengan salah satu kepala sekolah dari dua sekolah
swasta yang berbeda di atas, dikemukakan bahwa dari tujuh puluh enam tenaga
pendidik dan kependidikan dua puluh empat diantaranya terbilang senior dan
gagap teknologi (gaptek). Maka dari itu, penulis tertarik untuk memahami lebih
jauh mengenai perilaku berbagi pengetahuan khususnya saat terjadi perubahan
situasi yang tak terduga seperti adanya pandemi covid-19 ini. Peneliti tertarik
dengan sekolah Bina Bangsa Bandung dikarenakan sekolah ini hanya memiliki
seorang kepala sekolah yang memimpin seluruh jenjang pendidikan, yakni mulai
dari SD hingga SMA. Kemudian, kepala sekolah tersebut bukanlah warga negara
Indonesia melainkan berkewarganegaraan Filipina. Hal tersebut membuat peneliti
hendak mengetahui perilaku berbagi pengetahuan di antara guru-guru dengan
kepala sekolah terkait perbedaan budaya yang berbeda dari dua negara.
4
Oleh karena itu, penulis meneliti lebih jauh mengenai perilaku knowledge
sharing dalam lingkungan sekolah Bina Bangsa Bandung menghadapi
pembelajaran jarak jauh saat ini. Mengacu pada beberapa literatur yang ada,
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku knowledge sharing.
Faktor pertama adalah psychological empowerment. Penelitian yang
dilakukan oleh Wang, Wang, and Chang (2019, 1061) membuktikan bahwa
psychological empowerment secara signifikan mempengaruhi minat karyawan
dalam hal berbagi pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Organisasi pada bidang manapun akan sangat membutuhkan karyawan yang
penuh dengan motivasi diri. Seorang karyawan yang termotivasi atas apa yang
dikerjakannya pasti akan menimbulkan keterikatan atas pekerjaan itu sendiri.
Keterikatan terkait akan membuat karyawan terkait terlibat sepenuhnya dalam
menginvestasikan diri dan waktu serta energinya dalam pekerjaan. Motivasi tidak
muncul dengan sendirinya, namun ada upaya dari dalam diri ataupun luar diri
seseorang yang menghasilkan energi dan keyakinan akan apa yang dikerjakannya.
Motivasi dari dalam maupun luar tersebut akan menghasilkan motivasi
instrinsik yang dikenal dengan psychological empowerment. Kata empowerment
mengandung arti sebuah proses untuk menjadi lebih kuat dan lebih percaya diri
khususnya dalam melakukan sebuah pekerjaan. Colquitt et al. (2014, 185)
mendefinisikan psychological empowerment memiliki kesamaan dengan kepuasan
atas pekerjaan itu sendiri, dimana organisasi berupaya dalam memberikan
beberapa jenis pemberdayaan atas karyawannya dengan harapan bahwa dirinya
termotivasi secara intrinsik serta merasa puas atas hasil pekerjaannya.
5
Kanter (1983, 159) menciptakan istilah empowerment (pemberdayaan) dan
berkembang secara berbeda dalam perspektif sosiostruktural dan psikologis.
Pendekatan sosiokultural mendefinisikan pemberdayaan tersebut sebagai struktur,
praktik dan kebijakan yang dibuat oleh organisasi guna mendesentralisasikan
kekuasaan sehingga menghasilkan keputusan sendiri serta membimbing dirinya
sendiri. Sedangkan, pendekatan psikologis mendefinisikan pemberdayaan sebagai
bagian dari fokus pihak manajemen dalam upaya memperkuat kompetensi diri
karyawan dan hubungan antara usaha dengan penghargaan (Turnipseed dan
VandeWaa 2020, 3).
Karyawan yang secara intrinstik merasa diberdayakan dan percaya bahwa
dirinya kompeten dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan cenderung akan
membantu organisasi. Terlebih lagi pada masa pandemi Covid-19 ini, dimana
teknologi menjadi faktor pendukung utama dalam mengerjakan pekerjaan
khususnya pendidikan. Pendidik yang merasa dirinya berkompeten dan lebih
memahami teknologi akan cenderung membagikan pengetahuannya kepada rekan
kerjanya. Maka dari itu, untuk memastikan dugaan tersebut peneliti berkeinginan
untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh psychological empowerment
terhadap knowledge sharing dalam lingkungan sekolah terkhusus saat menghadapi
pembelajaran jarak jauh.
