Post on 21-Oct-2020
1
ANALISIS POLA INTERAKSI MASYARAKAT PENDATANG
TERHADAP MASYARAKAT LOKAL Di SUMBAWA BARAT
Studi di Kecamatan Maluk, Sumbawa Barat, NTB
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
HALIKIN NIM: 109015000072
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
2
3
4
5
ABSTRAK
Halikin (NIM. 109015000072). Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Terhadap
Masyarakat Lokal Di Sumbawa Barat, (Penelitian deskriptif kualitatif di Kecamatan
Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat).
Hubungan manusia dengan alam sekitar maupun dengan manusia lainnya selalu akan
menghasilkan interaksi. Dalam hidup bersama, manusia menciptakan hubungan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tampak pada masyarakat Kecamatan Maluk
dengan masyarakat pendatang dalam hubungannya baik dalam agama, sosial, budaya dan
ekonomi. Penulis merasa tertarik mengkaji tentang pola interaksi masyarakat pendatang
terhadap masyarakat lokal di Kecamatan Maluk untuk mengetahui bentuk dan pola hubungan
yang terjalin antara masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal.
Untuk menjawab permasalahan di atas penulis menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif, yakni penulis berusaha menceritakan keadaan yang sesungguhnya dengan cara
mencari beberapa pendatang diantaranya pedagang dan beberapa tokoh masyarakat di daerah
penelitian.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa interaksi masyarakat pada daerah penelitian antara
masyarakat lokal dan pendatang berjalan dengan baik. Hubungan baik tersebut ditunjukkan
oleh para masyarakat dengan sikap antusia masyarakat pendatang yang selalu aktif dalam
mengikuti dan melestarikan berbagai bentuk acara keagamaan khusunya yang berhubungan
dengan kegiatan hari-hari besar Islam. Selanjutnya adanya konsep baru pada masyarakat
yaitu terbentuknya pembaruan sosial, kondisi sosial, tatanan sosial, interaksi sosial, sistem
sosial, sistem kepercayaan, norma sosial, sistem adat dalam hal perkawinan.
Kata kunci: Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Terhadap Masyarakat Lokal
6
ABSTRACT
Halikin (NIM. 109015000072). Community Interaction Pattern Analysis Arrivals Local
Community In West Sumbawa (Qualitative descriptive study in District Maluk, West
Sumbawa, West Nusa Tenggara).
Human relationship with the environment and with other human beings will always
generate interaction. In living together, creates human relationships in order to make ends
meet. This relationship is shown in the District community Maluk immigrant community in
conjunction with either the religious, social, cultural and economic. The author was interested
in studying the interaction patterns of immigrant communities on the local communities in
the District of Maluk to know the shape and pattern of the relationship between immigrant
communities and local communities.
To answer the above problems the writer uses descriptive qualitative research methods,
the authors are trying to tell the real situation by finding some of them newcomers merchants
and some community leaders in the area of research.
It is shown that the interaction between the research community in the area of local and
migrant communities goes well. The good relationship with the community is shown by the
attitude of those colonists antusia always active in following and preserving the various forms
of religious events especially related to the day-to-day activities of Islam. Furthermore, the
existence of a new concept in society, namely the formation of social reform, social
conditions, social structure, social interaction, social systems, belief systems, social norms,
customs system in terms of marriage.
Keywords: Community Interaction Pattern Analysis Newcomer Local Community
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian pendidikan ini dengan baik. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya,
para sahabatnya, dan para pengikutnya.
Penelitian ini dilakukan guna memenuhi persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidkan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan IPS
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan penelitian pendidikan ini, penulis menyadari sepenuhnya masih
terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulismiliki. Namun
berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya penelitian pendidikan ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian pendidikan ini. Ucapan
terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph,d, Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan IPS, beserta seluruh
Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. H. Syaripulloh, M.Si, sebagai dosen Pembimbing Akademik dan
dosen pembimbing skripsi yang banyak membantu serta membimbing penulisan
skripsi ini selama mengikuti perkuliahan di Universitas ini.
4. Para dosen pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya dosen
pengajar di Jurusan Pendidikan IPS. Penulis mengucapkan banyak terima kasih.
5. Kepada seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Fakultas Tarbiyah Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta penulis mengucapkan banyak terima
kasih.
6. Bapak Jhon Rayes selaku ketua adat Desa Maluk, Akhairuddin, S.Pd.I Selaku
ketua karang taruna, semua responden terkait dalam penyusunan skripsi ini yang
siap memberikan waktu dan ilmunya hingga pada akhirnya dapat terselsaikan.
7. Kepada orang tua terkasih, serta kakak tersayang, kakak ipar, dan keluarga besar
ku terima kasih atas segala doa, perhatian, motivasi dan kasih sayang.
8
8. Teman-teman Seperjuangan di Jurusan IPS angkatan 2009 Universitas Islam
Nrgeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Septi Lesmalasari, Desi Hanani, Sonia
Awalokita, Ulin Nadroh, Akbar Fauzi, Wahyu Dwijyanto, Agus Suherman (cikal),
Ajami Solichin (jamong), M. Wahyudin (beles), M. Faisal Sudrajat (ical), Halimi,
Abduh Abdurohman, Lufi Saputra, M. Bus Julis, Awang Julian, Abdul Aziz,
Anjayudin sahabat dan teman-teman semua yang telah memberikan motivasi,
waktu, tenaga, dan kesempatan untuk membantu menyelesaikan skripsi ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan adalah
semata-mata keterbatasan ilmu yang penulis miliki.
Jakarta, 15 Juli 2014
Penulis
9
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ……… i
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH …………………… ii
ABSTRAK........................................................................................ iii
ABSTRACT........................................................................................ iv
KATA PENGANTAR …………………………………………… v
DAFTAR ISI ……………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …….. ……………………….. 1
B. Identifikasi Masalah …………………………… 3
C. Pembatasan Masalah ……………………………... 4
D. Perumusan Masalah ……………………………... 4
E. Tujuan Penelitian .……………..................……... 4
F. Manfaat Penelitian................................................ 5
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pola Interaksi Sosial.……………………………. 6
B. Pengertian Interaksi Sosial .…. ………………… 9
C. Syarat-syarat Terjadinya Kontak Sosial.............. 11
D. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial............................ 13
E. Proses-proses Terjadinya Kontak Sosial ……… 14
F. Interaksi Simbolik.......………………………..... 20
G. Masyarakat Menurut Teori Simbolik………....... 24
10
H. Perubahan Sosial dan Kebudayaan....................... 25
I. Masyarakat dan Unsur-unsur Kebudayaan…….. 31
J. Kerangka Berfikir……………………................... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. TempatdanWaktuPenelitian …………………… 37
B. Metodologi Penelitian .………………................. 37
C. Teori dan Pendekatan Yang Menjadi Dasar……. 39
D. Teknik Pengumpulan Data.................................... 43
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data…………... 45
F. Teknik Penelitian dan Keabsahan Data ………… 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Daerah Resetlemen (Tahun 1984)…….............. 49
B. Desa Maluk…………………………………… 51
C. Kecamatan Maluk……………………………… 53
a. Kondisi Wilayah………………………………. 54
b. Pemerintahan…………………………………… 54
D. Pola Interaksi Masyarakat Lokal dengan
Masyarakat Pendatang ………………………… 57
1. Pola Interaksi Masyarakat Terhadap
Pergaulan Hidup dengan Pendatang…. 59
2. Pengadopsian Perilaku Positif
Masyarakat Lokal Terhadap Pendatang.... 62
3. Persepsi Negatif Masyarakat Lokal
Terhadap Pendatang......................... 62
E. Pola Interaksi Masyarakat Desa Maluk
Dengan Pedagang (Pendatang)……………. 63
F. Agama Sebagai Perekat Harmoni Sosial…. 65
G. Kehidupan Sosial, Adat dan Kebiasaan Masyarakat 70
H. Perubahan Nilai Adat, Hukum dan Kebiasaan
Masyarakat Lokal………………………… 72
11
I. Nilai-nilai Kekerabatan dan Perkawinan Suku
Sumbawa (Tau Samawa)…………………. 75
J. Pola Interaksi Masyarakat Terhadap Tatanan Sosial
Budaya……………………………… 81
K. Analisis dan Pembahasan…………… 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan …………………………………… 86
B. Saran ……………………….…………………. 87
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 88
LAMPIRAN-LAMPIRAN
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Diterangkan bahwa suku Sumbawa atau “Tau Samawa” awal terbentuknya, nenek
moyang mereka adalah terdiri dari berbagai jenis suku yang berdatangan dari berbagai
bagian nusantara kita ini. Mereka mengadakan hubungan perkawinan dengan penduduk
yang lebih dahulu mendiami daerah sumbawa. Walaupun mereka tidak bersama pada
waktu datangnya, tetapi karena telah berabad-abad lamanya hidup dalam lingkungan
kekerabatan dan kekeluargaan, maka dari keturunan mereka inilah akhirnya merupakan
satu rumpun yang menamakan dirinya “Tau Samawa”.1 Dari pengaruh pencampurannya
yang banyak dan luas ini, maka dapat kita lihat, bahwa watak orang sumbawa adalah
kompromis dan penuh rasa toleran.
