Post on 03-Mar-2019
ASURANSI PERTANIAN SEBAGAI SARANA
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI
(Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan dan Mitra
Taninya di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor)
DIAN ANDRAYANI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
RINGKASAN
DIAN ANDRAYANI. Asuransi Pertanian Sebagai Sarana Meningkatkan
Kesejahteraan Petani (Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan dan Mitra
Taninya di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor). Dibimbing Oleh
NOVINDRA.
Pertanian masuk ke dalam tiga besar sektor unggulan penyumbang Produk
Domestik Bruto (PDB) terbesar di Indonesia. Seiring dengan hal itu, terdapat
persoalan yang dapat menjadi ancaman bagi sektor pertanian, antara lain
meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global; ketersediaan
infrastruktur lahan; kepemilikan lahan yang sempit; dan lainnya. Perlu upaya
sistematis dan melembaga untuk meminimalkan risiko kerugian akibat ancaman
tersebut. Asuransi pertanian merupakan alternatif manajemen risiko yang layak
dipertimbangkan. Asuransi pertanian berkaitan dengan pembiayaan usahatani oleh
pihak ketiga dengan jumlah tertentu.
PT. Saung Mirwan merupakan perusahaan agribisnis yang bermitra
dengan petani untuk memproduksi edamame. PT. Saung Mirwan berada di Desa
Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis keberadaan
asuransi pertanian menjadi penting bagi PT. Saung Mirwan dan mitra taninya
guna meminimalkan risiko kerugian akibat perubahan iklim. Pengembangan
asuransi pertanian melibatkan banyak faktor sosial yang kompleks dimana faktor-
faktor tersebut hanya dapat diidentifikasi dan dipahami dari suatu kaji tindak
model asuransi pertanian. Uji kaji tindak atau pilot project asuransi pertanian
sudah mulai dilakukan oleh Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
(PSEKP), selaku lembaga yang berwenang dalam studi ekonomi pertanian, sejak
tahun 2008. Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang dikaji dalam penelitian
ini adalah bagaimana urgensi asuransi pertanian bagi PT. Saung Mirwan dan mitra
taninya; bagaimana model asuransi pertanian dari PSEKP; dan bagaimana
dampak asuransi pertanian bagi pendapatan petani mitra.
Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif yang
meliputi penilaian persepsi responden dan informan pada asuransi pertanian;
penilaian persepsi responden pada model asuransi pertanian; dan perhitungan
pendapatan responden, sedangkan metode kualitatif yang dilakukan meliputi
deskripsi dan pembahasan data kuantitatif yang diolah, serta studi literatur
mengenai asuransi pertanian.
Hasil analisis kualitatif menunjukan keberadaan asuransi pertanian sebagai
mekanisme pembagian risiko pada PT. Saung Mirwan dan mitra taninya dianggap
penting dan semakin mendesak, karena adanya peningkatan risiko usahatani
akibat perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit. Asuransi
pertanian dari PSEKP menekankan kerjasama dari pemerintah, perusahaan
asuransi, dan petani sebagai pihak yang menjadi atribut dalam kelembagaan
asuransi. Asuransi pertanian memiliki dampak yang positif bagi mitra tani, karena
program asuransi dapat membantu petani mitra menanggulangi kebutuhan dana
jangka panjang, khususnya saat terjadi gagal panen. Dengan demikian, risiko
kehilangan pendapatan petani mitra dapat diminimalkan.
Kata kunci: Model asuransi pertanian, kesejahteraan petani, usahatani edamame
ASURANSI PERTANIAN SEBAGAI SARANA
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI
(Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan dan Mitra
Taninya di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor)
DIAN ANDRAYANI
H44080097
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Asuransi Pertanian Sebagai Sarana
Meningkatkan Kesejahteraan Petani (Analisis Simulasi pada PT. Saung Mirwan
dan Mitra Taninya di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor) adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Dian Andrayani
H44080097
Judul Proposal : Asuransi Pertanian Sebagai Sarana Meningkatkan
Kesejahteraan Petani (Analisis Simulasi pada PT. Saung
Mirwan dan Mitra Taninya di Kecamatan Megamendung,
Kabupaten Bogor)
Nama : Dian Andrayani
NRP : H44080097
Menyetujui,
Pembimbing
Novindra, S.P., M.Si
NIP. 19811102 200701 1001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T
NIP. 19660717 1992031 1 003
Tanggal Lulus :
100
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta 18 Februari 1990, anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Budi Santosa dan Kamsinah. Penulis mengawali
pendidikan dasar pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun 2002 di SD Negeri
06 Pagi Lubang Buaya. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai tahun 2002
dan diselesaikan tahun 2005 di SMP Negeri 259 Jakarta. Pendidikan menengah
atas pada tahun 2005 dan diselesaikan tahun 2008 di SMA Negeri 48 Jakarta.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya
dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN). Penulis aktif dalam International Association of Student in
Agricultural and Related Sciences (IAAS) Local Committee IPB sebagai staf
Divisi Project (periode 2008-2010). Penulis juga aktif dalam Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) FEM IPB sebagai staf Divisi Pendidikan (periode 2009-2010).
Penulis berhasil lolos seleksi dalam kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa
(PKM) Bidang Pengabdian Masyrakat hingga tingkat IPB 2010 dan menjadi Duta
Anti Korupsi IPB pada tahun 2010. Penulis juga merupakan penerima Beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2009-2010 dan Beasiswa Yayasan
Goodwill International periode 2011-2012.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Asuransi
Pertanian Sebagai Sarana Meningkatkan Kesejahteraan Petani (Analisis Simulasi
pada PT. Saung Mirwan dan Mitra Taninya di Kecamatan Megamendung
Kabupaten Bogor). Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program Sarjana Ekonomi Pertanian,
Sumberdaya, dan Lingkungan; Departeman Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu stakeholder terkait dalam
mewujudkan sistem perlindungan pertanian yang sesuai bagi petani dan
pengusaha pertanian di Indonesia. Selain itu, penulis juga mengharapkan adanya
penelitian lanjutan yang akan mengakomodasi kekurangan penelitian ini.
Bogor, Februari 2013
Dian Andrayani
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillaahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Salawat serta salam tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW. Ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan penuh
rasa hormat kepada:
1. Bapak Novindra, S.P, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi sekaligus
dosen pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan bimbingan,
arahan, dan motivasi yang sangat berarti dari masa perkuliahan sampai
selesainya skripsi ini.
2. Bapak Ir. Ujang Sehabudin sebagai dosen penguji utama dan Bapak Adi
Hadianto, S.P, M.Si sebagai dosen penguji wakil departemen yang telah
memberikan saran, kritik, dan masukan , sehingga penulis dapat memperbaiki
karya ini.
3. Bapak Dr. Ir. Sahat M. Pasaribu, M. Eng selaku peneliti PSEKP yang telah
berbagi ilmu pengetahuan tentang penelitiannya dan Bapak Wisnu dari
asuransi umum PT. Bumi Putera Muda atas informasi yang telah diberikan.
4. PT. Saung Mirwan sebagai tempat penelitian, mitra tani dan staf PT. Saung
Mirwan yang telah memberikan banyak bantuan selama penulis
melaksanakan turun lapang dan saudari Ifa sebagai teman seperjuangan
selama turun lapang.
5. Ayahanda (Bapak Budi Santosa) dan ibunda (Ibu Kamsinah), adik tercinta
(Shandy Sanjaya) yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan
dukungan yang tiada hentinya.
6. Irpan Ripa’i Sutowo yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi
ide pemikiran, dukungan dan semangat; sahabat ESL 45 (Anggi, Tia, dan
Asih) dan teman-teman bimbingan (Diani, Sari, Novrika, Pebri, Sandra,
Kiki), serta seluruh keluarga besar ESL 45 lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu per satu yang selalu memberi motivasi, kebersamaan, dan
kekompakan.
7. Teman kosan Pondok Indah (Riska, Ide, Ponam, Enda, dan Sarah) yang telah
memberikan banyak saran, keceriaan, dan semangat untuk terus maju.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah menjadi bagian dari perjalanan
penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat, terutama dalam pengembangan ilmu ekonomi pertanian.
Bogor, Februari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 6
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 11
2.1. Risiko Perubahan Iklim Pada Sektor Pertanian ....................... 11
2.2. Asuransi ................................................................................... 11
2.2.1. Lembaga Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia 12
2.2.2. Asuransi Pertanian ....................................................... 14
2.3. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya ................................... 14
2.3.1. Skim Model Asuransi Pertanian dari PSEKP .............. 16
2.3.2. Uji Coba Asuransi Pertanian ........................................ 19
2.3.3. Pembiayaan Premi Asuransi di India ........................... 21
2.4. Kebaruan Penelitian ................................................................ 21
III. KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 22
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 22
3.1.1. Ketidakpastian dan Risiko Dalam Sektor Pertanian .... 22
3.1.2. Upaya Perlindungan dan Strategi Mitigasi Risiko ....... 23
3.1.3. Efek Asuransi Pertanian Pada Pendapatan Petani ........ 25
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................... 27
IV. METODE PENELITIAN .............................................................. 29
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 29
4.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 29
4.3. Metode Pengambilan Contoh .................................................. 30
4.4. Metode Pengolahan dan Prosedur Analisis Data .................... 30
4.4.1. Analisis Urgensi Asuransi Pertanian Bagi PT. Saung
Mirwan dan Mitra Taninya .......................................... 31
4.4.2. Analisi Model Asuransi Pertanian PSEKP ................... 32
4.4.3. Analisis Dampak Asuransi Pada Pendapatan Petani
Mitra ............................................................................. 33
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................... 36
5.1. Gambaran Umum PT. Saung Mirwan ..................................... 36
5.1.1. Sistem Penjualan PT. Saung Mirwan ........................... 37
5.2. Gambaran Kemitraan PT. Saung Mirwan ............................... 39
5.2.1. Teknis Pelaksanaan Kemitraan PT. Saung Mirwan ..... 41
5.3. Karakteristik Responden ......................................................... 44
5.3.1. Jenis Kelamin ............................................................... 44
5.3.2. Usia .............................................................................. 44
5.3.3. Tingkat Pendidikan ...................................................... 45
5.3.4. Lama Bertani ................................................................ 45
5.3.5. Status Lahan ................................................................. 46
5.3.6. Luas Lahan ................................................................... 47
5.4. Karakteristik Informan ............................................................ 47
5.4.1. Jenis Kelamin ............................................................... 47
5.4.2. Tingkat Pendidikan ...................................................... 48
5.4.3. Usia .............................................................................. 48
5.4.4. Posisi di Perusahaan ..................................................... 48
5.4.5. Lama Bekerja ............................................................... 49
5.4.6. Pendapatan ................................................................... 49
5.4.7. Jumlah Anggota Keluarga ............................................ 49
VI. URGENSI ASURANSI PERTANIAN BAGI PT. SAUNG
MIRWAN DAN MITRA TANINYA ........................................... 50
6.1. Urgensi Asuransi Pertanian Bagi PT. Saung Mirwan ............. 50
6.2. Urgensi Asuransi Pertanian Bagi Petani Sebagai Mitra
PT. Saung Mirwan ................................................................... 52
VII. MODEL ASURANSI PERTANIAN PUSAT STUDI
EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN (PSEKP) ......... 59
7.1. Konsep Asuransi Pertanian PSEKP ........................................ 59
7.2. Materi Asuransi Pertanian PSEKP dan Bumida ...................... 64
7.3. Kelebihan dan Kekurangan Konsep Asuransi Pertanian
PSEKP ..................................................................................... 71
7.4. Keterlibatan PT. Saung Mirwan Sebagai Mitra Kerja Petani . 72
VIII. DAMPAK ASURANSI PERTANIAN PADA PENDAPATAN
MITRA TANI PT. SAUNG MIRWAN ....................................... 73
8.1. Perhitungan Pendapatan Mitra Tani Tanpa Asuransi Pertanian 73
8.2. Perhitungan Pendapatan Mitra Tani Dengan Asuransi
Pertanian .................................................................................. 76
IX. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 82
9.1. Simpulan .................................................................................. 82
9.2. Saran ........................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 85
LAMPIRAN ............................................................................................... 87
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... 100
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Premi Asuransi Pertanian Dunia Periode 2005-2008 ....................... 4
2. Alur Mata Rantai Kegiatan dalam Dunia Usaha .............................. 12
3. Faktor Internal dan Eksternal Usahatani .......................................... 18
4. Strategi Sistem Asuransi Usahatani Padi dengan Pendekatan
Koordinasi Tiga Jalur ....................................................................... 25
5. Diagram Alur Berfikir ...................................................................... 28
6. Diagram Transformasi Koordinasi Tiga-Jalur Kelompok Kerja
(Pokja) Asuransi Pertanian ............................................................... 68
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan
Harga Konstan Tahun 2000 (Triliun Rupiah) ................................. 1
2. Motivasi dan Pengalaman Petani Menggunakan Asuransi di
Andhra Pradesh, India .................................................................... 5
3. Matriks Metode Analisis Data Penelitian ....................................... 31
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia .................................... 45
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............ 45
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bertani ..................... 46
7. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Lahan ...................... 46
8. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Komoditas
yang Dimitrakan .............................................................................. 47
9. Rekapitulasi Order dan Kirim Produk Edamame PT. Saung Mirwan
Tahun 2011 ..................................................................................... 50
10. Jumlah Responden yang Memiliki Pengetahuan dan Pengalaman
pada Perubahan Produktivitas Selama Dua Musim Tanam ............ 53
11. Penurunan Produksi (PP) Edamame yang Pernah Dialami
Responden Selama Dua Musim Tanam .......................................... 54
12. Faktor Penyebab Penurunan Produktivitas yang Dialami
Responden Selama Dua Musim Tanam .......................................... 56
13. Tindakan Adaptasi Akibat Penurunan Produktivitas yang
Dilakukan Responden Selama Dua Musim Tanam ........................ 58
14. Rekapitulasi Pendapatan Responden yang Mengalami Gagal Panen
75% (Produktivitas 3 420 kg/ha) ................................................... 77
15. Rekapitulasi Pendapatan Responden yang Mengalami Gagal Panen
75% (Produktivitas 4 500 kg/ha) .................................................... 80
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Konsep Perjanjian Kerjasama antara Kelompok Kerja Asuransi
Pertanian dengan Perusahaan Asuransi ............................................ 87
2. Surat Kontrak Perjanjian Kemitraan PT. Saung Mirwan ................. 93
3. Tabulasi Produktivitas Edamame Untuk Dua Musim Tanam .......... 96
4. Perhitungan Pendapatan Usahatani Edamame ................................. 97
5. Perhitungan Besaran Premi Asuransi Edamame .............................. 98
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor fundamental dalam pembangunan ekonomi.
Banyak sektor yang menggantungkan keberlangsungannya pada sektor pertanian
sebagai penyedia input produksi. Dalam perkembangannya, sektor pertanian terus
menunjukan pertumbuhan ke arah positif. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
pertanian merupakan sektor yang strategis, terutama dalam konteks perdagangan.
Di Indonesia, sektor pertanian masuk ke dalam tiga sektor unggulan penyumbang
Produk Domestik Bruto (PDB). Pada triwulan pertama tahun 2010, sektor
pertanian tercatat sebagai sektor terbesar ketiga yang menghasilkan kontribusi
nilai bruto sebesar 13.6%1. Keterangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. PDB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan
Harga Konstan Tahun 2000 (Triliun Rupiah)
Lapangan Usaha
Harga Berlaku Harga Konstan 2000
Triwulan
IV 2009
Triwulan
I 2010
Share
Triwulan
I 2010
(%)
Triwulan
IV 2009
Triwulan
I 2010
Share
Triwulan
I 2010
(%)
1. Pertanian, peternakan,
kehutanan,dan perikanan 198.6 239.4 16.0 64.4 76 13.6
2. Pertambangan dan
penggalian 163.3 168.1 11.2 45.9 45 8.1
3. Industri pengolahan 382.4 380.9 25.4 145.2 143.7 25.7
4. Listrik, gas, dan air
bersih 12 11.7 0.8 4.4 4.3 0.8
5. Konstruksi 148.6 150.4 10.0 36.7 35.9 6.4
6. Perdagangan, hotel,
dan restoran 202.1 208 13.9 95.8 95.9 17.2
7. Pengangkutan dan
komunikasi 91.9 93.4 6.2 49.9 50.7 9.1
8. Keuangan, real estate,
dan jasa perusahaan 103.6 107.6 7.2 53 53.4 9.6
9. Jasa-jasa 148.3 139.2 9.3 52.2 52.3 9.4
TOTAL PDB 1450.8 1498.7 100.0 547.5 558.1 100.0
Sumber: BPS (diolah) 2010
1 Badan Pusat Statistik. 2010. Berita Resmi Statistik. http://bps.go.id/brsfile/pdb diakses pada 19
April 2011.
2
Tingginya potensi di sektor pertanian seharusnya dapat menjadi pendorong
bagi pemerintah untuk melakukan pembangunan yang lebih intensif. Hal ini
dibutuhkan mengingat ketahanan pangan nasional merupakan salah satu tujuan
dari pembangunan nasional (Pasaribu et al. 2010). Pembangunan pada sektor
pertanian kini semakin mendesak. Hal ini dikarenakan adanya ancaman yang
meningkat pada sektor pertanian dari waktu ke waktu.
Persoalan mendasar yang dapat menjadi ancaman bagi sektor pertanian
meliputi meningkatnya jumlah penduduk; meningkatnya kerusakan lingkungan
dan perubahan iklim global; ketersediaan infrastruktur lahan dan air; status
kepemilikan lahan yang sempit; lemahnya kemampuan sistem pembenihan dan
pembibitan nasional; terbatasnya akses petani terhadap permodalan; masih
tingginya suku bunga usahatani; lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan
penyuluh; rendahnya nilai tukar petani; masih rawannya ketahanan pangan dan
ketahanan energi; belum berjalannya diversifikasi pangan dengan baik; belum
padunya antar sektor dalam pembangunan pertanian; dan kurang optimalnya
kinerja dan pelayanan birokrasi pertanian (Kementrian Pertanian 2011).
Salah satu ancaman yang sangat mengkhawatirkan saat ini ialah ancaman
dampak pemanasan global. Pemanasan global membuat iklim di dunia berubah-
ubah tak menentu. Dampak lain dari pemanasan global adalah berubahnya
ekosistem dan terganggunya keseimbangan ekologi2. Secara agregat diperkirakan
bahwa total biaya dan risiko akibat perubahan iklim global setara dengan
kehilangan setidaknya 5% PDB dunia pertahun (Stern 2006 dalam Sumaryanto
dan Nurmanaf 2007).
2 Aunu, Rauf. 2011. Musim Hujan Picu Ledakan Ulat. http://www.antaranews.com/berita/254343/
diakses pada 19 April 2011.
3
Oleh karena itu, perlu adanya upaya sistematis dan melembaga untuk
meminimalkan risiko kerugian akibat ancaman yang terjadi pada sektor pertanian.
Asuransi pertanian merupakan salah satu alternatif instrumen manejemen risiko
yang layak dipertimbangan, khususnya untuk menanggulangi kerugian akibat
perubahan iklim global tersebut. Asuransi pertanian berhubungan dengan
pembiayaan usahatani dengan pihak ketiga (lembaga/perusahaan swasta/instansi
pemerintah) dengan jumlah tertentu dari pembiayaan premi (World Bank 2008
dalam Pasaribu 2010).
Sejumlah negara maju, seperti Amerika, Jepang, dan beberapa negara Uni
Eropa, sudah sejak lama mengembangakan asuransi pertanian sebagai sistem
proteksi terhadap petani mereka. Hal tersebut terbukti efektif dan menguntungkan.
Rata-rata subsidi asuransi yang diberikan pemerintah negara maju kepada petani
mereka ialah 50%-60% dari total premi asuransi yang harus dibayar petani yang
digabung juga dengan program lainnya.
Misalnya Amerika, pada tahun 2003 mensubsidi petaninya sebesar
38%-67% dari total premi yang harus dibayar dan menjangkau dua sampai
delapan juta petani atau 78% dari areal tanaman. Ditambah biaya administrasi
dan lainnya, total premi asuransi yang disubsidi pemerintah Amerika mencapai
70%-75%.
Disisi lain, pasar asuransi dunia memperlihatkan perkembangan yang
sangat menjanjikan. Premi langsung untuk jenis asuransi pertanian tercatat
berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, yaitu dari US $ 8 miliar pada
tahun 2005 menjadi sekitar US $ 18.5 miliar tahun 2008. Keterangan dapat dilihat
pada Gambar 1.
4
Sumber: Swiss Re et al. 2009 dalam Itturioz 2009
Gambar 1. Premi Asuransi Pertanian Dunia Periode 2005-2008
Ada tiga faktor utama yang berkontribusi dalam pertumbuhan asuransi
pertanian. Faktor pertama ialah peningkatan nilai produk pertanian dalam
beberapa tahun terakhir yang berdampak langsung pada peningkatan volume
premi asuransi pertanian. Faktor kedua, peningkatan nilai aset pertanian yang juga
meningkatkan kepekaan terhadap hilangnya aset tersebut, akibatnya permintaan
pelaku pertanian terhadap asuransi pertanian meningkat. Faktor ketiga adalah
perkembangan pasar baru bagi asuransi pertanian dan meningkatnya dukungan
sektor publik atas keberadaan pasar ini. Hal ini memberi kontribusi kepada
peningkatan permintaan asuransi pertanian (Iturrioz 2009).
Berbagai proyek rintisan (pilot project) asuransi pertanian juga telah
dilaksanakan di beberapa negara berkembang sebagai upaya atraktif
memanajemen risiko perubahan iklim, seperti di India, Ukraina, Malawi, dan
Thailand (United Nation 2007). Salah satunya proyek rintisan pemerintah India
yang diberi nama The National Agriculture Insurance Scheme (NAIS). Dalam
proyek ini, pemerintah India memberikan subsidi awal kepada petani kecil dan
menengah sebesar 50%. Proyek ini berhasil meningkatkan persepsi dan motivasi
petani India mengenai asuransi.
5
Hasil survey yang dilakukan pada enam puluh petani yang melakukan
sistem pinjaman (loan) untuk mengasuransikan tanaman mereka di distrik Andhra
Pradesh menunjukan bahwa lebih dari 75% penerima manfaat asuransi
menyebutkan keamanan finansial adalah motivasi untuk berasuransi. Sebanyak
5% responden menganggap keharusan yang dipersyaratkan pihak bank sebagai
motivasi untuk pergi ke asuransi dan 1% responden menggambarkan pengalaman
baik orang lain sebagai motivasi. Keterangan dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2. Motivasi dan Pengalaman Petani Menggunakan Asuransi di Andhra
Pradesh, India Tahun 2008
Persepsi Respon (%)
Motivasi untuk berasuransi Keharusan dari bank 5.00
Keamanan finansial 76.67
Mendengar Pengalaman bagus dari
orang lain 1.67
Kombinasi dari jawaban di atas 16.67
Pengalaman menggunakan Puas 96.67
asuransi pertanian Tidak puas 3.33 Sumber: Raju and Chand 2008
Sama seperti negara berkembang lainnya, asuransi pertanian di Indonesia
masih terbilang hal baru. Maka, dibutuhkan uji coba atau pilot project asuransi
pertanian sebelum asuransi tersebut diterapkan lebih luas. Pengalaman dari
negara-negara yang telah melaksanakan uji coba atau sistem asuransi pertanian
tersebut sangatlah bermanfaat. Dari pengalaman itu, dapat diketahui sejumlah
skenario asuransi yang sekiranya dapat dimodifikasi untuk diimplementasikan di
Indonesia.
