Post on 10-Aug-2015
description
`
DI SUSUN OLEH :
FIRDA AMALIA
100406010
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ARSITEKTUR TEMATIK
ARSITEKTUR KONSTEKTUAL REGIONAL
MUSEUM TSUNAMI ACEH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PENGERTIAN REGIONALISME
Regionalisme (kedaerahan) menekankan pada pengungkapan karakteristik suatu daerah dalam
arsitektur kontemporer. Pendekatan ini adalah salah satu kritik terhadap Arsitektur Modern yang
memandang arsitektur pada dasarnya bersifat universal. Regionalisme dalam arsitektur
merupakan suatu gerakan dalam arsitektur yang menganjurkan penampilan bangunan merupakan
hasil senyawa dari internasionalisme dengan pola cultural dan teknologi modern dengan akar,
tata nilai dan nuansa tradisi yang masih di anut oleh masyarakat setempat.
Peter Buchanan (1983) mendefinisikan Regionalisme adalah kesadaran diri yang terus menerus,
atau pencapaian kembali,dari identitas formal atau simbolik. Berdasarkan atas situasi khusus dan
mistik budaya lokal, Regionalisme merupakan gaya bahasa menuju kekuatan rasional dan umum
arsitektur modern. Seperti budaya lokal itu sendiri, Regionalisme lebih sedikit diperhatikan dengan
hasil secara abstrak dan rasional, lebih kepada penambahan fisik yang lebih dalam dan nuansa
pengalaman hidup.
Tan Hock Beng (1994) menyatakan bahwa: Regionalisme didefinisikan sebagai suatu kesadaran
untuk membuka kekhasan tradisi dalam merespon terhadap tempat dan iklim,kemudian melahirkan
identitas formal dan simbolik ke dalam bentuk kreatif yang baru menurut cara pandang tertentu dari
pada lebih berhubungan dengan kenyataan pada masa itu dan berakhir pada penilaian manusia.
1.2 LAHIRNYA REGIONALISME
Bermula dari munculnya Arsitektur Modern yang berusaha meninggalkan masa lampaunya, cirri
serta sifat-sifatnya. Pada periode berikutnya mulai timbul usaha untuk mempertautkan antara
yang lama dan yang baru akibat adanya krisis identitas pada arsitektur. Aliran-aliran tersebut
antara lain adalah tradisionalisme, regionalism dan post-modernisme.
Regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960 (Jencks, 1977). Sebagai salah satu
perkembangan arsitektur modern yang mempunyai perhatian besar pada ciri kedaerahan,
1
terutama tumbuh di negara berkembang. Adapun ciri kedaerahan yang dimaksud berkaitan erat
dengan budaya setempat, iklim dan teknologi pada saatnya (Ozkan, 1985).
Taksonomi regionalisme
Selanjutnya Suha Ozkan membagi regionalisme menjadi dua yaitu “concrete regionalism” dan
“abstract regionalism”.
“Concrete regionalism” meliputi semua pendekatan kepada ekspresi daerah/ regional dengan
mencontoh kehebatannya, bagian-bagiannya atau seluruh bangunan di daerah tersebut. Apabila
bangunan-bangunan tadi sarat dengan nilai spiritual maupun perlambang yang sesuai, bangunan
tersebut akan lebih dapat diterima di dalam bentuknya yang baru dengan memperlihatkan nilai-
nilai yang melekat pada bentuk aslinya. Hal lain yang penting adalah mempertahankan
kenyamanan pada bangunan baru, ditunjang oleh kualitas bangunan lama.
“Abstract regionalism”, hal yang utama adalah menggabung unsur-unsur kualitas abstrak
bangunan, misalnya massa, padat dan rongga, proporsi, rasa meruang, penggunaan pencahayaan
dan prinsip-pnnsip struktur dalam bentuk yang diolah kembali.
Dengan demikian maka yang menjadi ciri utama regionalisme adalah menyatunya arsitektur
tradisional dengan arsitektur modern. Pendekatan ini dapat dibagi menjadi:
1. Regionalisme sebagai Sistem Budaya
Dalam pendekatan ini, budaya yang berkembang di suatu tempat dipahami sebagai sistem
yang utuh yang meliputi berbagai aspek, di antaranya adalah arsitektur yang merupakan
perwujudan bendawi dari nilai-nilai budaya dan wadah bagi kebiasaan masyarakat dalam
budaya tersebut.
2
2. Regionalisme sebagai Jiwa suatu Papan
Christian Norberg-Schulz dalam bukunya Genius Loci:Towards a Phenomenology of
Place(1976) memahami papan (place) sebagai wujud nyata (concrete phenomenon)
keberadaan manusia dalam lingkungannya. Lingkungan alam dipahami sebagai:
1. ancaman
Sehingga manusia perlu mewujudkan papan untuk berlindung dari padanya, sekaligus
sebagai
2. idealita
Sehingga manusia melambangkannya dalam papan ciptaannya.