Penduduk Sumbawa pada masa lalu, berasal dari berbagai-berbagai tempat dan
datangnya secara berkelompok lalu masing-masing membuat tempat kediamannya.
Kemudian mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain terdesak oleh
suasana dan keadaan, baik karena arus perpindahan yang baru, maupun karena tarikan
alam untuk mereka jadikan tempat bercocok tanam dan pemeliharaan ternak. Tempat-
tempat ini akhirnya merupakan tanah ulayat, yang dimana dalam istilah adat Sumbawa
dikenal dengan nama “larlamat” “Nyaka”. 2.
Tanah samawa atau yang dikenal dengan sebutan Sumbawa adalah merupakan salah
satu wilayah indonesia yang didiami oleh berbagai suku, agama, ras yang hidup bersama
dalam satu kerukunan. Keberadaan pendatang di Sumbawa selalu disambut baik oleh
warga penduduk lokal asli, semua hidup dalam satu kesatuan tanpa memandang adanya
perbedaan. Kaitan dari pada penjelasan diatas bahwa pada masa ini masyarakat Sumbawa Barat
khususnya wilayah penelitian adalah masyarakat yang sedang mengalami proses transisi
globalisasi dan moderinisasi, transisi modernisasi dalam artian bahwa masyarakat yang
dulu merupakan masyarakat yang budayais yang sulit diretas akan nilai
ketradisionalannya yang memegang teguh menjalankan, dan menjunjung tinggi nilai, 1 Lalu Mantja. Sumbawa Pada Masa Dulu, Suatu Tinjauan Sejarah, (Sumbawa Besar: CV. Samratulangi, 2011), h. 15. 2Lalu Mantja. Sumbawa Pada Masa DuluSuatu Tinjauan Sejarah, h. 8.
13
norma dan adat istiadat yang telah mereka yakini secara turun temurun sedikit demi
sedikit mulai luntur disebabkan pengaruh arus globalisasi dan penetrasi budaya luar.
Perubahan dinamika yang menjembatani pola pikir, karakter, pola berperilaku, gaya
hidup adalah salah satu bentuk pengaruh yang disebabkan oleh modernisasi itu sendiri.
Dapat disebutkan adalah salah satu contoh gambaran yang terjadi akibat adanya pengaruh
dari berbagai latar belakang dan kemajemukan budaya yang ada di Kabupaten Sumbawa
Barat (KSB) terutama di daerah yang akan saya jadikan tempat penelitian. Secara sadar
bahwa dapat dikatakan adalah wilayah ini merupakan wilayah yang didiami oleh berbagai
suku dan adat istiadat yang beragam. Tidak dapat dipungkiri dengan adanya
kemajemukan budaya mengakibatkan suatu budaya asli itu tidak mungkin tidak
terpengaruh oleh adanya budaya lain. Oleh karena itu nampak jelas perbedaan yang
sangat signifikan.
Secara sadar manusia memiliki naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak
dilahirkan dan disosialisasikan dalam kehidupan masyarakat. Hubungan dengan
sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia. Itulah sebabnya, individu
menjalin hubungan dengan individu atau kelompok yang lain, sebab manusia tidak dapat
bertahan hidup tanpa berhubungan dengan individu atau kelompok yang lainnya.
Hubungan antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok juga disebut
dengan interaksi sosial. Dalam beberapa kasus, timbul konflik yang tajam antara
masyarakat lokal dengan warga pendatang. Baik itu disebabkan oleh perebutan dominasi
sektor perekonomian maupun penguasaan aset-aset strategis ataupun yang disebabkan
oleh indikator-indikator lain. Konflik antar etnis ini memang bukan yang pertama terjadi
di wilayah Sumbawa. Menurut pemberitaan, konflik di wilayah ini sudah terjadi semenjak
tahun 1981. Beralih pada konteks penelitian, terkait dengan masalah yang akan dikaji
pada daerah Kecamatan Maluk yang menjadi dasar penelitianya itu sebagai media untuk
menemukan maslah-masalah pada masyarakat itu sendiri. masyarakat kecamatan Maluk
memiliki penduduk yang majemuk, yaitu suku Samawa sebagai penduduk asli. Selain itu,
juga terdapat suku Jawa, Bugis, Melayu dan Sasak yang berdiam di sana, dengan adat
istiadat, agama, dan latar belakang yang berbeda. Bukan hanya itu saja, proses assimilasi
dan akulturasi yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Maluk pun menarik untuk diteliti.
Bagaimana akhirnya proses interaksi dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan
penerimaan unsur kebudayaan pendatang atau justru mengakibatkan perubahan pada
unsur kebudayaan lokal. Berikut adalah sediki tgambaran daerah penelitian yang penulis
14
letakkan dalam latar belakang masalah penelitian ini agar menjadi sudut pandang dan
tolak ukur dalam penyesuaian penelitian.
Oleh karena dari latar belakang masalah tersebut saya sebagai penulis bermaksud
mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis Pola Interaksi Masyarakat Pendatang
Terhadap Masyarakat Lokal di Sumbawa Barat” (Studi di Kecamatan Maluk,
NTB).
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan masalahnya yaitu:
1. Lunturnya kebudayaan lokal disebabkan adanya kebudayaan lain.
2. Kesadaran masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat (KecamatanMaluk) dalam
menerima budaya lain.
3. Proses assimilasi dan akulturasi di Kabupaten Sumbawa Barat (Kecamatan Maluk).
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah penulis uraikan dan luasnya masalah
yang diidentifikasi serta mengingat terhadap keterbatasan waktu yang digunakan. Oleh
karena itu untuk memudahkan kegiatan proses penelitian dan demi terarahnya penulisan
ini, penulis terlebih dahulu menetapkan atau membatasi variabel atau faktor yang akan
dijadikan sebagai fokus kajian. Dimana yang menjadi variabel masalah pada penelitian ini
adalah indikator-indikator yang menyebabkan terjadinya konflik serta hubungannya
dengan interaksi masyarakat lokal terhadap masyarakat pendatang sebagai suatu variabel
terhubung antara keduanya.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka timbul beberapa pokok permasalahan yang
hendak dibahas dalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimanakah pola interaksi antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang?
2. Bagaimanakah gambaran proses assimilasi atau akulturasi yang berlangsung di
Kecamatan Maluk antara kebudayaan masyarakat lokal dengan masyarakat
pendatang?
15
E. TujuanPenelitian Sedangkan mengenai tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian dapat di uraikan
sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan data dan fakta serta menggambarkan bagaimana
berlangsungnya pola interaksi antara masyarakat pendatang dengan masyarakat
lokal. 2. Untuk menggambarkan faktor-faktor yang mengintegrasikan proses assimilasi
atau akulturasi yang berlansung di Kecamatan Maluk antara kebudayaan
masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang.
F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat-manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan kontribusi berupa informasi, data, fakta, analisis terhadap studi-
studi yang terkait dengan kajian interaksi sosial. Walaupun penelitian ini berkisar pada
pola interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat asli, namun sedikit banyak dapat
digeneralisasikan secara umum.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat (KSB)
1. Memberikan masukan dalam bentuk bacaan khususnya disertakan kepada masyarakat
Sumbawa Barat baik bagi masyarakat lokal maupun bagi masyarakat pendatang dan
dapat di jadikan sebagai bahan tolak ukur positif dari adanya kemajemukan itu, serta
harapan demi berlansungnya masyarakat yang ideal.Untuk memperkaya wawasan
terutama bagi kaum muda mudi yang yang berwawasan intlektual sebagai pesan, bahan
kajian dan renungan bagi yang membaca hasil penelitian ini tentang analisis pola
interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal di Kabupaten Sumbawa Barat
(Studi di Kecamatan Maluk).
2. Menjadi wahana untuk memperkaya khazanah edukasi khususnya bagi publik
masyarakat Sumbawa Barat tentang adanya interaksi masyarakat lokal dan masyarakat
pendatang.
b. Bagi penulis
Bagi penulis sendiri adalah menambah wawasan dan pengetahuan tentang interaksi
masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal di Kabupaten Sumbawa Barat
16
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pola Interaksi Sosial
a. Pengertian Pola Interaksi
Sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan hubungan
dengan manusia yang lain. Hubungan tersebut terjadi karena manusia saling membutuhkan
untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Karena manusia tidak bisa lepas dari manusia
lainnya dan tidak bisa melakukan seorang diri. Kecenderungan manusia berhubungan
melahirkan komunikasi dengan manusia yang lainnya. Komunikasi terjadi karena saling
membutuhkan melalui sebuah interaksi.