Asuransi untuk tanaman komersial atau komoditas yang bernilai tinggi
menjadi menarik dan penting dalam hubungannya dengan perubahan iklim.
Asuransi mencakup pembagian risiko akibat perubahan pergeseran musim,
kekeringan, banjir, serangan hama penyakit, dan lainnya. PT. Saung Mirwan dan
6
mitra taninya merupakan salah satu kelompok yang terkena imbas dari perubahan
iklim tersebut.
Oleh karena itu, analisis keberadaan asuransi menjadi penting bagi
PT. Saung Mirwan dan mitra taninya guna meminimalkan risiko kerugian akibat
ancaman perubahan iklim. Asuransi juga merupakan sebuah mekanisme bagi
mitra tani PT. Saung Mirwan yang mayoritas petani kecil dan menengah dalam
meningkatkan kesejahteraannya. Dengan adanya asuransi, diharapkan petani
terhindar dari kemungkinan kehilangan pendapatan ataupun modal untuk
berproduksi kembali.
1.2. Perumusan Masalah
Di masa yang akan datang risiko dan ketidakpastian yang dihadapi oleh
petani dalam usahatani akan semakin menigkat. Hal ini terkait dengan: (1)
kecenderungan meningkatnya insiden kekeringan, banjir, tanah longsor, dan
kemungkinan serangan hama/penyakit; (2) fluktuasi harga input dan output hasil
usahatani; dan (3) konsolidasi pengelolaan usahatani yang tidak terwujud. Strategi
produksi, strategi pemasaran, strategi finansial maupun pemanfaatan kredit
informal memang telah dilakukan oleh sebagian petani. Namun, hal tersebut
masih sulit untuk mengatasi dampak negatif terkait dengan risiko dan
ketidakpastian yang dihadapi petani dalam usaha taninya. Untuk itu, perlu
ditempuh strategi lainnya yang sifatnya lebih sistematis, misalnya sistem asuransi
pertanian (Nurmanaf et al. 2007).
Pengembangan sistem asuransi pertanian melibatkan banyak faktor sosial
ekonomi yang memiliki hubungan kompleks. Dimensinya tidak hanya mencakup
aspek teknis dan ekonomi, tetapi juga sosial budaya. Sebagian dari faktor-faktor
7
tersebut hanya dapat diidentifikasi dan dipahami perilakunya dari suatu kaji tindak
atau uji prototype asuransi pertanian.
Uji kaji tindak atau pilot project asuransi pertanian sudah mulai dilakukan
sejak tahun 2008. Salah satu proyek rintisan asuransi pertanian di Indonesia
adalah “Pilot Project Sistem Asuransi untuk Usahatani Padi” yang berada
dibawah tanggung jawab Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
(PSEKP) tahun 2009. Proyek tersebut bertujuan untuk menyampaikan hasil kajian
terdahulu tentang sistem asuransi pertanian kepada berbagai stakeholders,
menyusun pedoman pelaksanaan sistem asuransi usahatani padi, melaksanakan
pilot project sistem asuransi usahatani padi, dan merumuskan rekomendasi
pelaksanaan sistem asuransi pertanian di Indonesia.
Proyek rintisan asuransi usahatani padi merupakan pengembangan dari
hasil penelitian sebelumnya tentang pembentukan model atau rancangan prototype
asuransi pertanian yang dapat dioperasikan di Indonesia. Pembentukan model atau
asuransi pertanian yang dapat dioperasionalkan (workable) dapat dilakukan jika
dan hanya jika tiga himpunan informasi dasar berikut tersedia. Pertama,
ketersediaan informasi yang merupakan determinan dari struktur dasar (basic
structure) dari kelembagaan asuransi pertanian. Kedua, tersedianya himpunan
informasi tentang unsur-unsur kunci (key elements) yang merupakan determinan
kelayakan teknis dan finansial suatu sistem asuransi pertanian. Ketiga, tersedianya
himpunan informasi tentang prasyarat utama (essential requirements) sistem
asuransi pertanian (Nurmanaf et al. 2007).
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan konsep asuransi
usahatani padi yang dirancang oleh PSEKP agar dapat dilakukan penyesuaian jika
8
diterapkan pada wilayah pertanian yang memiliki keunggulan kualitas produk
pertanian, seperti di PT. Saung Mirwan dengan komoditas kedelai edamame.
PT. Saung Mirwan merupakan perusahaan agribisnis yang mempelopori sistem
kemitraan dengan petani, khususnya di wilayah Kecamatan Megamendung,
Kabupaten Bogor.
Komoditas unggulan PT. Saung Mirwan adalah kedelai edamame atau
yang biasa disebut kedelai sayur. Pemasaran dari produk ini meliputi supermarket,
restoran, dan ekspor ke Jepang. Dalam produksinya, PT. Saung Mirwan
mengandalkan supply edamame dari petani. Pergeseran perubahan musim dan
serangan hama penyakit merupakan risiko produksi yang dihadapi petani. Hal
tersebut secara tidak langsung juga menurunkan supply edamame ke perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa pertanyaan penelitian yang dijawab:
1. Bagaimana urgensi asuransi pertanian bagi PT. Saung Mirwan dan mitra
taninya?
2. Bagaimana model asuransi pertanian PSEKP dan apa kelebihan serta
kekurangan dari model tersebut?
3. Bagaimana dampak asuransi pertanian pada pendapatan petani mitra?
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem asuransi
guna penerapannya yang lebih luas di sektor pertanian. Secara khusus, penelitian
ini bertujuan:
1. Menganalisis urgensi asuransi pertanian bagi PT. Saung Mirwan dan mitra
taninya;
9
2. Mendeskripsikan model asuransi pertanian PSEKP dan mengidentifikasi
kelebihan serta kekurangan dari model tersebut;
3. Menganalisis dampak asuransi pertanian pada pendapatan petani mitra.
1.4. Manfaat Penelitian
Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam
pengembangan ilmu ekonomi pertanian. Secara khusus, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat berupa:
1. Informasi dan masukan kepada pemegang kebijakan (stakeholder) terkait
tentang urgensi sistem asuransi pertanian khususnya di PT. Saung Mirwan dan
Indonesia pada umumnya;
2. Rekomendasi pelaksanaan asuransi pertanian untuk PT. Saung Mirwan dan
mitra taninya;
3. Gambaran bentuk pengembangan dan proteksi pada usahatani edamame, serta
pengaruhnya terhadap pendapatan bagi mitra tani PT. Saung Mirwan;
4. Bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah, perusahaan asuransi, dan
perusahaan agribisnis untuk pelaksanaan pembangunan asuransi pertanian di
Kabupaten Bogor;
5. Bahan rujukan bagi pembaca dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya bidang ekonomi pertanian.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis dari penerapan asuransi pertanian
sebagai bentuk adaptasi pada peningkatan risiko kerugian akibat perubahan iklim
global. Dampak perubahan iklim tersebut antara lain pergeseran perubahan musim
dan serangan hama penyakit. Pengambilan data primer dan sekunder dilaksanakan
10
di PT. Saung Mirwan dan mitra taninya. Risiko yang dihadapi petani mitra
meliputi ancaman penurunan produktivitas, gagal panen, dan kehilangan modal
akibat gagal panen, sedangkan risiko yang dihadapi perusahaan adalah risiko
kekurangan supply dan lebih jauh lagi kehilangan sejumlah omset karena tidak
mampu memenuhi permintaan. Aspek-aspek bidang kajian dalam penerapan
asuransi pertanian adalah mengenai model asuransi pertanian PSEKP dan
kelebihan serta kekurangan model asuransi tersebut.
Penelitian ini terbatas pada komoditas kedelasi Jepang (edamame) untuk
dua masa tanam. Masa tanam satu adalah triwulan IV 2011 dan masa tanam dua
adalah triwulan I 2012. Analisis asuransi pertanian yang dilakukan, tidak dapat
diterapkan pada setiap komoditas pertanian, karena setiap komoditas pertanian
memiliki perbedaan karakteristik, potensi, dan biaya produksi. Dibutuhkan kajian
tersendiri pada setiap komoditas pertanian yang ingin diasuransikan. Hal ini
menjadi motivasi bagi peneliti lain untuk melakukan kajian lanjutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Risiko Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian
Adams et al. (1998) dalam Nurmanaf et al. (2007) mengemukakan, seiring
dengan terjadinya perubahan iklim diperkirakan risiko dan ketidakpastian dalam
usahatani meningkat. Sumaryanto dan Friatno (1996) dalam Nurmanaf et al.
(2007) juga menjelaskan indikasi ke arah tersebut sudah tampak sejak dasawarsa
terakhir di Indonesia. Insiden banjir dan kekeringan yang melanda kawasan
pertanian semakin sering terjadi dan cakupan wilayah yang terkena cenderung
semakin luas. Kondisi seperti itu dalam waktu panjang dan skala yang lebih luas
dapat beimplikasi pada produksi pertanian dan kesejahteraan petani.
Food And Agriculture Organization (FAO) memperkirakan bahwa
meskipun beberapa negara belahan bumi utara diuntungkan akibat perubahan
iklim, tapi sebagian besar negara di dunia, terutama negara berkembang di
wilayah tropis, diperkirakan akan menghadapi tantangan yang lebih berat untuk
mencukupi kebutuhan pangannya. Keadaan ini berpotensi melemahkan motivasi
petani untuk mengembangakn usahatani, bahkan mengancam ketahanan pangan
jika tidak diantisipasi dengan baik.
2.2. Asuransi
Asuransi atau pertangunggungan didalamnya tersirat pengertian adanya
risiko. Hal ini lazim dikemukan, sebagaimana pendapat yang dipaparkan beberapa
ahli. James L. Astheaen dalam Hartono (1985) mengatakan bahwa asuransi adalah
satu institut yang direncanakan guna menangani risiko. Robert I. Mehz dan
Emerson Cammack dalam Hartono (1985) mengatakan suatu pemindahan risiko
12
lazim disebut sebagai asuransi. Asuransi dapat dikatakan pula sebagai mekanisme
pembagian risiko secara sistematis.
2.2.1. Lembaga Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia
Hartono (1985) menjelaskan bahwa lembaga asuransi sudah dikenal sejak
manusia mulai menyadari adanya kemungkinan penanggulangan risiko-risiko
yang sekiranya mungkin terjadi. Penanggulangan risiko yang dimaksud antara lain
dapat dengan diperalihkan kepada pihak lain yang bersedia dengan syarat-syarat
tertentu. Hal tersebut tidak lain merupakan fungsi utama lembaga asuransi sebagai
sebuah lembaga pelimpah risiko yang mengurangi keraguan atau rasa tidak pasti.
Lembaga asuransi sebagai salah satu lembaga non-bank juga memegang
peranan yang cukup penting dalam kelancaran aktivitas dan hubungan
perdagangan, baik lokal maupun international. Lembaga asuransi berposisi
sebagai penyerap dan penghimpun dana keuangan dari masyarakat melalui
pembayaran sejumlah uang (premi). Uang yang terkumpul digunakan untuk
membayar klaim yang ada dan dapat pula dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
sektor perekonomian lainnya. Lembaga asuransi merupakan satu mata rantai dari
seluruh kegiatan yang terjadi dalam dunia usaha. Untaian mata rantai termaksud
dapat digambarkan sebagai berikut :
Sumber: Hartono 1985
Gambar 2. Alur Mata Rantai Kegiatan dalam Dunia Usaha
Konsumen
Asuransi
Produsen
Bank
Pengangkutan
Perantara
13
Dari bagan diatas kian tampak pengaruh lembaga asuransi dalam aktivitas
perekonomian pada umumnya, karena dia merupakan salah satu stabilitas
terhadap kemungkinan kerugian yang timbul. Di Indonesia, keberadaan asuransi
diperkuat oleh ketentuan hukum positif yang berlaku dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (KUHD). Prakoso dan Murtika (2004) menjelaskan Pasal
246 KUHD yang menyebutkan bahwa, “Asuransi atau pertanggungan adalah
suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karena sutau peristiwa
yang tak tertentu.” Dari pengertian Pasal 246 KUHD tersebut, dapat disimpulkan
adanya tiga unsur dalam asuransi:
1. Pihak tertanggung yang mempunyai kewajiban membayar uang premi kepada
pihak penanggung, sekaligus atau dengan berangsur-angsur;
2. Pihak penanggung mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang
kepada pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-angsur apabila maksud
unsur ketiga berhasil;
3. Suatu kejadian yang semula belum jelas akan terjadi.
Hartono (1985) menjelaskan, perjanjian asuransi atau pertanggungan di
atas termasuk ke dalam perjanjian timbal balik, artinya bahwa hak dan kewajiban
para pihak dalam perjanjian itu adalah seimbang. Perjanjian asuransi tidak dapat
atau tidak boleh menguntungkan atau merugikan salah satu pihak. Jadi, untuk
syahnya suatu perjanjian harus dipenuhi syarat Pasal 1320 KUHP dan harus bebas
dari adanya kekhilafan, penipuan, dan paksaan. Bagaimanapun suatu perjanjian
14
yang terjadi karena adanya unsur-unsur khilaf, penipuan, atau paksaan akan
menyebabkan perjanjian yang tidak sempurna, batal dalam hukum atau paling
tidak dapat dimintakan batal.
2.2.2. Asuransi Pertanian
Hartono (1985) memaparkan keberadaan asuransi pertanian di Indonesia
diperkuat dengan hukum positif yaitu KUHD Pasal 247 menyebutkan tentang
lima macam asuransi:
1. Asuransi terhadap kebakaran;
2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian;
3. Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa);
4. Asuransi terhadap bahaya di laut dan perbudakan;
5. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai.
Petani yang kebanyakan merupakan pengusaha ekonomi menengah ke
bawah memerlukan suatu sistem proteksi atau pun jaminan yang pasti guna
melindungi pendapatan mereka. Pasaribu et al. (2010) menjelaskan bahwa
asuransi bukan hanya mencakup perlindungan terhadap fluktuasi harga, tetapi
secara khusus juga mencakup pembagian risiko karena kekeringan, banjir, dan
serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), serta faktor eksternal lainnya,
seperti bencana longsor, gempa bumi, masalah politik, dan lain-lain. Dengan
demikian, asuransi pertanian diharapkan dapat menjaga proses produksi dan
menjaga petani terus bekerja pada lahan usahataninya.
2.3. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian terkait asuransi pertanian dilakukan oleh Nurmanaf et al. pada
tahun 2007, Pasaribu et al. pada tahun 2010, serta Raju dan Chand pada tahun
15
2008. Nurmanaf et al. mengadakan penelitian tentang analisis kelayakan dan
perspektif pengembangan asuransi pertanian. Penelitian tersebut menghasilkan
sejumlah informasi tentang rumusan atau skim asuransi asuransi pertanian untuk
komoditas utama. Penelitian tersebut juga menghasilkan rekomendasi kebijakan
yang dapat digunakan untuk pengembangan asuransi pertanian.
Penelitian yang dilakukan Pasaribu et al. adalah pengembangan asuransi
khusus untuk usahatani padi untuk menanggulangi risiko kerugian 75% akibat
banjir, kekeringan, dan hama penyakit. Hasil dari penelitian Pasaribu et al. adalah
terlaksananya sosialisasi, koordinasi, dan advokasi sistem asuransi usahatani padi
ke berbagai stakeholder; tersusunnya pedoman pelaksanaan asuransi padi yang
dapat dilihat pada Lampiran 1; terlaksananya pilot project asuransi pertanian, dan
terbentuknya strategi serta langkah-langkah operasional pelaksanaan sistem
asuransi pertanian. Dari penelitian ini diketahui juga bahwa telah dilakukan
beberapa kali uji coba asuransi pertanian oleh Pusat Pembiayaan Pertanian,
Depertemen Pertanian. Uji coba tersebut berjalan dengan baik, sehingga
mendorong untuk dilakukannya kajian lebih lanjut.
Raju dan Chand mengadakan penelitian tentang masalah dan prospek
asuransi pertanian di India. Penelitian itu membahas persepsi petani pada asuransi
pertanian di Andhra Pradesh, India dimana petani yang menjadi responden
merupakan petani yang mengajukan pinjaman atau pembiayaan pertanian ke bank
dan petani yang tidak mengajukan pinjaman ke bank. Hasil dari penelitian
tersebut adalah adanya perbedaan strategi yang dilakukan para petani dalam
menghadapai gagal panen. Kelompok petani yang mengajukan pinjaman,
menganggap asuransi pertanian merupakan cara tepat sebagai strategi menghadapi
16
gagal panen, karena adanya jaminan keamanan finansial. Kelompok petani yang
tidak mengajukan pinjaman lebih memilih untuk menggadaikan rumah, perhiasan,
atau aset lainnya; meminjam uang dari lembaga keuangan, saudara, atau teman;
dan menjual hewan ternak atau aset lainnya.
2.3.1. Skim Asuransi Pertanian dari PSEKP
Nurmanaf et al. (2007) memaparkan suatu sistem pertanian formal dapat
dikembangkan jika kondisi derajat pertama dan kedua berikut dapat terpenuhi.
Kondisi derajat pertama adalah terpenuhinya prasyarat pokok yang dibutuhkan
dalam desain model umum skim asuransi pertanian. Sejauhmana hal ini dapat
dipenuhi dapat dikaji melalui beberapa kegiatan penelitian ataupun kajian empiris.
Kondisi derajat kedua adalah adanya kompatibilitas model tersebut dengan
kondisi sosial budaya masyarakat terutama dalam proses inovasi dan adaptasi
kelembagaan.
Desain skim asuransi pertanian sangat membutuhkan pemahaman yang
komprehensif tentang situasi pertanian, faktor-faktor sosial ekonomi, dan
infrastruktur administrasi. Dalam konteks ini ada tiga aspek yang harus dipenuhi
dengan baik:
1. Landasan dasar struktur asuransi pertanian mencakup empat hal:
a. Derajat kelengkapan (degree of comprehensiveness: perils to be covered),
dalam arti risiko apa saja yang akan diasuransikan, apa yang dicakup, dan
bagaimana sifatnya, apakah tunggal atau majemuk;
b. Sektor publik atau privat;
c. Pendekatan individu atau area;
d. Partisipasi sukarela (voluntary) atau wajib (compulsary).
17
2. Unsur-unsur kunci yang membentuk suprastruktur skim asuransi pertanian,
karena menentukan efektivitas viabilitas operasional dan keberlanjutan suatu
sistem asuransi pertanian. Himpunan unsur-unsur kunci tersebut mencakup
sembilan hal:
a. Petani sasaran menurut kategorinya menurut skala pengusahaan,
partisipasinya dalam lembaga perkreditan, dan status garapan;
b. Cakupan komoditas usahatani, semua ataukah komoditas tertentu;
c. Cakupan asuransi nilai jaminan dan penentuan kerugian;
d. Nilai premi dan prosedur pengumpulan;
e. Mekanisme penyesuaian kerugian;
f. Struktur organisasi;
g. Skim pendanaan;
h. Susunan penjaminan ulang;
i. Komunikasi dengan petani.
3. Prasyarat esensial yang dianggap paling penting terutama dari sudut pandang
pelaksanaan. Prasyarat esensial terdiri dari empat hal:
a. Ketersediaan data-base yang memadai;
b. Ketersediaan personal yang terlatih;
c. Pemantauan (monitoring) dan evaluasi;
d. Arus informasi teknologi dan berbagai gagasan untuk penyempurnaan.
2.3.1.1. Pengaruh Asuransi Pertanian pada Pendapatan Petani
Mishra (1999) dalam Nurmanaf et al. (2007) membahas mengenai
keterkaitan asuransi dengan petani. Asuransi pertanian adalah suatu institusi
ekonomi untuk pengelolaan risiko yang dihadapi petani yang mempunyai tujuan:
18
1. Untuk menstabilkan pendapatan petani melalui pengurangan tingkat kerugian
yang dialami petani karena kehilangan hasil;
2. Untuk merangsang petani mengadopsi teknologi usahatani yang dapat
meningkatkan produksi dan efisiensi penggunaan sumberdaya;
3. Untuk mengurangi risiko yang dihadapi lembaga perkreditan pertanian dan
memperbaiki akses petani terhadap lembaga perkreditan.
Asuransi pertanian sebagai lembaga pengalih risiko akan memberi
ketenangan kepada petani dalam melakukan produksi dan pemasaran hasil.
Kelancaran aktivitas-aktivitas tersebut sangat berpengaruh pada pendapatan
petani. Penjualan hasil produksi akan menghasilkan sejumlah penerimaan yang
setelah dikurangi biaya usahatani akan diperoleh pendapatan yang digunakan
untuk biaya hidup petani dan keluarganya. Kemampuan petani dalam memenuhi
kebutuhan keluargannya dapat dijadikan indikator kesejahteraan petani. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi biaya usahatani dan pendapatan petani.
Suratiyah (2009) secara garis besar membagi faktor-faktor dua tersebut:
Sumber: Suratiyah 2009
Gambar 3. Faktor Internal dan Eksternal Usahatani
Faktor Internal:
1. Umur Petani
2. Pendidikan, pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan
3. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga
4. Luas lahan
5. Modal
Faktor Eksternal:
1. Input :
a. Ketersediaan
b. Harga
2. Output :
a. Permintaan
b. Harga
Usahatani
Biaya dan Pendapatan
19
Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa salah satu faktor penentu
keberlangsungan usahatani ialah modal. Modal berhubungan dengan peran petani
dalam mengelola usahataninya. Penggunaan faktor produksi pertanian tergantung
dari modal yang ada. Penggunaan faktor produksi yang tidak sesuai dengan
ketentuan dapat menyebabkan produktivitas dan pendapatan yang rendah.
Oleh karena itu, ketersediaan modal menjadi syarat mutlak dalam suatu
usahatani. Asuransi merupakan salah satu skim pendanaan yang ditawarkan untuk
membagi risiko kegagalan panen dengan menjamin pendapatan petani dan
ketersediaan produk. Asuransi pertanian diharapkan dapat membantu petani
dalam menjaga persediaan modal, sehingga kegiatan usahatani pada musim
selanjutnya dapat berjalan.
2.3.2. Uji Coba Asuransi Pertanian
Pasaribu et al. (2010) mencatat sejak awal tahun 2008 Pusat Pembiayaan
Pertanian, Departemen Pertanian, telah melaksanaakan kegiatan uji coba asuransi
pertanian untuk usahatani padi dan peternakan di beberapa lokasi. Kegiatan ini
dilatarbelakangi untuk membantu petani menanggung risiko yang muncul karena
perubahan pergeseran musim dan kehilangan hasil pertanian atau peternakan.
Kegiatan uji coba asuransi tersebut dilakukan untuk dua komoditas pertanian,
yaitu usahatani padi dan ternak sapi. Sumber pendanaan untuk membayar premi
asuransi dari kegiatan uji coba itu terdiri dari dua macam, yaitu dari petani dan
subsidi pemerintah, serta dari perusahaan swasta yang bekerjasama dengan petani.