3. Regionalisme sebagai ungkapan Identitas
Regionalism sebagai Identitas Bentuk Pendekatan populer ini mengasumsikan bahwa bentuk-
bentuk tertentu menyandang peran untuk menampilkan ciri daerah tertentu. Sejalan dengan
peran arsitektur sebagai Media Komunikasi Populer yang dirumuskan olh Robert Venturi cs.
dalam Learning from Las Vegas, bentuk ini sering menjadi penanda yang tidak harus terkait
dengan apa yang didalamnya.
4. Regionalisme sebagai Sikap Kritis
Regionalisme sering kali dipandang sebagai terbelakang (berorientasi ke masa silam, tanpa
memiliki visi ke depan) dan sempit (hanya berkutat pada satu dareah dan tidak memiliki
kontribusi dalam lingkup yang lebih luas).
Menurut William Curtis, Regionalisme diharapkan dapat menghasilkan bangunan
yang bersifat abadi, melebur atau menyatu antara yang lama dan yang baru, antara regional
dan universal. Kenzo Tange menjelaskan bahwa Regionalisme selalu melihat ke belakang,
tetapi tidak sekedar menggunakan karakteristik regional untuk mendekor tampak bangunan.
Arsitektur Tradisional mempunyai lingkup regional sedangkan Arsitektur Modern
mempunyai lingkup universal. Dengan demikian maka yang menjadi ciri utama regionalisme
adalah menyatunya Arsitektur Tradisional dan Arsitektur Modern.
3
1.3 CIRI-CIRI ARSITEKTUR REGIONAL
Prestylarasati (2009)menyampaikan bahwa ciri–ciri daripada arsitektur Regional adalah sebagai
berikut:
1. Menggunakan bahan bangunan lokal dengan teknologi modern
2. Tanggap dalam mengatasi pada kondisi iklim setempat
3. Mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat
4. Mencari makna dan substansi kultural, bukan gaya/style sebagai produk akhir.
Kemunculannya juga bukan merupakan ledakan daripada sikap emosional sebagai respon dari
ketidak berhasilan dari arsitektur modern dalam memenuhi keinginan masing-masing individu di
dunia, akan tetapi lebih pada proses pencerahan dan evaluasi terhadap kesalahan-kesalahan pada
masa arsitektur modern.
1.4 APLIKASI REGIONALISME DALAM DESAIN ARSITEKTUR
Untuk mendapatkan kesatuan dalam komposisi arsitektur ada tiga syarat utama
yaitu adanya :
a. Dominasi
Dominasi yaitu ada satu yang menguasai keseluruhan komposisi. Dominasi dapat
dicapai dengan menggunakan warna, material, maupun obyek-obyek pembentuk
komposisi itu sendiri.
b. Pengulangan
Pengulangan di dalam komposisi dapat dilakukan dengan mengulang bentuk, warna,
tekstur, maupun proporsi. Didalam pengulangan dapat dilakukan dengan berbagai irama
atau repetisi agar tidak terjadi kesenadaan (monotone).
c. Kesinambungan dalam komposisi
Kesinambungan atau kemenerusan adalah adanya garis penghubung maya (imaginer)
yang menghubungkan perletakan obyek-obyek pembentuk komposisi.
4
BAB II
STUDI KASUS
2.1 TENTANG MUSEUM TSUNAMI ACEH ‘Rumoh Aceh’ as Escape Hill
Museum Tsunami Aceh adalah sebuah Museum untuk mengenang kembali pristiwa tsunami
yang maha daysat yang menimpa Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2008
yang menelan korban lebih kurang 240,000 orang. Di desain oleh arsitek ternama Ridwan Kamil,
melalui hasil sayembara.
Lokasi Museum Tsunami Aceh terletak diIbukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu
Kotamadya Banda Aceh di Jalan Sultan Iskandarmuda dekat simpang jam, di seberang lapangan
Blang Padang.persisnya di bekas kantor Dinas Peternakan Aceh sebelah pemakaman kuburan
belanda (Kerkhoff).
5
Perencanaan detail Museum ,situs dan monumen tsunami di mulai pada bulan Agustus 2006 dan
pembangunan dibangun diatas lahan yang lebih kurang 10,000 persegi yang terletak di Ibukota
provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu Kotamadaya Banda Aceh dengan anggaran dana
sekitar Rp 140 milyar dengan rincian Rp 70 milyar dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
(BRR) untuk bangunan dan setengahnya lagi dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) untuk isinya juga berisi berbagai benda peninggalan sisa tsunami.
Museum ini dibangun dengan 3 alasan:
1. untuk mengenang korban bencana Tsunami.