Interaksi merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah
dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika.3Hubungan antara
manusia satu dan lainnya disebut interaksi. Dari interaksi akan menghasilkan produk-
produk interaksi, yaitu tata pergaulan yang berupa nilai dan norma yang berupa kebaikan
dan keburukan dalam ukuran kelompok tersebut. Pandangan tentang apa yang dianggap
baik dan apa yang dianggap buruk tersebut mempengaruhi perilaku sehari-hari.4
Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling memengaruhi
dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-
hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ada beberapa pengertian interaksi
sosial yang ada di lingkungan masyarakat, di antaranya; Menurut H. Booner dalam
bukunya, Sosial Psychology, memberikan rumusan interaksi sosial, bahwa: “interaksi
sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu
memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain atau sebaliknya.”
Menurut Gillin and Gillin yang menyatakan bahwa “interaksi sosial adalah hubungan-
hubungan antara orang-orang secara individual. Antarkelompok orang, dan orang perorang
dengan kelompok”.5
3 Elly M. Setiadi dan Kolip Usman. Pengantar Sosiologi: pemahaman fakta dan gejala permasalahan sosial: teori, aplikasi, dan pemecahannya. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2011) h. 62 4 Ibid, h. 38 5 Setiadi, Elly M, dkk. Ilmu sosial dan Budaya Dasar. (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2007) h. 90-91
17
Dengan demikian pada dasarnya, interaksi ialah hubungan antar inividu, kelompok,
dimana dengan adanya hubungan itu dapat saling mempengaruhi, merubah baik dari yang
buruk menjadi lebih baik atau sebaliknya.
Dalam kamus bahasa Indonesia, pola artinya adalah gambar, corak, model, sistem, cara
kerja, bentuk, dan struktur.6 Sedangkan interaksi artinya hal yang saling melakukan aksi,
berhubungan, memengaruhi, dan antar hubungan7 Apabila kata tersebut dikaitkan dengan
interaksi maka dapat diartikan pola interaksi adalah bentuk dasar cara komunikasi individu
dengan individu atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan individu dengan
memberikan timbal balik antara pihak satu dengan yang lain dengan maksud atau hal-hal
tertentu guna mencapai tujuan.
Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali menyatakan bahwa pola adalah
gambar yang dibuat contoh atau model. Jika dihubungkan dengan pola interaksi adalah
bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi. Interaksi yang bernilai pendidikan dalam
dunia pendidikan ataupun yang disebut dengan interaksi edukatif, sebagai contoh dari pola
interaksi adalah dalam hal seorang guru menghadapi murid-muridnya yang merupakan
suatu kelompok manusia di dalam kelas. Di dalam interaksi tersebut pada taraf pertama
akan tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses interaksi
berlangsung dengan seimbang, di mana terjadi saling pengaruh-mempengaruhi antara
kedua belah pihak. Sebagai contoh lain seorang guru mengadakan diskusi diantara anak
didiknya untuk memecahkan sebuah persoalan, disinilah proses interaksi itu akan terjadi,
adanya saling memberikan pendapat yang berbeda satu sama lain.
Dapat disimpulkan bahwa pola interasksi merupakan suatu cara, model, dan bentuk-
bentuk interaksi yang saling memberikan pengaruh dan mempengaruhi dengan adanya
timpal balik guna mencapi tujuan. Guru sebagai pengajar memiliki peran penting utuk
dapat mengatur jalannya kegiatan belajar mengajar melalui pola interaksi dimana guru
berperan sebagai pemberi aksi melalui pengajaran dan juga bisa menjadi penerima aksi
melalui pertanyaan-pertayaan yang diajukan oleh siswa. Sebaliknya siswa pun memiliki
peran yang sama dengan guru bisa sebagai pemberi aksi melalui melalui pertanyaan-
pertayaan yang diajukan olehnya dan juga bisa menjadi menjadi penerima aksi melaui
belajar dan mendengarkan. Namun, kerja sama dapat sangat membantu dalam proses
kegiatan belajar mengajar yang diperlukan oleh guru dan siswa.
6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa. (Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 2008) h. 1088 7 Ibid, hlm 542
18
Pola dalam sosiologi berarti gambaran atau corak hubungan sosial yang tetap dalam
interaksi sosial. Contoh pola, antara lain:
a. Seorang anak harus menghormati orang tuanya.
b. Seorang bawahan harus menghormati atasannya
c. Seorang siswa harus mengormati gurunya.
Terbentuknya pola dalam interaksi sosial tersebut melalui proses cukup lama dan
berulang-ulang. Akhirnya, muncul menjadi model yang tetap untuk dicontoh dan ditiru oleh
anggota masyarakat. Pola sistem norma pada masyarakat tertentu akan berbeda dengan pola
sistem norma masyarakat lainnya karena pola interaksi masyarakat diterapkan berbeda-beda.
Adanya pola interaksi dalam sebuah masyarakat tersebut nantinya akan menghasilkan sebuah
keajegan, di mana keajekan adalah gambaran suatu kondisi keteraturan sosial yang tetap dan
relatif tidak berubah sebagai hasil hubungan yang selaras antara tindakan, norma, dan nilai
dalam interaksi sosial.
B. Pengertian Interaksi Sosial Sudah menjadi kenyataan bahwa manusia adalah mahluk sosial, mahluk yang mempunyai
keterbatasan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, sebagai mahluk sosial
manusia saling bergantung kehidupannya satu sama lain. Depedensi manusia ini tidak saja
terdapat pada awal kehidupannya, akan tetapi dialami manusia seumur hidupnya.
Interaksi merupakan syarat terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Didalam interaksi sosial
terkandung makna-makna tentang kontak secara timbal-balik dan respon antara individu-
individu atau kelompok. Interaksi sosial adalah istilah yang dikenal oleh parah ahli sosiologi
secara umum sebagai aspek inti bagi berlangsungnya kehidupan bersama. Interaksi sosial
berarti suatu kehidupan bersama yang menunjukkan dinamikanya, tanpa itu masyarakat akan
kurang atau bahkan tidak mengalami perubahan. Menurut Soerjono Soekanto dalam
Zainuddin Ali, interaksi sosial merupakan “hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang
menyangkut hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara
orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antar perorangan dengan
kelompok manusia”.8Bila menyimak pendapat Soerjono Soekanto tersebut, dapat dipahami
bahwa interaksi sosial merupakan proses individu dalam melakukan hubungan sepanjang ia
hidup sebagai anggota masyarakat, sehingga individu akan merasa menjadi sebagian dari 8 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 17.
19
masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, interaksi sosial merupakan suatu wadah
yang berfungsi sebagai perekat dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks kehidupan
pranata keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Apabila interaksi sosial berjalan dengan baik, masyarakat dapat hidup dengan tenang.
Mereka dapat memperoleh hubungan yang baik melalui interaksi antar sesamanya, baik
dalam bentuk berkomunikasi melalui interaksi maupun dalam bentuk bekerja sama. Oleh
karena itu, hubungan masyarakat dalam bentuk apapun dapat diselsaikan dengan interaksi,
baik interaksi dengan masyarakat bawahan, menenengah, maupun sampai pada kalangan
masyarakat paling atas.
Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok yang
mempunyai makna bagi pelakunya yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok
lain. Penangkapan makna tersebut yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi.
Suatu interaksi sosial dimungkinkan terjadi karena dua hal yakni, kontak sosial dan
komunikasi. Kontak sosial terjadi secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara
langsung misalkan melalui gerak fisik seseorang, misalnya dari berbicara, gerak isyarat.
Secara tidak langsung misalkan melalui tulisan atau komunikasi jarak jauh yang menjadi
syarat utama terjadinya kontak sosial.
Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena itu tanpa adanya
interaksi sosial tidak mungkin adanya kehidupan. Bertemunya orang perorangan secara
badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup suatu kelompok sosial. Pergaulan
baru akan terjadi apabila individu atau kelompok bekerja sama, saling berkomunikasi untuk
mencapai tujuannya masing-masing, bahkan mungkin terjadi persaingan, pertikaian,
pertentangan diantara individu atau kelompok.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor antara lain
imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri secara
terpisah maupun dalam keadaan bergabung. Imitasi adalah kecendrungan dalam diri
seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain dengan kata lain secara tidak disadari
seseorang mengambil sifat, sikap, norma, pedoman hidup sebagainya. Sugesti adalah
dorongan yang berasal dari dalam dirinya dan kemudian diterima oleh orang lain dan
dijadikan sebagai pedoman untuk berinteraksi. Sedangkan identifikasi mempunyai peranan
penting yaitu dapat mendorong seseorang untuk mematuhi nilai-nilai yang berlaku, tetapi
juga dapat melemahkan atau dapat mematikan perkembangan daya kreasi seseorang. Simpati
merupakan perasaan individu tertariknya dengan individu lain.