Faktor yang kedua adalah emotional intelligence. Individu yang memiliki
kemampuan kognitif yang tinggi akan sangat berguna bagi keefektifan organisasi.
Namun, seperti yang dinyatakan oleh Bora (2012, 20) dalam Priyadarshi dan
Premchandran (2019, 7) seseorang yang memiliki kemampuan emosional yang
tinggi akan lebih banyak terlibat dalam kegiatan berkomunikasi dan kegiatan
6
berbasis otak, hal ini dikarenakan mereka cenderung memiliki tingkat self-esteem,
keterampilan sosial yang tinggi serta dapat bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Boyaztis (2009, 757) dalam Miao, Humphrey, dan Qian (2020, 3),
kemampuan emosional merupakan informasi emosional seseorang dalam
mengenali, memahami, dan menggunakan informasi emosional orang lain
sehingga menghasilkan kinerja yang efektif dan unggul. Seorang yang memiliki
kemampuan kognitif yang tinggi belum tentu dapat memahami perasaan dirinya
sendiri, mengatur emosinya bahkan memahami perasaan orang lain. Hal tersebut
sangat membutuhkan kemampuan emosional sehingga dapat mempengaruhi
fungsi sosialnya dan menjadi efektif dalam konteks sosial.
Sistem pembelajaran jarak jauh sedikit banyak menghambat kehidupan
bersosial khususnya pada dunia pendidikan hari ini. Bekerja secara kolaboratif
menggunakan teknologi saat ini menjadi tantangan yang tidak dapat terhindarkan
oleh para pendidik. Memahami situasi sosial serta dorongan diri dalam
berinteraksi dengan orang lain menjadi latihan tambahan bagi setiap individu.
Oleh karena itu, peneliti hendak meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh
emotional intelligence terhadap knowledge sharing dalam lingkungan sekolah
khususnya saat menghadapi pembelajaran jarak jauh.
Faktor ketiga yang mempengaruhi knowledge sharing adalah organizational
citizenship behavior. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Afshar dan
Salemipour (2019, 128-130) memperlihatkan bahwa tiga dari lima indikator
variabel organizatinal citizenship behavior, yakni altruism, conscientiousness dan
civic virtue berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku berbagi pengetahuan.
7
Sedangkan, dua indikator lainnya yakni courtesy dan sportsmanship dinyatakan
tidak signifikan.
Pada era revolusi industri 4.0 sekarang ini, organisasi manapun pasti
membutuhkan pekerja-pekerja cerdas dimana mereka yang dapat bekerja secara
inovatif, penuh dengan inisiatif dan kreatif. Organisasi membayar mahal para
karyawannya adalah untuk mengurangi beban kerja dan secara kolaboratif bekerja
secara cerdas. Maka dari itu, orang yang dengan rela bekerja dan membantu
kinerja organisasi agar produktif sangat di pandang tinggi. Hal tersebut dikenal
dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Menurut Organ (1988, 85) dalam Afshar dan Salemipour (2019, 119), OCB
merupakan cakupan perilaku karyawan yang bersifat diskresioner, secara tidak
langsung dikenal dalam sistem penghargaan organisasi namun bermanfaat bagi
peningkatan kinerja organisasi. Bernard (1938, 83) dalam Turnipseed dan
VandeWaa (2020, 4-5) mengkonseptualkan organisasi sebagai asosiasi yang
korporatif dan mencatat kerelaan orang-orang dalam berkontribusi pada sistem
kooperatif. Kemudian, pernyataan terkait disempurnakan oleh Katz (1966) dan
Khan (1978) dalam Turnipseed dan VandeWaa (2020, 4-5) dengan memasukkan
ide berupa perilaku spontanitas dan inovatif serta adanya perilaku diluar peran
formal individu sehingga hal tersebut berperan penting dalam meningkatkan
keefektifan kinerja organisasi. Perilaku-perilaku tersebut dikenal dengan perilaku
organizational citizenship.