2.3.2.1. Pembiayaan Premi Asuransi Pertanian dari Subsidi Pemerintah
Pada usahatani padi, gagal panen yang ditanggung karena serangan OPT
senilai Rp 544 juta dengan luas sawah 100 ha. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar
20
600 petani. Premi yang harus dibayar adalah 3.5% dari biaya produksi/ha/musim
yang pada saat ini ditanggung oleh Pusat Pembiayaan Pertanian mengingat
kegiatan ini sebagai uji coba. Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Semarang
(Jawa Tengah). Sementara itu, nilai klaim adalah sebesar nilai input (benih,
pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja). Lembaga asuransi swasta
berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Uji coba asuransi pada ternak sapi dilakukan dengan menanggung sapi
yang mati karena sakit, hilang, atau dicuri untuk 49 ekor jenis Brahman Cross
milik 49 peternak. Nilai pertanggungan total sebesar Rp 600 juta dan dilaksanakan
di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Selain itu, sebanyak 97 ekor sapi lainnya (juga
jenis Brahman Cross) ditanggung sebesar Rp 1 118 milyar milik 97 peternak di
Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Besarnya premi yang harus dibayarkan oleh
Pusat Pembiayaan Pertanian adalah 3.5% dari nilai pembelian ternak/tahun. Nilai
klaim adalah sebesar nilai pembelian ternak induk. Lembaga asuransi swasta juga
terlibat di dalam kegiatan ini.
2.3.2.2. Pembiayaan Premi Asuransi Pertanian dari Swasta
Pada tahun anggaran 2009, wilayah penyelanggaraan skim asuransi untuk
padi diperluas hingga mencakup Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Skenario
yang dikembangkan adalah dengan melibatkan pihak swasta untuk masuk sebagai
penanggung premi asuransi dengan imbalan bahwa hasil pertanian padi dijual
kepada perusahaan swasta tersebut. Petani diduga memilih menjual kepada
perusahaan swasta karena ada kepastian pasar dan harga, sementara petani tidak
dibebankan untuk membayar premi asuransi. Perkembangan skenario ini masih
terus dimonitor dan dipelajari hingga saat ini.
21
2.3.3. Pembiayaan Premi Asuransi di India
Salah satu proyek rintisan asuransi pertanian di India diberi nama NAIS
(The National Agriculture Insurance Scheme). Proyek tersebut merupakan
pengembangan dari skema asuransi pertanian yang telah diuji coba pada tahun-
tahun sebelumnya. Proyek penelitian ini dilaksanakan di Andhara Pradesh pada
tahun 2005-2006. Keikutsertaan petani pada asuransi pertanian saat itu merupakan
syarat yang diberikan oleh bank. Hal ini dilakukan sebagai pengamanan terhadap
pinjaman yang diberikan. Sumber pembiayaan premi asuransi yang dibayarkan
petani secara tidak langsung berasal dari pinjaman tersebut. Para petani
menyambut baik adanya program ini, karena adanya bantuan finansial sekaligus
jaminan keamanan finansial.
2.4. Kebaruan Penelitian
Nurmanaf et al. (2007) menjelaskan bahwa asuransi pertanian tidak dapat
diterapkan pada semua komoditas dan mencakup keseluruhan risiko usahatani.
Hal ini terkait dengan kesulitan dalam pengamanan data aktuaria ataupun potensi
kebangkrutan lembaga asuransi akibat nilai pertanggungan yang tinggi. Oleh
karena itu, pengembangan asuransi pertanian diprioritaskan pada usahatani
strategis yang pada umumnya adalah usahatani tanaman bahan pangan pokok
ataupun produk pertanian komersial.
Berdasarkan penjelasan tersebut kebaruan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah komoditas yang diteliti, yaitu edamame. Edamame
merupakan komoditas unggulan dari PT. Saung Mirwan. Dalam penelitian ini,
dianalisis model asuransi pertanian yang dapat diterapkan pada komoditas
edamame sebagai komoditas pertanian dengan nilai tinggi.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis menggambarkan pendekatan dalam
memecahkan masalah penelitian. Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini
menggambarkan keterkaitan antar teori-teori yang digunakan dengan keadaan di
lapang dalam rangka menjawab tujuan-tujuan penelitian. Teori-teori yang menjadi
landasan penelitian ini antara lain terkait dengan ketidakpastian dan risiko dalam
sektor pertanian; upaya perlindungan dan strategi mitigasi risiko; serta efek
asuransi pertanian terhadap pendapatan petani.
3.1.1. Ketidakpastian dan Risiko dalam Sektor Pertanian
Risiko dan ketidakpastian merupakan dua hal yang saling berkaitan,
dimana setiap ketidakpastian mengandung risiko yang akan dihadapi pasca
diambilnya keputusan. Soedjana (2007) mengartikan ketidakpastian sebagai suatu
situasi pada suatu keadaan atau kejadian di masa mendatang yang tidak dapat
diduga secara pasti. Adapun istilah risiko diartikan sebagai peluang terjadinya
suatu kejadian buruk akibat suatu tindakan.
Pada sektor pertanian, petani atau perusahaan sebagai pengambil
keputusan sudah sejak lama dihadapkan pada keadaan yang mengandung
ketidakpastian dan risiko. Keadaan tersebut semakin memburuk pada dasawarsa
ini. Pertanian sebagai sektor yang menggantungkan produksinya pada kondisi dan
kualitas lingkungan, karena hampir seluruh input esensial dalam sektor pertanian
berasal dari alam, merupakan sektor yang paling dirugikan atas perubahan
kualitas lingkungan.
23
Peningkatan laju degradasi lingkungan dan perubahan iklim global
menyebabkan naiknya risiko dan ketidakpastian dalam sektor pertanian. Hal ini
terlihat dengan semakin meningkatnya harga-harga produk pertanian sebagai efek
turunnya produksi akibat perubahan cuaca. Namun sayangnya, kondisi kenaikan
harga tersebut tidak berpengaruh banyak terhadap pendapatan petani. Perubahan
penerimaan yang diterima petani dari waktu ke waktu terkadang lebih kecil dari
perubahan biaya yang harus dikeluarkan. Efek selanjutnya dari kondisi tersebut
ialah hilangnya kesempatan bagi petani untuk memperoleh pendapatan yang lebih
besar yang diduga karena tidak adanya upaya perlindungan yang sistematis dari
pemerintah, seperti asuransi pertanian.
3.1.2. Upaya Perlindungan dan Strategi Mitigasi Risiko
Perlindungan terhadap sektor pertanian merupakan suatu keharusan
mengingat kapasitas pertanian sebagai leading sektor di Indonesia. Tercatat lebih
dari 50% penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya di sektor ini. Sektor
pertanian juga menyediakan 48 juta lapangan pekerjaan untuk memproduksi
bahan pangan maupun bahan baku industri3. Upaya tersebut penting guna
meminimalkan kerugian yang terjadi akibat faktor-faktor yang menyebabkan hasil
panen buruk yang berada di luar kemampuan petani untuk mencegahnya.
Salah satu instrumen perlindungan pertanian yang efektif ialah asuransi
pertanian. Asuransi pertanian sudah sejak lama diterapkan di negara-negara maju
dan terbukti membantu petani dalam menanggulangi kerugian akibat kegagalan
produksi. Asuransi pertanian dapat diwujudkan dalam berbagai model, antara lain
melalui pemberian sejumlah kompensasi saat gagal panen terjadi; pemberian
24
pinjaman atau kredit pertanian; dan keterlibatkan pihak swasta dengan
menanggung premi dengan imbalan penjualan hasil ke perusahaan tersebut.
Yamaguchi (1987) memaparkan bahwa asuransi pertanian memiliki
beberapa manfaat3:
1. Asuransi pertanian akan melindungi petani dari kerugian secara finansial
karena kegagalan panen melalui fungsi tanggungan kerugian;
2. Asuransi pertanian akan meningkatkan posisi tawar petani terhadap kredit
pertanian. Hal ini karena asuransi pertanian menjamin perlindungan dari
kegagalan panen, maka petani peserta asuransi mendapat rasio kredit yang
lebih baik jika asuransi termasuk didalamnya;
3. Skim asuransi pertanian disamping meningkatkan stabilitas pendapatan petani
dengan menanggung kerugian mereka akibat dampak bencana alam, juga
merupakan kebijakan yang positif dalam meningkatkan produktivitas dengan
pengendalian hama dan pemberantasan penyakit;
4. Asuransi pertanian memberikan kontribusi terhadap stabilitas ekonomi yang
lebih baik dengan upaya produksi pertanian yang berkelanjutan.
3.1.2.1. Model Asuransi Pertanian untuk Usahatani Padi dari PSEKP
Suatu model asuransi yang baik adalah yang telah melalui tahapan uji coba
pelaksanaan. Hal tersebut penting guna mengukur bisa atau tidaknya model
asuransi untuk dioperasikan (workable or not workable). Uji coba asuransi
sebaiknya didasarkan atas kondisi usahatani, khususnya luas areal garapan,
kesediaan petani, mekanisme yang disepakati, dan keterlibatan lembaga terkait.
3 Pusat Pembiayaan Pertanian, Kementrian Pertanian RI. 2010. Asuransi Pertanian, Upaya
Memperkecil Risiko Usaha Tani. http://penyuluhpertanian.com/peluang-pengembangan-asuransi-
pertanian di akses pada tanggal 7 Februari 2011
25
Keterlibatan PSEKP dalam penyusunan model asuransi usahatani padi
yang akan di uji coba menjadi sebuah keharusan, mengingat PSEKP merupakan
instansi pemerintah yang membidangi kajian tentang pertanian. Model asuransi
usahatani padi dari PSEKP menggunakan pendekatan terhadap pemerintah daerah
dan lembaga asuransi sebagai penanggung klaim. Ketiga pelaku sistem asuransi
ini (pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, perusahaan asuransi, dan petani
termasuk pendamping lapangan) diharapkan dapat berinteraksi dalam satu konsep
yang disebut koordinasi tiga jalur (three way coordinator). Ketiga pihak tersebut
merupakan penggerak dari sistem asuransi usahatani padi. Strategi koordinasi tiga
jalur dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber: Pasaribu 2010
Gambar 4. Strategi Sistem Asuransi Usahatani Padi dengan Pendekatan
Koordinasi Tiga Jalur
3.1.3. Efek Asuransi Pertanian pada Pendapatan Petani
Petani sebagai profesi yang umumnya dilakukan oleh masyarakat kelas
menengah ke bawah, terutama di negara-negara berkembang, dianggap tidak
begitu menjanjikan karena menghasilkan pendapatan yang tidak pasti.
Sektor publik
(pemerintah pusat dan
daerah/regulator/fasilitator)
Lembaga asuransi
(perusahaan
swasta)
Petani/Kelompok
Tani/Gapoktan/Subak
(usahatani padi)
Sistem Asuransi
Usahatani Padi
(jaringan kemitraan)
26
Ketidakpastian pendapatan selain disebabkan oleh ketidakpastian produksi,
disebabkan pula oleh fluktuasi harga komoditas di pasar. Menteri Pertanian
Suswono mengatakan, petani sebagai komponen atau masyarakat yang
memberikan sumbangsih besar dalam ketahanan pangan sudah seharusnya jika
kehidupan, khususnya kesejahteraan mereka mendapatkan perhatian4.
Perlindungan terhadap petani diperlukan terutama ketika petani sedang ditimpa
kesulitan, sehingga petani dapat melangsungkan usahataninya.
Upaya pemerintah dalam mewujudkan usaha perlindungan petani tersebut
adalah dengan menggarap Undang-undang Perlindungan Petani4. Undang-undang
tersebut diharapkan dapat menjadi payung hukum kegiatan pengalihan risiko
pertanian seperti jaminan asuransi guna peningkatan kesejahteraan petani. Upaya
perlindungan tersebut juga diharapkan dapat memotivasi petani untuk
meningkatkan efisiensi kerja, sehingga skala usahanya pun meningkat. Skala
usaha menjadi penting karena tidak dapat dipungkiri bahwa asuransi sebagai suatu
bisnis sangat bergantung pada rasio cost benefit atas usaha petani. Program
asuransi tidak akan dilaksanakan sekiranya tidak cukup efektif dalam
menanggung risiko suatu usaha tani.
Namun demikian, para petani dan pengusaha pertanian tidak perlu
khawatir. Asuransi pertanian pada hakikatnya hadir bertujuan untuk memberikan
proteksi atau pembagian risiko gagal panen akibat hama, penyakit, atau pun
bencana alam, dimana semua pihak yang terlibat dalam asuransi pertanian tersebut
dapat diuntungkan, bahkan sampai pada upaya perbaikan situasi ekonomi. Selain
4 Yahoo. 2010. Pemerintah Menyiapkan Undang-undang Perlindungan Petani.
http://www.penyuluhpertanian.com/pemerintah-menyiapkan-undang-undang-perlindungan-petani
di akses pada 7 Februari 2012.
27
itu, berbagai pilot project asuransi pertanian telah diterapkan oleh Departemen
Pertanian dan terbukti cukup berhasil dalam memberi proteksi kepada petani.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Dampak perubahan iklim berupa perubahan pergeseran musim dan
serangan hama penyakit meningkatkan risiko pada sektor pertanian. Risiko
tersebut diidentifikasi melalui perubahan produksi yang dialami petani mitra.
Keadaan ini berakibat pada kemungkinan penurunan pendapatan, bahkan
kehilangan modal usaha petani yang pada akhirnya menurunkan tingkat
kesejahteraan petani. Diperlukan upaya perlindungan dan startegi mitigasi risiko
guna menjaga kestabilan pendapatan maupun kesejahteraan petani.
Tahapan pelaksanaan penelitian dimulai dari identifikasi risiko yang
mempengaruhi ketidakpastian dalam pertanian, khususnya pada tanaman
hortikultura di PT. Saung Mirwan. Selanjutnya, analisis difokuskan pada urgensi
asuransi pertanian sebagai instrumen perlindungan bagi petani. Kemudian
dilakukan analisis model asuransi pertanian dari PSEKP dalam rangka
menanggulangi risiko pertanian. Analisis dilakukan dengan melihat kelebihan dan
kekurangan model asuransi pertanian PSEKP, serta kemungkinannya diterapkan
pada PT. Saung Mirwan dan mitra taninya. Studi literatur merupakan tahap
analisis utama pada bagian ini guna mendapat hasil penelitian yang relevan. Lalu
dilakukan analisis dampak asuransi pertanian dengan menghitung pendapatan
petani mitra. Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi stakeholder maupun perusahaan dan mitra tani terkait untuk
menerapkan instrumen asuransi pertanian. Uraian kerangka pemikiran di atas
dapat digambarkan dalam alur kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 5.
28
Gambar 5. Diagram Alur Berpikir
Keterangan:
= Analisis penelitian
Peningkatan risiko dan ketidakpastian dalam
sektor pertanian akibat perubahan iklim dan
bencana alam
Perubahan pendapatan
petani
Urgensi Asuransi Pertanian:
Upaya perlindungan dan
strategi mitigasi risiko usaha
pertanian
Perubahan produktivitas
pertanian
Asuransi pertanian
Analisis model asuransi pertanian
PSEKP dan kemungkinannya
untuk diterapkan pada PT. Saung
Mirwan dan Mitra Tani-nya
Dampak Asuransi Pertanian:
Upaya menjaga stabilitas pendapatan petani
dengan memastikan petani tetap berproduksi,
sehingga kesejahteraan petani meningkat
Rekomendasi penerapan usaha
asuransi pertanian pada
PT. Saung Mirwan
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis dari penerapan asuransi pertanian
sebagai bentuk adaptasi pada risiko perubahan iklim dan sarana meningkatkan
kesejahteraan petani. Pengambilan data primer dan sekunder dilakukan di
PT. Saung Mirwan yang terletak di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung,
Kabupaten Bogor dan mitra taninya yang tersebar di Kecamatan Ciawi,
Megamendung, dan Cipanas. PT. Saung Mirwan dipilih sebagai tempat penelitian
karena terdapat risiko usaha, baik pada perusahaan maupun pada petani mitranya.
Komoditas yang diteliti adalah usahatani kedelai Jepang (edamame) pada
dua musim tanam. Musim tanam satu atau basis berlangsung pada triwulan IV
2011 dan musim tanam dua berlangsung pada triwulan I 2012. Risiko usaha pada
petani mitra dan perusahaan saling terkait karena stok produk didapat dari petani
mitra. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2012 sampai Februari 2013 yang
terdiri dari survey lokasi penelitian, penyusunan proposal penelitian,
pengumpulan data, dan penyusunan skripsi.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada mitra tani dan staf
PT. Saung Mirwan guna mengetahui persepsi mereka pada asuransi pertanian.
Wawancara juga dilakukan kepada Kepala Badan Penyuluh Pertanian Peternakan
dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Megamendung, staf Departemen Pertanian,
dan staf Asuransi Bumi Putera Muda guna mendapat informasi perkembangan
asuransi pertanian di Indonesia. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian
30
ini adalah jumlah order dan kirim edamame, sistem penjualan perusahaan, dan
pola kemitraan. Data-data tersebut diperoleh dari PT. Saung Mirwan.
4.3. Metode Pengambilan Contoh
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan contoh berupa purposive
sampling. Nasution (2003) menjelaskan purposive sampling dilakukan dengan
mengambil sampel atau responden yang relevan dengan desain penelitian. Sampel
yang diambil tersebut diusahakan dapat memenuhi karakteristik esensial dari
populasi, sehingga dianggap dapat cukup mewakili populasi. Ukuran sampel
dalam penelitian ini diambil sebanyak tiga puluh responden yang tersebar di
Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cipanas. Jumlah responden tersebut
dianggap telah mewakili keragaman populasi responden.
Wawancara pada staf PT. Saung Mirwan dilakukan dengan teknik
snowball sampling. Satori dan Komariah (2011) memaparkan snowball sampling
dilakukan dengan mengambil sampel atau informan secara berantai. Melalui
teknik ini, informan yang relevan diwawancarai kemudian diminta untuk
menyebutkan informan kunci lainnya. Ukuran sampel yang diwawancarai
sebanyak lima orang. Wawancara dilakukan berdasarkan kuesioner yang telah
disiapkan sebagai panduan.
4.4. Metode Pengolahan dan Prosedur Analisis Data
Data yang didapat dari hasil wawancara diolah menggunakan Microsoft
Excel 2007. Metode analisis data dalam penilitian ini adalah analisis kuantitatif
dan kualitatif. Analisis kuantitatif yang dilakukan terdiri dari pengumpulan dan
pengolahan data, yang meliputi penilaian persepsi responden dan informan pada
hal-hal yang terkait dengan asuransi pertanian, penghitungan pendapatan
31
usahatani responden, dan penilaian persepsi responden dan informan pada model
asuransi pertanian. Analisis kualitatif atau deskriptif dilakukan dengan
mengintepretasikan dan membahas data kuantitatif yang telah diolah, serta studi
literatur tentang pentingnya asuransi pertanian dan model asuransi pertanian yang
dapat diterapkan di PT. Saung Mirwan dan mitra taninya. Prosedur beserta metode
analisis data dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Matriks Metode Analisis Data Penelitian
No. Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1. Menganalisis urgensi
asuransi pertanian bagi
PT. Saung Mirwan
Data primer hasil
wawancara
Analisis kuantitatif
menggunakan Microsoft
Excel 2007 dan analisis
deskriptif
2. Melakukan analisis
model asuransi
pertanian PSEKP
Data sekunder Analisis deskriptif melalui
studi literatur
3. Menganalisis dampak
asuransi pertanian
terhadap pendapatan
petani mitra
Data primer hasil
wawancara
Analisis kuantitaif dengan
menghitung pendapatan
usahatani
4.4.1. Analisis Urgensi Asuransi Pertanian bagi PT. Saung Mirwan dan
Mitra Taninya
Analisis urgensi asuransi pertanian dilakukan untuk mengetahui seberapa
penting keberadaan asuransi bagi PT. Saung Mirwan dan mitra taninya. Analisis
urgensi asuransi pertanian pada PT. Saung Mirwan dilakukan dengan
mengidentifikasi risiko yang dihadapi perusahaan dan dampak yang mungkin
terjadi akibat risiko tersebut. Analisis urgensi asuransi pertanian bagi mitra tani
perusahaan dilakukan dengan melihat tingkat kebutuhan mereka pada asuransi
pertanian yang ditinjau dari persepsi mereka pada perubahan produktivitas.
Hal yang diidentifikasi guna mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman
petani mitra pada indikator tersebut adalah pengetahuan petani mitra pada
32
perubahan produktivitas, perubahan produktivitas yang terjadi pada petani mitra,
faktor-faktor perubahan produktivitas, dan cara penanggulangannya. Perubahan
produktivitas pada petani mitra dilihat dari hasil panen mereka pada musim tanam
satu dan musim tanam dua. Besarnya perubahan produksitivitas akan menentukan
kebutuhan petani mitra pada asuransi pertanian. Petani mitra yang mengalami
penurunan produksi, terlebih yang mengalami gagal panen, diperkirakan
membutuhkan asuransi pertanian untuk membantu mereka berproduksi kembali
pada musim selanjutnya.
Gagal panen merupakan kondisi tidak dapat dipanennya 75% atau lebih
komoditas pertanian yang ditanam karena faktor tertentu. Faktor yang dikaji
dalam penelitian ini adalah pergeseran perubahan musim dan serangan hama
penyakit. Penetapan persentase kegagalan panen didasarkan pada jumlah hasil
panen yang tidak dapat menghasilkan penerimaan untuk berproduksi kembali
pada musim selanjutnya atau penerimaan hasil panen hanya cukup untuk biaya
hidup petani dan keluarganya5.
4.4.2. Analisis Model Asuransi Pertanian PSEKP
Analisis model asuransi pertanian PSEKP dilakukan untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan dari model asuransi tersebut. Analisis juga dilakukan
guna melihat kemungkinan penerapan model asuransi pertanian PSEKP yang
lebih luas, khususnya pada PT. Saung Mirwan dan mitra taninya.
Analisis dilakukan dengan mengadakan studi literatur tentang konsep
asuransi pertanian dari PSEKP yang pada awalnya dibuat untuk komoditas padi.
5 Hasil wawancara dengan Peneliti Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP),
M. Sahat Pasaribu, 27 Juli 2012.
33
Konsep asuransi pertanian untuk berbagai komoditas pada dasarnya serupa,
terlebih pada tanaman pangan. Sebagai penciri asuransi komoditas pertanian
terletak pada hasil kajian situasi pertanian; faktor-faktor sosial ekonomi; dan
infrastruktur administrasi di masing-masing wilayah yang akan diasuransikan.
Hasil dari kajian tersebut tidak mengubah ketentuan konsep asuransi secara
umum, namun akan menjadi tambahan informasi untuk pelaksanaan asuransi di
wilayah tersebut.
Misalnya, diketahui bahwa organisme pengganggu tanaman padi di
wilayah A dan organisme pengganggu tanaman kedelai di wilayah B berbeda,
maka daftar pertangunggan risiko untuk padi dan kedelai tersebut akan berbeda
tergantung hama yang menyerang di masing-masing wilayah. Oleh karena itu,
hasil dari analisis asuransi pertanian PSEKP diharapkan dapat menghasilkan
modifikasi model asuransi pertanian, terutama untuk komoditas edamame,
sehingga perlindungan risiko yang dihadapi oleh PT. Saung Mirwan dan mitra
taninya dapat terpenuhi.
4.4.3. Analisis Dampak Asuransi pada Pendapatan Petani Mitra
Analisis dampak asuransi pada pendapatan petani mitra dilakukan dengan
membahas hasil perhitungan pendapatan usahatani dari para responden.
