Post on 21-Oct-2015
description
BAB II
ISI
A. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit yang dibedakan atas cairan
ekstrasel dan cairan intrasel. Elektrolit dalam cairan tubuh terdiri dari anion
dan kation. Anion yang utama adalah klorida (Cl-) sedangkan kation yang
utama adalah natrium (Na+) dan kalium (K+).
Cairan tubuh didistribusi antara dua kompartemen cairan utama:
kopartemen intraselular dan kopartemen ekstraselular (Horme dan Pamela:
2001). Pemeliharaan keseimbangan cairan tubuh diatur melalui volume CES
dan osmolitas yang menentukan daya serap suatu larutan.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter
penting yaitu volume cairan ektrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel
(Kuntarti: 2005).
Gangguan ketidakseimbangan pada umumnya berhubungan dengan
ketidakseimbangan natrium (Na+) dan kalium (K+). Pemasukan dan
pengeluaran natrium (Na+) yang tidak seimbang sering kali terjadi dan
mengakibatkan gangguan medis seperti hiponatermina. Sedangkan
ketidakseimbangan kalium (K+) jarang sekali tejadi, namun bahaya yang
ditimbulkan lebih tinggi dari pada ketidakseimbangan natrium (Na+).
B. Pengertian Hiponatermia
Hiponatermia merupakan keadaan dimana kadar natrium dalam tubuh
mengalami penurunan dan digantikan oleh air. Hiponatermia terjadi bila
konsentrasi natrium plasma kurang dari 135 mEq/l dengan osmolalitas
plasma kurang dari 280 mOsm/kg (Williams dan Wilkins: 2009).
Menurut Unit Pendidikan Kedokteran Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan FKUI (2007) hiponatermia dapat dibagi menjadi 2 jenis
berdasarkan waktu terjadinya, yaitu:
1 | P a g e
1. Hiponatermia akut
Hiponatermia akut adalah kejadian hiponatermia yang
berlangsung cepat (<48 jam). Pada keadaan ini akan terjadi gejala
yang berat seperti penurunan kesadaran dan kejang.
2. Hiponatermia kronik
Hiponatermia kronik adalah kejadian hiponatermia yang
berlangsung lambat yaitu (>48 jam). Pada keadaan ini tidak terjadi
gejala yang berat, gejala yang timbul hanya ringan seperti lemas
atau mengantuk.
C. Penyebab Hiponatermia
Penurunan konsentrasi natrium plasma merupakan salah satu penyebab
hiponetermia dimana penurunan konsentrasi natrium plasma tersebut terjadi
karena hilangnya natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air
yang berlebihan pada cairan ekstrasel. Sedangkan menurut Williams dan
Wilkins (2005) penyebab hipotermia yang perlu dipertimbangkan adalah
sebagai berikut:
- Jumlah air tubuh yang berlebihan;
o Intoksikasi air
o Keadaaan-keadaan yang menyebabkan edema
o Hormon antideuretik (ADH) yang berlebihan
o Perbaikan osmostat
o Hiperglikemia
- Jumlah air tubuh yang menurun;
o Penyakit ginjal
o Insufiensi adrenal
o Terapi diuretik
o Diuresis osmotik
o Diare dan muntah yang disertai penggantian cairan hipotonik
o Keringat berlebihan disertai kehilangan banyak natrium
- Pseudohiponatermia (natrium tidak didistribusikan ke seluruh serum);
2 | P a g e
o Hiperlipidemia & Hiperproteinuria
D. Akibat Hiponatermia
Natrium merupakan kation ekstrasel utama. Bersama dengan elektrolit
lain, natrium bertanggung jawab mempertahankan keseimbangan osmotik
diantara kompartemen cairan; fungsi dalam transport aktif ion natrium dan
kalium ke sel dan dari sel melalui pompa ion Na+ dan K+; membantu
menegakkan potensial listrik negatif dalam membrane sel (Guyton & Hall,
1998; Stokowski, 1999 dalam Williams dan Wilkins “Asuhan Neonatus:
Rujukan Cepat”: 2008). Dari penjelasan tersebut, natrium memegang peranan
yang sangat penting dalam tubuh manusia.