Meskipun pengetahuan dan berbagi pengetahuan dalam kerja organisasi
begitu penting, namun tidak sedikit orang yang menyimpannya bagi diri sendiri
karena menurut Davenport dan Prusak (1998, 5) hal tersebut merupakan
8
kecenderungan alami (Afshar dan Salemipour 2019, 118). Organisasi sangat
membutuhkan pengetahuan yang ada pada setiap karyawannya dalam berbagai
jenis pekerjaan, namun dengan syarat bahwa mereka diberikan insentif karenanya.
Organisasi tidak dapat memaksa karyawannya untuk dapat berbagi pengetahuan
pada rekan kerjanya. Terutama pada masa pembelajaran jarak jauh seperti
sekarang ini yang karena terbatasnya ruang, membuat organisasi kesulitan
memotivasi karyawannya dalam membagikan pengetahuan yang dimiliki kepada
rekan kerja yang membutuhkan. Maka dari itu, peneliti berkeinginan untuk
meneliti sejauh mana perilaku organizational citizenship terhadap perilaku
knowledge sharing dalam lingkungan sekolah terutama pada masa pembelajaran
jarak jauh.
Pada masa tak terduga sekarang ini, yaitu terjadinya penyebaran penyakit
jenis baru Covid-19, maka sekolah di mana pun akan mengalami permasalahan
yang sama dalam menangani perubahan sistem pembelajaran dari konvensional
menjadi home learning. Terlebih lagi dengan terhentinya proses kegiatan di
sekolah dengan kata lain sekolah menjadi mati fungsi, maka tata kelola organisasi
pun ikut terhenti. Demikian, dengan adanya perubahan drastis yang terjadi
mengharuskan berbagai pihak mengambil langkah maksimal agar kegiatan
pembelajaran tetap berlangsung dengan efektif. Berdasarkan pemaparan di atas,
yang melatarbelakangi dilakukannya penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh
Psychological Empowerment dan Emotional Intelligence Terhadap Knowledge
Sharing yang Dimediasi Oleh Organizational Citizenship Behavior pada Tenaga
Pendidik dan Kependidikan Sekolah Bina Bangsa Bandung”.
9
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan
beberapa permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1) Belum adanya pengelolaan knowledge sharing di sekolah yang efektif.
2) Kepala sekolah kesulitan menciptakan budaya berbagi pengetahuan pada
masa pembelajaran jarak jauh.
3) Kurangnya kepala sekolah dalam memotivasi karyawan untuk berbagi
pengetahuan terutama pada masa pembelajaran jarak jauh.
4) Rendahnya kesadaran para guru dalam berbagi pengetahuan.
5) Rendahnya perasaan peka karyawan dalam membantu rekan guru lain yang
kesulitan memakai teknologi.
6) Masih banyak guru yang acuh tak acuh dalam membagikan kemampuan
kepada rekan lain yang tidak dekat dengannya.
7) Minimnya guru yang memiliki kemampuan memadai dalam hal cakap
teknologi, sehingga proses berbagi pengetahuan menjadi terbatas.
8) Senioritas tinggi yang menyebabkan enggan untuk membagikan
pengetahuan ataupun menerima pengetahuan dari rekan lain.
9) Adanya perasaan insecure terhadap kepala sekolah maupun rekan kerja lain
yang menyebabkan beberapa individu malu bertanya.
10) Jarak dan waktu yang membatasi adanya proses berbagi pengetahuan pada
masa pembelajaran jarak jauh saat ini.
10
1.3 Batasan Masalah
Mengarah pada beberapa permasalahan yang teridentifikasi, peneliti
memfokuskan ke berbagai variabel yang mempengaruhi knowledge sharing.
Menghendaki penelitian lebih terfokus, maka penelitian ini dibatasi khusus pada
Sekolah Bina Bangsa Bandung serta meninjau beberapa variabel yakni
Psychological Empowerment, Emotional Intelligence terhadap Knowledge
Sharing dan dimediasi oleh Organizational Citizenship Behavior.
1.4 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dipaparkan adalah hasil dari identifikasi
masalah dan fokus penelitian meliputi:
1) Apakah Psychological Empowerment berpengaruh positif terhadap
Organizational Citizenship Behavior?
2) Apakah Emotional Intelligence berpengaruh positif terhadap Organizational
Citizenship Behavior?
3) Apakah Psychological Empowerment berpengaruh positif terhadap
Knowledge Sharing?
4) Apakah Emotional Intelligence berpengaruh positif terhadap Knowledge
Sharing?