Pendapatan usahatani adalah penerimaan dari hasil penjualan produk dikurangi
biaya produksi. Untuk mengetahui dampak tersebut, digunakan dua jenis
perhitungan, yaitu perhitungan pendapatan usahatani tanpa memasukan variabel
asuransi pertanian dan perhitungan pendapatan usahatani dengan memasukan
variabel asuransi pertanian.
34
Variabel asuransi pertanian dimasukkan untuk mengetahui manfaatnya,
terutama ketika terjadi gagal panen. Pada perhitungan tersebut diasumsikan semua
responden mengikuti program asuransi pertanian. Soekartawi (1995) menjelaskan
perhitungan pendapatan usahatani dapat dilakukan menggunakan rumus berikut:
Keterangan:
Pd = Pendapatan usaha tani (Rp)
TR = Penerimaan total (Rp)
TC = Biaya total (Rp)
Penerimaan total merupakan hasil penjual produk yang dihasilkan.
Penerimaan total dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
TR = Penerimaan total (Rp)
Y = Produk yang dihasilkan (Kg)
P = Harga jual produk (Rp)
Biaya total merupakan seluruh pengeluaran yang digunakan untuk
kegiatan usahatani. Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau
biaya variabel. Biaya tetap dalam usahatani adalah biaya guna atau sewa lahan,
sedangkan biaya variabel adalah biaya produksi yang meliputi biaya benih, pupuk,
pestisida, tenaga kerja, penyusutan, transportasi, dan irigasi. Biaya total dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
Pd = TR - TC
TR = Y x P
TC = FC + VC
35
TC = Biaya total (Rp)
FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Biaya variabel (Rp)
Perbedaan perhitungan pendapatan usahatani tanpa variabel asuransi dan
dengan variabel asuransi terdapat pada total biaya produksi yang dikeluarkan
(TC). Pada perhitungan pendapatan usahatani dengan variabel asuransi pertanian
ditambahkan sejumlah premi asuransi sebagai kewajiban yang harus dibayar
petani mitra. Nilai premi tersebut dapat didasarkan pada rumus berikut6:
Pendapatan petani mitra saat variabel asuransi pertanian tidak dimasukkan
diperkirakan akan lebih besar daripada pendapatan petani mitra saat variabel
asuransi pertanian dimasukkan dengan asumsi cateris paribus. Namun, saat terjadi
gagal panen diperkirakan pendapatan petani mitra tanpa variabel asuransi
pertanian diperkirakan akan defisit, sedangkan pendapatan petani mitra dengan
variabel asuransi pertanian akan balance karena adanya tambahan klaim asuransi,
asumsi cateris paribus. Dengan demikian, manfaat asuransi sebagai instrumen
pembagi risiko dapat terlihat.
6 Asuransi Mitsui. 2010. Petunjuk Pembiayaan. http://www.kreditotomotif.comindex/phpoption=
com/content&view=article&id=21joomla/facts&catid=30asuransi-lainnya diakses pada 5
September 2012
Premi Asuransi = Nilai Pertanggungan x Suku Premi
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum PT. Saung Mirwan
PT. Saung Mirwan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
agribisnis, tepatnya sebagai produsen dan trading company di bidang sayuran dan
bunga. PT. Saung Mirwan berdiri sejak tahun 1984 dan masih berjalan dengan
baik hingga saat ini. PT. Saung Mirwan terletak di Kampung Pasir Muncang,
Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Lokasi ini berada pada ketinggian 670 m di atas permukaan laut dengan rata-rata
curah hujan lebih dari 200 mm per tahun. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat
kesuburan tanah di Desa Sukamanah tinggi, sehingga cocok ditanami berbagai
macam sayuran dan bunga.
PT. Saung Mirwan memiliki total tanah seluas kurang lebih 10.5 ha
dimana 3 ha adalah bangunan greenhouse, 2 ha wilayah lahan terbuka, dan 5.5 ha
merupakan bangunan kantor, gudang, sarana olahraga, tempat ibadah, tempat
pengemasan, bengkel, koperasi, dan asrama karyawan. Kegiatan PT. Saung
Mirwan yang berlangsung di Desa Sukamanah antara lain kegiatan produksi,
pengemasan, penjualan, dan administarasi. Kegiatan produksi yang dilakukan
PT. Saung Mirwan dilakukan diatas lahan terbuka dan didalam greenhouse.
Berbeda dengan budidaya diatas lahan, budidaya didalam greenhouse
menggunakan sistem irigasi tetes guna menghindari pertumbuhan hama dan
penyakit tanaman. Cara tersebut terbukti efektif karena dapat menghasilkan
sayuran dan bunga dengan kualitas baik.
Komoditas sayuran dan bunga yang ditanam di PT. Saung Mirwan silih
berganti sesuai dengan permintaan pasar dan kesanggupan perusahaan. Saat ini
37
komoditas yang ada di PT. Saung Mirwan antara lain tomat, cabe Jepang (shisito),
ketimun Jepang (kyuuri), lectus, caysin, kacang edamame, okra, dan krisan pot.
PT. Saung Mirwan menjual produk sayuran dengan dua cara, yakni retail dan
fresh cut, sedangkan untuk produk bunga krisan kini hanya dijual dalam bentuk
stek batang dan bunga pot.
5.1.1. Sistem Penjualan PT. Saung Mirwan
Sayuran dan bunga yang diproduksi PT. Saung Mirwan dipasarkan melalui
dua cara, yakni direct dan undirect selling. Direct selling adalah promosi langsung
ke pelanggan, jadi perusahaan yang langsung menawarkan produk ke pelanggan,
sedangkan undirect selling adalah order produk dari pelanggan, yaitu pelanggan
yang ingin memesan produk-produk perusahaan tanpa ada promosi langsung
sebelumnya. Biasanya pelanggan seperti ini mendapat rekomendasi dari
pelanggan lain yang telah menjadi customer PT. Saung Mirwan terlebih dahulu.
Pemasaran produk PT. Saung Mirwan mencakup wilayah Jakarta Bogor
Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) dan mancanegara. Sayuran retail dengan
kualitas grade satu dipasarkan ke pasar modern atau supermarket (customer
retail), sedangkan sayuran fresh cut dipasarkan ke restoran (customer indutries).
Bunga krisan pot dipasarkan ke toko-toko bunga di Jakarta dan Bogor. Bunga
krisan pot PT. Saung Mirwan juga diminati oleh perusahaan-perusahaan dan
instansi pemerintah, misalnya bank, sebagai penghias ruangan. Selain
memasarkan dalam bentuk produk akhir, PT. Saung Mirwan memasarkan pula
input produksi berupa bibit beberapa tanaman. Salah satu bibit yang paling laris
ialah stek batang bunga krisan. Produk ini berhasil dipasarkan hingga pasar export
di Jepang.
38
Pelanggan yang melakukan order produk dan berniat menjadi pelanggan
tetap dapat menghubungi bagian penjualan perusahaan. Kemudian bagian
penjualan akan melakukan supervisi kepada calon pelanggan untuk memberikan
daftar produk, daftar harga, contoh produk, dan menentukan kesepakatan yang
akan dilaksanakan pada saat memulai kerjasama. Kesepakatan tersebut antara lain
spesifikasi dan varietas, kemasan, jumlah minimal produk, waktu pengiriman,
tempat pengiriman, interval pengiriman, dll. Sistem order yang dapat dipilih
pelanggan adalah sistem order tetap (standing order) atau order perhari (daily
order). Jika kesepakatan telah disetujui oleh kedua pihak, tahapan selanjutnya
adalah penandatanganan kontrak kerjasama. Sistem pembayaran yang digunakan
perusahaan adalah jual putus, yakni barang yang dikirim perusahaan masih dapat
disortasi ulang oleh pelanggan pada saat barang dikirimkan. Barang yang sesuai
dengan kriteria pelanggan yang dibayarkan ke perusahaan7.
Dalam pelaksanaanya, sistem pemasaran produk yang dilakukan
PT. Saung Mirwan sering menghadapi risiko. Risiko tersebut antara lain
kekurangan supply produk dan pengembalian produk. Kekurangan supply terjadi
ketika supply dari petani mitra kurang, karena 95% produk edamame yang dijual
perusahaan berasal dari petani mitra. Kondisi ini merupakan masalah besar bagi
perusahaan, karena perusahaan akan terkena pinalty, berupa pembayaran ganti
rugi, apabila tidak dapat memenuhi jumlah produk yang dipesan oleh customer
industries. Pengembalian produk oleh customers umumnya dikarenakan dua hal,
yaitu pengembalian produk karena pengiriman berlebih dan pengembalian produk
karena rusak. Pengembalian produk karena pengiriman berlebih terjadi ketika ada
7 Saung Mirwan. 2006. Pemesanan atau Order. http://www.saungmirwan.com/zen/index.php?
option=com_content&task=blogsection&id=6&Itemid=36 diakses pada 25 Juni 2012.
39
selisih timbang produk di perusahaan dan di customers. Pengembalian karena
rusak memiliki penyebab yang bervariasi, antara lain pengemasan yang tidak
sempurna; suhu udara yang tidak sesuai saat pengiriman atau di cool box,
sehingga produk layu atau menguning; kerusakaan saat distribusi; dll.
Keadaan diatas membuat perusahaan sering kali menghadapi risiko
kerugian. Kerugian tersebut diatasi dengan melakukan program tanam, menambah
kemitraan, dan menjual murah produk yang dikembalikan ke pengumpul. Namun
demikian, program tanam dan petani mitra memiliki risikonya sendiri yang
apabila tidak diatasi masih dapat mengakibatkan kekurangan supply. Selain itu,
pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk reject tetap menimbulkan risiko
kerugian bagi perusahaan, karena perusahaan telah mengeluarkan biaya untuk
membeli hasil panen petani mitra dengan harga yang tinggi; biaya untuk
pengemasan; dan biaya untuk transportasi.
5.2. Gambaran Kemitraan PT. Saung Mirwan
Kemitraan adalah salah satu divisi di dalam struktur organisasai PT. Saung
Mirwan yang mempunyai fungsi untuk menghasilkan produk-produk sayuran
diluar produksi internal yang dihasilkan divisi produksi8. Sistem kemitraan pada
PT. Saung Mirwan terbentuk atas dasar kesadaran manajemen perusahaan akan
terbatasnya luas lahan dan jumlah penanaman. Sistem kemitraan dilakukan guna
mencapai target permintaan produk dan kontinuitas produksi yang sesuai dengan
kebutuhan pasar.
Pimpinan PT. Saung Mirwan berpendapat bahwa pola kemitraan terdapat
8 Saung Mirwan. 2006. Sistem Kemitraan pada PT. Saung Mirwan. http://www.saungmirwan.com/
zen/index.php?option=com_content&task=blogsection&id=7&Itemid=38 diakses pada 25 Juni
2012.
40
misi membangun keseimbangan ekosistem lingkungan dan mewujudkan
kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi pihak-pihak yang berhubungan dengan
PT. Saung Mirwan. Implikasi dari manfaat sistem kemitraan ialah
tersosialisaikannya pengetahuan bertani yang baik kepada petani mitra perusahaan
dan adanya keterkaitan dan hubungan yang tidak terpisahkan antara usaha yang
dilakukan PT. Saung Mirwan dengan pengembangan masyarakat, khususnya
bidang ekonomi kerakyatan.
Konsep kemitraan yang dibangun PT. Saung Mirwan mensyaratkan
hubungan saling percaya, saling memiliki, saling melindungi, dan saling
menguntungkan. Indikasi dari konsep tersebut ialah adanya kesejajaran dan sikap
saling membantu antara pihak yang bermitra, serta komitmen untuk memenuhi
hak dan kewajibannya masing-masing. Kemitraan PT. Saung Mirwan diawali
pada tahun 1992 dengan mengajak lima orang petani tradisional di sekitar
PT. Saung Mirwan untuk menanam beberapa jenis komoditas di lahan terbuka.
Sambutan para petani terhadap pola kemitraan ini sangat baik, sehingga
dibentuklah mitra tani.
Mitra tani adalah suatu konsep kemitraan dengan metode inti plasma. Pada
konsep kemitraan ini, PT. Saung Mirwan berkedudukan sebagai inti dan para
petani mitra sebagai plasma. Kewajiban-kewajiban yang disyaratkan dalam
konsep ini:
1. Kewajiban inti:
a. Menyediakan kebutuhan sarana produksi dengan sistem peminjaman;
b. Menentukan jenis komoditas yang akan ditanam oleh plasma;
c. Menentukan program tanam yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar;
41
d. Memberikan teknologi tentang teknis budidaya dan pengendalian hama
penyakit;
e. Membeli semua hasil produksi dari plasma yang memenuhi standar mutu
yang ditentukan oleh inti;
f. Memberikan penyuluhan dan bimbingan, serta pengawasan terhadap
plasma dilapangan.
2. Kewajiban plasma:
a. Mengikuti dan melaksanakan program kerja dan teknis budidaya yang
diberikan oleh inti;
b. Menjual hasil produksinya kepada inti dengan harga yang telah ditentukan;
c. Menyelesaikan pinjaman saprotan dengan jangka waktu maksimal tiga
bulan dari pengambilan sarana produksi.
5.2.1. Teknis Pelaksanaan Kemitraan PT. Saung Mirwan
Pola kemitraan yang dijalankan PT. Saung Mirwan mengalami beberapa
kali perubahan sejak pertama kali dibangun. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
penyesuaian dengan kondisi perusahaan dan perkembangan dunia agribisnis.
Jumlah petani mitra PT. Saung Mirwan pada awal pelaksanaan program kemitraan
adalah 600–700 orang yang tersebar di daerah Bogor, Garut, dan Bandung. Pola
kemitraan saat itu adalah dengan menetapkan petani binaan sebagai mitra tani
tetap perusahaan. Namun, seiring berjalannya waktu terdapat kendala, seperti
hasil produksi petani mitra yang tidak sesuai harapan, cuaca buruk dan serangan
hama penyakit di tempat petani mitra, turunnya permintaan produk, terbatasnya
modal perusahaan, dll. Keadaan tersebut memaksa PT. Saung Mirwan merubah
42
pola kemitraan yang dilaksanakan dengan tetap menekankan konsep kemitraan
inti plasma.
Pola kemitraan yang dijalankan PT. Saung Mirwan saat ini adalah
dengan menerapkan sistem kontrak pada mitra tani. Petani yang ingin menjadi
mitra tani PT. Saung Mirwan dapat mengajukan permintaan dengan menghubungi
Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) yang berada di bawah divisi kemitraan. Petani
dapat pula datang langsung ke perusahaan. Kemudian akan dilakukan survey
lokasi lahan tanam. Jika disetujui, petani diminta menyerahkan fotokopi Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dan mengisi formulir data diri. Setelah itu petani harus
menandatangi surat perjanjian yang terkandung aspek-aspek perjanjian. Contoh
surat perjanjian disajikan pada Lampiran 2. Surat perjanjian tersebut merupakan
bukti kesanggupan kedua belah pihak untuk mematuhi aturan yang telah
disepakati bersama.
Pola kemitraan dengan sistem kontrak yang dilaksanakan PT. Saung
Mirwan bisa juga disebut sebagai pola kemitraan Kerja Sama Operasional (KOA).
Zein (2011) menjelaskan pola KOA menempatkan petani mitra sebagai penyedia
lahan pertanian, sarana produksi, dan tenaga kerja, sedangakan PT. Saung Mirwan
berperan sebagai pemberi bantuan kepada petani mitranya. Bantuan yang
diberikan PT. Saung Mirwan berupa benih tanaman, penyuluhan dan bimbingan
teknis, serta jaminan pasar dan harga.
Risiko yang sering dihadapi petani mitra ketika melakukan kontrak
kemitraan adalah risiko penurunan produksi, gagal panen, dan pengembalian hasil
panen. Faktor penyebab risiko tersebut bermacam-macam, antara lain faktor hama
dan penyakit, faktor cuaca, produkstivitas yang tidak optimal, serta hasil produksi
43
yang tidak sesuai standar. Kondisi ini menyebabkan petani mitra harus
menanggung risiko kerugian, terlebih ketika gagal panen. Perusahaan tidak dapat
membantu banyak jika risiko tersebut terjadi, sebab perusahaan juga memiliki
risiko usaha yang harus ditanggungnya.
Sistem pembayaran perusahaan yang membayar hasil panen maksimal
empat minggu setelah penerimaan menambah beban pembiayaan petani.
Pendapatan petani tersebut juga harus dipotong dengan biaya bibit komoditas
yang diambil dari perusahaan. Akibatnya beberapa petani mitra bahkan sampai
tidak dapat berproduksi untuk musim selanjutnya. Petani mitra harus
mengumpulkan modal kembali dengan menunggu pembayaran hasil panen,
meminjam modal, ataupun alih profesi sementara, misalnya dengan menjadi buruh
atau pedagang. Namun demikian, perolehan modal seperti itu menimbukan
dampak lain, seperti timbulnya hutang atau kurangnya modal yang terkumpul,
sehingga petani mitra harus mengurangi skala produksi.
Petani yang bermitra dengan PT. Saung Mirwan semenjak diterapkannya
pola kemitraan baru, berjumlah kurang lebih 90–200 orang setiap musim tanam
untuk komoditas yang berbeda-beda. Kebanyakan dari petani mitra tersebut
adalah petani mitra lama yang berdomisili di wilayah Bogor dan Garut. Petani
mitra yang sudah mendaftar pada musim tanam tertentu dapat melanjutkan kerja
sama untuk musim tanam selanjutnya dengan cara memperpanjang program
kemitraan. Perpanjangan program dilakukan dengan memberi laporan atau
mengajukan izin perpanjangan ke pihak perusahaan. Izin perpanjangan tersebut
dapat diterima atau ditolak oleh perusahaan, tergantung pada permintaan produk
yang datang ke perusahaan. Bagi petani yang tidak ingin melanjutkan kerjasama
44
tidak perlu melakukan perpanjangan izin. Namun demikian, hal tersebut tidak
menutup kesempatan bagi petani tersebut untuk kembali bermitra dengan
perusahaan pada masa yang akan datang.
5.3. Karakteristik Responden
Karakteristik responden diperoleh dari hasil wawancara dengan tiga
puluh petani mitra PT. Saung Mirwan yang tersebar di Kecamatan Megamendung
dan Ciawi, Kabupaten Bogor. Petani mitra yang diwawancarai merupakan petani
yang menanam komoditas kacang edamame. Karakteristik responden mengulas
data diri dan kondisi sumberdaya pertanian petani mitra. Informasi data diri
responden meliputi jenis kelamin; usia; pendidikan terakhir; dan lama bertani;
sedangkan informasi kondisi sumberdaya pertanian terdiri dari status lahan dan
luas lahan.
5.3.1. Jenis Kelamin
Petani mitra yang menjadi responden 97% berjenis kelamin pria dan 3%
berjenis kelamin wanita. Hal ini dikarenakan kebanyakan usahatani di daerah
Kecamatan Megamendung dan Ciawi dilakukan oleh pria. Kondisi tersebut
membuat responden pria lebih mudah ditemui di lokasi penelitian. Hanya satu
orang responden wanita yang ditemui menjalankan usahatani.
5.3.2. Usia
Usia responden sebagian besar berada pada rentang 40–49 tahun, yaitu
sejumlah 36.67%, sedangkan usia responden sebagian kecil berada pada rentang
50-59 tahun, sejumlah 16.67%. Usia responden tertua ialah 55 tahun, sedangkan
usia responden termuda adalah 23 tahun. Persentase usia responden dapat dilihat
pada Tabel 4.
45
Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia (Tahun) Jumlah Responden (Orang) (%)
20-29 6 20.00
30-39 8 26.67
40-49 11 36.67
50-59 5 16.67
Jumlah 30 100.00 Sumber: Data primer (diolah) 2012
5.3.3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah lulusan Sekolah
Dasar (SD), yaitu sejumlah 60%. Tingkat pendidikan yang ditempuh sebagian
kecil responden adalah tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sejumlah
13%. Petani di daerah Kecamatan Megamendung dan Ciawi umumnya telah
menyadari pentingnya pendidikan. Namun demikian, mereka tetap memilih untuk
menjalankan usahatani, karena sumberdaya alam yang mendukung dan banyaknya
permintaan. Selain itu, bertani sudah menjadi seperti budaya bagi masyarakat
setempat. Persentase pendidikan terakhir responden dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Terakhir Jumlah Responden (Orang) (%)
SD 18 60
SMP 4 13
SMA 8 27
Jumlah 30 100 Sumber: Data primer (diolah) 2012
5.3.4 Lama Bertani
Responden yang diwawancarai sebagian besar memiliki pengalaman
bertani < 5 tahun yaitu sejumlah 40%. Hal ini menunjukan bahwa mereka adalah
petani mitra yang terbilang baru di PT. Saung Mirwan. Lama bertani responden
sebagian kecil adalah 11–15 tahun yaitu sejumlah 3.33%. Pengalaman bertani
terlama adalah 33 tahun, sedangkan pengalaman bertani terbaru adalah 6 bulan.
46
Petani dengan pengalaman bertani baru umumnya tertarik untuk menjalankan
usahatani dan bermitra dengan PT. Saung Mirwan karena adanya jaminan harga
dan pasar. Persentase lama bertani responden dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bertani
Lama Bertani (Tahun) Jumlah Responden (Orang) (%)
< 5 12 40.00
5-10 6 20.00
11-15 1 3.33
16-20 7 23.33
> 20 4 13.33
Jumlah 30 100.00 Sumber: Data primer (diolah) 2012
5.3.5. Status Lahan
Responden sebagian besar melakukan penanaman diatas lahan sewa, yaitu
sejumlah 63.33%. Persentase terkecil status lahan penanaman responden terbagi
rata dalam tiga kategori, yakni garapan, bagi hasil, dan lainnya sejumlah 6.67%
untuk masing-masing kategori. Status lahan lainnya yang digunakan petani mitra
responden adalah sewa dan gadai. Responden melakukan penanaman diatas lahan
yang dia sewa dan yang dia gadai atau dia terima gadai dari orang lain. Masa
penggunaan lahan gadai tersebut akan selesai apabila responden tidak dapat
membayar kembali lahannya atau jika penggadai sudah membayar kembali lahan
gadainya dengan jumlah uang yang sudah disepakati sebulumnya. Persentase
status lahan penanaman responden dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Lahan
Status Lahan Jumlah Responden (Orang) (%)
Milik Sendiri 5 16.67
Sewa 19 63.33
Garapan 2 6.67
Bagi Hasil 2 6.67
Lainnya 2 6,67
Jumlah 30 100.00 Sumber: Data primer (diolah) 2012
47
5.3.6. Luas Lahan
Luas lahan penanaman responden yang diwawancarai berbeda-beda. Luas
lahan penanaman komoditas yang dimitrakan dengan perusahaan berkisar antara
0.06–3 Ha. Luas lahan penanaman komoditas tersebut sebagian besar adalah 0.1–
0.5 Ha, yaitu sejumlah 87%, sedangkan luas penanaman sebagian kecilnya adalah
< 0.01, yaitu sejumlah 3%. Persentase luas lahan penanam responden atas
komoditas yang dimitrakan dengan PT. Saung Mirwan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Komoditas yang
Dimitrakan
Luas Lahan (ha) Jumlah Responden (Orang) (%)
< 0.1 1 3
0.1–0.5 26 87
> 0.5 3 10
Jumlah 30 100 Sumber: Data primer (diolah) 2012
5.4. Karakteristik Informan
Karakteristik informan diperoleh dari hasil wawancara dengan lima orang
staf PT. Saung Mirwan. Wawancara pada informan dilakukan guna mendapat
pengetahuan tentang kondisi perusahaan. Wawancara juga bertujuan untuk
mengetahui persepsi tentang asuransi pertanian dari sisi perusahaan. Staf yang
diwawancara hampir seluruhnya merupakan staf yang melakukan kegiatan
administrasi di kantor perusahaan. Karakteristik informan meliputi jenis kelamin;
pendidikan terakhir; usia; posisi di perusahaan; lama bekerja; pendapatan; dan
jumlah anggota keluarga.