Hiponatermia dapat bersifat asimtomatik. Tanda-tanda hiponatermia dapat
berupa gangguan pada susunan saraf pusat; konfusi, depresi, sakit kepala,
stupor, dan koma. Perubahan yang terjadi atau akibat hiponatermia pada
pasien hiponatermia berdasarkan kadar natrium serum plasma dijelaskan
sebgai berikut:
1. Dibawah 125 mEg/L dapat mengakibatkan mualdan malaise (tidak
merasa nyaman yang menunjukkan gangguan infeksi)
2. Diantara 115-120 mEq/L akan menyebabkan sakitkepala, letargi,
disorientasi (gangguan SSP)
3. Di bawah 110 mEq/L akan menyebabkan kejang dan koma.
Penurunan natrium plasma pada tingkat 119 mEq/L dalam dua jam dapat
menyebabkan kematian. Hiponatermia mengakibatkan hipo-osmolalitas dan
air bisa bergerak ke dalam sel tubuh, termasuk otak sehingga dapat terjadi
overhidrasi selular.
E. Terapi Hiponatermia
Terapi yang dapat dilakukan dapam kasus hipotermia yang pertama adalah
dengan mengatasi penyakit dasarnya terlebih dahulu. Selain itu juga perlu
adanya pembatasan dan pengawasan cairan yang masuk dalam tubuh. Pada
hiponatermia ringan ataupun sedang cukup dengan pemberian furosemide
intravenous dan infus normosalin. Pada tingkat yang lebih tinggi maka perlu
3 | P a g e
adanya tindakan intensif dengan pengawasan yang ketat terutama pada
hiponatermia yang sudah menunjukan suatu gejala-gejala.
4 | P a g e
BAB III
PENUTUP
Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit yang dibedakan atas cairan
ekstrasel dan cairan intrasel. Elektrolit dalam cairan tubuh terdiri dari anion dan
kation. Anion yang utama adalah klorida (Cl-) sedangkan kation yang utama
adalah natrium (Na+) dan kalium (K+).
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter
penting yaitu volume cairan ektrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel (Kuntarti:
2005).
Gangguan ketidakseimbangan pada umumnya berhubungan dengan
ketidakseimbangan natrium (Na+) dan kalium (K+). Hiponatermia merupakan
keadaan dimana kadar natrium dalam tubuh mengalami penurunan dan digantikan
oleh air. Hiponatermia terjadi bila konsentrasi natrium plasma kurang dari 135
mEq/l dengan osmolalitas plasma kurang dari 280 mOsm/kg (Williams dan
Wilkins: 2009).
Penurunan konsentrasi natrium plasma merupakan salah satu penyebab
hiponetermia dimana penurunan konsentrasi natrium plasma tersebut terjadi
karena hilangnya natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstrasel.
Penurunan natrium plasma pada tingkat 119 mEq/L dalam dua jam dapat
menyebabkan kematian. Hiponatermia mengakibatkan hipo-osmolalitas dan air
bisa bergerak ke dalam sel tubuh, termasuk otak sehingga dapat terjadi overhidrasi
selular.
Terapi dalam penanganan hipotermia dilaksanakan secara intensif dan
perlu adanya pengawasan teruta pada kasus yang telah menunjukan gelaja-gejala.
5 | P a g e
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Horme, Mima M dan Pamela L. Swearingen. 2001. Keseimbangan Cairan,
Elektrolit, dan Asam Basa. Alih bahasa Indah Nurmala Dewi dan Monika
Ester. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Kuntarti. 2005. Keseimbangan Cairan, Elektrolit Asam dan Basa.
https://sites.google.com/site/asidosis/Home/keseimbangan-cairan-elektrolit.
[Diakses 30 September 2013].
Pendidikan Kedokteran Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan FKUI. 2007.
Gangguan Keseimbangan Air – Elektrolit dan Asam-Basa. Balai Penerbit
Pakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jakarta.
Williams dan Wilkins. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Alih bahasa Brahm U.
Pendit, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
__________________. 2008. Asuhan Neonatus: Rujukan Cepat. Alih bahasa H.Y.
Kuncara. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
__________________. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Alih bahasa Nike
Budhi Subekti. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
6 | P a g e