5) Apakah Organizational Citizenship Behavior berpengaruh positif terhadap
Knowledge Sharing?
11
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dipaparkan berikut adalah hasil dari perumusan
masalah sebelumnya yaitu untuk menganalisis:
1) Pengaruh positif psychological empowerment terhadap organizational
citizenship behavior.
2) Pengaruh positif emotional intelligence terhadap organizational citizenship
behavior.
3) Pengaruh positif psychological empowerment terhadap knowledge sharing.
4) Pengaruh positif emotional intelligence terhadap knowledge sharing.
5) Pengaruh positif organizational citizenship behavior terhadap knowledge
sharing.
1.6 Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
Berbagai studi literatur telah dilakukan oleh peneliti mengenai knowledge
sharing, sehingga peneliti menemukan banyak variabel-variabel lain yang
mempengaruhi maupun dipengaruhi olehnya. Seperti halnya penelitian yang
dilakukan oleh Priyadarshi and Premchandran (2019) yang meneliti
mengenai hubungan antara core self-evaluation, emotional intelligence
terhadap knowledge sharing behavior dan di mediasi oleh role of political
skill, Miao et al. (2020) yang meneliti mengenai emotional intelligence
terhadap organizational citizenship behavior dan conterproductive work
behavior, penelitian mengenai group organizational citizenship behavior
terhadap knowledge sharing dan dimoderasi oleh role of workgroup
12
emotional climate oleh Afshar dan Salemipour (2019), adapun penelitian
Turnipseed dan VandeWaa (2020) yang meneliti dampak dari psychological
empowerment terhadap organizational citizenship behavior, Wang et al.
(2019) melakukan penelitian mengenai dampak psychological
empowerment dan interpersonal conflict terhadap employee’s knowledge
sharing intentions. Namun, dalam tiga tahun terakhir peneliti jarang
menemukan litaratur yang membahas mengenai knowledge sharing yang
dimediasi secara langsung oleh variabel organizational citizenship behavior.
Oleh karenanya peneliti melakukan penelitian mengenai psychological
empowerment, emotional intelligence terhadap knowledge sharing dan
menambahkan organizational citizenship behavior sebagai mediator,
dengan maksud guna mengisi kesenjangan yang terjadi dalam penelitian ini.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi Lembaga Pendidikan: penelitian ini diharapkan mampu memberikan
masukan bagi manajemen sekolah berupa informasi dalam mengatasi
permasalahan yakni perilaku berbagi pengetahuan khususnya penggunaan
teknologi pada masa pembelajaran jarak jauh dikalangan organisasi.
b. Bagi Kepala Sekolah: penelitian ini diharapkan dapat membantu kepala
sekolah dalam memberikan gambaran mendalam dalam menghadapi
tantangan baru berupa meningkatkan kompetensi guru khususnya dalam
meningkatkan perilaku berbagi pengetahuan dan pemakaian platform-
platform yang mendukung kegiatan belajar mengajar di lingkungan sekolah
terutama pada saat terjadi perubahan kondisi dan situasi seperti pandemi
Covid-19.
13
c. Bagi Guru: penelitian ini diharapkan dapat membantu pendidik dalam
meningkatkan kompetensi diri khususnya perilaku berbagi pengetahuan,
mengevaluasi proses pembelajaran dan menghadapi permasalahan bersama
otoritas sekolah terutama pada saat terjadi perubahan kondisi dan situasi
seperti pandemi Covid-19.
d. Bagi Peneliti: penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan mengenai dunia pendidikan dan tata kelola organisasi sekolah
terkhusus mengenai perilaku berbagi pengetahuan pada saat menghadapi
tantangan berupa masalah-masalah bahkan yang tak terduga sekalipun
sehingga kelak dapat menjadi pengalaman yang berguna bagi diri sendiri
dan orang lain terutama di dunia pendidikan.