5.4.1. Jenis Kelamin
Staf PT. Saung Mirwan yang diwawancarai sebagai informan 80%
berjenis kelamin pria dan 20% berjenis kelamin wanita. Hal ini dikarenakan staf
48
administrasi PT. Saung Mirwan lebih banyak berjenis kelamin pria. Hanya satu
orang staf wanita yang diwawancarai sebagai informan.
5.4.2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan menggambarkan kemampuan berpikir dan wawasan
sesorang. Informan yang diwawancarai sebagian besar memiliki tingkat
pendidikan akhir sarjana (S1), yaitu sejumlah 60%. Tingkat pendidikan akhir
informan lainnya adalaha SMA, yaitu sejumlah 40%. Hal ini menunjukan kualitas
sumberdaya manusia PT. Saung Mirwan cukup baik.
5.4.3. Usia
Usia informan yang diwawancarai berkisar antara 30–50 tahun. Informan
dengan rentang usia 30–40 tahun sejumlah 40%, sisanya merupakan informan
dengan rentang usia 41–50 tahun, yaitu sejumlah 60%. Usia termuda dari
informan yang diwawancarai adalah 34 tahun, sedangkan usia tertua dari informan
yang diwawancarai adalah 50 tahun. Hal tersebut menunjukan bahwa staf-staf
PT. Saung Mirwan masih dalam keadaan produktif. Kondisi ini terbilang baik
bagi jalannya suatu perusahaan.
5.4.4. Posisi di Perusahaan
Informan yang diwawancarai menempati posisi yang berbeda-beda di
perusahaan. Posisi informan yang diwawancari ialah manajer personalia; manajer
pengadaan; kepala bagian kemitraan dan produksi, penyuluh pertanian yang
berada dibawah divisi kemitraan; dan staf penjualan. Karyawan yang
diwawancarai dianggap mewakili bidang-bidang yang berhubungan dengan
kepentingan penelitian. Selain itu, karyawan tersebut dapat menjelaskan kondisi
perusahaan, memberikan persepsi dan pendapat tentang asuransi pertanian.
49
5.4.5. Lama Bekerja
Lama bekerja informan yang diwawancarai sebagian besar > 10 tahun,
yaitu sejumlah 60%. Informan lainnya terdiri dari informan yang memiliki lama
bekerja < 5 tahun sejumlah 20% dan informan yang memiliki lama bekerja 5–10
tahun sejumlah 20%. Pengalaman bekerja terlama adalah 20 tahun, sedangkan
pengalaman bekerja terbaru adalah 3 tahun. Lama bekerja yang dimiliki seorang
karyawan menunjukan loyalitas karyawan tersebut pada perusahaan. Lama masa
bekerja juga menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memberikan
kesejahteraan pada karyawannya.
5.4.6. Pendapatan
Pendapatan karyawan merupakan salah satu hal yang dirahasiakan di
sebuah perusahaan, demikian pula di PT. Saung Mirwan. Namun, para informan
yang diwawancarai masih bersedia menyebutkan kisaran pendapatan mereka
setiap bulan. Pendapatan yang diperoleh 60% informan adalah > Rp 3 000 000.
Informan lainnya terdiri dari informan yang memiliki pendapatan Rp 1 000 000–
Rp 1 999 900 sebanyak 20% dan informan yang memiliki pendapatan
Rp 2 000 000–Rp 3 000 000 sebanyak 20% juga.
5.4.7. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga yang dimiliki karyawan PT. Saung Mirwan
adalah 1–4 orang. Informan yang memiliki jumlah anggota keluarga 1 orang
sejumlah 40%, 2 orang sejumlah 20%, dan 4 orang sejumlah 40%. Jumlah
anggota keluarga berhubungan dengan pendapatan, karena tingkat kesejahteraan
karyawan dapat dilihat dari kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
VI. URGENSI ASURANSI PERTANIAN BAGI PT. SAUNG MIRWAN
DAN MITRA TANINYA
6.1. Urgensi Asuransi Pertanian bagi PT. Saung Mirwan
Risiko usahatani tidak hanya dihadapi oleh petani, tetapi juga dialami oleh
PT. Saung Mirwan sebagai mitranya. Stok utama produk edamame yang masuk
ke perusahaan diperoleh dari petani mitra. Efeknya, risiko yang dihadapi
perusahaan adalah risiko kekurangan supply produk dari petani mitra. Hal ini
berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi order costumer dan
realisasi pengiriman produk. Rekapitulasi order dan kirim produk dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Rekapitulasi Order dan Kirim Produk Edamame PT. Saung Mirwan
Tahun 2011
Uraian Jumlah (kg) (%)
Edamame kirim 116 609 63.5
Edameme order
Jumlah permintaan yang belum dipenuhi
183 755
67 146
-
36.5
Sumber: Divisi Pengadaan PT. Saung Mirwan (diolah) 2012
Tabel 9 memperlihatkan jumlah permintaan yang belum dipenuhi
perusahaan, yaitu sebesar 67 146 kg. Ketidakmampuan perusahaan dalam
memenuhi permintaan tersebut disebabkan oleh menurunnya pasokan edamame
dari mitra tani akibat pergeseran perubahan musim dan serangan hama penyakit.
Dalam hal ini, perusahaan akan mendahulukan kelompok costumer industries
yang menerapkan aturan pinalty berupa ganti rugi produk pada kontrak
kerjasamanya, apabila perusahaan tidak dapat memenuhi jumlah produk yang
dipesan. Dampak lain yang mungkin timbul dari ketidaksanggupan perusahaan
dalam memenuhi order produk dari costumers adalah pemberhentian pemesanan
51
produk kepada perusahaan, baik untuk sementara waktu atau seterusnya, karena
berkurangnya kepercayaan costumers.
Risiko kekurangan produk dari perusahaan sebenarnya tidak lepas dari
risiko yang dihadapi petani. Perusahaan berusaha membantu petani guna stabilnya
supply produk, meski dengan keterbatasan karena perusahaan memiliki risiko
lainnya untuk ditanggung. Zein (2011) memaparkan bantuan yang diberikan
perusahaan kepada petani mitra adalah bantuan pinjaman benih dan bantuan
teknologi. Bantuan pinjaman benih dilakukan dengan cara mengajukan pinjaman
pada awal masa penanaman. Pinjaman tersebut umumnya dibayar petani dengan
memotong penerimaan hasil panen yang diterima dari perusahaan. Apabila, petani
mengalami gagal panen, pembayaran pinjaman dapat ditangguhkan hingga petani
memiliki cukup dana untuk membayarnya. Bantuan teknologi dilakukan dengan
memberi informasi teknik budidaya edamame kepada petani. Usaha lain yang
dilakukan perusahaan untuk menstabilkan supply produk adalah melaksanakan
program tanam. Program tanam dilakukan dengan mengatur waktu tanam pada
mitra tani, sehingga apabila terjadi penurunan jumlah produksi pada satu wilayah
akibat faktor cuaca, seperti kekurangan air, dapat ditanggulangi dengan
mengambil produk dari wilayah lain yang kondisi cuacanya mendukung.
Pelaksanaan program tanam bekerjasama dengan beberapa mitra lain di daerah
Garut dan Lembang.
Risiko lain yang dihadapi perusahaan adalah risiko pengembalian produk
oleh costumers. Hal tersebut umumnya terjadi karena dua hal, yakni karena selisih
timbang produk di perusahaan dengan di costumers dan karena produk rusak.
Pengembalian produk karena rusak memiliki penyebab yang beragam, antara lain
52
pengemasan yang tidak sempurna; suhu udara yang tidak sesuai saat pengiriman,
sehingga produk layu atau menguning; dan kerusakan saat distribusi. Namun,
pengembalian produk karena rusak jarang terjadi, karena perusahaan telah
melakukan standardisasi produk sebelum dikirim. Pengembalian produk karena
selisih timbang merupakan faktor risiko yang lebih sering dihadapi oleh
perusahaan.
Pengembalian produk karena selisih timbah sejauh ini tidak pernah
melebihi 2% dari total produk yang dikirim. Kerugian karena hal tersebut pun
ditekan seminimal mungkin dengan menetapkan harga penjualan produk yang
meliputi harga beli dari petani, biaya pengemasan, ongkos kirim, dan profit.
Produk edamame yang dikembalikan tidak dapat dipasarkan lagi ke pelanggan
lain, sehingga perusahaan menjualnya ke pengumpul dengan harga yang lebih
murah.
Secara keseluruhan perusahaan telah mencoba untuk mengidentifikasi
setiap risiko yang mungkin terjadi, kemudian mencari alternatif solusi terbaik
untuk mengatasinya. Namun, bukan berarti perusahaan dapat terbebas sama sekali
oleh risiko. Tetap ada beberapa risiko yang pada kapasitasnya tidak dapat diatasi
oleh perusahaan, salah satunya risiko kekurangan supply yang disebabkan risiko
penurunan produksi di petani. Oleh sebab itu, perusahaan sangat mendukung
adanya asuransi pertanian untuk petani edamame, karena upaya tersebut dapat
menjamin ketersediaan bahan baku bagi perusahaan.
6.2. Urgensi Asuransi Pertanian bagi Petani sebagai Mitra Tani PT. Saung
Mirwan
Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani menghadapi berbagai
macam risiko. Hal ini mengakibatkan kebutuhan terhadap asuransi pertanian
53
sebagai suatu mekanisme perlindungan usaha atau pembagian risiko menjadi
besar dan penting. Analisis pentingnya asuransi pertanian dilakukan dengan
melihat persepsi responden pada perubahan produktivitas hasil panennya.
Penilaian persepsi dilakukan melalui identifikasi tingkat kepahaman responden
pada faktor penyebab perubahan produktivitas, dampak perubahan produktivitas,
dan upaya adaptasi yang dilakukan akibat perubahan produktivitas tersebut.
Faktor penyebab perubahan produktivitas yang dibahas adalah perubahan
pergeseran musim dan serangan hama penyakit, sedangkan dampak perubahan
produktivitas yang dibahas adalah perubahan jumlah output.
Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh responden mengetahui
perubahan produktivitas, bahkan seluruh responden juga menyatakan pernah
mengalami perubahan produktivitas. Kondisi ini mencerminkan kesadaran
responden akan risiko usahatani yang dihadapinya. Jumlah responden yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman pada perubahan produktivitas dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Responden yang Memiliki Pengetahuan dan Pengalaman
pada Perubahan Produktivitas Selama Dua Musim Tanam
Persepsi Respon (%)
Pengetahuan pada perubahan produktivitas Tahu 100
Tidak tahu 0
Pengalaman perubahan produktivitas Pernah 100
Tidak pernah 0 Sumber: Data primer (diolah) 2012
Perubahan produktivitas adalah kondisi saat produksi naik atau turun, baik
dalam skala kecil ataupun besar. Perubahan produktivitas yang terjadi pada
sebagian besar responden adalah penurunan produksi, hanya 10% responden yang
mengalami peningkatan produksi. Peningkatan produksi yang terjadi pada
responden antara 20%-60% dari hasil produksi sebelumnya.
54
Penurunan produksi dalam skala besar biasa dikenal oleh responden
sebagai gagal panen. Gagal panen yang pernah dialami responden antara
75%-96% dari hasil produksi sebelumnya. Adapun rata-rata penurunan produksi
dari keseluruhan responden adalah 50% dari hasil produksi sebelumnya.
Persentase penurunan produksi hasil panen edamame dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Penurunan Produksi (PP) Edamame yang Pernah Dialami
Responden Selama Dua Musim Tanam
Penurunan Produksi Jumlah Responden (Orang) (%)
PP < = 25% 3 11
25% < PP < = 50% 8 30
50% < PP < = 75% 10 37
PP > 75% 6 22
Jumlah 27 100 Sumber: Data primer (diolah) 2012
Tabel 11 memperlihatkan bahwa terdapat 22% responden yang mengalami
gagal panen. Selain itu, sebagian besar responden, yaitu sejumlah 37%,
mengalami penurunan produksi sebesar 50%-74%. Dari Tabel 11 dapat diketahui
pula bahwa penurunan produksi yang cukup besar, yaitu > = 50%, menimpa lebih
dari setengah responden, yaitu 59% responden.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa produktivitas rata-rata
edamame yang ditanam responden pada musim tanam satu adalah 3 420 kg/ha
dengan jumlah penggunaan benih rata-rata sebanyak 50.6 kg/ha. Dari hasil
tersebut diketahui bahwa 1 kg benih edamame yang ditanam hanya mampu
menghasilkan 67.6 kg edamame segar. Produktivitas rata-rata tersebut turun pada
musim tanam dua menjadi 1 710 kg/ha. Tabulasi perhitungan produktivitas rata-
rata edamame yang ditanam responden selama dua musim tanam dapat dilihat
pada Lampiran 3.
55
Produktivitas rata-rata edamame yang ditanam responden menunjukan
hasil yang belum maksimal. Samsu (2001) menjelaskan kebutuhan benih
edamame per hektar 60 kg–75 kg tergantung dari jarak tanam yang dipergunakan.
Jarak tanam yang dianjurkan adalah 25 cm x 25 cm. Dari 1 kg benih tersebut,
dapat dihasilkan 80 kg–100 kg edamame segar9. Hal ini berarti produktivitas ideal
yang dapat dicapai untuk kacang edamame adalah 4 800 kg/ha–7 500 kg/ha.
Jumlah tersebut masih jauh dari produktivitas yang dihasilkan responden. Kondisi
ini mengindikasikan adanya risiko produksi pada daerah penelitian.
Faktor penyebab perubahan produktivitas yang dirasakan responden
berbeda-beda. Responden mengaku kenaikan produksi umumnya terjadi ketika
perawatan tanaman baik dan cuaca selama musim tanam mendukung, sedangkan
penurunan produksi lebih banyak terjadi karena faktor kondisi alam yang tidak
mendukung selama penanaman, seperti pergeseran perubahan musim dan
serangan hama penyakit.
Faktor penyebab penurunan produktivitas yang dipilih mayoritas
responden adalah pergeseran perubahan musim. Hal itu dinyatakan oleh 85.19%
responden yang diwawancarai. Dari jumlah tersebut, 37.04% adalah gabungan
responden yang memilih perubahan pergeseran musim dan serangan hama
penyakit sebagai faktor penurunan produktivitas.
Pergeseran perubahan musim dan pola tanam merupakan dampak dari
peningkatan kejadian iklim ekstrim yang ditandai dengan perubahan pola curah
hujan. Curah hujan yang rendah pada musim kemarau menyebabkan tanaman
edamame sulit berproduksi, karena kebutuhan air untuk pertumbuhannya yang
9 Hasil wawancara dengan PPL PT. Saung Mirwan, Munawar Supriatna, 28 Maret 2012.
56
tidak terpenuhi10
. Namun, pola curah hujan yang semakin meningkat pada musim
tanam satu hingga musim tanam dua justru mengakibatkan tanaman edamame
sulit mendapat sinar matahari dan rusak, sehingga terjadi penurunan produksi
edamame, bahkan sejumlah kasus mengalami kegagalan panen.
Perubahan pergeseran musim juga ditandai dengan fluktuasi suhu dan
kelembaban udara yang kian meningkat yang kemudian menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman11
. Persentase
faktor penyebab penurunan produktivitas yang dialami responden dapat dilihat
pada Tabel 12.
Tabel 12. Faktor Penyebab Penurunan Produktivitas yang Dialami
Responden Selama Dua Musim Tanam
No. Faktor Penyebab Perubahan
Produktivitas
Jumlah Responden
(Orang)
(%)
1. Perubahan pergeseran musim 13 48.15
2. Serangan hama penyakit 2 7.41
3. Perubahan pergeseran musim dan
serangan hama penyakit 10 37.04
4. Kualitas tanah yang kurang baik 2 7.41
Jumlah 27 100.00 Sumber: Data primer (diolah) 2012
Penurunan produktivitas yang terjadi, mendorong responden untuk
melakukan tindakan adaptasi. Tindakan yang mereka ambil merupakan bentuk
penyesuaian pada faktor penyebab perubahan produktivitas yang mereka alami.
Tindakan adaptasi yang dilakukan responden adalah mengganti waktu tanam;
mengganti jenis komoditas yang ditanam; mengganti waktu tanam dan jenis
komoditas yang ditanam; mengganti waktu tanam dan mengajukan kredit
10
Hasil wawancara dengan PPL PT. Saung Mirwan, Ardhita Zulhis P., 14 Juli 2012.
11 Agustin. 2011. Dampak Perubahan Iklim terhadap Serangan OPT Tanaman Perkebunan.
http://agustin.mhs.upnyk.ac.id/2011/11/05/dampak-perubahan-iklim-terhadap-serangan-
organisme-pengganggu-tumbuhan-opt-tanaman-perkebunan/ diakses pada 9 Juli 2012.
57
pinjaman modal; menambah pupuk; menambah pupuk dan obat; meningkatkan
perawatan tanaman; meninggikan parit saat curah hujan tinggi; dan mengurangi
tanaman pada saat musim hujan untuk menekan jumlah tanaman yang rusak.
Tindakan mengganti waktu tanam dilakukan oleh responden ketika cuaca
dianggap tidak mendukung untuk melakukan penanaman. Salah satunya saat
curah hujan tinggi yang menyebabkan risiko penurunan produksi meningkat,
sehingga responden lebih memilih untuk mengundur waktu tanam edamame.
Tindakan lain yang dilakukan ketika terjadi kondisi cuaca yang tidak mendukung
adalah mengganti jenis komoditas yang ditanam. Komoditas yang umumnya
ditanam responden pada saat sedikit air adalah umbi-umbian, seperti ubi dan talas,
sedangkan komoditas yang biasa ditanam responden saat curah hujan tinggi
adalah caysin.
Tindakan menambah pupuk dan obat umumnya dilakukan saat musim
hujan, termasuk periode tanam setelah musim tanam dua, karena musim hujan
menyebabkan pupuk dan obat yang diberikan ke tanaman tidak bertahan lama
akibat terbawa air hujan. Selain itu, terdapat juga responden yang meningkatkan
perawatan tanaman pada periode tanam setelah musim tanam dua, berupa
penambahan frekuensi penyiangan dan penyulaman tanaman, serta pembersihan
tanaman dari organisme pengganggu saat musim kemarau. Hal tersebut dilakukan
guna meminimalkan risiko penurunan hasil panen.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden,
yaitu sejumlah 37.04% memilih mengganti jenis komoditas yang ditanam sebagai
tindakan adaptasi. Hal ini dianggap paling efektif dalam menekan kerugian akibat
pergeseran perubahan iklim, karena responden masih dapat memanfaatkan lahan
58
untuk menanam komoditas lain dan menghasilkan sejumlah penerimaan, walau
tidak sebesar penerimaan ketika menanam edamame.
Dari responden yang mengalami penurunan produktivitas, terdapat 10%
responden yang tidak melakukan tindakan adaptasi. Hal tersebut dikarenakan
sikap ketidakpedulian responden pada penurunan produktivitas yang terjadi.
Jumlah responden dari setiap tindakan adaptasi selama dua musim tanam dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Tindakan Adaptasi Akibat Penurunan Produktivitas yang
Dilakukan Responden Selama Dua Musim Tanam
No. Tindakan Adaptasi Jumlah Responden
(Orang)
(%)
1. Mengganti waktu tanam 1 3.70
2. Mengganti jenis komoditas yang ditanam 10 37.04
3. Mengganti waktu tanam dan jenis
komoditas yang ditanam
1
3.70
4. Mengganti waktu tanam dan mengajukan
kredit pinjaman modal
1 3.70
5. Menambah pupuk 1 3.70
6. Menambah pupuk dan obat 2 7.41
7. Meningkatkan perawatan tanaman 5 18.52
8. Meninggikan parit saat curah hujan tinggi 2 7.41
9. Mengurangi tanaman saat musim hujan 1 3.70
10. Tidak melakukan tindakan adaptasi 3 11.11
Jumlah 27 100.00 Sumber: Data primer (diolah) 2012
Tindakan adaptasi yang dilakukan oleh responden belum mampu
mengurangi risiko pada usahatani edamame. Hal ini terbukti dari banyaknya
responden yang mengalami penurunan produksi, yaitu sebesar 90% responden.
Tindakan adaptasi konvensional saja tidak akan mampu menekan risiko usahatani
secara signifikan. Perlu upaya sistematis dan melembaga untuk mengalihkan
ataupun membagi risiko usahatani yang timbul, terutama akibat perubahan
pergeseran musim.
BAB VII. MODEL ASURANSI PERTANIAN PUSAT STUDI EKONOMI
DAN KEBIJAKAN PERTANIAN (PSEKP)
7.1. Konsep Asuransi Pertanian PSEKP
Kepedulian pada petani dimulai dari adanya keinginan untuk melindungi
petani yang diwujudkan dalam bentuk berbagai instrumen kebijakan. Salah satu
instrumen yang menggambarkan keberpihakan pada kepentingan petani itu adalah
asuransi pertanian. Skim asuransi pertanian termasuk pada program terapan yang
dibutuhkan petani, karena isinya yang dimaksudkan untuk melindungi petani dari
risiko ketidakpastian dalam berproduksi.
Risiko gagal panen yang berdampak buruk bagi pendapatan rumahtangga
tani sebenarnya bukan hanya menjadi tanggungan petani. Namun, seharusnya
juga menjadi bagian tanggung jawab pemerintah daerah, khususnya untuk daerah-
daerah yang menjadikan pertanian sebagai sektor andalan. Hal ini beralasan,
karena kendali atas pelaksanaan pembangunan ekonomi dipegang oleh pemerintah
daerah. Dengan demikian, sudah semestinya jika cita-cita dari pembangunan yang
dilaksanakan adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat, termasuk petani.
Skim asuransi pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi
practice untuk pengembangan sektor pertanian. Kerjasama antara pemerintah
daerah dengan perusahaan asuransi diperlukan untuk kesuksesan program ini.