20
Hal tersebut merupakan faktor minimal yang menjadi dasar bagi keberlangsungan proses
interaksi sosial, walaupun kenyataan proses tersebut sangat kompleks sehingga terkadang
sulit mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor tersebut.
C. Syarat-syarat Terjadinya Kontak Sosial Suatu interaksi tidak mungkin dapat terjadi apabila tidak memenuhi kedua syarat yaitu
adanya kontak sosial dan komunikasi.
1. Kontak Sosial
Kontak sosial pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok yang
mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh individu atau
kelompok lain. Secara fisik kontak baru akan terjadi apabila terjadi hubungan
badaniyah atau tanpa menyentuh seperti halnya berhubungan melalui telepon,
telegraf, radio, televisi, internet dan lain-lain. Lebih jelasnya dijelaskan dengan bahasa
lain adalah kontak sosial memiliki dua sifat yang pertama bersifat primer artinya
terjadi apabila hubungan diadakan secara langsung dengan berhadapan muka. Yang
kedua bersifat skunder artinya suatu kontak memerlukan suatu perantara. Cara
pertama bersifat verbal atau gestural, yaitu kontak yang terjadi akibat saling menyapa,
berbicara dan berjabat tangan. Cara kedua adalan nonverbal atau nongestural yaitu
kontak yang terjadi dengan tidak menggunakan kata-kata atau bahasa melainkan
dengan adanya isyarat. Misalkan dengan adanya timbul bau keringat, bau minyak
wangi, lambaian tangan dan sebagainya.
2. Komunikasi
Manusia merupakan mahluk yang saling menggantungkan satu sama lain.
Keinginan dan kebutuhan yang dimilikinya tidak dapat dipenuhi tanpa bantuan orang
lain. Untuk mewujudkannya, ia berupaya menyampaikan keinginan tersebut kepada
orang lain baik secara verbal maupun simbol-simbol tertentu, sehingga orang lain
dapat memahaminya dan meresponnya, ketika itu terjadilah komunikasi. Webster s
new dictionary 1981: 225) dalam Abdul Chaer dan Leoni dikatakan, komunikasi
adalah: Communication is process by which information is exchange between
individualals through a common system of symbol, sign, or behaviour (Komunikasi
adalah proses pertukaran informasi antar individu melalui sistem simbol, tanda, atau
21
tingkahlaku yang umum).9Sedangkan dalam Bambang Pranowo ditegaskan
hubungannya dengan bahasa adalah sistem komunikasi simbolikmenggunakan kata-
kata yang diucapkan sesuai dengan pola-pola tertentu serta memiliki makna yang
telah distandarisasikan.Bahasa mencakup juga tanda (sign), dan simbol. Bahasa
memiliki dua karakteristik utama sebagai sebuah sistem komunikasi. Pertama adalah
kualitas simbolnya. Kedua adalah norma atau yang bisa disebut sebagai
gramatikalnya.10 Oleh karena itu bahasa dan komunikasi mencakup juga tanda dan
simbol yang memiliki karakteristik utama sebagai sebuah sistem komunikasi. Tafsiran
tersebut dapat berwujud melalui pembicaraan, gerak gerik badan atau sikap-sikap
perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
Komunikasi terjadi apabila sesorang memberi arti pada kegiatan orang lain serta
perasaan-perasaan apa saja yang ingin disampaikan oleh orang tersebut, orang yang
bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan-perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Interaksi sosial baru bisa berlangsung apabila dilakukan minimal dua orang atau lebih.
2. Adanya interaksi dari pihak lain atas komunikasi dan kontak sosial.
3. Adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara satu dan yang
lainnya.
4. Interaksi cendrung bersifat positif, dinamis, dan berkesinambungan.
5. Interaksi cendrung menghasilkan penyusuain diri bagi subjek-subjek yang menjalin
interaksi.
6. Berpedoman pada norma-norma atau kaidah sebagai acuan dalam interaksi.
D. Bentuk-bentuk Interaksi sosial Bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama, persaingan bahkan pertentangan
atau pertikaian. Suatu pertikaian mungkin mendapat suatu penyelesaian. Mungkin
penyelsaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, proses ini
dinamakan akomodasi. Dibawah ini akan dijelaskan bentuk-bentuk interaksi sosial,
yaitu: 1. Kerja sama
2. Persaingan
9 Abdul Chaer, Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h.17. 10 M. Bambang Pranowo,Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h. 145.
22
3. Pertentangan
Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai semenjak masa kanak-kanak
dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Kerja sama timbul
karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya yaituin-group-nya dan
kelompok lainnya yang merupakan out-group-nya. Kerja sama tersebut mungkin akan
bertambah kuat apabila ada bahaya dari luar yang mengancam atau ada tindakan-
tindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan secara tradisionil atau institusionil telah
tertanam di dalam kelompok-kelompok tersebut, dalam diri seorang atau segolongan
orang.Persaingan atau compeetition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana
orang perorangan atau suatu kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat
perhatian dari publik (Tidak perseorangan maupun kelompok manusia). Selanjutnya
Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha
memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman
dan kekerasan.
E. Proses-proses interaksi sosial 1. Proses Asosiatif
a. Kerja sama
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya
yaitu in- group dan kelompok lainnya yang merupakan out group. Kerja sama akan
mungkin bertambah kuat apabila adanya bahaya-bahaya dari luar yang mengancam
atau ada tindakan-tindakan dari luar yang menyinggung kesetiaan yang secara
tradisional atau institusional yang mengancam terhadap suatu kelompok.Betapa
pentingnya kerja sama digambarkan oleh Charles H. Cooley dalam Soerjono
Soekanto dikatakan bahwa:
Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa merekamempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna.11
Dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat, maka kebudayaan
itulah yang mengarahkan dan mendorong terjadinya kerja sama. Lain halnya dengan 11 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005), Cet. 38, h.73.
23
keadaan yang dijumpai pada msayarakat indonesia umumnya. Dikalangan masyarakat
indonesia dikenal dengan nama gotong royong.
b. Akomodasi
Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa
menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan-lawan tersebut
kehilangankepribadiannya.Menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto
dikatakan bahwa:
Akomodasi adalah suatu pengertian yang dipergunakan oleh parasosiolog untuk
menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya
dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi
untuk menunjuk pada suatu proses dimana mahluk-mahluk hidup menyesuaikan
dirinya dengan alam sekitarnya.12
Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang
perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang saling mengadakan penyesuaian
diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Tujuan dari akomodasi dapat berbeda-
beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:
1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang-perorangan atau kelompok- kelompok
manusia sebagai akibat perbedaan paham. Untuk mencegah meledaknya suatu
pertentangan, untuk sementara untuk atau secara temporer.
2. Akomodasi kadang-kadang diusahakan untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara
kelompok-kelompok sosial yang sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan
kebudayaan, hidupnya terpisah seperti, misalnya yang dijumpai pada masyarakat-
masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
3. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya,
melalui perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti yang luas.
Akomodasi sebagai suatu proses, dapat mempunyai beberapa bentuk, yaitu:
a. Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh suatu
paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada dalam
keadaan yang lemah sekali, dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat
dilakukan secara fisik yaitu secara langsung, maupun secara psikologis yaitu secara tidak
langsung. Misalnya perbudakan, adalah suatu coercion, dimana interaksi sosialnya
12Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h.75.
24
didasarkan pada penguasaan majikan atas budak-budaknya, dimana yang terakhir
dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apapun juga.
b. Compromise, yaitu suatu bentuk akomodasi, dimana pihak-pihak yang terlibat masing-
masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelsaian terhadap perselisihan
yang ada. Sikap untuk dapat melaksanakan compromise berarti bahwa salah satu pihak
bersedia untuk merasakan dan mengerti pihak lainnya begitupun sebaliknya.
c. Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak
yang berhadapan, masing-masing tidak sanggup untuk mencapainya sendiri.
Pertentangan diselsaikan oleh pihak atau oleh suatu badan yang kedudukannya lebih
tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan itu, seperti contohnya adalah penyelsaian
suatu perselisihan suatu perselisihan perbuatan.
d. Mediation, hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga
yang netral dalam soal perselisihan yang ada.
e. Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang
berselisih, untuk mencapai persetujuan bersama.
f. Tolerantion, yang juga sering dinamakan tolerant-participation, ini merupakan suatu
bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formil bentuknya, kadang-kadang tolerantion
timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, hal mana disebabkan karena adanya
watak orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia.
g. Stalamete, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena
mempunyai kekuatan yang seimbang, berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan
pertentangannya.
h. Adjudication. Yaitu penyelsaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Secara panjang lebar, Gillin dan Gillin mengurauikan hasil-hasil dari terjadinya proses
akomodasi, dengan banyak mengambil contoh-contoh dari sejarah. Antara lain hasil-
hasilnya sebagai berikut:
1. Akomodasi menyebabkan usaha-usaha untuk sebanyak mungkin menghindarkan diri
dari benih-benih yang dapat menyebabkan pertentangan yang baru, untuk kepentingan
integrasi masyarakat.
2. Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu
kelompok tertentu misalnya golongan produsen demi kerugian pihak lain misalnya
golongan konsumen.
25
3. Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula bersaing akan dapat
menyebabkan turunnya harga, oleh karena barang-barang dan jasa lebih mudah sampai
kepada konsumen.
4. Koordinasi berbagai keperibadian yang berbeda. Hal ini tampak dengan jelas apabila
dua orang misalnya, bersaing untuk menduduki kedudukan atau sebagai pimpinan suatu
partai politik.
5. Perubahan dari lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan yang
baru.
6. Perubahan-perubahankedudukan. Sebetulnya akomodasi menyebabkan suatu penetapan
yang baru dari kedudukan orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia.
7. Akomodasi membuka jalan kearah assimilalsi. Dengan adanya proses assimilasi, para
pihak lebih sering mengenal dan dengan demikian juga lebih mudah untuk saling
mendekati, oleh karena timbul benih-benih toleransi.
c. Assimilasi
Assimilasi merupakan suatu proses sosial dalam taraf kelanjutan, yang ditandai
dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara
orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha
untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan
memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Proses assimilasi timbul apabila ada
kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya. Memperjelas maksud di
atas adalah:
1. Orang-perorangan sebagai warga kelompok-kelompok tadi saling bergaul secara
langsung dan intensif untuk waktu yang lama.
2. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing
berubah dan saling menyesuaikan diri.
Dan faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu assimilasi adalah antara lain:
a. Toleransi
b. Kesempatan-kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang.
c. Suatu sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.
d. Sikap yang terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
f. Perkawinan campuran (Amalgamations).
g. Adanya bersama dari luar.
26
Faktor-faktor yang dapat menjadi penghalang terjadinya assimilasi adalah antara lain:
1. Terisolirnya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (Biasanya golongan
minoritas). Suatu contoh misalnya orang-orang indian di Amerika Serikat yang
diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu yang tertutup (Reservation) .
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi itu.
3. Perasaan takut terhadap kekuatan kebudayaan yang dihadapi itu.
4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu, lebih superior dari
pada kebudayaan golongan atau kelompok biasanya.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniyah
dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya assimilasi. Faktor ini merupakan
salah satu dari terhalangnya proses assimilasi.
6. Suatu in-group feeling yang kuat dapat pula menjadi penghalang terhadap terjadinya
assimilasi. In-group feeling artinya bahwa suatu perasaan yang kuat sekali bahwa
individu terkait pada suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada suatu
kelompok yang bersangkutan.Suatu hal lain yang dapat mengganggu proses assimilasi
adalah apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang
berkuasa.
2. Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering juga disebu sebagai oppositional proces, persis halnya dengan
kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya
ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan.
Proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Persaingan
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana
orang perorangan atau suatu kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat
perhatian dari publik (Tidak perseorangan maupun kelompok manusia).
Bentuk-bentuk persaingan, yaitu antara lain: Pertama, persaingan di bidang
ekonomi.Kedua, persaingan dalam bidang kebudayaan. Ketiga, persaingan untuk
mencapai kedudukan dan peranan yang tertentu dalam masyarakat. Keempat, kersaingan
karena perbedaan ras.
27
2. Kontravensi
Kontravensi pada hakekatnya merupakan suatu bentuk proses sosial antara
persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Contravention terutama ditandai oleh
gejala-gejala adanya ketidak pastian mengenai seseorang atau suatu rencana dan
perasaan tidak suka disembunyikan, kebencian atau keraguan-keraguan terhadap
kepribadian seseorang. Dalam bentuk yang murni, contervention adalah suatu sikap
mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur
kebudayaan suatu golongan tertentu.Proses contravention mencakup lima sub proses,
yaitu:
a. Proses yang umum dari contravention meliputi perbuatan-perbuatan seperti
penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi protes,
gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan dan perbuatan mengacaukan rencana pihak
lain.
b. Bentuk-bentuk dari contravention yang sederhana seperti misalnya menyangkal
perbuatan orang lain dimuka umum, memaki-maki orang lain, melalui surat-surat
selembaran, mencerca dan sebagainya.
c. Contravention yang bersifat rahasia, seperti umpamanya mengumumkan rahasia
pihak lain, perbuatan khianat dan seterusnya.
d. Bentuk-bentuk contravention yang intensif yang mencakup penghasutan,
menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak lain dan sebagainya.
e. Contravention yang bersifat taktis, misalnya mengejutkan lawan. Mengganggu atau
atau membingungkan pihak lain, umpamanya dalam kampanye pemilihan umum. Hal
itu sering terjadi antara partai-partai politik yang memperubutkan kedudukan melalui
suatu pemilihan umum.
Contoh lain adalah memaksa pihak-pihak lain untuk menyesuaikan diri (Conformity)
dengan memakai kekerasan, mengadakan provokasi, dan sebagainya.
3. Pertentangan
Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok
berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai
dengan ancaman dan kekerasan. Sebab musabab dari pertikaian ini antara lain:
a. Perbedaan antara orang perorangan. Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin
menyebabkan bentrokan antara orang-perorangan.
28
b. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung
pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta
perkembangan kepribadian tersebut.
c. Bentrokan antara kepentingan-kepentingan. Bentrokan-bentrokan kepentingan
orang perorangan maupun kelompok-kelompok manusia merupakan sumber lain
dari pertentangan.
d. Perubahan-perubahan sosial. Perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam
masyarakat, untuk sementara waktu merubah nilai-nilai dalam masyarakat tadidan
menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya mengenai
reorganisasi dari sitem nilai-nilai yang sebagai akibat perubahan-perubahan sosial
menyebabkan suatu disorganisasi.
F. Interaksionisme Simbolik Istilah interaksionalisme simbolik yang digunakan pertama kali oleh Herbert Blumer,
pada dasarnya merupakan satu perspektif psikologi sosial. Perspektif ini memusatkan
perhatiannya pada analisa hubungan antar pribadi. Individu dipandang sebagai pelaku yang
menafsirkan, dan bertindak. Kendati istilah ini digunakan pertama kalinya oleh Blumer,
dalam kenyataannya, beberapa pemikir sebelumnya telah memberikan sumbangan penting
bagi perkembangan perspektif ini.
Teori interaksionalisme simbolik ini berkembang pertama kali di Universitas Chicago
dan dikenal juga dengan aliran Chicago. Dua orang tokoh besarnya yaitu Jhon Dewey dan
Charles Horton Cooley adalah filsuf yang mula mengembangkan teori interaksionisme
simbolik di universitas Michigan. Tokoh modern dari teori ini adalah Herbert Blumeryang
menjelaskan perbedaan antara teori ini dan teori behaviorisme.Charles Horton Cooley
dalam Bernard Raho SVD menjelaskan dua hal tentang selfadalah:Petama, dia melihat self
sebagai proses dimana individu-individu biasa melihat diri mereka sendiri sebagai obyek
bersama dengan obyek-obyek lainnya didalam lingkungan sosial mereka. Kedua dia
mengakui bahwa ‘self’ muncul dari komunikasi dengan orang lain. Dalam berinteraksi
dengan orang lain, seseorang individu menafsirkan gerak-gerik orang lain dan dengan
demikian ia dapat melihat dirinya berdasarkan sudut pandangan orang lain. Mereka
membayangkan bagaimana orang lain menilai mereka. Dengan demikian mereka
membentuk gambaran-gambaran tentang diri sendiri. Cooley menamakan proses ini
“looking glass self”(diri berdasarkan penglihatan orang lain). Dia juga mengakui bahwa
29
‘self’ muncul dari interaksi berdasarkan konteks kelompok. Dialah yang mengembangkan
konsep tentang kelompok primer yang mencakup perkembangan keperibadian seseorang. 13Selanjutnya Jhon Deweydalam Bernard Raho SVD dikatakan, dia sebagai pendukung
utama pragmatisme, dia memusatkan perhatiannya pada proses-proses penyesuaian diri
manusia dengan lingkungannya. Menurut dia, “keunikan manusia muncul dari proses
penyesuaian diri dengan kondisi-kondisi hidupnya”.14 Dewey menegaskan bahwa apa yang
unik dalam diri manusia adalah kemampuaan untuk berpikir.
Bagimana proses kehidupan bermasyarakat itu terjadi menurut pandangan teori
interaksionalisme simbolik?. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:Individu
atau unit-unit tindakan yang terdiri atas sekumpulan orang tertentu, saling menyesuaikan
atau saling mencocokkan tindakan mereka satu sama lain melalui proses interpretasi.
Interpretasi yaitu proses berpikir yang merupakan kemampuan yang dimiliki manausia. Jadi
dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses dimana adannya stimulus atau
ransangan secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan tetapi antara stimulus
yang diterima direspon melalui proses interpretasi atau berpikir.
Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial,
dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme simbolik. Pendekatan ini
bersumber pada pemikiran Geroge Herbert Mead. Simbol merupakan sesuatu yang nilai atau
maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya. Herbert Blummer,
salah seorang penganut pemikiran Mead, berusaha menjabarkan pemikiran Mead mengenai
interaksionisme simbolik dalam Kamanto Sunarto, menurut Blumer pokok pikiran
interaksionisme simbolik ada tiga; pertama bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu
(thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Kedua, makna
yang dipunyai tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan
sesamanya. Ketiga, bahwa makna diperlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran,
(interpretative process), yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang
dijumpainya.15
Yang hendak ditekankan oleh Blumer disini adalah bahwa makna yang muncul dari
interaksi tersebut tidak begitu saja diterima oleh seseorang melainkan ditafsirkan terlebih
dahulu.
13 Bernard Raho, SVD. Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2007), Cet. I, h. 97. 14Ibid.h. 97. 15 Kumanto Sunarto. Pengantar Sosioligi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), h. 47.
30
Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan
nama interactionist perspektive. Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk
mempelajari intreaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme
simbolik (Symbolic interaksionism). Pendekatan ini bersumber dari pemikiran George
Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendekatan ini ialah
interaksi sosial; kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi.
Dalam interaksi sosial, ada asumsi teoretis yang distilahkan dengan interaksionisme
simbol. Herbert Blumer menyampaikan rumusan yang paling ekonomis menurutnya dari
asumsi-asumsi interaksionisme simboldimana hal ini berhubungan konsep “diri” konsep
perbuatan (action), konsep obyek, konsep interaksi sosial, konsep joint action. Ia
menyambung pada gagasan-gagasan Mead adalah sebagai berikut: konsep diri, konsep
perbuatan (action), konsep obyek. Ketiga konsep menurut Blumer tersebut bila dikaitkan
dengan gagasan Mead adalah dapat dijelaskan. Manusia bukan semata-mata organisasi saja
yang bergerak dibawah pengaruh perangsang-perangsang entah dari luar, entah dari dalam,
melainkan “organisme yang sadar akan dirinya”. (An organism having a self). Selanjutnya
perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan diri sendiri, maka
perbuatan itu berlainan sama sekali dengan gerak mahluk-mahluk yang bukan manusia.
Manusia menghadapkan diri pada macam-macam hal seperti kebutuhan perasaan, tujuan,
perbuatan orang lain, peraturan-peraturan masyarakatnya, situasinya, self image-nya,
ingatannya dan cita-cita untuk masa depan. Manusia hidup ditengah obyek-obyek. Kata
“obyek” dimengerti dalam arti luas dan meliputi semua yang menjadi sasaran perhatian arti
manusia. Menurut Blumer, obyek dapat bersifat fisik seperti kursi, atau khayalan, kebendaan
seperti Empire state Building atau abstrak seperti konsep kebebasan, hidup atau tidak hidup
terdiri dari golongan atau terbatas pada satu orang, bersifat pasti seperti golongan darah, atau
agak kabur seperti ajaran filsafat. Inti hakikat obyek-obyek tidak ditentukan oleh ciri-ciri
instrinsik mereka, melainkan oleh minat dan arti yang dikenakan kepada obyek-obyek itu.
Konsep interaksi sosial.
Dalam deskripsi Mead, “proses pengambilan peran” menduduki tempat penting. Interaksi
berarti bahwa para peserta masing-masing memindahkan diri mereka secara mental ke dalam
posisi orang lain. Konsep joint action. Blumer mengganti istilah sosial act dari mead dengan
istilah joint action. Artinya ialah aksi kolektif yang lahir dimana masing-masing perbuatan-
perbuatan peserta dicocokkan dan diserasikan satu sama lain.
31
G. Masyarakat Menurut Teori Simbolik Interaksi simbolik menggambarkan masyarakat bukanlah dengan memakai konsep-
konsep seperti sistem, struktur sosial, posisi status, peranan sosial, pelapisan sosial, struktur
institusional, pola status, norma-norma, dan nilai-nilai sosial, melainkan dengan memakai
istilah “aksi”. Masyarakat, organisasi atau kelompok terdiri dari orang-orang yang
menghadapi keragaman stuasi dan masalah yang berbeda-beda.
Pengaruh interaksionisme yang paling umum adalah pandangan bahwa kita
menggunakan interpretasi orang lain sebagai bukti “kita”. Berarti, citra diri (Self-image).
Kesadaran kita adalah produk dari cara orang lain berpikir tentang kita. Akibatnya, dalam
hal ini “saya adalah apa yang saya pikir engkau berpikir tentang saya”. Bagi interaksi
simbolik inilah terutama apa yang dimaksud dengan sosialisasi itu. Jadi bukan aturan-
aturan kebudayaan sudah ada, bersifat eksternal, yang secara umum diinternalisasi oleh
manusia, seperti pendapat teori struktural. Citra diri adalah produk dari proses interpreatif.
Alokasi makna antara satu orang dengan orang yang lain. Yang bagi teori tindakan adalah
akar dari semua interaksi sosial. Maka muncullah suatu gambaran masyarakat yang dinamis,
bercorak serba berubah dan pruralis. Orang saling berhubungan satu sama lain dan saling
menyesuaikan kelakuan mereka secara timbal-balik. Mereka tidak bertindak dengan
berdoman pada satu kebudayaan, struktur sosial dan sebagainya, melainkan dengan
menghadapi situasi-situasi. Ciri-ciri struktural seperti kebudayaan, pelapisan sosial atau
peran-peran sosial yang menyediakan kondisi-kondisi tindakan mereka tetapi tidak
menentukannya.
Interaksionisme simbolik adalah nama yang diberikan kepada salah satu teori tindakan
yang paling terkenal. Melalui interaksionisme simboliklah pernyatan-pernyataan seperti
‘definisi situasi”, “realitas dimata pemiliknya”, dan “jika orang mendefinisikan situasi itu
nyata, maka hanyalah situasi itu dalam konsekuensinya”, menjadi paling relevan. Meski
agak berlebihan, interaksionisme simbolik itu jelas menunjukkan jenis-jenis aktivitas
manusia yang unsur-unsurnya memandang penting untuk memusatkan perhatian dalam
rangka memahami kehidupan sosial. Menurut ahli teori interaksionisme simbolik,
kehidupan sosial secara harfiah adalah interaksi manusia melalui penggunaan simbol-
simbol”. Interaksionisme simbolik tertarik pada: Pertama,cara manusia menggunakan
simbol untuk mengungkapkan apa yang mereka maksud, dan untuk berkomunikasi satu
32
sama lain (Suatu interpreatif yang ortodok). Kedua, akibat interpretasi atas simbol-simbol
terhadap kelakuan pihak-pihak yang terlibat selama interaksi sosial.16
Interaksionisme simbolik menekankan bahwa interaksi adalah proses interpretatif dua
arah. Kita tidak hanya harus memahami bahwa tindakan seseorang adalah produk
bagaimana ia menginterpretasi perilaku orang lain, tetapi bahwa interpretasi ini akan
memberi dampak terhadap pelaku yang berperilakunya diinterpretasi dengan cara tertentu
pula. Salah satu konstribusi interaksionisme simbolik bagi teori tindakan adalah elaborasi
dan menjelaskan berbagai akibat interpretasi terhadap orang lain terhadap identitas sosial
individu yang menjadi objek interpretasi tersebut.
H. Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Setiap manusia pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan
masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, susunan lembaga
kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.
1. Definisi Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Para sosiolog maupun antropolog telah banyak mempersoalkan mengenai
pembatasan pengertian perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. William F.Ogburn
dalam Soerjono Soekanto, berusaha memberikan sesuatu pengertian tertentu, walau tidak
memberi definisi tentang perubahan-perubahan sosial. Dia mengemukakan ruang lingkup
perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun
yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan
material terhadap unsur-unsur immaterial.17 Kingsley Davis mengartikan perubahan
sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Misalnya timbul perorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan
perubahan-perubahan dalam hubungan-hubungan antara buruh dan majikan dan
seterusnya menyebabkan perubahn-perubahan dalam organisasi ekonomi dan
politik.18Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering mempersoalkan
perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Kingsley Davis
berpendapat bahwa perubahan sosial meerupakan bagian dari perubahan kebudayaan.
Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu: kesenian, ilmu 16 Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 142. 17Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 303-304. 18Ibid. h. 304.