2. Sebagai pusat pendidikan bagi generasi muda tentang keselamatan.
3. Sebagai pusat evakuasi jika bencana tsunami datang lagi.
Fungsi Museum Tsunami Aceh adalah :
1. Sebagai objek sejarah, dimana museum tsunami akan menjadi pusat penelitian dan
pembelajaran tentang bencana tsunami.
2. Sebagai simbol kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami.
3. Sebagai warisan kepada generasi mendatang di Aceh dalam bentuk pesan bahwa di daerahnya
pernah terjadi tsunami.
4. Untuk mengingatkan bahaya bencana gempa bumi dan tsunami yang mengancam wilayah
Indonesia.
2.2 DESIGN EKSTERIOR MUSEUM
6
Bangunan rumah tradisional masyarakat Aceh, berupa bangunan rumah panggung Aceh diambil
sebagai analogi dasar massa bangunan. Dengan konsep rumah panggung, bangunan ini juga dapat
berfungsi sebagai sebuah escape hill sebuah taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan sebagai
salah satu antisipasi lokasi penyelamatan jika seandainya terjadinya banjir dan bencana tsunami
di masa datang.
Desain ini juga sarat dengan konten lokal. Tarian saman sebagai cerminan Hablumminannas
(konsep hubungan antar manusia dalam Islam) distilasi kedalam pola fasade bangunan.
7
Kemudian juga ada the hill of light,
selain taman untuk evakuasi yang
dipenuhi ratusan tiang, para pengunjung
dapat meletakkan karangan bunga,
semacam personal space dan juga ada
memorial hill di ruang bawah tanah
serta dilengkapi ruang pameran.
Tampilan eksterior yang luar biasa
yang mengekspresikan keberagaman
budaya Aceh melalui pemakaian
ornamen dekoratif unsur transparansi
elemen kulit luar bangunan.
2.3 DESIGN INTERIOR MUSEUM
Untuk membangkitkan kenangan lama akan tragedi tsunami. Tata letak ruangan di dalam museum
dirancang secara khusus. Yaitu adanya urut-urutan (sequence) ruang di bangunan yang harus dilalui
pengunjung dirancang secara seksama. Hal ini untuk menghasilkan efek psikologis yang lengkap
tentang persepsi manusia akan bencana tsunami. Untuk mewujudkannya ruang dirancang dalam tiga
zona yakni: spaces of memory; spaces of hope dan spaces of relief.
1. Spaces of Memory
Pada zona spaces of memory direalisasikan dalam tsunami passage dan Memorial Hall. Area
penerima tamu (tsunami passage) di museum ini berupa koridor sempit berdinding tinggi dengan air
terjun yang bergemuruh untuk mengingatkan betapa menakutkannya suasana di saat terjadinya
tsunami. Sedangkan Memorial Hall merupakan area di bawah tanah yang menjadi sarana interaktif
untuk mengenang sejarah terjadinya tsunami. Pada Aceh Memorial Hall ini juga dilengkapi dengan
pencahayaan dari lubang-lubang sebuah reflecting pool yang berada di atasnya.
Gambar diatas adalah koridor sempit (tsunami passage) dan Memorial Hall
2. Zona Spaces of Hope
Sedangkan pada zona spaces of hope diwujudkan dalam bentuk Blessing Chamber dan Atrium of
Hope. Blessing Chamber merupakan ruang transisi sebelum memasuki ruang-ruang kegiatan non
memorial. Ruang ini berupa sumur yang tinggi dengan ribuan nama-nama korban terpatri di dinding.
Sumur ini diterangi oleh skylight berbentuk lingkaran dengan kaligrafi Allah SWT sebagai makna
hadirnya harapan bagi masyarakat Aceh. kemudian atrium of hope berupa ruang atrium yang besar
sebagai simbol dari harapan dan optimisme menuju masa depan yang lebih baik. Pengunjung akan
menggunakan ramp melintasi kolam dan atrium untuk merasakan suasana hati yang lega. Atrium
8
dengan refelecting pool ini bisa diaskes secara visual kapan saja namun tidak bisa dilewati secara
fisik.
Blessing Chamber Atrium of Hope
3. Spaces of Relief
Untuk zona spaces of relief diterjemahkan dalam the hill of light dan escape roof. The hill of light
merupakan taman berupa bukit kecil sebagai sarana penyelamatan awal terhadap tsunami. Taman
publik ini dilengkapi dengan ratusan tiang obor yang juga dirancang untuk meletakkan bunga
dukacita sebagai tanda personal space. Jika seluruh obor dinyalakan maka bukit ini akan dibanjiri
oleh lautan cahaya. Sangat personal sekaligus komunal. Sedang escape roof merupakan atap
bangunan yang dirancang berupa rooftop yang bisa ditanami rumput atau lansekap. Atap ini juga
dirancang sebagai area evakuasi bilamana di kemudian hari terjadi bencana banjir dan tsunami.