Dalam pelaksanaannya, terdapat tiga pihak yang menjadi bagian dari atribut
kelembagaan skim asuransi. Transformasi koordinasi dari tiga pihak tersebut
membentuk Kelompok kerja Asuransi Pertanian (KAP) yang didesain untuk
menjalankan program asuransi. Pihak-pihak itu adalah :
1. Unsur-unsur pemerintahan (pemerintah daerah), yang antara lain diwakili oleh
dinas pertanian, dinas ketahanan pangan, badan perencanaan pembangunan
60
daerah, biro hukum, biro keuangan/dinas pendapatan, dinas pekerjaan
umum/perairan, camat, kepala desa, dan lain-lain. Peran penyuluh pertanian
akan sangat signifikan dalam kelompok kerja ini, terutama pada kegiatan yang
terkait dengan teknis pelaksanaan. Program asuransi ini pada dasarnya berada
dibawah tanggung jawab dinas pertanian setempat. Maka, dinas pertanian
disini disebut sebagai pihak tertanggung. Untuk kelancaran pelaksanaan
program asuransi, diharapkan terdapat kesediaan dana yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau dapat juga diambil
dari Coorporate Social Responsiblity (CSR) perusahaan. Dana tersebut
dibutuhkan untuk membayar premi asuransi dan operasional kegiatan, walau
tidak harus seluruhnya. Dalam hal ini, pemerintah daerah bertindak sebagai
avalist (penjamin) dalam penyediaan dana untuk pelaksanaan program
asuransi. Kewajiban dari avalist adalah bersedia menanggung risiko
pembayaran premi secara keseluruhan, jika petani macet dalam membayar
premi asuransi. Dengan keterlibatan para stakeholders di daerah, termasuk
kalangan legislatif yang secara formal menyetujui pembiayaan skim asuransi
ini, maka keberpihakan kepada petani akan dapat terwujud. Kedepannya, skim
asuransi pertanian diharapkan dapat menjadi program penguat dalam
pembentukan bank pertanian atau pola badan layanan usaha. Program asuransi
pertanian pun dapat dipertimbangkan sebagai program pembiayaan pertanian
disamping subsidi input pertanian. Pada prinsipnya, semakin banyak petani
yang dilindungi (semakin luas wilayah yang dicakup) dalam asuransi
pertanian, maka semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk membayar premi
asuransi. Disisi lain, perusahaan asuransi umum akan semakin berani
61
meningkatkan usahanya di sektor pertanian, karena adanya keterlibatan
pemerintah sebagai avalist. Hal ini tentu akan semakin meningkatkan
pertumbuhan usaha di wilayah setempat dalam konteks pembangunan
ekonomi.
2. Perusahaan asuransi, yang pada kegiatan asuransi pertanian sebelumnya
diikuti oleh PT. Bumi Putera Muda (Bumida). Selain perwakilan di KAP,
perusahaan asuransi juga perlu menyiapkan kelompok independen yang akan
melakukan verifikasi jika ada laporan gagal panen. Kelompok verifikasi ini
akan menjadi tanggungjawab pihak asuransi, bukan KAP. Hal ini dikarenakan
peran perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung. Selanjutnya, jika gagal
panen dinyatakan sah, maka perusahaan asuransi wajib mengeluarkan
santunan/klaim kepada petani. Nilai klaim atau pertanggungan umumnya telah
ditetapkan dan disepakati sejak awal penandatanganan surat perjanjian
kerjasama asuransi. Apabila tidak terjadi gagal panen, maka petani akan
diberikan natura (balas jasa yang tidak dalam bentuk uang) berupa pelatihan
yang terkait dengan pertanian dan fasilitas studi banding ke daerah lain yang
pertaniannya lebih baik sebagai tambahan referensi bagi petani. Dengan
demikian, perusahaan asuransi juga memiliki peluang ekonomi untuk meraih
profit sebagai sebuah institusi swasta.
3. Petani, direpresentasikan oleh kelompok tani atau gabungan kelompok tani
yang ada diwilayah setempat. Dalam hal ini, petani bertindak sebagai offtaker
(pembeli) dari produk asuransi dan merupakan pelaku utama dalam program
asuransi. Petani diharapkan dapat turut berpartisipasi membayar sejumlah
premi asuransi. Premi tersebut merupakan salah satu kewajiban yang harus
62
dilaksanakan petani yang dalam istilah asuransi termasuk sebagai anggota
pihak tertanggung. Adanya share pembayaran premi asuransi lah yang
menyebabkan petani disebut sebagai anggota pihak tertanggung. Jika terjadi
gagal panen yang dinyatakan sah, maka petani berhak menerima sejumlah
santunan/klaim dari perusahaan asuransi. Jumlah santunan yang diberikan
didasarkan pada biaya produksi dari komoditas yang diasuransikan. Hal ini
dipilih karena adanya prinsip asuransi umum yang menyatakan tingkat
perhitugan keuntungan hanya sesaat. Santunan yang diberikan diharapkan
dapat membantu petani dalam memperoleh kecukupan modal usahatani untuk
musim berikutnya.
Pembentukan KAP ini idealnya berada di tingkat kabupaten. Jumlah
anggota KAP tidak dibatasi, namun harus mencakup seluruh stakeholders yang
terkait langsung dengan pembangunan pertanian diwilayah tersebut. Kegiatan
selanjutnya dari KAP adalah menyusun tugas pokok dan rincian kegiatan yang
akan dilaksanakan, serta menyusun konsepsi yang mengatur pelaksanaan teknis
asuransi pertanian antara petani dengan perusahaan asuransi dalam konteks bisnis
dan sosial.
Penyusunan konsepsi pelaksanaan teknis asuransi pertanian penting
dilakukan oleh KAP di setiap daerah, karena adanya perbedaan budaya,
kehidupan sosial kemasyarakatan, serta kondisi pertanian pada masing-masing
wilayah. Adapun materi penyusunan konsepsi pelaksanaan teknis dapat mengacu
pada pedoman umum pelaksanaan sistem asuransi yang telah dirumuskan oleh
Tim PSEKP pada tahapan kegiatan pilot project asuransi pertanian.
63
Pada tahap lebih lanjut, diharapkan adanya deklarasi kesepahaman dalam
bentuk Memorandum of Understanding (MoU) antara pihak-pihak yang terkait
(stakeholders) sebagai pelaksana sistem asuransi pertanian di masing-masing
wilayah. Pernyataan kerjasama antara KAP dengan perusahaan asuransi dijelaskan
lebih rinci pada naskah perjanjian kerjasama yang ada pada Lampiran 1.
Namun, dibalik segala upaya untuk mengimplementasikan sistem asuransi
pertanian terdapat kendala payung hukum, yaitu belum adanya ketentuan
perundangan yang jelas terkait dengan aturan dan pelaksanaan asuransi pertanian
di Indonesia. Kondisi ini membuat para peneliti dan stakeholders di daerah
kesulitan untuk mengembangkan program asuransi pertanian. Sebagai contoh,
Bumida sebagai satu-satunya perusahaan asuransi umum yang telah memiliki izin
dari Departemen Keuangan sebagai pelaksana kegiatan asuransi pertanian di
Indonesia merasa berat untuk menerapkan lebih lanjut pilot project asuransi
pertanian belum adanya kepastian dasar hukum.
Contoh lainnya adalah kegiatan uji coba sistem asuransi untuk komoditas
sapi potong di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali yang hanya dapat berjalan
selama satu tahun, kemudian berhenti dan tidak diperpanjang lagi. Pemda
kabupaten sebenarnya saat itu berkeinginan untuk memberikan subsidi premi
asuransi, tapi tidak memperoleh izin dari provinsi dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) karena adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
No. 13 yang menyebutkan “tidak boleh memberikan bantuan yang berulang-
ulang”. Perbedaan interpretasi aturan Permendagri, yaitu tidak jelas istilah
berulang tersebut eksplisitnya berapa kali, menjadi hambatan pelaksanaan sistem
asuransi pertanian di Kabupaten Jembrana.
64
Saat ini, sedang dirancang dan dibahas Rencana Undang-Undang (RUU)
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani oleh Kementerian Pertanian bersama
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Payung hukum ini diharapkan dapat segera
diselesaikan agar penyelenggaraan skim asuransi pertanian dapat terwujud.
Tetapi, timbul kekhawatiran bahwa UU tersebut tidak dapat disahkan dalam
waktu dekat, karena harus diikuti dengan penerbitan peraturan pelaksanaannya.
Disisi lain, petani masih terus menghadapi kesulitan karena meningkatnya risiko
peristiwa gagal panen (puso) berupa banjir, kekeringan, dan serangan hama.
Belum padunya perlindungan dalam bentuk skim asuransi berarti petani harus
menanggung sendiri kerugian yang tidak sedikit.
Oleh karena itu, legal formal yang juga sedang diusulkan adalah Surat
Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri (Menteri Pertanian, Menteri Keuangan,
dan Menteri Dalam Negeri). SKB tersebut diharapkan dapat segera diterbitkan
dan diberlakukan sebagai dasar hukum resmi penyelenggaran asuransi pertanian.
7.2. Materi Asuransi Pertanian PSEKP dan Bumida
Asuransi pertanian berdasarkan kajian PSEKP dan Bumida terdiri dari tiga
aspek, yaitu landasan dasar struktur asuransi pertanian; unsur kunci yang
membentuk suprastruktur skim asuransi pertanian; dan prasyarat esensial untuk
pelaksanaan asuransi. Landasan dasar struktur asuransi pertanian mencakup:
1. Risiko yang ditanggung meliputi gagal panen kategori puso yang disebabkan
oleh:
a. Serangan hama tanaman atau penyakit tanaman, yaitu penggerek batang,
wereng coklat, tikus, tungro, keong mas, dan hama lainnya;
65
b. Kekeringan tanaman padi sebagai akibat kekurangan air irigasi atau karena
anomali iklim;
c. Banjir.
Risiko yang tidak ditanggung meliputi kerugian yang disebabkan satu dari hal
sebagai berikut:
a. Reaksi nuklir, sentuhan radioaktif, radiasi reaksi inti atom yang langsung
mengakibatkan kegagalan panen tanpa memandang bagaimana dan dimana
terjadinya;
b. Terjadinya peperangan baik dinyatakan maupun tidak atau sebagian
wilayah Indonesia dinyatakan dalam keadaan bahaya atau darurat perang;
c. Terjadinya huru hara mobilisasi massa yang berkaitan dengan gerakan
politik yang langsung mengakibatkan kegagalan panen;
d. Tindakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintaha Republik Indonesia
terhadap tertanggung dan atau penerima jaminan;
e. Diakibatkan oleh pola tanam dan mekanisme diluar rekomendasi Dinas
Pertanian;
f. Lahan tadah hujan;
g. Lahan yang belum memiliki irigasi permanen;
h. Diakibatkan oleh lahan ditanami varietas yang sama selama lima tahun
(tidak dilakukan giliran varietas selama lima tahun);
i. Varietas di luar rekomendasi Dinas Pertanian;
j. Diakibatkan oleh pemakaian pupuk di luar rekomendasi Dinas Pertanian;
k. Diakibatkan oleh tanam dini dan lambat tanam, yaitu menanam sebelum
atau sesudah waktu-waktu yang direkomendasikan.
66
2. Asuransi pertanian masuk ke dalam sektor publik, karena terdapat
keterlibatan pemerintah dalam penyusunan legal formal pelaksanaan asuransi
dan pembiayaan premi, serta program asuransi.
3. Pendekatan penerapan sistem asuransi adalah pendekatan individu dengan
menanyakan persepsi dan partisipasi petani pada asuransi pertanian.
4. Partisipasi petani dalam program asuransi pertanian adalah sukarela atau
bukan suatu kewajiban.
Himpunan unsur kunci pembentuk asuransi pertanian mencakup sembilan
hal, yaitu:
1. Petani sasaran merupakan kelompok tani, maka tertanggung merupakan ketua
kelompok tani yang mewakili anggota-anggota kelompoknya.
2. Komoditas yang dijamin adalah padi dari benih unggul, seperti varietas
Ciherang, IR 64, Mikonga, Cigeulis, dan jenis lain yang direkomendasikan
Dinas Pertanian. Proses penanaman dan pemeliharaan harus sesuai dengan
mekanisme Good Agricultural Practice (GAP) yang dianjurkan Dinas
Pertanian, yaitu:
a. Pemupukan berimbang dengan komposisi pupuk organik lebih dominan;
b. Tidak direkomendasikan penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan;
c. Waktu tanam sesuai dengan rekomendasi Dinas Pertanian;
d. Melakukan pergantian pola tanam sesuai rekomendasi Dinas Pertanian;
e. Diberlakukan giliran varian dengan maksimal tanam untuk varietas yang
sama selama lima tahun;
f. Persyaratan teknis lainnya yang direkomendasikan oleh Dinas Pertanian.
67
3. Cakupan asuransi meliputi biaya produksi berupa biaya benih; biaya
pestisida; biaya tenaga kerja; biaya sewa peralatan, seperti traktor; dan biaya
input lainnya. Risiko pertanggungan meliputi gagal panen kategori puso yang
mencakup luas serangan 90% dengan dampak kerugian 75% dari
produktivitas standar per hektar.
4. Nilai premi yang ditetapkan adalah 3% dari nilai pertanggungan. Perhitungan
premi tersebut berdasarkan tarif premi dikalikan maksimal exposure dan
range premi dari berbagai negara yang berkisar 2%-5%. Premi dibayar
sekaligus (tunggal) dan dibayar selambat-lambatnya 14 hari dihitung dari
tanggal mulai berlakunya pertanggungan. Pembayaran premi dapat dilakukan
dengan cara tunai, cek, bilyet giro, transfer, atau dengan cara lain yang
disepakati antara penanggung dan tertanggung. Apabila jumlah premi
sebagaimana yang dimaksud tidak dibayar sesuai cara dan dalam jangka
waktu yang ditetapkan, pertanggungan batal dengan sendirinya terhitung
mulai tanggal berakhirnya tenggang waktu tersebut. Penanggung dibebaskan
dari semua tanggung jawab sejak tanggal dimaksud, tanpa mengurangi
jaminan pertanggungan yang telah menjadi tanggung jawab penanggung
sebelum tanggal itu, dengan tidak mengurangi kewajiban pihak tertanggung
atas pembayaran premi sebesar 20% dari premi tahunan, kecuali jika
diperjanjikan lain.
5. Jumlah kerugian yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung besarnya
ganti rugi adalah produktivitas per kelompok tani dihitung pada saat panen
dengan dasarnya adalah laporan awal serangan hama dan penyakit, banjir,
68
atau kekeringan. Batas maksimum limit jaminan yang dapat diberikan
penanggung maksimal sebesar:
a. Limit per hektar adalah Rp ............. per hektar;
b. Limit per kecamatan adalah Rp ............. per kecamatan;
c. Agregat limit selama periode pertanggungan adalah Rp ............... selama
periode pertanggungan.
6. Atribut kelembagaan asuransi pertanian terdiri dari tiga pihak, yaitu
pemerintah daerah, perusahaan asuransi, dan kelompok tani. Transformasi
koordinasi tiga jalur membentuk kelompok kerja asuransi pertanian dapat
dilihat pada Gambar 6.
Sumber: Pasaribu 2009
Gambar 6. Diagram Transformasi Koordinasi Tiga Jalur Kelompok
Kerja (Pokja) Asuransi Pertanian
Kelompok Kerja (Pokja) Asuransi Pertanian (KAP) berkedudukan di
tingkat kabupaten dan dibentuk untuk menangani segala keperluan
penyelenggraan asuransi pertanian. Anggota KAP terdiri dari unsur
pemerintahan, yaitu Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Biro Hukum, Dinas Pendapatan/Biro
Pemerintah
Daerah
Petani Perusahaan
Asuransi
Perusahaan
Asuransi
(Swasta)
Kelompok
Tani /
Petani
Pemerintah
Daerah
Pokja
Asuransi
Pertanian
69
Keuangan, Dinas Pekerjaan Umum/Pengairan, Camat, dan Kepala Desa;
pihak asuransi; dan petani atau kelompok tani. Dalam melaksanakan tugasnya
KAP dilengkapi dengan pedoman pelaksanaan sebagai petunjuk teknis dan
operasional kegiatan asuransi pertanian. Pedoman pelaksanaan juga
dilengkapi dengan dokumen kesepahaman untuk memenuhi unsur-unsur
legalitas program asuransi tersebut.
7. Dana untuk pembayaran premi asuransi berasal dari petani dan pemerintah
daerah. Pemerintah daerah mensubsidi biaya premi asuransi sebesar 50%.
Sumber keuangan untuk subsidi tersebut adalah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) atau dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Dana CSR berasal dari perusahaan yang melakukan kegiatan usahanya di
daerah setempat. Dana CSR merupakan salah satu bentuk tanggung jawab
sosial perusahaan pada masyarakat dan lingkungan dalam rangka
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Kemudian, 50% sisa premi
dibayar oleh petani.
8. Pertanggungan asuransi sesuai dengan yang dicantumkan dalam deklarasi
pertanggungan dan premi sudah dibayar lunas sesuai ketentuan sejak tanggal
diterimanya premi oleh penanggung dari tertanggung dan sampai dengan
tanggal berakhirnya masa periode polis. Jangka waktu pertanggungan
maksimal satu tahun. Kegiatan penjaminan ulang untuk musim selanjutnya
dapat disepakati kembali melalui proses pengajuan permohonan
pertanggungan risiko. Pertanggungan asuransi terhadap tertanggung akan
berakhir dengan sendirinya, jika:
a. Limit ganti rugi sudah mencapai maksimal ketentuan limit per hektar;
70
b. Limit ganti rugi sudah mencapai maksimal sesuai ketentuan limit per
kecamatan;
c. Limit ganti rugi sudah mencapai maksimal sesuai ketentuan limit per tahun
selama periode pertanggungan.
9. Para petani atau kelompok tani dapat berkomunikasi dengan pihak-pihak
yang terkait dalam pelaksanaan sistem asuransi melalui penyuluh pertanian
ataupun forum yang diselenggrakan oleh KAP.
Prasyarat pelaksanaan sistem asuransi pertanian adalah:
1. Ketersediaan data dan informsi yang memadai mengenai:
a. Luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi padi di wilayah
setempat;
b. Cash flow usahatani padi rata-rata petani di wilayah setempat;
c. Jenis risiko dan kerugian (kehilangan hasil) usahatani padi lima tahun
terakhir.
2. Ketersediaan personal yang terlatih, dalam hal ini adalah KAP sebagai tim
pelaksana sistem asuransi pertanian yang terdiri dari berbagai instansi, serta
penyuluh pertanian sebagai pendamping petani di lapang yang berasal dari
Dinas Pertanian setempat.
3. Pemantauan dan evaluasi keragaan asuransi pertanian dilakukan oleh KAP.
Selain itu, pihak asuransi juga mempunyai tim independen yang akan
melakukan verifikasi jika ada laporan tentang tanaman yang gagal panen.
4. Berbagai informasi teknologi dan gagasan untuk kemajuan ataupun
penyempurnaan sistem asuransi pertanian disampaikan melalui KAP untuk
kemudian dilanjutkan ke petani lewat penyuluh ataupun forum diskusi.
71
7.3. Kelebihan dan Kekurangan Konsep Asuransi Pertanian PSEKP
Sebagai sebuah instansi yang memiliki kapaisitas dalam studi pertanian,
PSEKP telah berhasil membuat konsep umum dari asuransi pertanian, sekaligus
pedoman pelaksanaannya. Hal ini patut dihargai mengingat asuransi pertanian
masih baru dan belum ada penerapannya di Indonesia. Namun demikian, PSEKP
tetap berupaya untuk mengangkat asuransi pertanian sebagai instrumen kebijakan
yang dapat melindungi petani. Hal ini tidaklah berlebihan, karena asuransi
pertanian memang didesain untuk membantu petani dalam memperoleh tambahan
modal ketika terjadi gagal panen.
Konsep asuransi pertanian yang dirancang oleh PSEKP dibantu Bumida
pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan konsep asuransi yang ada di negara lain.
Namun, konsep asuransi tersebut memiliki kelebihan berupa adanya kelompok
kerja khusus yang terdiri dari berbagai stakeholders terkait, yaitu pemerintah lokal
dan unsur pendukungnya, masyarakat tani, pihak swasta. Kelompok kerja itu
merupakan bentuk penyesuaian sistem asuransi dengan kultur budaya masyarakat
Indonesia yang kebanyakan masih menggunakan sistem pertanian tradisional.
Dengan adanya kelompok kerja, petani atau unsur masyarakat setempat merasa
dilibatkan langsung dalam program asuransi, sehingga dapat termotivasi untuk
membantu kesuksesan program.
Disamping kelebihan tersebut, konsep asuransi pertanian yang dirancang
oleh PSEKP juga memiliki kekurangan. Kekurangannya adalah tidak adanya
batasan yang jelas mengenai jumlah anggota dari kelompok kerja asuransi. Hal ini
penting, karena jumlah anggota dapat mempengaruhi kinerja dari kelompok itu
sendiri. Jumlah anggota yang terlalu banyak akan membuat kinerja kelompok
72
tidak efisien, karena akan menimbulkan berbagai macam pendapat dan berpotensi
memicu perselisihan. Disisi lain, jumlah anggota kelompok yang terlalu sedikit
membuat pendapat dari sejumlah pihak tidak terwakili, sehingga kepentingannya
tidak terakomodir. Oleh karena itu, dibutuhkan kepastian yang jelas mengenai
jumlah anggota dari kelompok kerja. Selain itu, dibutuhkan juga wakil yang
dianggap cakap dan kompeten dari masing-masing pihak terkait agar program
asuransi pertanian dapat berjalan dengan baik.
7.4. Keterlibatan PT. Saung Mirwan sebagai Mitra Kerja Petani
PT. Saung Mirwan sebagai perusahaan yang bermitra dengan petani
mendukung keberadaan asuransi pertanian sebagai instrumen kebijakan yang
melindungi petani. Hal tersebut dibutuhkan demi kelancaran supply produk yang
dibutuhkan perusahaan. Dalam pelaksanaanya, PT. Saung Mirwan bersedia
terlibat dalam program asuransi pertanian.
Bentuk keterlibatan tersebut adalah dengan membantu pemerintah dan
perusahaan asuransi dalam mensosialisasikan asuransi pertanian kepada petani
mitra. PT. Saung Mirwan juga bersedia menjadi quality control petani mitra
dalam melakukan penanaman yang memenuhi ketentuan melalui penyuluh atau
teknisi pertanian yang ditugaskan perusahaan untuk mendampingi petani mitra.
Hal ini penting guna menjaga kualitas dan kuantitas produksi pada hasil yang
ideal. Lebih jauh lagi PT. Saung Mirwan dapat diajak terlibat dalam kelompok
kerja asuransi pertanian, sehingga dapat memahami konsep kerja dari asuransi
pertanian yang dirancang dan menentukan bentuk keterlibatan lainnya. Dengan
demikian, upaya untuk melindungi petani dapat berjalan lebih padu lagi.
VIII. DAMPAK ASURANSI PERTANIAN PADA PENDAPATAN MITRA
TANI PT. SAUNG MIRWAN
8.1. Perhitungan Pendapatan Mitra Tani Tanpa Asuransi Pertanian
Pengukuran manfaat usahatani edamame pada petani mitra PT. Saung
Mirwan dilakukan dengan menghitung pendapatan petani mitra yang menjadi
responden. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya.
Usahatani responden dikatakan bermanfaat apabila mendatangkan sejumlah
pendapatan yang cukup untuk biaya hidup petani mitra dan keluarganya.
Penerimaan responden didapat dari perkalian hasil panen responden yang
dijual ke perusahaan dengan harga jual edamame. Harga jual edamame yang
berlaku adalah Rp 6 750/kg, sedangkan rata-rata produktivitas edamame
responden pada musim tanam satu adalah 3 420 kg/ha. Jumlah tersebut
menghasilkan rata-rata penerimaan sebesar Rp 23 085 000.
Biaya usahatani edamame didapat dari perhitungan seluruh biaya yang
dikeluarkan responden untuk usaha edamame, baik sebelum maupun sesudah
berproduksi. Biaya itu meliputi biaya guna lahan, pembelian bibit, pemupukan,
pembelian obat, biaya tenaga kerja, penyusutan alat pertanian, irigasi, dan
transportasi. Rata-rata biaya usahatani edamame yang dikeluarkan responden
adalah sebesar Rp 14 865 899.
