Post on 02-Nov-2021
1
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Artikel ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : SYARIFAH RATNAWATI
NPM : 0806348495
Tanda Tangan :
Tanggal : 17 Pebruari 2013
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
2
Universitas Indonesia
FORMULIR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH RINGKAS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Yunita T Winarto
NIP/NUP : 195006011981032001
Pembimbing dari mahasiswa S1/S2/S3*:
Nama : Syarifah Ratnawati
NPM : 0806348495
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Program Studi : Antropologi
Judul Naskah Ringkas : Introduksi Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu Pasca Ledakan
Wereng Batang: Apakah Terjadi Perubahan Praktik pada Petani Coklat Desa
Kebonharjo, Kecamatan Polanharjo?
Menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa, diperbaiki, dipertimbangkan dan dinyatakan
dapat diunggah di UI-ana (lib.ui.ac.id/unggah) dan (pilih salah satu dengan memberi) tanda silang :
☐ Dapat diakses dan dipublikasikan di UI-ana (lib.ui.ac.id).
☐ Akan diproses diterbitkan pada Jurnal Prodi/Jurusan/Fakultas di UI.
☐ Akan diterbitkan pada prosiding seminar nasional pada Seminar
………………………………………………………………
yang diprediksi akan dipublikasikan pada …………(bulan/tahun terbit)
☐ Akan diterbitkan pada Jurnal Nasional yaitu
……………………………………………………………… (nama jurnal),
yang diprediksi akan dipublikasikan pada …………(bulan/tahun terbit)
☐ Akan ditulis dalam bahasa Inggris dan diterbitkan pada prosiding Konferensi
Internasional pada ………………………………………………
yang diprediksi akan dipublikasikan pada …………(bulan/tahun terbit)
☐ Naskah ringkas ini baik, dan akan diubah/digabung dengan hasil penelitian
lain dan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan ke jurnal
internasional, yaitu: …………………………………………..
dan akan akan dipublikasikan pada …………………(bulan/tahun)
☐ Ditunda publikasi onlinenya karena akan/sedang dalam proses paten/HKI
Depok, 14 Pebruari 2013
( Yunita T Winarto )
Pembimbing Skripsi/Tesis/Disertasi*
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
3
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
___________________________________________________________________
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Syarifah Ratnawati
NPM : 0806348495
Program Studi : Antropologi
Departemen : Antropologi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Jenis Karya : Skripsi/Tesis/Disertasi/Karya Ilmiah*: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right)
atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Introduksi Sekolah Lapang(an) Pengendalian Hama Terpadu Pasca Ledakan Hama Wereng
Batang Coklat: Apakah Terjadi Perubahan Praktik Pada Petani di Desa Kebonharjo,
Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten?
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal :17 Pebruari 2013
Yang menyatakan
( Syarifah Ratnawati )
* Contoh Karya Ilmiah: makalah non seminar, laporan kerja praktek, laporan magang, dll
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
4
Universitas Indonesia
Introduksi Sekolah Lapang(an) Pengendalian Hama Terpadu Pasca
Ledakan Hama Wereng Batang Coklat: Apakah Terjadi Perubahan
Praktik Pada Petani di Desa Kebonharjo, Kecamatan Polanharjo,
Kabupaten Klaten?
Syarifah Ratnawati
0806348495
FISIP/Antropologi
Pembimbing: Yunita T Winarto
Abstrak
Skripsi ini mengaji individu petani belajar dengan cara orang dewasa, yakni dengan cara
melakukan pengamatan dan pengambilan keputusan dari hasil pengamatan yang telah
dilaksanakannya. Tulisan ini tidak hanya menjelaskan mengenai individu petani belajar, tetapi
juga mengulas mengenai pengayaan skema pengetahuan yang diperolehnya dalam strategi
budi daya tanaman padi setelah mengikuti kegiatan SLPHT. Pengayaan skema pengetahuan
yang diperoleh di SLPHT berupaya diwujudkan oleh beberapa petani dalam praktik
mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Upaya penerapan gagasan PHT yang
dilakukan oleh petani pun bervariasi. Hal itu dipengaruhi oleh faktor kepemilikan lahan dan
sistem bagi hasil, motivasi, emosi, minat dan tujuan setiap petani. Selain itu, skripsi ini
menjabarkan mengenai tentang alih pengetahuan yang dilakukan oleh petani PHT ke non-
PHT dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
Kata kunci: Alih pengetahuan; ledakan hama WBC; petani; prakti;, skema pengetahuan;
variasi.
Abstract
This thesis examines learning farmer individual using method for adult, namely by doing
observation and making decision from the results of the observations that have been
conducted. This thesis not only explains the learning farmer individual itself, but also reviews
the enrichment of knowledge schema gained from the rice cultivation strategy after following
the IPM’s activities. The enrichment of knowledge schema that gained from IPM is attempted
to be applied by some farmers in controlling pests and diseases. The application of IPM’s
idea by farmers was also varied. It was influenced by the factors of land ownership and
sharing system, motivation, emotions, interests and goals of each farmer. In addition, this
thesis describes the transfer of knowledge from the IPM farmers to the non-IPM farmers in
controlling pests and diseases.