Rooftop Museum Tsunami
9
Maket pada saat tsunami yang terdapat di lantai 2
2.2 KAJIAN TEORI ARSITEKTUR KONSTEKTUAL REGIONAL TERHADAP
BANGUNAN TSUNAMI ACEH
Beberapa konsep dasar yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami antara lain: rumah
adat Aceh, bukit penyelamatan (escape hill); gelombang laut (sea waves), tarian khas Aceh
(saman dance), cahaya Tuhan (the light of God) dan taman untuk masyarakat (public park).
Dalam mendesain museum, perancang mencoba merespon beberapa aspek penting dalam
perancangan seperti: memori terhadap peristiwa bencana tsunami, fungsionalitas sebuah
bangunan museum/memorial, identitas kultural masyarakat Aceh, estetika baru yang bersifat
modern dan responsif terhadap konteks urban. Bangunan megah Museum Tsunami tampak dari
luar seperti kapal besar yang sedang berlabuh. Sementara di bagian bawah terdapat kolam ikan.
Museum ini merupakan satu-satunya di Indonesia dan tidak mustahil akan menjadi museum
tsunami dunia.
10
Pilihan terhadap bangunan panggung terinspirasi dari rumah panggung tradisional Aceh yang
terbukti tahan terhadap bencana alam. Sedangkan konsep bukit diambil dari konsep bukit
penyelamatan (escape hill) sebagai antisipasi jika terjadi tsunami di masa yang akan datang.
Ditonjolkan dengan bangunan yang berbentuk panggung, selayaknya rumoh aceh dimana bagian
bawah bangunan digunakan sebagai area publik untuk beriteraksi dengan tetangga untuk
ngumpul melaksanakan suatu kegiatan seperti menganyam dan sebagainya, demikian pula
museum tsunami aceh harapannya bagian bawah bangunan bisa menjadi ruang publik yang
terbuka untuk siapa saja dan kapan saja sehingga terjadi suatu interaksi yang baik antar sesama
masyarakat, disamping space tersebut juga bisa menjadi taman kota yang baru.
11
Gambar diatas adalah gambar potongan museum tsunami aceh, disana bisa terlihat bentuk
bangunan yang panggung dan sedikit berbukit. Bukit buatan ini dimaksudkan sebagai tempat
evakuasi apabila bencana tsunami datang lagi atau banjir nah apabila bukit ini mencukupi untuk
menjadi tempat evakuasi maka bagian atap bangunan juga bisa digunakan sebagai tempat
evakuasi, dan hal ini merupakan suatu nilai spesial untuk bangunan Museum Tsunami Aceh,
karena dia tidak hanya berfungsi sebagai sebuah musem tsunami tetapi juga bisa menjadi sebagai
tempat evakuasi ketika bencana.
Eksterior bangunan terutama dekoratif kulit luar bangunan terinspirasi dari salah satu gerakan
yang ada dalam tari saman, sehingga penerapan beberapa konten lokal pada bangunan ini
menjadi nilai tambah tersendiri dan biasa berbaur dengan mudah dengan lingkungan masyarakat
aceh.
12
Konsep rumah panggung yang terinspirasi dari rumah adat aceh
Bentuk pola dekoratif yang menyerupai pola tari saman
BAB 3
13
KESIMPULAN
Museum tsunami aceh, merupakan museum yang diperuntukkan untuk mengenang peristiwa
tsunami yang pernah terjadi di Aceh. Diperuntukkan sebagai sarana pembelajaran, objek wisata
dan tempat penyimpanan arsip – arsip yang berkaitan dengan kejadian tsunami di Aceh. Desain
musem yang di peroleh dari hasil sayembara, mengangkat konsep – konsep yang erat kaitannya
dengan budaya dari daerah Aceh, mulai dari bentukkan massa, hingga pola – pola detail
arsitektural. Museum Tsunami Aceh juga mengangkat emosi dari para pengunjung dengan
pengadaan ruangan–ruangan yang dikaitkan dengan suasana pada saat kejadian tsunami
berlangsung.
Responan beberapa aspek penting yang diterapkan dalam perancangan seperti: memori terhadap
peristiwa bencana tsunami, fungsionalitas sebuah bangunan museum/memorial, identitas kultural
masyarakat Aceh, estetika baru yang bersifat modern dan responsif terhadap konteks urban.
Bangunan megah Museum Tsunami tampak dari luar seperti kapal besar yang sedang berlabuh.
Sementara di bagian bawah terdapat kolam ikan. Museum ini merupakan satu-satunya di
Indonesia dan tidak mustahil akan menjadi museum tsunami dunia.
14