Berdasarkan perhitungan tersebut, diketahui bahwa pendapatan responden
dari hasil usahatani edamame pada musim tanam satu adalah Rp 8 219 101 per
satu hektar lahan penanaman. Jumlah tersebut relatif cukup untuk membiayai
hidup petani mitra dan keluarganya selama satu periode musim tanam. Hal ini
berarti usahatani edamame yang dilakukan responden pada musim tanam satu
74
menghasilkan manfaat. Uraian perhitungan pendapatan usahatani edamame dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Namun, rata-rata produktivitas pada musim tanam dua ternyata turun 50%
dari rata-rata produktivitas sebelumnya, yaitu 1 710 kg/ha. Rata-rata penerimaan
responden ketika terjadi penurunan hasil panen 50% pada musim tanam dua
adalah sebesar Rp 11 542 500, sedangkan biaya yang dikeluarkan responden
diasumsikan tetap.
Dari keterangan tersebut diketahui bahwa pendapatan rata-rata responden
pada musim tanam dua adalah (Rp 3 323 399). Kondisi ini berarti usahatani
edamame responden pada musim tanam dua tidak menghasilkan manfaat karena
responden tidak memiliki pendapatan untuk biaya hidup dirinya dan keluarga.
Responden terpaksa menggunakan sejumlah modal usahatani edamame untuk
biaya hidup dirinya dan keluarga. Penurunan produksi terjadi karena adanya
faktor-faktor penyebab penurunan produktivitas, seperti perubahan pergeseran
musim dan serangan hama penyakit.
Rata-rata penurunan produksi sebesar 50% pada musim tanam dua
sebenarnya belum dikatakan sebagai gagal panen, karena responden masih
memiliki sejumlah modal untuk kembali menjalankan usahanya. Penurunan
produksi sebesar 75% atau lebih yang dikatakan gagal panen, karena kondisi hasil
panen saat itu tidak dapat menghasilkan penerimaan untuk berproduksi kembali.
Responden menyatakan bahwa intensitas kejadian faktor penyebab
penurunan produksi semakin meningkat beberapa tahun terakhir. Hal tersebut
dibuktikan dengan produktivitas usahatani responden yang tidak dapat mencapai
75
tingkat produksi ideal. Selain itu, jumlah responden yang mengalami gagal panen
mencapai 22% dari total responden yang mengalami penurunan produksi.
Keadaan pada musim tanam dua memberatkan bagi responden, khusunya
bagi para responden yang mengalami gagal panen, karena responden tidak
memiliki pendapatan yang cukup untuk biaya hidup dirinya dan keluarga, serta
hilangnya sejumlah modal usahatani untuk musim selanjutnya. Dengan demikian
responden harus melakukan sejumlah tindakan adaptasi.
Idealnya tindakan adaptasi yang diambil para petani, termasuk responden,
ketika menghadapi kondisi seperti itu (hilangnya pendapatan dan berkurangnya
modal usaha) dengan cara memanfaat tabungan dari hasil keuntungan di musim-
musim tanam sebelumnya. Namun, kebanyakan para petani tidak memiliki
tabungan untuk antisipasi keadaan darurat seperti itu. Kebanyakan para petani
mengandal pinjaman dari pihak lain sebagai sumber pendanaan usahatani mereka
dan biaya hidup sehari-hari. Tindakan tersebut sebenarnya mempunyai
konsekuensi lanjutan, yaitu munculnya hutang, terlebih jika pinjaman tersebut
berbunga. Hal ini akan menjadi beban baru apabila petani tidak dapat melunasinya
dan berpengaruh pada penurunan tingkat kesejahteraan keluarga petani.
Tindakan adaptasi yang diambil sebagian besar responden umumnya
bukan mengajukan pinjaman, tapi responden tidak menampik bahwa mereka
pernah melakukan peminjaman uang. Para responden berpendapat meminjam
uang, baik dari teman, saudara, ataupun lembaga keuangan, merupakan cara cepat
dan mudah untuk mendapat pendanaan usaha. Namun, disisi lain para responden
juga menyadari risikonya, sehingga mereka menjadikan hal tersebut sebagai
alternatif tindakan adaptasi terakhir.
76
Tindakan-tindakan adaptasi yang dilakukan responden tetap memerlukan
biaya. Kondisi kurangannya modal usahatani yang terjadi pada responden,
terutama responden yang mengalami gagal panen, membuat tindakan adaptasi
yang dilakukan tidak optimal. Salah satunya karena skala usahatani yang
dilakukan menjadi lebih kecil dari skala usahatani sebelumnya, sehingga
berimpilikasi pada risiko hasil produksi yang tidak maksimal pada musim
selanjutnya. Selain itu, tindakan adaptasi konvensional yang dilakukan responden
belum dapat menjamin kembalinya modal usahatani yang hilang dan
terkumpulnya sejumlah pendapatan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat
berdampak pada kondisi sosial ekonomi, serta psikis petani dan keluarganya.
8.2. Perhitungan Pendapatan Mitra Tani Dengan Asuransi Pertanian
Usahatani merupakan usaha yang tergantung pada kondisi sumberdaya
alam dan cuaca. Hal tersebut menyebabkan mayoritas komoditas pertanian
memiliki periode-periode tertentu yang dapat menghasilkan produksi lebih banyak
dan lebih rendah. Periode-periode tersebut kini sulit untuk diprediksi secara pasti
karena adanya perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit.
Akibatnya adalah terjadi peningkatan risiko pada usahatani.
Salah satu risiko usahatani yang dirasakan meningkat adalah risiko
perubahan produktivitas. Kondisi ini yang terjadi pada responden. Produktivitas
edamame yang ditanam responden pada musim tanam kedua lebih rendah
daripada musim tanam pertama. Pada musim tanam pertama, rata-rata hasil panen
responden adalah 3 420 kg/ha. Jumlah tersebut menghasilkan rata-rata penerimaan
sebesar Rp 23 085 500. Dengan biaya produksi sebesar Rp 14 865 899, maka
pendapatan responden adalah Rp 8 219 101.
77
Pada musim tanam kedua, terjadi penurunan rata-rata hasil panen
responden menjadi 1 710 kg/ha. Penurunan produktivitas terbesar terjadi pada
22% responden yang mengalami gagal panen 75%. Rata-rata hasil panen mereka
hanya mencapai 855 kg/ha. Jumlah tersebut menghasilkan rata-rata penerimaan
sebesar Rp 5 771 250. Dengan biaya produksi yang sama, yaitu sebesar
Rp 14 865 899, maka pendapatan responden adalah (Rp 9 094 649). Ketika para
responden tidak mengikuti asuransi pertanian, maka mereka tidak memperoleh
sejumlah santunan untuk modal usahatani pada musim tanam ketiga. Rekapitulasi
pendapatan responden yang mengalami gagal panen 75% saat produktivitas
3 420 kg/ha dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Rekapitulasi Pendapatan Responden yang Mengalami Gagal Panen
75% (Produktivitas 3 420 kg/ha)
Uraian Tanpa Asuransi
TR (Rp) TC (Rp) Pd (Rp)
Musim tanam satu 23 085 500 14 865 899 8 219 101
Musim tanam dua 5 771 250 14 865 899 (9 094 649)Keterangan:
TR = Total penerimaan (Rp)
TC = Total biaya (Rp)
Pd = Pendapatan (Rp)
Sumber: Data Primer (diolah) 2012
Ada 3 responden yang mengalami gagal panen 75% terpaksa berhenti
sementara untuk berproduksi karena tidak pastinya modal. Risiko lanjutan dari
kondisi tersebut adalah hilangnya pendapatan responden yang menjadi sumber
penghidupan untuk dirinya dan keluarga. Kondisi ketidakpastian modal yang
dialami responden akibat risiko perubahan iklim sebenarnya dapat ditanggulangi
jika responden mengikuti program asuransi pertanian sebagai instrumen pembagi
risiko atau perlindungan untuk petani.
78
Asuransi, termasuk asuransi pertanian, pada dasarnya serupa dengan
tabungan, yaitu sebagai salah satu cara menabung. Pembayaran premi asuransi
yang dilakukan secara berkala, mendorong tertanggung, dalam hal ini responden,
untuk berdisplin mempersiapkan kebutuhan dana jangka panjangnya. Akumulasi
dana selama mengikuti program asuransi akan digunakan untuk membantu
responden menghadapi ketidakpastian modal saat terjadi gagal panen.
Konsep asuransi pertanian untuk tanaman edamame sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan konsep asuransi pertanian untuk tanaman lainnya. Namun, biaya
produksi dan harga jual edamame yang tinggi menyebabkan premi asuransi untuk
tanaman edamame lebih tinggi juga dari asuransi tanaman padi.
Premi asuransi edamame adalah 7% dari nilai pertanggungan, yaitu
Rp 5 771 250, atau sebesar Rp 404 000 per musim tanam dengan asumsi seluruh
responden mengikuti asuransi. Jika terdapat subsidi premi dari pemerintah sebesar
50%, maka nilai premi yang harus dibayar oleh petani adalah Rp 202.000. Nilai
premi asuransi edamame akan semakin rendah jika luas areal yang dicakup
semakin besar. Perhitungan besaran premi asuransi edamame dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Pembayaran premi asuransi tidak dapat dipungkiri menambah biaya
usahatani. Dengan rata-rata penerimaan yang sama pada musim tanam pertama,
yaitu Rp 23 085 500, maka biaya usahatani yang harus dikeluarkan oleh
responden menjadi Rp 15 067 899. Pendapatan yang diterima responden menjadi
Rp 8 017 601. Namun demikian, hal tersebut merupakan bagian dari upaya
penanggulangan ketidakpastian modal jika terjadi gagal panen.
79
Pada musim tanam kedua, responden yang mengalami gagal panen dapat
mengajukan klaim ke perusahaan asuransi. Jika klaim tersebut dinyatakan sah,
responden akan memperoleh santunan sebesar Rp 5 771 250, dengan catatan
semua syarat penanaman terpenuhi. Santunan tersebut menambah kebutuhan
modal responden pada musim tanam ketiga menjadi Rp 11 542 500.
Jumlah santunan yang diberikan, membantu responden memperoleh
kepastian modal. Namun, produktivitas edamame responden yang terbilang
rendah sejak musim tanam pertama mempengaruhi besarnya nilai pertanggungan.
Produktivitas ideal 1 kg bibit edamame sebenarnya adalah 80 kg-100 kg edamame
segar12
. Hal ini berarti produksi edamame yang ditanam responden seharusnya
adalah 4 064 kg-5 060 kg. Jumlah tersebut masih kurang dari produktivitas
edamame responden pada musim tanam pertama yang mencapai 3 420 kg/ha.
Jika responden mampu meningkatkan produktivitas edamame hingga
mencapai misalnya 4 500 kg/ha pada musim tanam pertama, maka rata-rata
penerimaan responden akan meningkat menjadi Rp 30 375 000. Dengan biaya
usahatani yang diasumsikan tetap, yaitu sebesar Rp 14 865 899, maka pendapatan
responden adalah Rp 15 509 101.
Pada musim tanam kedua, jika terjadi gagal panen sebesar 75%, maka
rata-rata produktivitas edamame responden menjadi 1 125 kg/ha. Jumlah tersebut
menghasilkan rata-rata penerimaan sebesar Rp 7 593 750. Dengan biaya produksi
yang sama, yaitu Rp 14 865 899, maka pendapatan responden menjadi
(Rp 7 272 149). Rekapitulasi pendapatan responden yang mengalami gagal panen
saat produktivitas 4 500 kg/ha dapat dilihat pada Tabel 15.
12
Hasil wawancara dengan PPL PT. Saung Mirwan, Munawar Supriatna, 28 Maret 2012.
80
Tabel 15. Rekapitulasi Pendapatan Responden yang Mengalami Gagal Panen
75% (Produktivitas 4 500 kg/ha)
Uraian Dengan Asuransi
TR (Rp) TC (Rp) Pd (Rp)
Musim tanam satu 30 375 000 14 865 899 15 509 101
Musim tanam dua 7 593 750 14 865 899 (7 272 149)Sumber: Data Primer (diolah) 2011
Keikutsertaan responden pada program asuransi dapat membantu
responden mendapatkan kepastian modal. Peningkatan produktivitas yang
diupayakan petani pada musim tanam pertama menyebabkan bertambahnya nilai
premi asuransi. Premi asuransi edamame adalah 7% dari nilai pertanggungan,
yaitu Rp 7 593 750, atau sebesar Rp 532 000 per musim tanam dengan asumsi
seluruh responden asuransi.
Jika terdapat subsidi premi dari pemerintah sebesar 50%, maka nilai premi
yang harus dibayar petani adalah Rp 266 000. Pembayaran premi ini secara
langsung akan menambah biaya usahatani. Dengan rata-rata penerimaan yang
sama pada musim tanam pertama, yaitu Rp 30 375 000, maka biaya usahatani
yang harus dikeluarkan responden menjadi Rp 15 131 899 (penjumlahan biaya
usahatani sebesar Rp 14 865 899 dan premi asuransi sebesar Rp 266 000).
Pendapatan responden menjadi Rp 14 711 101.
Peningkatan biaya usahatani itu sebenarnya diiringi pula oleh peningkatan
nilai pertanggungan. Hal tersebut dikarenakan lebih besarnya nilai premi yang
dibayarkan oleh petani. Dengan demikian, secara tidak langsung nilai yang
ditabung petani untuk jangka panjangnya lebih banyak juga.
Responden yang mengalami gagal panen pada musim tanam kedua akan
mendapat santunan sebesar Rp 7 593 750. Santunan tersebut menambah
kebutuhan modal responden untuk musim tanam ketiga menjadi Rp 15 187 500.
81
Kondisi ini berarti selain melakukan tindakan adaptasi yang tepat akibat
adanya faktor penurunan produktivitas, responden juga harus berupaya untuk
meningkatkan produktivitas edamame. Dengan demikian santunan yang akan
diberikan ketika terjadi gagal panen diharapkan dapat membantu responden
memperoleh kepastian modal dan berproduksi kembali, serta memperoleh
pendapatan untuk menghidupi dirinya dan keluarga. Kemampuan responden
untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarga tersebut kelak akan
berdampak peningkatan kesejahteraan keluarga petani.
BAB IX. SIMPULAN DAN SARAN
9.1. Simpulan
Penelitian ini menghasilkan tiga simpulan yang diharapkan dapat
menjawab pertanyaan penelitian. Simpulan tersebut adalah :
1. Keberadaan asuransi pertanian sebagai mekanisme pembagian risiko pada
PT. Saung Mirwan dan mitra taninya dianggap penting dan semakin
mendesak. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan risiko usahatani akibat
perubahan pergeseran musim dan serangan hama penyakit. Peningkatan risiko
tersebut menyebabkan penurunan produktivitas edamame yang diproduksi
mitra tani, bahkan pada beberapa kasus mitra tani mengalami kegagalan
panen dan kehabisan modal hingga tidak dapat berproduksi kembali. Hal ini
berdampak pula pada perusahaan sebagai penurunan supply produk, sehingga
permintaan produk dari konsumen tidak dapat terpenuhi.
2. Model asuransi pertanian PSEKP menekankan kerjasama dari tiga pihak yang
menjadi bagian dari atribut kelembagaan skim asuransi. Transformasi
koordinasi dari tiga pihak tersebut membentuk Kelompok kerja Asuransi
Pertanian (KAP). Pihak-pihak itu terdiri dari pemerintah daerah, perusahaan
asuransi, dan petani. Konsep asuransi untuk edamame pada dasarnya tidak
berbeda jauh dengan konsep asuransi pertanian untuk komoditas lainnya,
hanya saja nilai premi untuk edamame akan lebih tinggi daripada tanaman
padi. Hal ini dikarenakan nilai pertanggungan edamame yang lebih besar
daripada tanaman padi. Mekanisme pelaksanaan asuransi dapat disesuaikan
dengan kebutuhan petani mitra, yaitu dengan melibatkan pemerintah,
perusahaan pertanian, dan perusahaan asuransi. PT. Saung Mirwan juga
83
sangat mendukung adanya asuransi pertanian untuk mitra taninya. Hal ini
guna kelancaran supply produk ke perusahaan dan pengembangan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan dari konsumen yang
semakin meningkat.
3. Asuransi pertanian memiliki dampak yang positif bagi mitra tani. Hal ini
terlihat pada simulasi penerapan asuransi pertanian, dimana semua petani
mitra diasumsikan mengikuti asuransi. Mitra tani yang melakukan
penanaman sesuai dengan ketentuan kemudian mengalami gagal panen dapat
mengajukan klaim asuransi untuk mendapat santunan. Santunan tersebut
dapat digunakan oleh mitra tani sebagai tambahan modal memulai usahatani
kembali pada periode berikutnya, sehingga risiko kehilangan pendapatan
mitra tani dapat diminimalkan.
9.2. Saran
Secara umum, saran dari penelitian ini adalah direkomendasikannya
asuransi pertanian sebagai instrumen pembagian risiko pada usahatani. Secara
khusus, saran yang ingin disampaikan dari penelitian ini adalah :
1. Pemerintah, khususnya Departemen Pertanian, disaranakan untuk segera
mengukuhkan dasar hukum pelaksanaan asuransi pertanian agar intrumen
kebijakan tersebut dapat segera diterapkan. Hal ini penting mengingat adanya
faktor-faktor penyebab penurunan produktivitas, sehingga menimbulkan
risiko pada hasil produksi petani. Selain itu, asuransi pertanian dianggap
penting karena berperan dalam menstabilkan pendapatan petani dengan
menjamin petani tetap berproduksi. Hal ini kemudian akan berimplikasi pada
peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya.
84
2. PT. Saung Mirwan disarankan agar dapat berpartisipasi dalam Kelompok
kerja Asuransi Pertanian (KAP) agar dapat mengetahui konsepsi yang
mengatur teknis pelaksanaan asuransi dan rincian kegiatan asuransi. Dengan
keikutsertaan tersebut, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk
mengambil peran sejauh mana dalam pelaksanaan asuransi pertanian.
Harapannya, perusahaan dapat turut membantu pembayaran premi, karena
keberadaan asuransi pertanian pada mitra tani secara tidak langsung akan
berdampak pada kelancaran supply edamame yang dibutuhkan perusahaan.
Dengan demikian asuransi pertanian dapat membawa manfaat bagi tiap pihak.
3. Mitra tani disarankan untuk berpartisipasi dalam kegiatan asuransi pertanian,
mulai dari sosialisasi asuransi pertanian hingga pelaksanaan asuransinya. Hal
ini dikarenakan asuransi pertanian bermanfaat untuk melatih mitra tani
mempersiapkan kebutuhan jangka panjangnya. Selain itu, asuransi pertanian
juga terbukti dapat membantu mitra tani mengatasi masalah kekurangan
modal akibat gagal panen yang menimpanya.
4. Perusahaan asuransi disarankan untuk mengembangkan produk asuransi bagi
sekotr pertanian. Hal ini dikarenakan investasi yang ada pada sektor pertanian
terbilang besar. Selain itu, potensi sektor pertanian masih cukup banyak.
Perusahaan asuransi yang mengembangkan produk asuransi pertanian dapat
menekan risiko kerugiannya karena kebutuhan manusia pada sektor ini yang
tinggi dan keberpihakan pemerintah pada kesejahteraan petani.
DAFTAR PUSTAKA
Asian Production Organization. 1999. Development and Operation of Agricultural
Insurance Schemes in Asia. Tokyo (JP): Asian Production Organization.
Hartono S. R. 1985. Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia. Semarang (ID):
Institut Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Semarang Press.
Hasan M. I. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Irsyadi I. 2011. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai
Edamame Petani Mitra PT. Saung Mirwan. Skripsi. Jurusan Agribisnis.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Itturioz R. 2009. Agricultural Insurance. Washington DC (US): World Bank.
Nasution S. 2003. Metodologi Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
Kementerian Pertanian. 2011. Draf Pedoman Umum Asuransi Komoditas
Pertanian. Jakarta (ID): Direktorat Pembiayaan Pertanian.
Kurniawati F. 2011. Dampak Perubahan Iklim terhadap Pendapatan dan Faktor-
Faktor Penentu Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus
di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Skripsi.
Jurusan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nurmanaf A. R., Sumaryanto, S.Wahyuni, E. Ariningsih, Y. Supriyatna. 2007.
Analisis Kelayakan dan Perspektif Pengembangan Asuransi Pertanian
pada Usahatani Padi dan Sapi Potong. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Kementerian Pertanian).
Prakoso D. 2004. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta.
Pasaribu M. S., I. S. Agung, N. K. Agustin, E. M. Lokollo, H. Tarigan,
Y. Supriyatna. 2010. Laporan Akhir Penelitian : Pengembangan Asuransi
Usahatani Padi untuk Menanggulangi Risiko Kerugian 75% Akibat
Banjir, Kekeringan, dan Hama Penyakit. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Kementerian Pertanian).
Pasaribu M. S., I. S. Agung, N. K. Agustin, E. M. Lokollo, H. Tarigan, J. Hestina,
Y. Supriyatna. 2010. Usulan Penelitian : Pengembangan Asuransi
Usahatani Padi untuk Menanggulangi Risiko Kerugian 75% Akibat
Banjir, Kekeringan, dan Hama Penyakit. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Kementerian Pertanian).
86
Pasaribu M. S., I. S. Agung, E. Ariningsih, N. K. Agustin, A. Askin. 2009.
Laporan Hasil Penelitian : Pilot Project Sistim Asuransi Untuk Usahatani
Padi. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
(Kementerian Pertanian).
PT. Saung Mirwan. 2012. Rekapitulasi Order dan Kirim Produk Edamame Tahun
2011. Bogor (ID): Divisi Pengadaan PT. Saung Mirwan.
Raju S. S., R. Chand. 2008. Agricultural Insurance in India (Problem and
Prospect). New Delhi (IN): National Centre for Agricultural Economics
and Policy Research.
Samsu H. S. 2001. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor : Edamame
(vegetable soybean). Jember (ID): Graha Ilmu dan Florentina.
Satori D., A. Komariah. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung (ID):
CV. Alfabeta.
Soedjana T. D. 2007. Sistem Usaha Tani Terintregasi Tanaman - Ternak Sebagai
Respon Petani Terhadap Faktor Risiko. Jurnal Litbang Pertanian 26(2).
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
Sumaryanto, A. R. Nurmanaf. 2007. Simpul-Simpul Strategis Pengembangan
Asuransi Petanian untuk Usahatani Padi di Indonesia. Forum Penelitian
Agro Ekonomi 25: 89-103.
Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani. Depok (ID): Penebar Swadaya.
United Nation. 2007. Developing Index-Based Insurance for Agriculture in
Developing Countries. New York (US): Department of Economic and
Social Affairs.
Zein H. 2011. Peranan Kemitraan terhadap Pengelolaan Risiko Usaha Petani
Kedelai Edamame (Studi Kasus: Petani Edamame di Desa Sukamanah,
Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor). Skripsi. Jurusan
Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
88
Lampiran 1. Konsep Perjanjian Kerjasama antara Kelompok Kerja
Asuransi Pertanian dengan Perusahaan Asuransi
DRAFT PERJANJIAN KERJASAMA
ANTARA
PT. ASURANSI UMUM .........................