1.7 Sistematika Penelitian
Penulisan proposal tesis ini terdapat kerangka penulisan yang terbagi secara
sistematis dan rinci menjadi lima bab serta terdeskripsi dengan jelas pada tiap
pembabakan. Pada bab satu, peneliti mendeksripsikan beberapa hal terkait latar
belakang penulisan yakni pertama, perlunya perilaku berbagi pengetahuan
khususnya pada masa pandemi covid-19 dimana mengharuskan proses belajar dari
rumah (BDR). Kedua, pentingnya memotivasi secara intrinsik setiap karyawan
organisasi dan mengenali kompetensi diri sehingga mampu membagikan
pengetahuan yang dimilikinya guna meningkatkan kinerja organisasi. Ketiga,
dalam organisasi perlu memiliki karyawan yang berkemampuan untuk mengenal
emosi diri serta lingkungannya sehingga mempengaruhi fungsi sosialnya terutama
dalam hal membagikan pengetahuan yang dimiliki. Keempat, diperlukan
14
karyawan yang dengan sukarela membantu rekan kerja terutama dalam membantu
membagikan pengetahuan. Bab ini juga mengidentifikasi beberapa masalah yang
muncul akibat adanya pandemi covid-19 khususnya pada beberapa organisasi
sekolah yakni sulitnya beradaptasi pada proses pembelajaran jarak jauh. Peneliti
juga membatasi permasalahan dalam penelitian yakni berkaitan dengan
Psychological Empowerment, Emotional Intelligence dan Organizational
Citizenship Behavior terhadap Knowledge Sharing. Bab ini juga menjabarkan
harapan peneliti mengenai hasil penelitian dimana diharapkan dapat membantu
berbagai pihak yang berkepentingan, khususnya pada dunia pendidikan.
Pada bab dua peneliti mendeksripsikan teori-teori yang menjadi landasan
penelitian untuk tiap variabel. Kajian Pustaka yang dipaparkan pada bab dua
meliputi pendeskripsian variabel Psychological Empowerment, Emotional
Intelligence dan Organizational Citizenship Behavior serta Knowledge Sharing.
Selain itu, peneliti juga mencantumkan beberapa uraian mengenai beberapa
penelitian-penelitian terdahulu terkait masalah dalam penelitian. Pendeskripsian
yang terakhir adalah mengenai kerangka berpikir dan penarikan hipotesis.
Pada bab tiga terdapat uraian pendeskripsian mengenai metodologi
penelitian. Bab ini mendeskripsikan secara terperinci mengenai rancangan
penelitian yakni terdiri dari beberapa tahap, mulai dari mengumpulkan data
hingga pada menganalisa data. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
kausalitas, pengumpulan data dilakukan secara online dengan menyebarkan
kuesioner dikarenakan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kemudian, pengolahan data menggunakan aplikasi Smart-PLS. Penelitian
dilakukan di Bina Bangsa School Bandung terhitung sejak bulan Maret 2021
15
hingga Mei 2021 dikarenakan pengambilan data sekolah dilakukan lebih awal,
dengan guru-guru pada sekolah sebagai responden. Prosedur penelitian dilakukan
beberapa tahap yakni mengidentifikasi, memilih dan merumuskan masalah,
menyusun kerangka penelitian dan merumuskan hipotesis, menguji hipotesis
penelitian serta membahas dan menyimpulkan data. Instrumen penelitian dikelola
menjadi beberapa butir pertanyaan dalam bentuk kuesioner dengan berlandaskan
pada teori mengenai variabel-variabel yang diteliti yakni psychological
empowerment, emotional intelligence, dan organizational citizenship behavior
terhadap knowledge sharing. Terakhir, pada bab ini data dianalisis menggunakan
dua teknik analisis data yakni statistik deskriptif dan statistik inferensial guna
menjawab rumusan masalah serta menguji perumusan hipotesis penelitian.
Bab empat berisi mengenai penjabaran atas permasalahan masalah yang
tertulis pada bab satu. Jawaban atas rumusan masalah dijabarkan secara terperinci
mengenai hasil penelitian juga pembahasan dari penelitian. Penjelasan mengenai
hasil penelitian atas data tersebut didapatkan melalui subjek penelitian serta
interpretasi data dari masing-masing variabel dengan menguji hipotesis yang ada
dan menghubungkannya dengan landasan teori pada bab dua. Bab ini ditutup
dengan keterbatasan pada penelitian ini, sehingga dapat menjadi acuan untuk
saran pada bab lima.
Kesimpulan, implikasi dan saran terdapat pada bab lima. Bab ini
menjelaskan secara terperinci mengenai kesimpulan atas hasil penelitian,
implikasi yang berguna bagi pihak manajerial organisasi, serta saran sebagai
penutup yang diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.