33
pengetahuan, teknologi, bahkan dalam bentuk aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan
sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk yaitu:
2. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial dan kebudayaan
Perubahn sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk,
yaitu:
a. Perubahan lambat dan perubahan cepat
Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dan rentetan-
rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan yang lambat, dinamakan
evolusi. Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat
untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan dan
kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Rentetan perubahan-perubahn tersebut tidak perlu sejalan dengan peristiwa-
peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.
b. Perubahan kecil dan perubahan besar
Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas,
karena batas-batas pembedaannya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah
dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang
terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung
yang berarti bagi masyarakat. Perubahan mode pakaian, misalnya tidak akan
membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya, karena tidak
mengakibatkan perubahan-perubahn pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Sebaliknya, suatu proses industrilisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris,
misalnya, merupakan pengaruh besar pada masyarakat.
c. Perubahan yang dikehendaki dan perubahan tidak dikehendaki
Perubahan yang dikehendaki adalah perubahan yang diperkirakan atau yang
telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang akan melakukan
perubahan di dalam masyarakat. Pihak yang menghendaki perubahan disebut agent
of change. Agent of change memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial.
Dalam melaksanakannya, agent of change langsung tersangkut dalam tekanan-
tekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan mungkin menyiapkan perubahan-
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Selanjutnya perubahan
34
yang tidak dikehendaki merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa
dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat
menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat.
Konsep perubahan yang dikehendaki atau tidak dikehendaki tidak mencakup
paham apakah perubahan-perubahan tadi diharapkan atau tidak diharapkan oleh
masyarakat. Mungkin suatu perubahan yang tidak dikehendaki sangat diharapkan
dan diterima masyarakat. Bahkan para agent of change yang merencanakan
perubahan-perubahan yang dikehendaki telah memperhitungkan terjadinya
perubahan-perubahn yang tidak terduga di bidang-bidang lain.
3.faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dan kebudayaan.
Untuk mempelajari perubahan masyarakat, perlu diketeahui sebab-sebab yang
melatarbelakangi terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab
terjadinya perubahn masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap
sudah tidak lagi memuaskan. Mungkin saja karena ada factor baru yang lebih
memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor-faktor lama itu. Pada umumnya
dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut mungkin sumbernya ada yang terletak di dalam
masyarakat itu sendiri da nada yang terletaknya di luar. Sebab-sebab yang terletak di
dalam masyarakat itu sendiri, antara lain adalah:
a. Bertambah atau berkurangnya penduduk
b. Penemuan-penemuan baru
c. Pertentangan konflik masyarakat
d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi
Selanjutnya suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada
sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain:
a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia
b. Peperangan
c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
35
4.Faktor-faktor yang mempengaruhi Jalannya proses perubahan
Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor
yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah:
a. Kontak dengan kebudayaan lain. Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah
diffusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke
individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses tersebut
masyarakat mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang dihasilkan.
b. Sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan mengajarkan kepada individu
aneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi
manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga
bagimana cara berpikir secara ilmiah.
c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju.
Apabila sikap tersebut melembaga dalam suatu masyarakat, maka masyarakat akan
merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru.
d. Sistem terbuka lapisan masyarakat. Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak
sosial vertical yang luas atau berarti atau memberi kesempatan kepada para individu
untuk maju atas dasar kemampuan diri sendiri. Dengan keadaan demikian, seseorang
mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status
lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa, sehingga
seseorang meras berkedudukan sama dengan orang atu golongan lain yang dianggap
lebih tinggi dengan harapan agar diberlakukan sama dengan golongan tersebut.
e. Penduduk yang heterogen. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang
mempunyai latar-belakang kebudayaan yang berbeda, ras yang berbeda, ideologi
yang berbeda dan seterusnya, mempermudah terjadinya pertentangan-pertentangan
yang mengundang kekgoncangan-kegoncangan. Keadaan-keadaan tersebut
mempermudah terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
f. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupsn tertentu.
Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam masyarakat berkemungkinan
besar akan mendatangkan revolusi.
g. Orientasi ke masa depan
h. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar terjadinya perubahan
36
5. Faktor-faktor Yang Menghalangi terjadinya Proses Perubahan
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain. Kehidupan asing menyebabkan
sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi
pada mamsyarakat lain yang mungkin akan memperkaya kebudayaannya sendiri.
Hal itu juga menyebabkan bahwa para warga masyarakat terkukung pola-pola
pemikirannya oleh tradisi.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat. Hal ini mungkin disebabkan hidup
masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama dijajah oleh
masyarakat lain.
c. Sikap masyarakat yang sangat tradisionil. Suatu sikap yang mengagung-agungkan
tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa trasdisi secara mutlak tidak dapat
diubah, menghambat jalannya proses perubahan.
d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat. Dalam
organisasi sosial yang mengenal sistem sosial pasti akan ada sekelompok orang yang
menikmati kedudukan perubahan-perubahan. Misalnya dalam mamsyarakat feodal
atau masyarakat yang sedang mengalami transisi.
e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integritas kebudayaan. Memang harus
diakui kalo tidak mungkin integrasi semua unsur-unsur kebudayaan bersifat
sempurna. Beberapa perkelompokkan unsur-unsur tertentu mempunyai drajat
integritas tinggi. Maksudnya unsur-unsur luar dikhawatirkan akan menggoyahkan
integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu
masyarakat.
f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup. Sikap-sikap
demikian banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah bangsa-
bangsa barat.
g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis. Setiap usaha pada unsur-unsur
kebudayaan rohaniah. Biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan
ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasr integritas masyarakat tersebut.
h. Adat atu kebiasaan. Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota
masyarakat di dalam memenuhi semua kebutuhan pokoknya. Apabila kemudian
pola-pola perilaku tersebut efektif di dalam memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan
muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan, sistem
mata pencaharian, cara berpakaian tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk
diubah.
37
I. Masyarakat dan Unsur-Unsur Persamaan Kebudayaan Sejak lama para sarjana tertarik akan adanya bentuk-bentuk yang sama dari unsur-
unsur kebudayaan diberbagai tempat yang sering kali jauh letaknya satu sama lain. Ketika
cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan berkuasa, para sarjana menguraikan gejala
persamaan itu dengan keterangan bahwa persamaan-persamaan itu disebabkan karena
tingkat-tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan di berbagai tempat di muka
bumi. Sebaliknya ada juga uraian-uraian lain yang mulai tampak di kalangan ilmu
antropologi, terutama waktu cara berfikir mengenai evolusi kebudayaan mulai kehilangan
pengaruh, yaitu kira-kira pada akhir abad ke-19. Menurut uraian ini, gejala persamaan
unsur-unsur kebudayaan di berbagai tempat di dunia disebabkan karena persebaran atau
difusi dari unsur-unsur itu ke tempat–tempat tadi. Selanjutnya diterangkan bahwa
menurut Garebner yang disebutnya satu Kulturkreise.19 Maksud istilah itu adalah
lingkaran kebudayaan di muka bumi yang mempunyai unsur-unsur kebudayaan yang
sama.
Metode klasifikasi unsur-unsur kebudayaan dari berbagai tempat di muka bumi ke dalam
berbagai kulturkreis itu diterangkan dalam bukunya yang menjadi sangat terkenal, yaitu
Methode der Etnologie (1911) dalam Koentjaraningrat. Prosedur klasifikasi itu berjalan
sebagai berikut:
1. Seseorang peneliti mula-mula harus melihat di tempat-tempat mana di muka bumi
terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sama. Misalnya di tiga kebudayaan di tempat-
tempat yang kita sebut A, B, dan C yang letaknya saling berjauhan, terdapat unnsur-
unnsur kebudayaan a yang sama, maka unsur itu yang di A kita sebutkan a,di B kita
namakan a, di C adalah a. Persamaan akan kesadaran tadi dicapai dengan alasan
pembandingan berupa ciri-ciri, atau kualitas, dari ketiga unsur tadi, dan disebut Qualitats
Kriterium.
2. Si peneliti kemudian harus melihat apakah di A ada unsur-unsur lain yang sama dengan
unsur-unsur di B dan C; dan misalkan ada unsur b,c, d, dan e di A yang sama dengan
unsur-unsur b, c, d, dan e di C, maka alasan pembandingan berupa suatu jumlah banyak
(kuantitas) dari berbagai unsur kebudayaan tadi di sebut Quantitats Kriterium. Tiap
kelompok unsur-unsur yang sama tadi, yaitu (a b c d e, (a’ b’ c’ d’ e’) dan (a” b” c” d”
e”), masing-masing disebut Kulturkomplex. 19 Koentjaraningrat,Sejarah Teori Antropologi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1987), h. 112-113.
38
3. Akhirnya peneliti menggolongkan ketiga tempat itu, yaitu A, B dan C, dimana terdapat
ketiga Kultu rkomplex tadi, menjadi satu, seolah-olah memasukkan ketiga tempat di atas
peta bumi bumi itu ke dalam satu lingkaran. Ketiga tempat tadi itu menjadi Kulturkreis.
Dengan melanjutkan prosedur tersebut, maka di atas peta bumi akan tergambar berbagai
Kulturkreis, yang saling berpadu dan bersimpangisiur. Dengan demikian akan tampak
gambaran atau difusi dari unsur-unsur kebudayaan di masa yang lampau.