Keywords: Knowledge transfer; brown planthopper outbreaks; farmers; practices;
Knowledge; schema; variation
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
5
Universitas Indonesia
Pendahuluan
Artikel berjudul “Introduksi Sekolah Lapang(an) Pengendalian Hama Terpadu Pasca Ledakan
Hama Wereng Batang Coklat: Apakah Terjadi Perubahan Praktik pada Petani di Desa
Kebonharjo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten?” ini berupaya menyajikan fenomena
individu petani belajar dengan cara orang dewasa, yakni dengan cara melakukan pengamatan
dan pengambilan keputusan dari hasil pengamatan yang telah dilaksanakannya. Artikel ini
tidak hanya menjabarkan mengenai individu petani belajar, tetapi juga mengulas mengenai
pengayaan pengetahuan yang diperolehnya dalam strategi budi daya tanaman padi setelah
mengikuti kegiatan SLPHT. Selain itu, artikel ini menjelaskan tentang alih pengetahuan yang
dilakukan oleh petani pengendalian hama terpadu (selanjutnya disebut petani PHT) ke petani
non-PHT mengendalikan organisme pengganggu Tanaman (OPT).
Tulisan ini mencoba menunjukkan bahwa individu petani belajar dari peristiwa yang
terjadi di dalam kehidupannya dan mencoba mempraktikkan hasil belajar yang diperolehnya
untuk menghindari terulangnya sebuah peristiwa yang merugikan diri sendiri dan lingkungan
hidupnya. Peristiwa yang dimaksud adalah ledakan hama yang dapat menyebabkan kegagalan
panen yang dialami oleh petani. Penjabaran fenomena individu petani belajar dengan cara
orang dewasa dalam artikel ini bertujuan untuk mendukung dan melengkapi temuan yang
telah dilakukan dalam penelitian Vayda dan Setyawati (1998) dan Winarto (2004a) tentang
pembelajaran petani yang diperoleh di SLPHT dan penerapan pengetahuan dalam praktik
mengendalikan OPT.
Vayda dan Setyawati (1998) melakukan penelitian pada petani di Yogyakarta tahun
1990-1992, mereka melihat bahwa perubahan pengetahuan dan praktik tidak berlangsung
dalam waktu singkat. Perubahan tersebut terjadi dalam rentang waktu selama dua tahun.
Petani yang telah mengikuti kegiatan SLPHT ternyata belum dapat mengaktifkan
pengetahuan yang diperolehnya dalam praktik budi daya tanaman padi segera setelah selesai
mengikuti pelatihan pada musim tanam selanjutnya. Pada tahun 1992, mereka mengunjungi
kembali petani di Yogyakarta tersebut.
Ternyata, beberapa petani mengaktifkan pengetahuan yang diperoleh di SLPHT dalam
mengendalikan hama. Dalam tulisannya tersebut, mereka beragumentasi bahwa tingkah laku
penduduk setempat dan pengetahuan yang melandasinya dapat merupakan hal yang
bermanfaat untuk menjadi pokok kajian Antropologi. Mereka menekankan bahwa tingkah
laku dan pengetahuan itu dapat menjadi fokus kajian sekali pun tidak dikenali sebelumnya
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
6
Universitas Indonesia
sebagai hal yang secara budaya dinilai tepat, secara sosial diterima, atau dalam cara-cara yang
penting, dipengaruhi oleh model-model budaya yang spesifik tentang dunia yang
melingkupinya. Hal itu menunjukkan bahwa tidak hanya faktor budaya yang dapat
memengaruhi terwujudnya suatu tindakan individu, tetapi adanya faktor pengayaan
pengetahuan yang diperoleh individu yaitu melalui SLPHT.
Dalam periode yang sama (1990–1992), Winarto (2004a) melakukan penelitian pada
petani di Subang yang mengalami serangan hama penggerek batang padi putih (PBPP) .Ia
menemukan bahwa petani yang belajar di SLPHT mencoba mempraktikkan pemahaman yang
diperoleh pada kegiatan tersebut dalam situasi terjadinya serangan PBPP selama empat
musim tanam. Petani yang telah mengikuti kegiatan SLPHT memperoleh pengayaan skema
pengetahuan dan perubahan praktik dalam budi daya tanaman padi. Upaya petani di Subang
dalam mencoba mempraktikkan hasil belajar yang diperoleh di SLPHT berlangsung secara
singkat. Perubahan tersebut belangsung selama dua tahun setelah tiga dekade revolusi hijau
mengendalikan hama dengan pemahaman pestisida sebagai “obat” .
Melalui SLPHT itulah petani diperkenalkan pengetahuan ilmiah dalam strategi budi
daya tanaman padi. SLPHT lahir melalui Inpres No.3 tahun 1986 sebagai kebijakan nasional
dalam rangka mengupayakan peningkatan produksi padi dengan strategi pengendalian hama
secara terpadu untuk mengurangi penggunaan pestisida yang dapat menyebabkan meledaknya
populasi hama wereng batang coklat (WBC) pada tahun 1980-an (lihat Fox 1991; lihat pula
Winarto 2004a). Program SLPHT itu pun diterapkan pada kelompok tani pada berbagai desa,
pada tahun 1995 kegiatan SLPHT pertama kali diintroduksikan di desa Kebonharjo,
Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Melalui kegiatan tersebut, petani memperoleh
pengetahuan dalam mengendalikan OPT secara tepat. Namun, dalam kurun waktu 1995-2010
ternyata pemahaman yang diperoleh petani di SLPHT belum dapat diaktifkan karena tidak
ada pendampingan kembali yang dilakukan oleh POPT setelah kegiatan tersebut selesai
dilaksanakan. Pada praktiknya petani PHT masih menggunakan pestisida secara berjadwal
dan tidak bijak dalam mengendalikan OPT.
Praktik petani dalam mengendalikan OPT yang tidak tepat (penyemprotan pestisida
yang tidak bijak) tersebut merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya ledakan
hama WBC, selain perubahan iklim (pengaruh La Niña) sebagai faktor kondusif yang
memengaruhi ledakan tersebut (Stigter 2012). Stigter (2012) juga mengutarakan bahwa
perubahan iklim dan terjadinya ledakan hama WBC hanya dapat dikonfirmasi dari hubungan
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
7
Universitas Indonesia
statistik. Fox (1991, 2012) menyatakan bahwa praktik penyemprotan petisida yang tidak tepat
sasaran itu menyebakan ledakan hama WBC karena dapat memusnahkan musuh alami dan
kebalnya hama WBC. Stigter (2012) mengemukakan pula bahwa ledakan hama WBC terjadi
karena petani melakukan penanaman hibrida dan varietas padi lain yang dianggap tidak tahan
hama, penggunaan pupuk kimia, penanaman padi sepanjang tahun yang dapat menyediakan
makanan bagi hama (lihat juga Bottrell dan Schoenly 2011).
Pada musim tanam tahun 2009 telah terjadi ledakan hama WBC berawal dari
kabupaten Juwiring Kecamatan Klaten. Ledakan hama yang terjadi pada kabupaten tersebut
kemudian menyebar ke beberapa kabupaten yaitu Klaten, Boyolali, dan Sukoharjo merupakan
salah satu 'keranjang beras' paling produktif di seluruh Jawa Tengah dengan produksi beras
rata-rata lebih dari 6 ton per hektar. Sebagian besar dari ketiga kabupaten tersebut ditanami
padi tiga kali dalam setahun dengan luas tanam tahunan sebesar lebih dari 150.000 hektar
(lihat Winarto dkk., 2011). Serangan hama yang terjadi tersebut mengancam produksi beras di
ketiga kabupaten itu dan wilayah Jawa Tengah (Winarto dkk., 2011). Pada tahun 2010-2011
ledakan hama wereng batang coklat (WBC)1 terjadi pula di Desa Kebonharjo.
Ledakan hama WBC yang terjadi pada tahun 2010–2011 menyebabkan petani
mengalami gagal panen selam 3 musim tanam tahun 2010–2011 dan kehadiran SLPHT pada
tahun 2011 merupakan momentum penting bagi petani Kebonharjo untuk menambah
pengetahuannya dalam mengendalikan hama. Kegiatan tersebut dilakukan selama 1 musim
tanam. Melalui SLPHT itu pula petani mendapatkan pemahaman pengendalian hama secara
tepat dan tidak menggunakan pestisida bila tidak diperlukan. Setelah mengikuti kegiatan
tersebut, apa saja praktik baru dalam budidaya tanaman padi yang dilakukan petani? Gagasan
apa saja yang diaktifkan oleh petani PHT tersebut dalam rangka menghasilkan keluaran?
Respon Pemerintah, LSM YIS dan Petani dalam Mengendalikan Hama WBC
Serangan hama WBC di Desa Kebonharjo terjadi pada awal tahun 2010 hingga pertengahan
tahun 2011 yang mengakibatkan kegagalan panen selama tiga musim. Menurut Kepala Desa
dan Ketua kelompok tani, serangan hama WBC di Desa Kebonharjo diperkirakan berasal dari
1Wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stal.) adalah serangga yang memiliki kesuburan tinggi dan mobilitas
tinggi untuk menyerang sawah. Wereng betina dapat menghasilkan sampai 400 telur dalam satu generasi selama
20 hari. Wereng batang coklat dapat terbang dan tersebar dalam radius 20 km. Dalam jumlah besar, wereng
batang coklat dapat menghancurkan tanaman padi dalam satu hari dan menyebabkan apa yang disebut
‘hopperburn’ (Fox 2012).
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
8
Universitas Indonesia
Kecamatan Juwiring. Hama WBC merupakan serangga yang dapat terbang dan tersebar
dalam radius 20 km (Fox 2012). Bottrell dan Schoenly (2011:124) menguratakan bahwa
“Migration aided by weather frontal systems ensures that some members of a migrating
population will reach distances of several hundred kilometers.” Selain itu, apabila hama
WBC yang dijumpai di lahan padi dalam jumlah besar dapat menyebabkan apa yang disebut
‘Hopperburn’ (Fox 2012 ).
Tabel 1.1 Respon Petani Sari Makmur Desa Kebonharjo dalam Mengendalikan Hama WBC
Musim
Respon
Petani
Musim Hujan 2010
Januari-April
Musim Kemarau
Basah I 2010
Mei-Agustus
Musim Kemarau
Basah II 2010
September-
Desember
Musim Hujan 2011
Januari-April
Varietas yang
Ditanam
Praktik
Pengendalian
WBC
Kondisi lahan
Pola tanam tidak
serempak
varietas: IR 64,
Memberamo, Inpari 1
dan situbagendit.
Menyemprot
pestisidakimiaberlebih:
BPMC,
Dimehipo,Fipronil
,Imadakloprid.
Sebagian petani
Memberaukan
tanah dan
sebagian petani
lainnya tetap
menanam padi
dengan varietas
Situbagendit,
Umbul-umbul dan
IR 64.
Petani yang tidak
mem-bera-kan
lahan tetap
menyemprot
pestisida dengan
Fipronil, BPMC
dan Alfametrin.
Petani masih
mengalami gagal
panen.
Pola tanam tidak
serempak dengan
varietas: IR 64,
Memberamo,
Umbul-umbul,
Situbagendit
Beberapa petani
masih ada yang
mem-bera-kan
tanah.
Tetap
menyemprot
pestisida kimia
dengan bahan
aktif :
Imadakloprid,
BPMC dan
Fipronil
Petani masih
gagal panen.
Mencoba menanam
varietas: Inpari 1,
Inpari 2, Inpari 6,
Inpari 8, Umbul-umbul,
Waiapu dan
Situbagendit
Pemerintah
memberikan bantuan
pestisida imidakloprid.
Petanitetap
menyemprot pestisida
kimia dengan bahan
aktif,
Fipronil,Imadakloprid,
BPMC, Dimehipo.
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Petani mengalami
gagal panen.
Petani memperoleh
panen tetapi tidak
maksimal
(Sumber: Hasil penelitian lapangan Syarifah Ratnawati, 2011)
Respon pemerintah pada musim selanjutnya (mulai bulan Mei 2011) dalam upaya
menyelamatkan kondisi pangan adalah dengan cara membuat sebuah program menanam
secara serempak dengan menanam varietas Inpari 13 yang dikatakan sebagai varietas tahan
wereng. Program tersebut disosialisasikan kepada seluruh desa di Kecamatan Polanharjo
tetapi, Desa Kebonharjo menolak karena telah menanam padi terlebih dahulu dan tidak
bersedia untuk dirombak sawahnya. Ketika tetangga Desa Kebonharjo melaksanakan program
penamanan Inpari 13 secara serempak, di Desa Kebonharjo tengah dilaksanakan introduksi
program SLPHT. Bagaimana pelaksanaan SLPHT berlangsung?
Pelaksanaan sekolah lapang(an) pengendalian hama terpadu (SLPHT)
Kegiatan SLPHT tanaman padi dilaksanakan sebanyak 12 kali pertemuan yang dilaksanakan
setiap minggu selama satu musim tanam. Kegiatan pertemuan dipandu oleh petugas pemandu
dan setiap akhir pertemuan ada kegiatan refleksi. Setiap kali pertemuan peserta melakukan
pengamatan terhadap agroekosistem lahan pengamatan, yakni kondisi tanah, air, cuaca,
pertumbuhan jumlah anakan padi, populasi hama dan musuh alami serta mendiskusikan hal
yang ditemukan saat melakukan pengamatan untuk mengambil keputusan strategi
pengendalian budi daya tanaman padi khususnya pengendalian OPT. Selain itu, materi yang
diperkenalkan dalam kegiatan SLPHT adalah mengenal musuh alami, siklus hidup hama
WBC, mempelajari penyakit tanaman padi dan penanggulangannya berdasarkan ambang
ekonomi OPT serta cara menggunakan pupuk kimia diimbangi dengan pupuk organik.
Pemupukan yang dianjurkan adalah penggunaan pupuk kandang sebanyak 1,5-2 ton/ha dan
pupuk urea sekitar 250 kg/ha yang dilakukan tiga kali selama satu musim tanam. Selain itu,
petani juga diintroduksikan penggunaan pestisida yang tepat sasaran, yakni stadia nimfa
dianjurkan untuk menggunakan pestisida berbahan aktif Buprofezin dan stadia dewasa
menggunakan pestisida berbahan aktif BPMC (lihat laporan akhir SLPHT tanaman padi di
Desa Kebonharjo 2011; lihat pula Oka 1991).
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
10
Universitas Indonesia
SLPHT: Pengayaan Skema Pengetahuan Petani
Bertepatan dengan ledakan hama WBC yang terjadi di Desa Kebonharjo pada tahun 2010-
2011, pelaksanaan SLPHT tahun 2011 bagaikan sebuah ‘pencerahan’ bagi petani dalam
memahami situasi yang terjadi. Kondisi tersebut juga terjadi pada petani di negara Vietnam,
Kamboja dan Indonesia yang mengapresiasikan kehadiran SLPHT sebagai sebuah periode
pencerahan dalam memperkaya pengetahuan mereka (Winarto 2004b:249).
SLPHT dianggap memberikan ‘pencerahan’ kepada petani Kebonharjo karena
sebagian besar petani belum memahami penyebab terjadi ledakan hama WBC yang terjadi
pada tahun 2010-2011. Petani mengganggap bahwa ledakan hama WBC tersebut merupakan
sebuah musibah yang mereka alami. Dalam skema pengetahuan petani, unsur pengetahuan
mengenai peran musuh alami, pengamatan agroekosistem dan penggunaan pestisida secara
bijak belum menjadi bagian pemahaman mereka dalam budi daya tanaman padi. Oleh karena
itu, pelaksanaan SLPHT tersebut memungkinkan petani memperoleh gagasan yang
memperkaya skema pengetahuan mereka. (lihat Winarto 2004b, 2011b). Menurut Strauss dan
Quinn (1997:49) skema adalah “...collections of elements that work together to process
informationat a given time. ” Berdasarkan skema itulah unsur-unsur pengetahuan diaktifkan
individu untuk menginterpretasikan informasi yang baru.
Skema pengetahuan yang dimiliki individu dapat diperkaya dengan adanya
rangsangan-rangsangan baru sehingga rangsangan-rangsangan yang diterima mengaktifkan
unsur pengetahuan yang sudah ada dan dapat mewujudkan kombinasi-kombinasi unsur-unsur
pengetahuan yang baru (lihat Choesin 2002; lihat pula Winarto 2004b). Melalui strategi budi
daya tanaman padi yang diperoleh di SLPHT, beberapa petani memperoleh pengayaan
pengetahuan dalam mengendalikan OPT. Berdasarkan pengayaan skema pengetahuan yang
telah diperoleh petani di SLPHT mengenai pengendalian OPT dan penggunaan Beauveria
Bassiana, Apakah pengetahuan tersebut dapat diacu dan diwujudkan dalam rangka perubahan
praktik?
Perubahan Perilaku: Siapakah Sang Petani?
Upaya penerapan strategi PHT oleh petani Kebonharjo ternyata bervariasi. Terjadinya variasi
itu sejalan dengan argumentasi Winarto (2004a) bahwa praktik dalam menerapkan strategi
PHT itu terkait dengan posisi petani dalam status kepemilikan lahan dan sistem bagi hasil.
Berdasarkan status kepemilikan lahan, seorang petani dapat memiliki kewenangan ‘penuh’
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
11
Universitas Indonesia
atau tidak dalam menentukan strategi budidaya tanaman padi (lihat Winarto, dkk., 2012).
Selain terkait dengan hal tersebut, penerapan strategi PHT oleh petani juga dipengaruhi oleh
konteks. Konteks merupakan hubungan sebab-akibat yang kompleks dalam menjelaskan
interaksi atau tindakan yang dilakukan oleh individu (Vayda 1983). Dalam fenomena SLPHT,
Bagaimana introduksi strategi PHT dapat diterapkan oleh petani dari beragam kepemilikan
lahan dan sistem bagi hasil ?
Tabel 1.2 Praktik ajaran SLPHT oleh alumni dariberagam kepemilikan lahan dan sistem bagi
hasil garapan
No Kepemilikan-bagi
hasil garapan
Praktik ajaran SLPHT
1 Petani pemilik tidak
menggarap sendiri
Kasus A: Mempercayakan pengelolaan sawahnya pada
penggarap, tidak melakukan gehtok tular pada petani
lain, karena ia tidak pernah bertani dan tidak mengontrol
sawahnya.
Kasus B: berbeda dengan kasus A , pemilik lahan
melakukan gethok tular ke petani mengenai peran musuh
alami dan konsekuensi penyemprotan pestisida yang
tidak bijak sehingga petani penggarapnya mulai
melakukan praktik untuk tidak menyemprot pestisida
saat tidak ada hama
2 Petani pemilik-
penggarap
Kasus A: Ketua kelompok tani yang suka bereksperimen
mencampur bermacam “obat” sebelum ikut SLPHT.
Setelah ikut SLPHT ia mencoba melakukan: pengamatan
rutin, tidak menyemprotkan pestisida jika tidak ada
hama, mengurangi penggunaan pupuk kimia, dan
menggunakan Beauveria bassiana. Memperoleh panen
dengan harga tebasan Rp 4.000.000,00 –
Rp 5.000.000,00- per patok. sebelum ikut SLPHT Rp
3.000.000,00 – Rp 3.500.000,00-. Per patok
Kasus B:
Perolehan harga tebasan yang tinggi juga dialami oleh
Pak Mr dan Pak wd setelah menerapkan asupan SLPHT.
Skema pengetahuan yang diacu dalam rangka perubahan
praktiknya adalah tidak menyemprot pestisida saat tidak
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
12
Universitas Indonesia
ada hama dan mengurangi penggunaan pupuk kimia dari
40–60 kg ke 25–30 kg dan mengimbanginya dengan
pupuk organik sebanyak 1 kwintal per patok. Pak Mr dan
Pak Wd memperoleh harga tebasan sekitar Rp
3.500.000,00 – Rp 4.500.000,00.- per patok. Sebelum
mengikuti SLPHT mereka memperoleh Rp 2.000.000,00
– Rp.4.000.000,00.- per patok.
Kasus C: berbeda dengan kasus A dan B, petani ini
memiliki pemahaman mengenai konsekuensi
penyemprotan hama yang tidak bijak tetapi masih
menyemprot pestisida kimia Fipronil sebanyak satu kali
selama musim tanam sebagai upaya pencegahan
serangan hama. perubahan praktik yang telah dilakukan
adalah mulai mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Dalam perolehan panen, mendapatkan harga tebasan
sebesar Rp 3.500.000,00.- per patok
3 Petani penggarap
sistem maro
Kasus A: Hasil panen padi bukan sumber penghasilan
utama keluarga karena ia mengelola toko kelontong dan
hanya menggarap satu patok sawah. Ia tidak melakukan
pengamatan seperti diajarkan di SLPHT dengan alasan
kesibukan mengelola tokonya. Ke sawah bila akan
memupuk dan akan panen, tetapi ia mulai mengurangi
penggunaan pupuk dan pestisida kimia.
Kasus B: Berbeda dari A, B mengamati sawah lebih
sering dan rutin untuk mengantisipasi kondisi ekosistem
sawah, juga untuk mengontrol air. Perubahan dalam
penyemprotan pestisida yang akan dilakukan bila
populasi hama sekitar 25—30 ekor/rumpun.
Menggunakan Beauveria bassiana untuk pencegahan
terhadap hama. Mengurangi pupuk kimia, menggunakan
pupuk berimbang dan pupuk organik
4 Petani penggarap
sistem mrapat
Kasus A: Semua biaya produksi ditanggung pemilik.
Meskipun memahami ajaran di SLPHT, tidak dapat
mengubah praktik yang telah ditetapkan pemiliknya.
Misalnya dalam penggunaan pupuk kimia.
Kasus B: Menggarap dengan sistem mrapat Sebelum
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
13
Universitas Indonesia
ikut SLPHT, B menyemprot sawah 3 kali dalam satu
musim tanam meski tidak ada hama. Setelah ikut
SLPHT, tidak menyemprot jika tidak ada hama.
Melakukan pengamatan rutin ,mengurangi pupuk kimia,
dan menggunakan Beauveria bassiana. Panen mencapai
harga tebasan Rp 5.500.000,00.-
5 Petani penggarap
sistem mertelu
Petani tua yang telah berpengalaman dan
mengembangkan strateginya sendiri yang dipelajari dari
orang tua, misalnya membuat ramuan nabati untuk
dicampur dengan Fipronil. Tetap mempraktikkan ramuan
itu didasarkan keyakinan atas manfaatnya.
6 Petani perempuan Kasus A: Menggantikan suaminya yang buta aksara.
Tidak sempat mengolah lahannya karena kesibukan
membuat dan menjual kerajinan tangan. Mengalami
kesulitan memberitahu suaminya tentang apa yang
dipelajari di SLPHT.
Kasus B: berbeda dengan kasus A, petani perempuan ini
aktif untuk memberitahu suaminya mengenai asupan
PHT dan suaminya merespon positif tindakan yang
dilakukan oleh istrinya tersebut. akhirnya suaminya
dapat melakukan perubahan praktik karena dipandu oleh
istrinya dalam menerapkan asupan PHT tersebut.
7 Petani dari desa
tetangga
Anggota aktif kelompok tani Desa Kebonharjo.
Mengurangi pupuk kimia, mencampurnya dengan pupuk
organik. Masih menggunakan pestisida kimia sebagai
pencegahan sekalipun sudah memahami adanya musuh
alami. Rasa khawatir masih mendorongnya untuk
menggunakan Beauveria bassiana yang dicampur
dengan BPMC dengan interpretasi bahwa hasilnya akan
“baik” untuk pertumbuhan padi dan membasmi hama.
(Sumber : Hasil Penelitan lapangan Syarifah Ratnawati 2011, diadopsi dari Winarto dkk., 2012)
Beberapa petani PHT yang melakukan perubahan praktik dalam mengendalikan OPT
dapat terjadi karena dilandasi oleh keyakinan atas skema pengetahuan yang diperolehnya
(lihat Winarto 2007). Perubahan praktik yang diwujudkan oleh petani PHT juga bervariasi.
Adanya perbedaan faktor tujuan, minat dan keyakinan pada petani dapat memengaruhi variasi
tindakan yang diwujudkan individu tersebut (Vayda 1994; lihat pula Sudhiastiningsih 2012).
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Selain itu, motivasi, emosi dan pengalaman yang dimiliki oleh individu dapat mendorong
terwujudnya tindakan dari skema pengetahuan yang diaktifkan (Strauss dan Quinn 1997).
Setelah petani PHT melakukan perubahan praktik dan memperoleh manfaat atas
penerapan gagasan PHT, apakah mereka dapat mengalihkan pengetahuannya tersebut kepada
petani Non-PHT? Ledakan hama WBC merupakan sebuah peristiwa yang perlu
ditanggulangi secara kolektif (lihat Meinzen-Dick dan Di Gregorio 2004). Petani yang hidup
dalam sebuah komuniti, tidak dapat menanggulangi sebuah ‘bencana’ yang terjadi tersebut
secara individu. Oleh karena itu, dalam menanggulangi peristiwa yang terjadi dalam komuniti
dibutuhkan tindakan bersama. Bagi beberapa petani yang telah mengikuti kegiatan SLPHT,
terjadi perubahan praktik dalam budi daya tanaman padi sesuai pengetahuan yang diperoleh
dari kegiatan tersebut. Berdasarkan pemahaman itu, beberapa petani PHT yang hidup dalam
komuniti dengan mata pencaharian yang sama mencoba untuk mengalihkan pengetahuan
kepada petani lain dalam mengendalikan OPT.
Penyebaran informasi dari petani PHT ke non-PHT tidak selalu berjalan lancar.
Winarto (2004a) dalam penelitiannya mengutarakan bahwa mengalihkan pengetahuan ke
petani yang tidak mengikuti pelatihan itu tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan
(lihat Winarto dkk., 2012). Kondisi tersebut juga serupa dengan yang terjadi pada petani
Kebonharjo bahwa transmisi pengetahuan tidak terwujud dengan mudah ke petani non-PHT
di saat tidak ada serangan hama. Alih pengetahuan tidak mudah terjadi karena setiap individu
memiliki hak dalam mengambil keputusan. Winato dan Choesin (2001) mengungkapkan
bahwa hak masing-masing individu untuk mengambil keputusan adalah hak yang harus
mereka hormati. Kepemilikan hak untuk menolak menerapkan prinsip PHT menjadi sebuah
tantangan yang tidak mudah untuk dilewati. Berdasarkan situasi tersebut, bagaimanakah
upaya alih pengetahuan yang dilakukan oleh petani PHT ke petani non-PHT terjadi?
Alih Pengetahuan oleh Petani PHT ke non-PHT
Upaya alih pengetahuan oleh petani PHT ternyata belum dapat menjadi bagian skema
pengetahuan petani non-PHT yang ratusan jumlahnya. Hal itu terlihat dari masih minimnya
petani non-PHT menerima atau tertarik untuk berupaya menerapkan strategi PHT. Saya
asumsikan bahwa perubahan praktik petani Kebonharjo hanya terjadi pada tataran individual.
Situasi itu mengindikasikan bahwa belum terjadi perubahan skema budaya pada komuniti
petani Kebonharjo dalam praktik mengendalikan OPT. Perubahan skema budaya tersebut
dapat terjadi apabila skema pengetahuan mengenai strategi PHT telah mantap pada sejumlah
petani Kebonharjo (lihat Strauss dan Quinn 1997:122 dan lihat pula Choesin 2002). Pada
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
15
Universitas Indonesia
kenyataannya pengetahuan mengenai pengetahuan PHT masih dimiliki oleh petani yang
mengikuti kegiatan tersebut. Kondisi itu juga serupa dengan yang terjadi pada petani di
Lampung Tengah. Pemahaman prinsip PHT ternyata masih belum dapat menjadi skema
budaya pada komuniti petani di wilayah itu (Winarto 2011a).
Kesimpulan
Penerapan ajaran SLPHT yang dilakukan oleh petani ternyata bervariasi. Munculnya variasi
praktik tersebut disebabkan oleh posisi petani dalam status kepemilikan lahan dan sistem bagi
hasil yang berlaku di Desa Kebonharjo. Posisi petani tersebut menentukan sejauhmana
kewenangannya dalam mengambil keputusan untuk mengubah atau tidak praktik bertaninya
sesuai ajaran SLPHT. Variasi tindakan dalam mewujudkan ajaran SLPHT tersebut terkait
dengan varian petani, yakni pemilik lahan yang tidak menggarap sendiri, petani pemilik lahan
yang menggarap sendiri, petani penggarap maro, petani penggarap mrapat, petani penggarap
mertelu, petani perempuan, dan petani dari tetangga Desa Kebonharjo. Tujuh varian petani
tersebut memperlihatkan adanya perbedaan pengambilan keputusan dalam mengelola lahan
dengan mengacu atau tidak mengacu pada pengetahuan SLPHT yang diperolehnya. Variasi
tindakan yang terjadi pada tujuh varian petani itu muncul dalam konteks seperti adanya
keyakinan, minat, tujuan dan emosi dari masing-masing petani yang berbeda memengaruhi
keputusan mereka dalam menentukan praktik yang dilakukannya. Faktor kontekstual tersebut
juga memengaruhi pengaktifan unsur pengetahuan baru yang diperoleh petani PHT dalam
mengendalikan OPT. Perbedaan motivasi yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan
praktik yang berbeda pula, meskipun mereka memiliki skema pengetahuan yang hampir sama
(Strauss dan Quinn 1997:101).
Perubahan praktik yang telah dilakukan oleh beberapa petani PHT karena
mendapatkan manfaat atas penerapan praktik barunya tersebut mendorong mereka untuk
melakukan alih pengetahuan. Upaya alih pengetahuan dilakukan oleh beberapa petani PHT
kepada petani non-PHT baik kepada petani penggarap, pemilik lahan ataupun kerabatnya.
Namun pada kenyataannya alih pengetahuan tersebut tidak terjadi semudah membalikan
telapak tangan (Winarto, dkk., 2012). Faktor situasi yang dihadapi oleh individu
memengaruhi tindakan petani PHT untuk melakukan atau tidak melakukan alih pengetahuan
kepada non-PHT. Upaya transmisi pengetahuan yang diwujudkan oleh beberapa petani PHT
ternyata masih belum menjadi bagian skema pengetahuan non-PHT. Hal tersebut disebabkan
oleh perbedaan pengalaman dalam mengendalikan OPT yang dimiliki antara petani PHT dan
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
16
Universitas Indonesia
non-PHT, sehingga alih pengetahuan yang dilakukan belum dapat mengubah keyakinan untuk
menerapkan strategi PHT. Minimnya petani non-PHT yang tertarik untuk menerima dan
mewujudkan pengetahuan yang dialihkan oleh petani PHT menunjukkan bahwa perubahan
pengetahuan dan praktik masih terjadi pada tataran individual, yakni pada diri masing-masing
peserta SLPHT, itu pun secara bervariasi. Perubahan pengetahuan dan praktik masih terjadi
pada beberapa petani yang mengikuti kegiatan SLPHT.
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
17
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
D’Andrade, R. G.
1992 “Schemas and Motivation”dalam R. G. D’Andrade dan C. Strauss (peny.)
Human Motives and Cultural Models. Cambridge University Press. Hlm.23–
44.
Fox, J. J.
1991 Managing the Ecology of Rice Production in Indonesia. dalam J. Hardjono
(peny.) Indonesia: Resources, Ecology, and Environment. Singapore:Oxford
University Press. Hlm.61–84
Johnson, W.A.
1972 Individuality and Experimentation in Traditional Agriculture.Human Ecology
1 (2):149–159.
Oka, I. N.
1995 Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Ortner, S. B.
2006 Anthropology and Social Theory: Culture, Power, and the Acting Subject.
Durham dan London: Duke University Press.
Strauss, C dan N. Quinn.
1994 “A Cognitive/ Cultural Anthropology.” dalam R. Borofsky (peny.) Assessing
Cultural Anthropology. New York: McGraw-Hill. Hlm.284–300.
1997 A Cognitive Theory of Cultural Meaning. Cambridge University Press.
Winarto, Y. T.
2004a Seed of Knowldege: The Beginning of Integrated Pest Management in Java.
Yale University Press.
2011a “The Ecological Implications of Central versus Local Governance: The
Contest over Integrated Pest Management in Indonesia.”, dalam M. R. Dove,
P. E. Sajise, adan A. A. Doolittle (peny.) Beyond the Sacred Forest. Durham
dan London: Duke University Press. Hlm.276–301
Wiradi. G dan Malakali.
2009 “Penguasaan Tanah dan Kelembagaan.” Dalam M. Shohibuddin (peny.)
Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris. Sleman,
Yogyakarta. Penerbit: Sekolah Tinggi Pertahanan Nasional Bekerja Sama
dengan Sajogyo Institute. Hlm.102–173.
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
18
Universitas Indonesia
Wiradi, G. dan C. Manning.
2009 “Landownership, Tenancy and Sources of Household Income: Community
Pattern From a Partial Recencus of Eight Villages In Rural Java.” dalam M.
Shohibuddin (peny.) Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan Hubungan
Agraris. Sleman, Yogyakarta. Penerbit: Sekolah Tinggi Pertahanan Nasional
Bekerja Sama dengan Sajogyo Institute. Hlm.199–282.
Vayda, A. P.
1983 “Progressive Contextualization: Methods for Research in Human Ecology.”
Human Ecology 11(3):265–281.
1994 “Actions, Variations, and Change: The Emerging Anti-Essentialist View in
Anthropology”dalam R. Borofsky (peny.) Assessing Cultural Anthropology.
New York: McGraw-Hill. Hlm.320–330.
Artikel :
Bottrell, D. G., danK. G. Schoenly.
2011 “Ressurecting The Ghost of Green Evolution Past: The Brown Planthopper as
a Recurring Threat to High-Yielding Rice Production in Tropical
Asia.”Journal of Asia-Pacific Entomology 15(2012):122–140.
Choesin, E. M.
2002 “Connectionism: An Alternative in Understanding the Dynamics of Local
Knowledge in Globalization.” Antropologi Indonesia Special Volume 26
(69):56–64.
Fox, J. J.
2011 “The Brown Planthopper Infestation in Indonesia: A Summary of the Present
Situation”dalam Work-in-progress seminar: Responses to Pest/Disease
Outbreaks in 2010-2011: Reducing or Increasing Threats to Rice Production?
di Depok, Jawa Barat, 1 Maret 2012.
Meinzen-Dick, R. dan Monica D. G.
2003 “Collective Action and Property Rights For Sustainable Development: Overview”
dalam R. Meinzen-Dick dan M. D. Gregorio (peny.) Collective Action and
Property Rights For Sustainable Development. Washington, DC: International
Food Policy Research Institute. Focus II Brief I. Diakses dari
http://www.capri.cgiar.org
Purwanto, S. A.
1998 “Menanam Padi: Kajian Pengambilan Keputusan dalam Menentukan Varietas
Padi.” Antropologi Indonesia 22 (55):69–82.
Stigter, C. (Kees) J.
2012 “Unusual Climate Conditions of 2010/11 and Pest/Disease Outbreaks”dalam
Work-in-progress seminar: Agrometeorological Learning farmers Responses
to the Unusual Climate Conditions of 2010-2011. di Depok, Jawa Barat, 3
Februari 2012.
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Winarto, Y. T.
1998 “Hama dan Musuh Alami,” “Obat dan Racun”: Dinamika Pengetahuan Petani
Padi dalam Pengendalian Hama. Antropologi Indonesia 22 (55):53–68.
2004b “The Evolutionary Changes in Rice-crop Farming: Integrated Pest
Management in Indonesia, Cambodia, and Vietnam.” Southeast Asian Studies
42 (3): 241–272.
2007 “Sang Petani-Ilmuwan-Pro-Petani: Penyangga Ketangguhan dan Kedaulatan
Pangan”. Makalah yang Disajikan dalam Peluncuran film dan Seminar
Ketangguhan dan Kedaulatan Pangan: Peran serta Petani-Ilmuwan, 30
Oktober 2007, AJB Bumiputera FISIP UI Depok.
2011b “Weaving the Diverse ‘seeds’ of Knowledge.” The Asia Pasific Journal of
Anthropology 12(3):247–287.
Winarto, Y. T., J. J. Fox, M. Nurhaga, J. Avessina, N. Kinanti, dan B. Dwisatrio.
2011 Brown Planthopper in Klaten–Boyolali–Sukoharjo, Central Java. Diakses dari
http://ricehoppers.net pada tanggal 19 Nopember 2012.
Winarto, Y.T., B. Dwisatrio, S. Ratnawati, dan M. K. Rahayu
2012 Sawah Tangguh di Tangan petani. dipersiapkan untuk balitbang. Tidak
Diterbitkan.
Winarto, Y. T. dan E.M. Choesin.
2001 “Pengayaan Pengetahuan Lokal, Pembangunan Pranata Sosial: Pengelolaan
Sumberdaya Alam dalam Kemitraan.” Antropologi Indonesia 64:91–106.
Vayda, Andrew P dan I. Setyawati.
1998 “Question about Culture-Related Consideration in Research on Cognition and
Agro-Ecological Change: Illustrations From Studies Of Agricultural Pessts
Management in Java.” Antropologi Indonesia 22 (55):41–52.
Skripsi:
Kinasih, M. A.
2012 Respons dan Strategi Petani Dalam Menghadapi Kegagalan Panen
AkibatSerangan Wereng Batang Cokelat (WBC).Artikel Sarjana Strata Satu.
Tidak diterbitkan. Depok: Departemen Antropologi FISIP Universitas
Indonesia.
Prahara, H.
2008 Menonton Film “Bisa Dewek”, Menginterpretasi, dan Bertindak: Perubahan
Pengetahuan dan Praktik pada Kelompok Tani Sri Cendana, Desa Sukadana,
Kabupaten Indramayu. Artikel Sarjana Strata Satu. Tidak diterbitkan. Depok:
Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia.
Nurahayu, D.
2010 Empat Puluh Tahun Kelanggengan Paradigma Revolusi Hijau: Praktik Petani
Desa Bogor, Kecamatan Sukra, Indramayu dalam Merespon Perubahan Iklim.
Artikel Sarjana Satu. Tidak diterbitkan. Depok: Departemen Antropologi
FISIP Universitas Indonesia.
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013
20
Universitas Indonesia
Sudhiastiningsih, N. N.
2012 Diversitas Respons Petani terhadap Program Inpari 13 di Desa Kahuman,
Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Artikel Sarjana Strata Satu. Tidak
diterbitkan. Depok: Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia.
Referensi Lain :
Internet:
Peta Klaten diakses dari: id. wikepedia.org pada tanggal 11September 2012
Pukul 19.40 WIB
Siklus Hidup hama diakses: www.deptan.go.id pada tanggal 18 Oktober 2012
Pukul 20.10
Dokumen lain:
Kelurahan Desa Kebonharjo
2011 Buku Data Monografi.
Kelompok Tani Desa Kebonharjo
2007 Profil Kelompok Tani.
Laboratorium POPT Surakarta
2011 Laporan Akhir Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu.
Tim Riset Kolaborasi Internasional UI
2011 Adaptation Options of Farmers to a Changing Climate in a vulnarable
Ecosystem. Depok: Pusat Kajian Antropologi Fisip-UI.
Introduksi sekolah..., Syarifah Ratnawati, FISIP UI, 2013