CABANG ...........................
DENGAN
KELOMPOK KERJA ASURANSI PERTANIAN / PEMERINTAH
KABUPATEN .............................
NOMOR: .................................
TENTANG
ASURANSI USAHATANI PADI
Pada hari ini, ......... tanggal .......... bulan ........... tahun .......... . Bertempat di .........
kami yang bertandatangan di bawah ini:
I. (Representatif pihak asuransi): Selaku Kepala Cabang PT. Asuransi ............
berkedudukan di ..........., Jalan ........... No. .... (Kota ......... ) bertindak untuk
dan atas nama PT. ........... izin usaha dalam bidang Asuransi Kerugian pada
Departemen Keuangan Republik Indonesia No. ......... dan selanjutnya dalam
perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
II. (Representatif dari pihak Pokja/Pemda): Selaku wakil dari Kelompok Kerja
Asuransi Pertanian yang merepresentatifkan Bupati Kabupaten ............., yang
berkedudukan di .......... dengan alamat Jalan ....... No. .... (Kota ........)
bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Kabupaten ........ berdasarkan
Keputusan Bupati Nomor ......... (SK POKJA), selanjutnya dalam perjanjian
ini disebut sebagai PIHAK KEDUA.
89
Dengan ini menyatakan bahwa kedua pihak sepakat untuk mengadakan kerjasama
dalam asuransi usahatani padi, dengan ketentuan sebagai berikut:
Pasal 1
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan kerjasama ini adalah untuk memberikan perlindungan asuransi
kepada para petani padi di Kabupaten .................. yang mengalami gagal panen
atau disebut puso.
Pasal 2
PENGERTIAN
Dalam perjanjian kerjasama ini yang dimaksud dengan:
1. Tertanggung adalah pemilik tanaman padi di Kabupaten .........................
2. Puso adalah keadaan gagal panen yang hanya mampu menghasilkan
maksimal 25% dari total produksi per satuan (sebutkan ......).
3. Risiko adalah suatu kejadian yang tidak dapat dihindari dan muncul secara
tiba-tiba, tidak disengaja dan tidak dikehendaki oleh Tertanggung.
4. Obyek pertanggungan adalah tanaman padi di Kabupaten ........................
5. Bibit unggul adalah bibit yang terseleksi dan mempunyai sifat responsif
terhadap pemupukan, berdaya hasil tinggi, tahan terhadap serangan hama dan
penyakit tertentu dan berumur pendek.
6. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas
bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan antara lain
pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk padat yang telah
mengalami dekomposisi.
7. Pemupukan berimbang adalah upaya penambahan unsur hara makro dan
mikro secara seimbang dengan memperhatikan kaidah-kaidah kesuburan
tanah untuk menghasilkan produksi optimal.
8. Sistem ganti rugi memberi pengertian bahwa pihak Asuransi akan mengganti
biaya usahatani per hektar (bukan estimasi penerimaan produksi per hektar)
jika terjadi gagal panen atau puso (dengan hasil panen maksimal 25% dari
total produksi per satuan) sebagai ganti rugi modal usahatani.
Pasal 3
HARGA PERTANGGUNGAN
Harga atau Nilai Pertanggungan adalah sebesar rata-rata total biaya usahatani
yang dikeluarkan petani dalam usahatani padi di wilayah layanan yang
proporsional dengan luas garapan (per hektar) dan dalam hal ini telah disepakati
bersama kedua belah pihak sebesar Rp 2.500.000,- per musim tanam per hektar.
90
Pasal 4
LUAS JAMINAN ASURANSI
1. PIHAK PERTAMA akan memberikan santunan kepada Tertanggung
sejumlah Rp 2.500.000,- per hektar per musim bagi lahan pertanaman yang
mengalami gagal panen (puso) karena hanya bisa menghasilkan panen
sebesar maksimal 24% dari total produksi per satuan, terhadap risiko yang
disebabkan secara langsung:
a. Serangan hama wereng, penggerek batang, dan tikus.
b. Kekeringan pada tanaman padi sebagai akibat kekurangan air irigasi atau
karena penyimpangan iklim.
c. Terkena banjir karena penyimpangan iklim atau bencana alam (force
majeur).
2. Batas santunan kerugian yang dapat diberikan oleh PIHAK PERTAMA
kepada PIHAK KEDUA dalam Perjanjian Kerjasama ini sebesar
Rp 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) per kecamatan per musim,
sehingga batas agregat santunan untuk 5 kecamatan sebesar Rp 750.000.000,-
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 5
PENGECUALIAN
Uraian berikut dikecualikan dari skim asuransi usahatani padi, yaitu:
1. Pola tanam dan mekanisme diluar rekomendasi dinas pertanian setempat atau
Departemen Pertanian.
2. Lahan sawah tadah hujan.
3. Lahan irigasi sederhana.
4. Lahan ditanami varietas yang sama selama 5 tahun (tidak dilakukan pergiliran
varietas selama 5 tahun berturut-turut).
5. Varietas diluar rekomendasi dinas pertanian setempat atau Departemen
Pertanian.
6. Pemakaian pupuk diluar rekomendasi dinas pertanian setempat atau
Departemen Pertanian.
7. Perlakuan tanam dini atau lambat tanam, sebelum atau sesudah waktu yang
direkomendasikan oleh dinas pertanian setempat atau Departemen Pertanian.
Pasal 6
KRITERIA PADI/LAHAN YANG DIJAMIN
PIHAK PERTAMA akan memberikan santunan kepada Tertanggung yang
memiliki padi/lahan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Padi yang digunakan berasal dari bibit unggul.
2. Lahan dikelola dengan pemberian pupuk organik dan atau pupuk anorganik
yang lengkap dan berimbang.
3. Lahan pertanian tersebut diatas telah dimasukkan dalam daftar lahan yang
diasuransikan sesuai dengan daftar dalam lampiran Surat Permohonan
91
Perlindungan Asuransi yang sah, dari PIHAK KEDUA yang ditujukan
kepada PIHAK PERTAMA.
Pasal 7
MASA PERTANGGUNGAN
Masa pertanggungan polis asuransi tanaman ini adalah satu tahun atau dua belas
bulan sejak ..................................................
Pasal 8
PEMBAYARAN PREMI
1. Besarnya premi sebesar Rp 60.000,- per hektar per tahun.
2. Pembayaran premi dilakukan dengan sistem pembayaran dimuka secara
tunggal (sekaligus).
Pasal 9
PERMINTAAN PENUTUPAN ASURANSI
PIHAK KEDUA mengajukan surat permintaan penutupan asuransi tanaman
dengan dilengkapi data-data sebagai berikut:
1. Data lahan yang diasuransikan.
2. Nama lengkap petani beserta foto kopi tanda pengenal yang berlaku.
3. Alamat lengkap lokasi lahan/peta lokasi lahan.
4. Luas lahan yang dimiliki yang dibuktikan dengan ...............................
Pasal 10
HAK DAN KEWAJIBAN
1. PIHAK KEDUA sebagai lembaga yang merepresentasikan Pemerintah
Kabupaten .............................. memiliki kewajiban untuk:
a. Merencanakan (a) pola tanam, (b) penyediaan saprodi (sarana produksi
seperti pupuk, benih, dan pestisida), dan (c) sarana-prasarana pengairan
yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan petani.
b. Mengadakan pembinaan melalui pertemuan atau sosialisasi di lapangan,
pembinaan langsung oleh PPL di lapangan/lokasi/sawah.
c. Memfasilitasi keperluan/kebutuhan petani padi.
d. Menyiapkan dan atau memberikan berbagai subsidi pupuk dan benih.
e. Memberikan informasi tentang keadaan iklim dan antisipasi terhadap
serangan hama/penyakit tanaman.
f. Bersama-sama dengan petani berkewajiban melakukan upaya pencegahan
terhadap bertambahn parahnya atau meluasnya risiko usahatani.
g. Bersama-sama dengan konsultan independen yang ditunjuk PIHAK
PERTAMA melaksanakan berbagai hal terkait dengan keberhasilan
usahatani padi.
2. PIHAK PERTAMA memiliki hak dan kewajiban untuk:
a. Memperoleh informasi dan data yang selengkap-lengkapnya tentang hal-
hal yang berhubungan dengan penutupan asuransi maupun klaim.
92
b. Melakukan survei lokasi yang berhubungan dengan proses penutupan,
selama penutupan berlangsung dan pada saat klaim asuransi.
c. Bersama-sama dengan Kelompok Kerja Asuransi Pertanian menetapkan
apakah klaim layak dibayar atau tidak.
d. Melakukan pembayaran klaim dalam waktu 30 hari sejak klaim
dinyatakan lengkap dan layak dibayar.
Pasal 11
PROSEDUR DAN PERSYARATAN PENGAJUAN KLAIM
1. PIHAK KEDUA yang dapat diwakili oleh anggota yang ditunjuk (Penyuluh)
memberikan laporan hasil penelusuran tertulis.
2. PIHAK KEDUA mengambil alih tanggungjawab dalam proses tindak
lanjutnya kepada PIHAK PERTAMA.
3. Kejadian gagal panen harus dilaporkan secara lisan kepada PIHAK
PERTAMA dalam waktu 3 x 24 jam yang kemudian diikuti dengan laporan
tertulis dengan disertai data dan informasi sebagai berikut:
a. Nama lengkap petani dan foto kopi tanda pengenal.
b. Alamat lengkap lahan dan peta lokasi.
c. Foto lokasi lahan.
d. Foto kopi bukti kepemilikan lahan petani yang sah.
4. Penentuan kelayakan/liable claim adalah berdasarkan dari hasil
pemeriksaan/pengecekan dan penilaian oleh Konsultan Independen.
Pasal 12
MASA BERLAKU DAN PEMUTUSAN PERJANJIAN KERJASAMA
1. Perjanjian kerjasama ini berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
2. Jika salah satu pihak menghendaki berakhirnya penjanjian ini, maka pihak
tersebut harus memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya sekurang-
kurangnya 1 (satu) bulan sebelum perjanjian ini diakhiri. Untuk hal ini kedua
pihak melepaskan (renuntieren) pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
3. Pengakhiran perjanjian kerjasama ini tidak membebaskan hak dan kewajiban
dari masing-masing pihak yang belum diselesaikan sebagai akibat dari
pelaksanaan perjanjian kerjasama ini.
Pasal 13
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
1. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian ini timbul perselisihan atau perbedaan
pendapat, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah
untuk mufakat dengan itikad baik dan tidak merugikan salah satu pihak.
2. Dalam hal tidak tercapainya permufakatan dalam musyawarah maka para
pihak menyerahkan permasalahan tersebut melalui jalur hukum dan untuk itu
memilih kedudukan (domisili) hukum tetap di Kantor Pengadilan Negeri ....
93
Pasal 14
ATURAN TAMBAHAN
1. Dalam hal berakhirnya perjanjian karena sebab apapun, sebagaimana tersebut
di dalam pasal 8, maka PARA PIHAK tetap harus menyelesaikan
kewajibannya pada pihak lainnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sejak perjanjian kerjasama ini berakhir.
2. Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Surat Perjanjian
ini, akan dituangkan lebih lanjut dalam addendum yang ditandatangani dan
disetujui oleh kedua belah pihak, yang akan disatukan dalam Surat Perjanjian
ini sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Pasal 15
PENUTUP
1. Surat Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) asli, bermaterai cukup dan
mempunyai kekuatan hukum yang sama, untuk PIHAK PERTAMA dan
PIHAK KEDUA.
2. Keseluruhan isi Surat Perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak
pada tempat, tanggal, dan tahun yang tertera di bawah ini.
Ditandatangani di: ....................................., tgl ......... bln ................ th ...............
PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA
KELOMPOK KERJA ASURANSI PT. ASURANSI UMUM
PERTANIAN .........................................
Nama............................... Nama.............................
Ketua Kelompok Kerja Kepala Cabang
94
Lampiran 2. Surat Kontrak Perjanjian Kemitraan PT. Saung Mirwan
PERJANJIAN KEMITRAAN
No ....../ ....../PKJ/ .....
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Munawar
Jabatan : Penyuluh Kemitraan PT. Saung Mirwan
Alamat : Desa Sukagalih, Kp. Pasir Muncang, Megamendung, Bogor
Selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama
Nama :
Jabatan :
Alamat :
Selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.
Dengan surat perjanjian ini, Pihak Pertama telah Sepakat Kepada Pihak Kedua
untuk menanam komoditas sebagai berikut :
1. Lettuce Head
2. Edamame Fresh
3. Edamame Coral
4. Okura
5. Zuchini
6. Timun Jepang
7. Buncis TW
8. Nasubhi
9. Tomat TW
Pasal 1
Kewajiban Pihak Pertama
Pihak Pertama mempunyai kewajiban kepada Pihak Kedua sebagai berikut:
1. Memprogram semua lahan yang mau dimitrakan
2. Membantu dalam teknis budidaya
3. Membeli semua produk yang dihasilkan oleh Pihak Kedua yang memenuhi
standar kualitas yang ditentukan oleh Pihak Pertama.
Pasal 2
Kewajiban Pihak Kedua
1. Membayar kebutuhan benih sesuai dengan kebutuhan lahan. Untuk
komoditas Lettuce Head harga bibit Rp 110/pohon.
95
2. Membiayai biaya operasional
3. Menyediakan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan
4. Mengikuti petunjuk dari penyuluh lapangan tentang teknis budidaya
5. Mengikuti program tanam dan panen yang telah ditentukan Pihak Pertama
6. Menjual seluruh hasil produksi yang memenuhi standar kualitas yang
ditentukan kepada Pihak Pertama
7. Mengantar sendiri hasil panen apabila lokasi lahan berada pada jarak lebih
dari 20 km dari PT. Saung Mirwan
Pasal 3
Kualitas
Kualitas produk Edamame yang ditentukan sebagai berikut:
1. Umur tanam sudah berumur +/- 64 HST (Hari Setelah Tanam)
2. Warna kulit polong hijau muda
3. Berisi penuh, tidak kopong
4. Sehat tidak terkena jamur serangan hama
5. Isi polong 2-3 biji berpolong
Pasal 4
Harga
Harga pembelian oleh Pihak Pertama:
1. Lettuce Head Rp 4 250 Grade A dan Rp 3 250 Grade B
2. Edamame fresh Rp 6 750/kg
3. Edamame coral Rp 7 500/kg
4. Okura Rp 4 000/kg
5. Zuchini Rp 5 250/kg
Pasal 5
Lain-lain
Berat timbangan yang akan diterima dan dibayar adalah berat barang setelah
dilakukan sortasi oleh bagian packaging atau bagian pembenihan Pihak Pertama.
Pasal 6
Pembayaran
Pembayaran produksi yang dikirim oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama akan
dibayar oleh Pihak Pertama untuk produk Lettuce Head, okura, edamame fresh,
edamame coral, dan zuchini dua minggu setelah hasil panen diterima oleh Pihak
Pertama.
96
Pasal 7
Domisili Hukum
1. Apabila terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat diluar perjanjian kontrak
kerja ini, akan diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan.
2. Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka kedua belah pihak sepakat
menyelesaikannya melalui kediaman hukum yang umum dan tetap pada
kantor Panitera Pengadilan Negeri Kelas 1 Bogor.
Demikian perjanjian kontrak kerja ini kami buat dan ditandatangani di atas
materai oleh kedua belah pihak dimana masing-masing pihak mempunyai
kekuatan hukum yang sama.
Sukamanah, 2011
Mengetahui,
(Munawar) Manager Kemitraan Pihak II
Pihak I
97
Lampiran 3. Tabulasi Produktivitas Edamame untuk Dua Musim Tanam
No.
Luas Areal
Tanaman
Damami
(ha)
Produksi
Edamame (kw)
Produktivitas
Edamame (kw/ha) Panen
(%)
Penurunan
Produksi
(%) Triw VI
2011
Triw I
2012
Triw VI
2011
Triw I
2012
1. 0.15 5.0 1.0 33.3 6.7 20.00 -80.00
2. 0.20 8.0 2.5 40.0 12.5 31.25 -68.75
3. 0.20 4.8 2.1 24.0 10.5 43.75 -56.25
4. 0.20 6.0 0.3 30.0 1.5 5.00 -95.00
5. 0.20 9.0 3.6 45.0 18.0 40.00 -60.00
6. 0.20 9.0 3.6 45.0 18.0 40.00 -60.00
7. 0.20 7.2 4.4 36.0 22.0 61.11 -38.89
8. 0.20 5.0 3.0 25.0 15.0 60.00 -40.00
9. 0.20 7.2 4.4 36.0 22.0 61.11 -38.89
10. 0.20 6.0 2.0 30.0 10.0 33.33 -66.67
11. 0.25 5.0 8.0 20.0 32.0 160.00 60.00
12. 0.25 5.0 0.2 20.0 0.8 4.00 -96.00
13. 0.20 5.0 1.2 25.0 6.0 24.00 -76.00
14. 0.20 7.0 3.0 35.0 15.0 42.86 -57.14
15. 0.10 2.7 0.6 27.0 6.0 22.22 -77.78
16. 0.20 10.0 5.0 50.0 25.0 50.00 -50.00
17. 0.20 5.0 6.0 25.0 30.0 120.00 20.00
18. 0.60 10.0 7.50 16.7 12.5 75.00 -25.00
19. 0.70 20.0 8.0 28.6 11.4 40.00 -60.00
20. 0.50 12.0 5.0 24.0 10.0 41.67 -58.33
21. 0.40 17.0 9.0 42.5 22.5 52.94 -47.06
22. 0.15 4.8 2.4 32.0 16.0 50.00 -50.00
23. 0.10 2.0 2.8 20.0 28.0 140.00 40.00
24. 0.10 4.0 3.2 40.0 32.0 80.00 -20.00
25. 0.40 15.0 6.0 37.5 15.0 40.00 -60.00
26. 0.06 4.0 2.0 66.7 33.3 50.00 -50.00
27. 3.00 140.0 70.0 46.7 23.3 50.00 -50.00
28. 0.18 8.0 1.0 44.4 5.6 12.50 -87.50
29. 0.10 6.0 4.5 60.0 45.0 75.00 -25.00
30. 0.40 8.0 2.4 20.0 6.0 30.00 -70.00
Total 10.04 357.7 174.7 1025.3 511.6
Rata-rata 0.33 11.9 5.8 34.2 17.1 51.86 -48.14
Min 0.10 2.0 0.2 16.7 0.8 4.00 -96.00
Max 30.00 160.0 140.0 70.0 66.7 45.00 160.00
Sumber: Data primer (diolah), 2012
98
Lampiran 4. Perhitungan Pendapatan Usahatani Edamame Selama Dua Musim Tanam
Sumber : Data primer (diolah), 2012
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan Nilai
A. Penerimaan 3420,00
kg 6750,0 23085000,0
B. Biaya Guna Lahan 10000,00
m² 128,0 1280000,0
C. Biaya Produksi
1. Benih 50,6
kg 40333,3 2040865,0
2. Pupuk
- Pupuk Kandang 468,1 kg 340,0 159154,0
- Pupuk Urea 352,6 kg 2100,0 740460,0
- Pupuk TSP 118,0 kg 2820,3 332795,4
- Pupuk KCl 203,2 kg 2979,2 605373,4
- Pupuk Lainnya 264,9 kg 2748,2 727998,2
3. Pestisida
- Curacron 1379,5
cc 180,4 248861,8
- Decis 956,2
cc 179,4 171542,3
- Dithane 1583,7
cc 92,5 146492,3
- Growmore 587,7
gr 65,1 38259,3
- Supergrow 1000,1
cc 75,2 75207,5
- Antracol 976,1
cc 79,3 77404,7
- Lannate 214,1
gr 153,3 32821,5
- Lainnya
81842,7
4. ZPT Athonik 1130,5
cc 71,8 81169,9
5. Tenaga Kerja
- Persiapan Lahan 10.000,0
m² 256,0 2560000,0
- Aplikasi Pupuk Dasar 1 11,0
HOK 28166,7 309833,7
- Penanaman 30,0
HOK 21650,0 649500,0
- Aplikasi pupuk susulan 1 11,0
HOK 26933,3 296266,3
- Penyiangan 24,0
HOK 18983,3 455599,2
- Penyulaman 12,0
HOK 18983,3 227799,6
- Penyemprotan 10,0
HOK 28500,0 285000,0
- Pemanenan 35,0
HOK 24250,0 848750,0
- Pengangkutan 8,0
HOK 29782,6 238260,8
- Tenaga Kerja Bulanan 3,0
Bulan 625000,0 1875000,0
6. Alat-alat pertanian
- Penyusutan cangkul 4,0
Buah 5000,0 20000,0
- Penyusutan handsprayer 3,0
Buah 25000,0 75000,0
- Penyusutan arit 3,0
Buah 5000,0 15000,0
- Penyusutan garik 1,0
Buah 5000,0 5000,0
- Penyusutan panunggal 1,0
Buah 5000,0 5000,0
- Penyusutan lainnya
10040,0 10040,0
7. Biaya Irigasi dan Transportasi
149601,6
D. Total Biaya = (B+C)
14865899,2
E. Biaya Produksi/M² = (C/10.000M²)
1486,6
F. Keuntungan = (A-D)
8219100,8
G. BEP Produksi = (D/6750)
2202,4
H. R/C = (A/D)
1,55
99
Lampiran 5. Perhitungan Besaran Premi Asuransi Edamame
Perhitungan didasarkan atas deskripsi penetapan asuransi menurut bahan seminar
berjudul “Rating and Design” oleh K. Iskandar dalam Pasaribu (2010).
Asumsi dan Perhitungan :
Luas lahan usahatani responden yang akan diasuransikan 10.04 ha.
Nilai total klaim 25% dari produktivitas rata-rata 3 420 kg/ha : 855 kg/ha.
Harga edamame segar Rp 6 750/kg : 855 kg x Rp 6 750 = Rp 5 771 250.
Nilai klaim Rp 5 771 250/ha.
Luas areal gagal panen per musim responden diperkirakan 20% pada areal 10.04
ha, maka total nilai klaim sebesar 2 ha x Rp 5 771 250 = Rp 11 542 500.
Pihak asuransi memerlukan beberapa unsur biaya sebagai berikut :
a. Premi risiko (55%);
b. Biaya klaim (10%);
c. Komisi (20%);
d. Biaya operasional (5%);
e. Biaya kontingensi, keuntungan, kewajiban/pajak, dan lain-lain (10%).
Karena biaya a, b, dan d berhubungan langsung dengan pelaksanaan skim
asuransi, maka dibutuhkan 70% dari total 100% biaya yang tersedia untuk
keperluan langsung skim tersebut. Dengan demikian, biaya total klaim adalah
sebesar 70% x Rp 11 542 500 = Rp 8 079 750.
Dengan mengikuti semua persyaratan pertanaman, termasuk penggunaan
bibit, air irigasi yang cukup, pupuk berimbang, pemeliharaan usahatani yang baik,
maka kejadian gagal panen pada 2 ha diatas diperkirakan hanya memiliki peluang
50%. Oleh karena itu, besarnya premi asuransi menjadi 50% dari biaya
Rp 8 079 750 = Rp 4 039 875 yang kira-kira sama dengan 7% dari total klaim Rp
5 771 250 per ha, yaitu Rp 404 000 /ha/musim. Jika pembayaran premi disubsidi
pemerintah sebesar 50%, maka nilai premi yang harus dibayar petani adalah
Rp 202.000/ha/musim.