Berhubungan dengan perhatian terhadap masalah persebaran kebudayaan tersebut di atas,
ada seorang sarjana ilmu hayat yang merangkap ilmu bumi bernama F. Ratzel (1844-1904)
yang pernah mempelajari berbagai bentuk senjata busur di berbagai tempat di Afrika. Ia
banyak menemukan persamaan bentuk pada busur-busur di berbagai tempat di Afrika itu, dan
kemudian juga pada unsur-unsur kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng,pakaian dan
lain-lain. Anggapan dasar para sarjana tadi dapat diringkaskan sebagai berikut: Kebudayaan
manusia itu pangkalnya adalah satu, dan di suatu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu
mahluk manusia baru muncul di dunia ini. Kemudian kebudayaan induk itu berkembang,
menyebar, dan pecahah ke dalam banyak kebudayaan baru karena pengaruh keadaan
lingkungan dan waktu. Oleh Karena itu dari penjelasan teori kulturkreise di atas dapat
dihubungkan dengan realitas kebudayaan secara univesal yakni gejala-gejala persebaran atau
difusi kebudayaan yang ada di indonesia terdapat kesamaan unsur-unsur di dalamnya. Secara
umum terdapat bebrapa deminsi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Unsur-unsur
identitas itu secara normatif berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan letak
geografis.20Selanjutnya keterkaitan antara teori tersebut akan dijelaskan pada hasil kajian
ilmiah ini apakah ada hubungan serta interpretasi dari hasil kajian tersebut.
Masyarakat dan kebudayaan adalah dwi tunggal yang tidak bisa dipisahkan. Ada yang
memamandang masyarakat dari sudut pandang kebudayaan dengan alasan bahwa unsur
kebudayaan merupakan unsur terpenting dari masyarakat, ada yang memandang masyarakat
dari aspek organisasi dan kerja sama karena unsur inilah yang terpentingdalam kehidupan
bermasyarakat. Dan ada pula yang memandang sebagai kelompok-kelompok karena
kelompok adalah unsur yang menentukan kehidupan masyarakat. Berikut ini adalah sejumlah
pengertian dari beberapa ahli mengenai masyarakat. Kehidupan masyarakat harus dipandang
sebagai suatu sistem atau sistem sosial, yaitu suatu keseluruhan bagian-bagian atau unsur-
unsur yang saling berhubungan dalam suatu kesatuan. Menurut Koentjaraningrat masyarakat 20 A. Ubaedillah, Abdul Rozak, Demokrasi Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2000), h. 97.
39
adalah “kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu
yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama”.21Sementara
menurut Horton dan Hunt dalam M. Bambang Pranowo mengatakan;masyarakat adalah
“suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan
adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat
tersebut”.22 Kemudian selanjutnya menurut Selo Soemardjan dalam Jacobus Ranjabar
mengatakan; masyarakat adalah “orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan”.23Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang saling berhubungan:pengaruh-
mempengaruhi; mempunyai norma-norma; memiliki identitas yang sama; dan memiliki
teritorial kewilayahan tertentu.
Untuk memberikan penjelasan yang cukup detail mengenai unsur-unsur masyarakat
untuk membedakannya dengan istilah lain seperti komunitas, perkumpulan dan lain
sebagainya adalah:
1. Adanya kelompok manusia yang berinteraksi
Syarat pertama yang harus ada dalam kehidupan masyarakat adanya interaksi
diantara anggota kelompok masyarakat tersebut, berlansung lama, saling pengaruh
mempengaruhi dan memiliki prasarana untuk berinteraksi.
2. Adanya Norama-norma dan adat istiadat
Kehidupan masyarakat akan berlangsung tertib manakalah terdapat norma-norma
yang diterapkan secara kontinyu dan teratur, sehingga menjadi adat istiadat yang khas
untuk masyarakat tersebut yang menjadi pembeda dengan masyarakat lainnya.
3. Adanya identitas yang sama
Unsur lain yang membentuk adanya masyarakat adalah adanya identitas yang sama
yang dimiliki oleh warga masyarakatnya, bahwa mereka memamang merupakan suatu
kesatuan khusus yang berbeda dengan kesatuan-kesatuan lainnya.
21M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 128. 22Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, (Yogyakarta: Gadjah Madah University Press, 1999), h. 62. 23Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h. 10.
40
4. Adanya batas wilayah
Suatu masyarakat umumnya mempunyai batas-batas wilayah yang jelas. Batas-batas
itu sering menjadi petunjuk bagi pengamat untuk memgetahui jenis suku bangsa yang
menghuni wilayah tersebut.
Oleh karena itu masyarakat tidak dapat dipisahkan dari manusia karena hanya
manusia saja yang hidup bermasyarakat. Sebaliknya manusia pun tidak dapat dipisahkan
dengan masyarakat. Dengan adanya kebudayaan di dalam masyarakat itu adalah sebagai
bantuan yang sangat besar sekali pada individu-individu, baik dari sejak permulaan adanya
masyarakat sampai kini. Setiap kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah di dalam
bertindak dan berpikir, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman fundamental, oleh
sebab itulah kebudayaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat.
J. Kerangka Berpikir Pola interaksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal di Sumbawa barat
studi di kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat menggambarkan suatu bentuk-
bentuk umum dalam suatu sudut pandang interaksi sosial pada suatu komunitas
masyarakat. Telah dijelaskan secara teoritis bahwa bentuk umum proses-proses sosial
adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan proses sosial. Oleh karena intreaksi
sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Bentuk-bentuk lain dari proses-proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk
khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-
kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Jelaslah dapat diterangkan bahwa dengan keeradaan masyarakat suatu interaksi sosial itu
dapat dilakukan. Oleh karena itu dengan berinteraksi mengarahkan kehadiran masyarakat
itu sendiri kearah perubahan, baik cara berpikir, gaya hidup, tingkah laku dan peran
seseorang dalam suatu sistem masyarakat. Namun dalam konteks interaksi faktor budaya
menjadi latar belakang yang sangat penting, karena melihat budaya menjadi tolak ukur
dan acuan oleh seseorang untuk bergaul antar sesama sehingga menghasilkan kerja sama
dan mencapai tujuan yang sama. Seseorang akan bergaul sesuai dengan apa yang
diharapkan yakni mengarah pada bentuk-bentuk perilaku yang positif terhadapnya tentu
dipengarui oleh latar belakang dan norma-norma yang sesuai dengan paham mereka
yang dianut dalam ajaran kebudayaannya. yang menjadi permasalahan pokok dan
41
asumsi dasar dalam hal ini adalah pola berinteraksi masyarakat pendatang terhadap
masyarakat lokal sehingga membentuk suatu masyarakat yang dinamakan masyarakat
yang ideal baik dilihat dari sudut pandang agama, budaya,sosial dan ekonomi.
Pembahasan dalam kerangka berfikir ini, yang mencakup ruang lingkup yang luas,
merupakan serangkaian muatan-muatan ilmu pengetahuan mengenai interaksi sosial
yang akan dilakukan pada tingkat penelietian akan dilakukan. Maka pembahasan akan
dibatasi pada bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu bentuk-bentuk yang tampak apabila
orang perorangan ataupun kelompok-kelompok manusia itu mengadakan hubungan suatu
sama lain.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat,
Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan
September 2013.
B. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif Pada dasarnya sebuah penelitian sosial dilakukan untuk memahami berbagai hal
berkaitan dengan dinamika kehidupan sosial masyarakat. Walaupun demikian, berbagai
pengalaman melakukan serangkaian prosedur penelitian menunjukkan bahwa ternyata
metode penelitian kuantitatif tidak dapat sepenuhnya mengungkap kehidupan sosial secara
rinci dan mendalam. Metode penelitian kuantitatif ternyata tidak dapat digunakan untuk
mengungkap dinamika kehidupan sosial secara utuh. Penelitian kuantitatif menjadi tidak
tepat atau dirasa kurang tepat digunakan apabila ingin meneliti kehidpan sosial secara rinci
karena dengan alasan-alasan seperti: (1) kehidupan sosial yang diteliti sangat kompleks; dan
(2) hasil penelitian tidak memuaskan karena banyak hal yang belum dapat dijelaskan oleh
hasil penelitian tersebut.
Menurut Taylor dan Bogdan dalam Bagong Suyanto dan Sutinah Pengertian penelitian
kualitatif dapat diartikan sebagai “penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai
kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang
diteliti”.24 Penelitian kualitatif yang berakar dari paradigma interpretatif, pada awalnya
muncul dari ketidakpuasan atau reaksi terhadap paradigma positivist, yang menjadi akar
penelitian kuantitatif.
Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian kualitatif perlu
kiranya dikemukakan beberapa definisi. Pertama, Bogdan dan Taylor (1975: 5) dalam Lexi J.
Moleong mendefinisikan “metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif yang berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang yang
24Bagong Suyanto, Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 166.
43
diamati”.25Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu te