Post on 07-Mar-2019
1
ANALISIS PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK), NON
PERFORMING FINANCING (NPF), DAN INFLASI TERHADAP
FINANCING TO DEPOSIT RATIO (FDR) BANK PEMBIAYAAN
RAKYAT SYARIAH (BPRS) DI INDONESIA
PERIODE 2010-2013
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Naeli Kamilia Fikriati
1110084000040
JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISINIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
2
3
4
5
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Naeli Kamilia Fikriati
2. Tempat, Tanggal Lahir : Kedungwuluh Lor, 19 September 1991
3. Agama : Islam
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Alamat : Komp Reni Jaya, Jl Bali Blok Q-8/18,
Pondok Benda, Pamulang, Tangerang
Selatan
6. No. Telepon : 08999873540
7. Email : naelikamiliafikriati@yahoo.co.id
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. TK Nurul Hasanah Pondok Benda (1997-1998)
2. SD Negeri Pondok Benda II (1998-2001)
3. SD Negeri Lebak Bulus 03 Pagi (2001-2004)
4. Mts Negeri Tangerang II Pamulang (2004-2007)
5. SMA Muhammadiyah 25 Pamulang (2007-2010)
6. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2010-2015)
ii
ABSTRACT
This study aimed to analyze the influence of third party financing (DPK),
non performing financing (NPF), and inflation to financing to deposit ratio (FDR)
Islamic rural bank in Indonesia. The analysis was using monthly time series data
published by Bank Indonesia from 2010 to 2013 period. The method which used in
this study is Ordinary Least Square (OLS).
The results showed that third party financing (DPK) had significant
influence to financing to deposit ratio (FDR) in Islamic rural bank in Indonesia
from 2010 to 2013 period. Whereas non performing financing (NPF) and inflation
did not have significant influence to financing to deposit ratio (FDR) in Islamic
rural bank in Indonesia from 2010 to 2013 period.
Key words : financing to deposit ratio (FDR), third party financing (DPK), non
performing financing (NPF), inflation, Ordinary Least Square
(OLS)
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Dana Pihak Ketiga
(DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Inflasi terhadap Financing to
Deposit Ratio (FDR) pada bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia. Analisis
dilakukan dengan menggunakan data runtut waktu bulanan yang dipublikasikan
oleh Bank Indonesia periode 2010 hingga 2013. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode 2010 hingga 2013. Sedangkan
Non Performing Financing (NPF) dan Inflasi tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah di Indonesia periode 2010 hingga 2013
Kata kunci : financing to deposit ratio (FDR), dana pihak ketiga (DPK), non
performing financing (NPF), inflasi, Ordinary Least Square (OLS)
iv
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT dengan segala
kesempurnaan-Nya yang telah menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya
dan kita sebagai manusia yang menjadi salah satu ciptaan-Nya yang telah sangat
sempurna dan mulia dilahirkan di dunia ini, Allah SWT yang telah melimpahkan
berkah dan karunia-Nya kepada penulis serta menganugerahkan kecerdasan dan
kemampuan berpikir khususnya kepada penulis, sehingga sampai saat ini penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan ikhlas dengan harapan dapat
memberikan manfaat yang luas bagi banyak pihak. Shalawat serta salam tidak
lupa untuk selalu diserukan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang
telah membawa ajaran agama Islam hingga sampai kepada kita semua.
Penulisan skripsi ini penulis lakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jika tanpa bimbingan
dan bantuan berbagai pihak dari mulai periode perkuliahan sampai pada
penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Oleh karena itu, izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih
yang sebesar besarnya kepada pihak-pihak terkait yang berjasa bagi penulis dalam
hidup penulis dan dalam penyusunan skripsi ini, yang terdiri dari:
v
1. Kedua orang tua ku tercinta, Bapak Mulkan Nasir dan Ibu Suprapti,
terimakasih yang tak terhingga atas segala do’a, bimbingan, semangat, dan
dukungannya, sehingga aku bisa sampai pada jenjang strata 1 ini. Mungkin
ucapan terimakasih tidak cukup untuk menggantikan kasih sayang dan
pengorbanan Bapak dan Ibu selama ini. Hanya do’a yang bisa kupanjatkan
kepada Allah SWT, agar Bapak dan Ibu senantiasa diberi kesehatan serta
kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Kepada kakakku, mas Amin, mba Resa, mas Esal, mba Dilla, mas Apip, ka
Upie, dan semua kakak-kakak sepupuku. Banyak sekali pengalaman-
pengalaman yang telah kalian berikan kepadaku sehingga aku dapat memiliki
banyak pengetahuan tentang hidup. Karena hidup ini bukan hanya tentang diri
sendiri melainkan apa yang telah orang lain dapatkan juga dapat memberikan
kita pelajaran.
3. Kepada keluarga besarku yang telah memberikan dukungan dalam penulisan
skripsi ini sehingga aku dapat menyelesaikannya dengan baik.
4. Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc., M.Si. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Zuhairan Y. Yunan, M.Sc, Selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
6. Bapak Zaenal Mutaqqin, MPP, Selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
vi
7. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochammad Aziz, MM, Selaku dosen pembimbing
satu yang telah memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi ini serta yang
telah menemukan rumus hahslm, tujuh Qur’an, sinlammim, 472319, 7114 dan
319913616. Semoga menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah SWT
dengan balasan yang lebih baik.
8. Bapak Ali Rama, SE., M.Ec selaku dosen pembimbing dua yang telah
memberikan arahan, saran, wawasan, maupun kritik yang sangat membangun
untuk membuat penulisan skripsi ini menjadi lebih baik dan dapat
terselesaikan. Semoga menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah
SWT dengan balasan yang lebih baik.
9. Segenap dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan wawasan kepada penulis, mulai dari masa perkuliahan
hingga pada penulisan skripsi ini.
10. Kepada Kemal Fauzi kekasihku yang terus menemani dan memberikan
bantuan dan terus memotivasi disaat penulis mengalami masa-masa sulit. Dia
juga telah memberikan banyak pengalaman yang baru dalam hidup ini.
11. Teman-teman seperjuanganku Hadelina Hafni, Kesuma Dewi, Bella Septiana
yang sama-sama sedang menjalani tugas skripsi, yang saling memberikan
motivasi dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih juga karena kalian telah
memberikan banyak pengalaman sehingga aku bisa belajar dan mengoreksi
kesalahan yang lalu.
vii
12. Segenap teman-teman IESP 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Terimakasih untuk selalu bisa sharing tentang mata kuliah dan juga skripsi.
Terimakasih banyak untuk semua.
13. Dan kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kelemahan. Oleh karena itu, penulis tak lupa
mengharapkan kritik dan saran atas skripsi ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 18 Mei 2015
Penulis
Naeli Kamilia Fikriati
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 15
A. Landasan Teori ............................................................................... 15
1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ........................................... 15
a. Definisi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ....................... 15
b. Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ........... 16
2. Financing to Deposit Ratio (FDR) ........................................... 17
3. Dana Pihak Ketiga (DPK) ........................................................ 18
a. Definisi Dana Pihak Ketiga ................................................ 18
b. Macam-macam Dana Pihak Ketiga .................................... 19
c. Sumber Dana Pihak Ketiga ................................................ 21
ix
d. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Financing to
Deposit Ratio (FDR) .......................................................... 23
4. Non Performing Financing (NPF) ........................................... 24
a. Definisi Non Performing Financing (NPF) ....................... 24
b. Hubungan Non Performing Financing (NPF) dengan
Financing to Deposit Ratio (FDR) ..................................... 25
5. Inflasi........................................................................................ 26
a. Definisi Inflasi .................................................................... 26
b. Macam-Macam Inflasi ....................................................... 26
c. Teori Inflasi Islam .............................................................. 29
d. Hubungan Inflasi dengan Financing to Deposit Ratio (FDR)
............................................................................................ 32
B. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 33
C. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 38
D. Hipotesis Penelitian ........................................................................ 40
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 42
A. Tujuan Penelitian ........................................................................... 42
B. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 42
1. Jenis Data ................................................................................. 42
2. Sumber Data ............................................................................. 43
C. Operasional Variabel Penelitian ..................................................... 43
1. Variabel Terikat (Dependent Variable) ................................... 43
2. Variabel Bebas (Independent Variable) ................................... 45
D. Metode Analisis Data ..................................................................... 48
1. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 51
a. Uji Normalitas .................................................................... 51
b. Uji Multikolinearitas .......................................................... 53
c. Uji Heteroskedastisitas ....................................................... 55
d. Uji Autokorelasi ................................................................. 57
2. Uji Statistik .............................................................................. 59
a. Uji parsial (Uji-t) ................................................................ 59
b. Uji Fisher (Uji-F) ............................................................... 60
3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................................ 61
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................ 63
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................... 63
1. Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) .................. 63
2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) ............................... 65
3. Perkembangan Non Performing Financing (NPF) .................. 66
x
4. Perkembangan Inflasi ............................................................... 68
B. Hasil Analisis dan Pembahasan ..................................................... 69
1. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 70
a. Uji Normalitas .................................................................... 70
b. Uji Multikolinearitas .......................................................... 72
c. Uji Heteroskedastisitas ....................................................... 73
d. Uji Autokorelasi ................................................................. 74
2. Uji Statistik .............................................................................. 76
a. Interpretasi.......................................................................... 77
b. Uji parsial (Uji-t) ................................................................ 77
c. Uji Fisher (Uji-F) ............................................................... 79
3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................................ 79
C. Analisis Ekonomi ........................................................................... 80
1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Financing to
Deposit Ratio (FDR) ................................................................ 80
2. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Financing
to Deposit Ratio (FDR) ............................................................ 81
3. Pengaruh Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). 83
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 85
A. Kesimpulan .................................................................................... 85
B. Saran ............................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 89
LAMPIRAN .................................................................................................... 91
xi
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1.1 Perkembangan Bank Syariah Berdasarkan Jumlah Bank 2
1.2 Perkembangan Total Aset BPRS di Indonesia 3
2.1 Penelitian Terdahulu 36
3.1 Uji Durbin-Watson (DW) 58
4.1 Hasil Uji Multikolinearitas 72
4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas 73
4.3 Hasil Uji Autokorelasi 75
4.4 Hasil Estimasi Metode Ordinary least Square (OLS) 76
xii
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
1.1 Perkembangan Asset Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 3
1.2 Perkembangan FDR Periode 2010-2013 8
1.3 Perkembangan DPK, NPF, dan Inflasi Periode 2010-2013 8
2.1 Kerangka Pemikiran 40
4.1 Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) BPRS
Periode 2010 2013 64
4.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) BPRS Periode
2010-2013 66
4.3 Perkembangan Non Performing Financing (NPF) BPRS
Periode 2010-2013 67
4.4 Perkembangan Inflasi Periode 2010 – 2013 69
4.5 Hasil Uji Normalitas Jarque Berra 71
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
1 Data Penelitian 91
2 Data Penelitian (Ln) 92
3 Uji Normalitas 94
4 Uji Multikolinearitas 94
5 Uji Heteroskedastisitas 95
6 Uji Autokorelasi 96
7 Uji Ordinary Least Square 97
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan bank berdasarkan prinsip
syariah yang memiliki fungsi utama yaitu sebagai lembaga intermediasi antara
masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang membutuhkan dana.
Adanya perbankan syariah ini menjadi solusi alternatif bagi masyarakat muslim
yang ingin berinvestasi atau menitipkan uangnya melalui lembaga keuangan yang
menggunakan prinsip syariah sebagai landasan hukum untuk menjalankan
kegiatan usahanya.
Menurut Kasmir (dalam Hasanudin dan Prihatiningsih, 2010:25) bank
merupakan lembaga keuangan yang sangat diperlukan dalam perekonomian
modern sebagai mediator antara kelompok masyarakat yang kelebihan dana
(rumah tangga) dan kelompok masyarakat yang membutuhkan dana (pengusaha).
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur
keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai bank syariah
pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu
menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank
konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya.
Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap
2
bertahan.Berikut ini adalah data perkembangan perbankan syariah berdasarkan
jumlah bank:
Tabel 1.1
Perkembangan Bank Syariah Berdasarkan Jumlah Bank
Indikasi 1998 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
BUS 1 2 3 3 3 3 5 6
UUS - 8 15 19 20 25 27 25
BPRS 76 84 88 92 105 114 131 139
Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI
Berasarkan tabel 1.1 terlihat bahwa perkembangan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) pasca terjadinya krisis moneter pada tahun 1998
cenderung lebih cepat dibandingkan dengan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit
Usaha Syariah (UUS). Dari pertumbuhan BPRS yang cukup pesat tersebut
membuat persaingan antar BPRS semakin ketat sehingga BPRS longgar dalam
memberikan pembiayaan.
Di Indonesia perbankan Syariah muncul sejak dikeluarkannya Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Perbankan Syariah di Indonesia,
pertama kali beroperasi pada 1 Mei 1992, ditandai dengan berdirinya Bank
Muamalat Indonesia (BMI). Hal ini menandai dimulainya era system perbankan
ganda (dual banking system) di Indonesia, yaitu beroperasinya system perbankan
konvensional dan system perbankan dengan prinsip bagi hasil. Dalam sistem
perbankan ganda ini, kedua sistem perbankan secara sinergis dan bersama-sama
memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan, serta
3
mendukung pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional (Karim,
2008:1).
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan
industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang
memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan
progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan
aset lebih dari 28% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran
industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan
semakin signifikan.Perkembangan aset perbankan syariah dapat dilihat pada tabel
1.2 dan gambar 1.1 di bawah ini.
Tabel 1.2
Perkembangan Total Aset BPRS di Indonesia.
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Total asset (Juta
Rupiah)
2.125.779 2.738.744 3.520.415 4.698.953 5.833.485
Sumber : BI, statistik perbankan syariah (diolah).
Gambar 1.1
Perkembangan Asset Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Sumber : BI, statistik perbankan syariah (di olah)
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
2009 2010 2011 2012 2013
Juta
Ru
pia
h
Tahun
Aset
4
Berdirinya Bank Syariah merupakan kebutuhan masyarakat muslim
Indonesia. Perbankan yang beroperasi sesuai dengan ajaran islam yang bebas dari
sistem bunga, terutama setelah dikeluarkannya fatwa mengenai bunga bank haram
oleh MUI pada tanggal 16 desember 2003 yang dihadiri oleh ketua MUI K.H.
Sahal Mahfuz. Mekanisme kerja komisi fatwa dalam menetapkan bunga bank
dilihat dari larangan riba itu sendiri sudah jelas dalam Al-Quran dan sunnah yaitu
surat Al-baqarah ayat 278, An-nisa ayat 160, Ali-Imran ayat 130, dan Ar-Rum
ayat 39.
Menurut Siamat (2001: 88) bank umum memiliki beberapa fungsi pokok,
yakni menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam
kegiatan ekonomi, menciptakan uang, menghimpun dana dan menyalurkan kepada
masyarakat, menawarkan jasa-jasa keuangan lain, menyediakan fasilitas untuk
perdagangan internasional, menyediakan pelayanan penyimpanan untuk barang-
barang berharga, dan menyediakan jasa-jasa pengelolaan dana. Semakin banyak
dana yang dimiliki suatu bank, semakin besar peluang bagi bank tersebut untuk
melakukan kegiatan-kegiatannya dalam mencapai tujuannya.
Sebagaimana fungsi utama bank, BPRS juga berfungsi sebagai lembaga
intermediasi yang menerima dan menyalurkan dana dari masyarakat. Fungsi
intermediasi BPRS sendiri tercermin dalam rasio Financing to Deposit Ratio
(FDR). Rasio tersebut akan menunjukan tingkat kemampuan bank syraiah dalam
menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat. Rata-rata rasio Financing to
Deposit Ratio (FDR) pada BPRS melebihi 110%. Pada satu sisi hal ini
menunjukkan bahwa fungsi intermediasi BPRS berjalan dengan baik karena
5
dengan rasio yang melebihi 100% ini berarti seluruh dana yang dihimpun oleh
BPRS dapat disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan, namun
pada sisi lain ini sangat beresiko, karena salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya kredit bermasalah adalah kebijakan perkreditan yang ekspansif (Siamat,
2005:360). Para praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari Loan to
Deposit Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah sekitar 80%.
Namun batas toleransi berkisar 85%-100%. Namun oleh Bank Indonesia, suatu
bank masih dianggap sehat jika Loan to Deposit Ratio (LDR) nya masih dibawah
110% (Suryani, 2011).
Sejak tahun 2010 hingga 2013, pertumbuhan ekonomi di Indonesia
mengalami kemajuan yang cukup baik dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
sebesar 5,9% per tahun. Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi 5 tahun
sebelumnya dengan rata-rata 5,5% per tahun. Bahkan pada tahun 2012 hingga
tahun 2013, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi
kedua setelah China di G20 (antaranews.com, diakses 7 Januari 2015).
Tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode tersebut juga
menggambarkan adanya peningkatan dari sektor-sektor yang mendukung
pertumbuhan ekonomi tersebut, salah satunya adalah perubahan dari pendapatan
dan konsumsi masyarakat, baik perseorangan maupun korporasi, sehingga
selanjutnya akan mempengaruhi besaran investasi masyarakat termasuk deposito
dan tabungan yang merupakan bagian utama dari Dana Pihak Ketiga (DPK)
(Muttaqiena, 2013:22).
6
Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi dana yang terpenting bagi proses
intermediasi perbankan karena proses penghimpunan dana berasal dari
masyarakat, yaitu berupa giro, tabungan, dan simpanan berjangka atau deposito.
Sehingga DPK menjadi sumber dana terbesar dan yang paling diandalkan oleh
bank, baik itu bank syariah ataupun bank konvensional (Dendawijaya, 2009:49).
Bank dapat memanfaatkan dana dari pihak ketiga ini untuk ditempatkan pada pos-pos
yang menghasilkan pendapatan bagi bank, salah satunya yaitu dalam bentuk kredit.
Pertumbuhan dana pihak ketiga akan mengakibatkan pertumbuhan kredit yang pada
akhirnya FDR pada BPRS juga akan meningkat.
Selain itu, aktifitas bank syariah dalam melaksanakan fungsi
intermediasinya tidak lepas dari yang namanya resiko kredit yang biasa disebut
dengan Non Performing Loan (NPL) pada bank umum atau Non Performing
Financing (NPF) pada BPRS (Dendawijaya, 2003). Kemacetan fasilitas kredit
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor dari pihak perbankan dan faktor dari pihak
nasabah. Kredit bermasalah dapat diukur dari kolektibilitasnya, merupakan
persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan
dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan bank. Kredit bermasalah yang
tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena
harus membentuk cadangan penghapusan yang besar, sehingga mengurangi
jumlah kredit yang diberikan oleh suatu bank, dimana nantinya akan
mempengaruhi rasio FDR itu sendiri.
7
Rasio Non Performing Financing (NPF) digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit atau pembiayaan
bermasalah yang diberikan bank syariah. Menurut Surat Edaran BI No.3/30 DPNP
tanggal 14 Desember 2001, Non Performing Loan (NPL) diukur dari rasio
perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang diberikan.
Dunia perbankan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kondisi
perekonomian, karena kondisi perekonomian dapat mempengaruhi aktifitas
perbankan, salah satu indikator perekonomian adalah inflasi. Menurut para
ekonom islam, dampak dari inflasi diantaranya menimbulkan gangguan terhadap
fungsi uang, meningkatkan kecenderungan untuk belanja, melemahkan semangat
untuk menabung, pengerukan tabungan dan penumpukan uang, permainan harga
diatas standar kemampuan, penumpukan kekayaan dan investasi non produktif,
distribusi barang relatif tidak stabil dan terkonsentrasi (Karim, 2010: 139).
Menurut Dornbus dan Fischer (dalam Kusuma, 2011:2), kebijakan
moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan cara menaikkan atau
menurunkan tingkat suku bunga untuk mengurangi atau menambah laju inflasi
akan sangat mempengaruhi peran intermediasi di dunia perbankan.
Perkembangan dari Financing to Deposit Ratio (FDR), Dana Pihak Ketiga
(DPK), Non performing Financing (NPF), dan tingkat inflasi dapat dilihat pada
gambar berikut :
8
Gambar 1.2
Perkembangan FDR Periode 2010-2013
Sumber : BI, statistik perbankan syariah (diolah)
Gambar 1.3
Perkembangan DPK, NPF, dan Inflasi Periode 2010-2013
Sumber : BI, statistik perbankan syariah (diolah)
Dari gambar 1.2 terlihat bahwa tingkat FDR bergerak secara fluktuatif
pada periode 2010-2013 dengan presentase terendah sebesar 119,67% dan
tertinggi sebesar 136,20%. Peningkatan laju FDR tertinggi terjadi pada kuartal 2
tahun 2013 yaitu naik sebesar 9,96%.Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui
110
115
120
125
130
135
140
2010 2011 2012 2013
FDR (%)
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
2010 2011 2012 2013
DPK (Rp Milyar)
NPF (%)
Inflasi (%)
9
bahwa kebijakan dari BPRS untuk melakukan pembiayaan terbilang sangat
ekspansif selama periode waktu penelitian. Hal tersebut dapat menimbulkan
masalah kesehatan pada bank jika mengacu pada aturan Bank Indonesia yang
mengkategorikan bank sehat dengan FDR antara 85% hingga 110%.
Jika melihat gambar 1.3, perkembangan DPK BPRS tiap tahun terus
mengalami peningkatan sepanjang periode 2010-2013. Ini menunjukkan bahwa
masyarakat masih terus mempercayai uang yang dimilikinya untuk sekedar
menabung atau berinvestasi di BPRS. Dengan begitu, BPRS juga akan semakin
banyak mendapatkan dana dari pihak ketiga ini yang dimana merupakan sumber
terbesar bagi kegiatan pembiayaannya. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi
presentase tingkat FDR pada BPRS.
Sejak kuartal 2 tahun 2011 NPF mulai mengalami trend penurunan
meskipun tidak terlihat signifikan, tapi penurunan ini menunjukkan kemajuan bagi
BPRS. Pada tahun 2012 NPF stabil yaitu pada tingkat rata-rata 6,60% yang
menjadi rata-rata terkecil dari periode 2010-2013. Peningkatan NPF kembali
terjadi pada tahun 2013 dimana pada saat yang sama terjadi krisis mata uang
rupiah yang membuat turunnya daya beli masyarakat. Sedikit membaiknya NPF
ini mengindikasikan bahwa BPRS semakin baik dalam mengelola pembiayaan
bermasalahnya sehingga dapat lebih optimal lagi dalam menyalurkan dana yang
telah dihimpun.
Pada tahun 2010 hingga tahun 2013 dapat dilihat inflasi mengalami
pergerakan yang sangat fluktuatif, dan mencapai tingkat tertinggi pada kuartal 3
tahun 2013. Hal ini terjadi karena adanya krisis mata uang yang melanda negara-
10
negara emerging markets termasuk Indonesia.Peristiwa tersebut menyebabkan
FDR pada BPRS menurun yang dapat dilihat pada tabel 1.2 bahwa meningkatnya
inflasi pada tahun 2013 diikuti oleh penurunan FDR pada waktu yang sama. Hal
yang serupa juga dialami pada kuartal 4 tahun 2010.Kemudian, menurunnya
inflasi pada kuartal 2 tahun 2011 diikuti oleh meningkatnya FDR pada waktu
yang sama.
Sebelum penelitian ini dilakukan terdapat beberapa penelitian yang
meneliti tentang pengaruh DPK, NPF dan inflasi terhadap FDR. Penelitian yang
dilakukan oleh Novitasari (2014), Prihatiningsih (2012), Hersugondo dan Handy
Setyo Tamtomo (2012) dan Sri Haryati (2008) mengenai pengaruh DPK terhadap
FDR. Dalam peneilitian Novitasari (2014) menunjukkan bahwa DPK berpengaruh
negatif terhadap FDR secara signifikan. Peneitilian yang dilakukan oleh
Prihatiningsih (2012) menyebutkan bahwa DPK berpengaruh terhadap FDR.
Namun, hasil penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012) yang menyatakan bahwa
DPK tidak berpengaruh terhadap LDR perusahaan. Kemudian, penelitian yang
dilakukan oleh Sri Haryati (2008) yang menyatakan DPK berpengaruh terhadap
kredit baik pada perbankan nasional maupun bank asing campuran.
Selanjutnya penelitian mengenai pengaruh NPF terhadap FDR dilakukan
oleh Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012) dan Prayudi (2011). Pada
penelitian Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012) menunjukan bahwa
NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR perusahaan sedangkan
11
pada penelitian Prayudi (2011) menunjukkan bahwa NPL tidak mempengaruhi
LDR secara signifikan.
Inflasi juga ditelaah sebelumnya oleh Novitasari (2014), Sri Haryati
(2008), Abdul Mongid (2008) dan Haas & Lelyveld (2003). Pada penelitian
Novitasari (2014) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap FDR dan dalam penelitian Sri Haryati (2008) dengan sampel bank
nasioanl dan bank asing menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan
terhadap pertumbuhan kredit pada bank nasional dan berpengaruh tidak signifikan
terhadap bank asing. Kemudian, pada penelitian Abdul Mongid (2008)
menunjukan hasil bahwa kebijakan moneter adalah hal penting untuk
mengendalikan kegiatan ekonomi melalui jalur kredit. Sedangkan pada penelitian
Haas & Lelyveld (2003) inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap
pertumbuhan kredit bank nasional di wilayah eropa tengah dan eropa timur.
Dengan adanya perbedaan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan
diatas, maka penulis tertarik untuk mencoba menguji kembali apa yang dapat
diajadikan permasalahan dalam penelitian kali ini, yakni mengenai pengaruh
DPK, NPF dan inflasi terhadap rasio FDR, permasalahan juga bisa diperkuat
dengan melihat data empiris yang tertera pada gambar 1.2 dan 1.3. Dari penjelasn
yang telah dikemukakan, muncul ketertarikan untuk meneliti lebih dalam lagi
mengenai rasio FDR di BPRS karena itu, penulis mengambil judul : “ANALISIS
PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK), NON PERFORMING
FINANCING (NPF), DAN INFLASI TERHADAP FINANCING TO
12
DEPOSIT RATIO (FDR) BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
(BPRS) DI INDONESIA PERIODE 2010-2013”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan
sebelumnya, untuk menganalisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non
Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio
(FDR)Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia baik secara
simultan maupun parsial, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaruh secara simultan variabel Dana Pihak Ketiga (DPK), Non
Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio
(FDR)Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia periode 2010-
2013?
2. Bagaimana pengaruh seacara parsial variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) ), Non
Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio
(FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia periode 2010-
2013 ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh secara simultan variabel Dana Pihak
Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap
13
Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
di Indonesia periode 2010-2013 ?
2. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh seacara parsial variabel Dana Pihak
Ketiga (DPK) ), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap
Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
di Indonesia periode 2010-2013 ?
D. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat penelitian yang diperoleh dari penelitian “Analisis
Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan
Inflasi terhadap Financing To Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS):
1. Bagi mahasiswa :
a. Dapat memberikan wawasan atau pengetahuan mengenai pola hubungan
antara Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan
inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia periode 2010-2013.
b. Memperoleh kesempatan untuk menerapkan pengetahuan teoritis yang
diperoleh di perkuliahan dalam berbagai kasus riil di dunia kerja.
2. Bagi praktisi lembaga-lembaga keuangan
Memberikan informasi kepada praktisi lembaga-lembaga keuangan
rakyat, khususnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang
mempunyai komitmen sebagai lembaga pemberdayaan umat terutama para
pelaku ekonomi mengenai peran serta lembaga keuangan dan kebijakan-
14
kebijakan yang tepat untuk mengembangkan dunia usaha dan memonitor
tingkat risiko yang akan dihadapi.
3. Bagi pemerintah
Dapat dijadikan sebagai salah satu acuan pemerintah dalam
menentukan kebijakannya mengenai produk-produk pada setiap bank syariah.
Dalam menumbuh kembangkan dunia usaha dan menggerakkan sektor riil
yang ada di Indonesia sehingga dapat meningkatkan perekonomian nasional.
4. Bagi pihak lain
Memberikan sumbangsih data dalam kaitannya dengan perkembangan
dan pertumbuhan lembaga keuangan bank rakyat berbasis syariah dalam hal
ini adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebagai lembaga
pemberdaya umat. Selain itu penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai kondisi yang terjadi pada BPRS.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
a. Definisi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran (Pasal 1 angka 9 UU Perbankan Syariah). Yang perlu
diperhatikan dari ketentuan diatas adalah kepanjangan dari BPRS yang
berupa Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Ini berarti semua peraturan
perundang-undangan yang menyebut BPRS dengan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah harus dibaca dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(Hasan, 2009:7).
Namun BPRS merupakan bagian dari bank syariah yang
melakukan kegiatan usahanya dalam ruang lingkup yang lebih sempit.
Berbeda dengan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah
(UUS), BPRS memiliki peran dalam memajukan masyarakat dengan
kemampuan ekonomi menengah kebawah terutama pada wilayah
kecamatan dan pedesaan melalui pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan
dengan akad-akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
16
b. Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Berkaitan dengan BPRS, sebagaimana terlihat dalam pasal 21 UU
Perbankan Syariah, kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh lembaga ini
adalah (Hasan, 2009:86):
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk: simpanan berupa
tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad
wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan bagi
hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah; pembiayaan
berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna; pembiayaan
berdasarkan akad qardh; pembiayaan penyewaan barang bergerak atau
tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan pengambilalihan hutang
berdasarkan akad hawalah.
3. Menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan mudharabah dan
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah melalui rekening BPRS yang ada di BUS, Bank
Umum Konvensional, dan UUS.
17
5. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank syariah
lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan persetujuan
Bank Indonesia.
2. Financing to Deposit Ratio (FDR)
Perbankan syariah yang dalam aktivitasnya menggunakkan prinsip-
prinsip islami tidak mengenal kredit (loan) dalam fungsinya sebagai penyalur
dana yang dihimpunya. Oleh karena itu, aktifitas penyaluran dana yang
dilakukan bank syariah lebih mengarah kepada pembiyaan (financing).
Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara besarnya seluruh
volume kredit atau pembiayaan yang disalurkan oleh bank dan jumlah
penerimaan dana dari berbagai sumber. Berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia tanggal 29 Mei 1993, dana yang dihimpun bank dalam penerapan
rasio tersebut adalah dana masyarakat/dana pihak ketiga dan modal inti bank
(Dendawijaya, 2009:59).
Rasio FDR menunjukkan salah satu peniliaian likuiditas bank dan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
FDR : Financing to Deposit Ratio
Ketika angka rasio Financing To Deposit (FDR) suatu bank berada
pada angka dibawah angka 80% (misalkan 60%), maka dapat dikatakan bahwa
bank tersebut hanya dapat menyalurkan dana sebesar 60% dari seluruh dana
𝐹𝐷𝑅 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑃𝐾 + 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑡𝑖𝑥100
18
yang berhasil dihimpun. Karena fungsi utama bank adalah sebagai
intermediasi antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan
dana, maka dengan rasio Financin To Deposit Ratio (FDR) 60% artinya 40%
dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak yang
membutuhkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa bank tersebut tidak
menjalankan fungsinya dengan baik.
Kemudian, ketika suatu bank memiliki ratio Financing To Deposit
Ratio (FDR) melebihi angka 110%, maka hal itu berarti total pembiayaan
yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena dana
yang dihimpun dari masyarakat hanya sedikit. Dalam hal ini pula bisa
dikatakan bank tersebut tidak menjalakan fungsinya sebagai pihak
intermediasi dengan baik. Semakin tinggi nilai rasio Financing To Deposit
Ratio (FDR) menunjukan bahwa semakin riskan kondisi likuiditas bank. Dan
sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai rasio Financing To Deposit Ratio
(FDR) maka efektivitas bank dalam menyalurkan pembiayaan dana akan
berkurang.
3. Dana Pihak Ketiga (DPK)
a. Definisi Dana Pihak Ketiga
Menurut Arifin (2006:98) Dana pihak ketiga adalah dana yang
diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu,
perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan, dan lain-lain
baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. Pada sebagian
besar atau setiap bank, dana masyarakat ini merupakan dana terbesar yang
19
dimiliki. Hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpunan dana
dari masyarakat. Dana Pihak Ketiga adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam
bentuk giro, tabungan, simpanan berjangka dan sertifikat deposito atau
bentuk lain yang dipersamakan dengan itu dengan menggunakan prinsip
syariah. Menurut Riyadi (2006:63) dana yang berasal dari masyarakat
biasa disebut dengan sumber dana pihak ketiga (DPK), sedangkan yang
berasal dari Pasar Uang disebut dana pihak kedua.
b. Macam-macam Dana Pihak Ketiga
Menurut Karim (2008:23), yang termasuk dalam dana pihak ketiga
yaitu giro, tabungan, dan deposito. Ketiga macam dana pihak ketiga
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Giro. Bank syariah dapat memberikan jasa simpanan giro dalam
bentuk rekening wadi’ah dan giro mudharabah. Dalam bentuk wadi’ah
bank syariah menggunakan prinsip wadi’ah yad dhamanah. dengan
prinsip ini bank sebagai custodian harus menjamin pembayaran
kembali nominal simpanan wadi’ah. Dana tersebut digunakan oleh
bank untuk kegitan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang
diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tersebut dalam kegiatan
komersial. Pemilik simpanan dapt menarik kembali simpanannya
sewaktu-waktu, baik sebagian maupun seluruhnya. Bank tidak boleh
menyatakan atau menjanjikan imbalan atas keuntungan apapun pada
pemegang rekening wadi’ah, dan sebaliknya pemegang rekening juga
20
tidak boleh mengharapkan atau meminta imbalan atau keuntungan atas
rekening wadi’ah. Sedangkan giro mudharabah adalah giro yang
dijalankan berdasarkan akad mudharabah, baik mudharabah mutlaqah
dan mudharabah muqadayyah. Hal ini tergantung nasabah memilih
dengan akad yang disepakati.
b. Tabungan. Tabungan mudharabah adalah tabungan dimana pemilik
dana (shohibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola bank
(mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati
sejak awal. Tabungan dapat diambil sewaktu-waktu sesuai dengan
prinsip yang digunakan, tabungan mudharabah ini merupakan
“investasi” yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan oleh
karena itu, modal yang diserahkan kepada pengelola dana (bank) tidak
boleh ditarik sebelum akad berakhir. Hal ini disebabkan karena akan
mengganggu kelancaran usaha yang dilakukan oleh mudharib
sehubung dengan pengelolaan dengan pengelolaan dana tersebut.
Selain produk tabungan mudharabah bank syariah juga memiliki
produk tabungan wadi’ah. Tabungan wadi’ah merupakan tabungan
yang dijalankan berdasarkan akad wadi’ah yaitu titipan murni yang
harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak
pemilikya. Berkaitan dengan produk tabungan wadi’ah, bank syariah
menggunakan akad wadi’ah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini bank
memperoleh hak untuk menggunakan dana tersebut dengan
konsekuensi bank harus dapat menjaga keutuhan dana tersebut dan
21
membagi keuntungan dari penggunaan dana namun tidak dalam bentuk
perjanjian namun bersifat sukarela dari pihak bank.
c. Deposito. Deposito Mudharabah atau lebih tepatnya deposito investasi
mudharabah merupakan investasi nasabah penyimpan dana
(perorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat
dilakukan dalam jangka waktu tertentu jatuh tempo, dengan
mendapatkan imbalan bagi hasil.
c. Sumber Dana Pihak Ketiga
Dana yang bersumber dari masyarakat disebut Dana Pihak Ketiga
(Muhammad, 2002:92), Sumber dana pihak ketiga, dari segi mata uang
dibedakan menjadi :
a. Sumber Dana Pihak Ketiga Segi Mata Uang
1) Sumber Dana Pihak Ketiga Rupiah yaitu kewajiban-kewajiban
bank yang tercatat dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank
baik kepada penduduk maupun bukan penduduk. Komponen DPK
ini terdiri dari giro, simpanan berjangka, tabungan, dan kewajiban-
kewajiban lain. Tidak termasuk dana yang berasal dari bank
Sentral.
2) Sumber Dana Pihak Ketiga Valuta Asing yaitu kewajiban bank
yang tercatat dalam valuta asing kepada pihak ketiga, baik
penduduk maupun bukan penduduk termasuk pada bank Sentral,
bank lain (pinjaman melalui pasar uang). DPK valuta asing terdiri
atas giro, call money, deposit on call, deposito berjangka, margin
22
deposit, setoran pinjaman, pinjaman yang diterima, dan kewajiban-
kewajiban lainnya dalam valuta asing.
b. Sumber Dana Pihak Ketiga Segi Biaya Yang Harus Dibayar Bank
1) Sumber Dana Pihak Ketiga Berbiaya pada umumnya adalah dana -
dana yang berasal dari masyarakat, baik dana pihak kedua maupun
dana pihak kedua (tidak termasuk penerbitan saham). Pada
umumnya jenis-jenis simpanan pada sumber dana berbiaya adalah
simpanan giro, tabungan, deposito, dan simpanan berjangka.
2) Sumber Dana Pihak Ketiga Tidak berbiaya, yaitu Hampir semua
sebagian sumber dana bank memiliki beban biaya yang harus
ditanggung oleh bank terutama dana yang berasal dari dana pihak
ketiga (DPK) dan dana pihak kedua, sehingga dapat dikatakan
tidak ada dana yang tanpa biaya bagi suatu bank. Namun jika
ditelaah lebih mendalam terdapat jenis biaya yang tidak
mengandung biaya, seperti modal yang disetor (modal saham),
agio saham, laba tahun berjalan, laba ditahan, cadangan umum
dengan tujuan lainnya, deposito berjangka yang telah jatuh tempo
dan belum dicairkan oleh nasabah, transfer masuk yang belum
dibayar, hasil inkaso keluar yang belum dibayar, dan utang pajak
kepada pemerintah pusat asalkan tidak lewat waktu (terlambat)
pada saat membayarnya.
Dana-dana tersebut diatas pada umumnya tidak mengandung unsur
biaya dalam arti bak harus membayar sejumlah uang tertentu sebagai biaya
23
bunga. Semakin besar jumlah dana ini maka akan semakin mempertinggi
return on assets dan return on equity bagi suatu bank. Bagi bank-bank
yang sudah go public seperti bank syariah mandiri untuk memperkuat
posisi permodalannya dapat menerbitkan saham baru untuk ditawarkan
melalui bursa, baik penawaran secara terbatas maupun pada masyarakat
luas.
d. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Financing to Deposit
Ratio (FDR)
Dana Pihak Ketiga merupakan variabel terpenting yang paling
berpengaruh karena dana pihak ketiga dapat dikendalikan oleh bank
syariah yang merupakan sisi pendanaan, dimana dana yang semakin
meningkat harus diimbangi dengan penyaluran pembiayaan yang dapat
menggerakan sektor riil. semakin meningkatnya DPK yang dikumpulkan
bank syariah maka kemungkinan semakin meningkat pula pembiayaan
atau penyaluran dana yang diberikan bank syariah kepada masyarakat.
Kemampuan bank dalam menghimpun dana memperlihatkan bank
tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi dari masyarakat. Pada penelitian
Makiyan (2001), juga menyatakan bahwa jika semakin besar sumber dana
yang dihimpun bank akan semakin besar pembiayaan yang akan
disalurkan oleh bank tersebut. Penelitian yang menyatakan bahwa Dana
Pihak Ketiga berpengaruh positif dan signifikan juga dibuktikan oleh
penelitian dari Asy’ari (2004), Roesmara dan Dumairy (2006), dan Adnan
dan Pratin (2005).
24
4. Non Performing Financing (NPF)
a. Definisi Non Performing Financing (NPF)
Menurut Kamus Bank Indonesia, Non Performing loan (NPL) atau
Non Performing Financing (NPF) adalah kredit bermasalah yang terdiri
dari kredit yang berklasifikasi kurang lancar, diragukan dan macet. Termin
NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah.
Non Performing Loans (NPLs) menunjukkan kemampuan
kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang
dikeluarkan oleh bank sampai lunas. NPL merupakan persentase jumlah
kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet)
terhadap total kredit yang dikeluarkan bank. NPLs mempunyai hubungan
negatif dengan penawaran kredit (Meydianawathi, 2007:138).
Sedangkan menurut Dendawijaya (2005:82) NPF adalah rasio
antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang
disalurkan oleh bank syariah. Dalam kegiatan sehari-hari, pembiayaan
bermasalah adalah pembiayaan-pembiayaan yang kategori
kolektabilitasnya masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar,
pembiayaan diragukan, dan pembiayaan macet.
Tingkat pembiayaan bermasalah tercermin dalam rasio NPL atau
NPF yang merupakan formulasi:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑁𝑃𝐹 =𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑥 100
25
b. Hubungan Non Performing Financing (NPF) dengan Financing To
Deposit Ratio ( FDR)
Pada perbankan syariah apabila terjadi Non Performing Financing
(NPF) maka akan berakibat terguncangnya kinerja pada perbankan itu
sendiri. Namun ada dugaan NPF bank syariah relatif kecil dibandingkan
konvensional, sehingga perbankan syariah dapat menjalankan fungsinya
dengan baik.
Menurut Dendawijaya (2003: 86) Non Performing Loan apabila
tidak dapat ditangani dengan tepat, akan mengakibatkan diantaranya
hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan (income) dari kredit yang
diberikan, sehingga mengurangi laba dan mengurangi kemampuan untuk
memberikan kredit. Banyaknya kredit bermasalah membuat bank tidak
berani meningkatkan penyaluran kreditnya apalagi bila dana pihak ketiga
tidak dapat dicapai secara optimal maka dapat mengganggu likuiditas
suatu bank, oleh karena itu kredit bermasalah berpengaruh negatif
terhadap LDR.
Jadi dapat disimpulkan antara Non Performing Financing (NPF)
terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) memiliki hubungan negatif,
dimana jika NPF menurun maka variabel FDR akan meningkat atau naik.
Ini logis apabila kesehatan NPF baik (menurun) maka perbankan syariah
dapat menempatkan dana yang kembali untuk menyalurkan diperiode
berikutnya ataupun secara psikologis perbankan memiliki tingkat
26
kepercayaan yang lebih tinggi untuk menyalurkan dananya ke masyarakat
di periode berikutnya.
5. Inflasi
a. Definisi Inflasi
Inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukkan kenaikan tingkat
harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus (Murni,
2006:202). Inflasi terjadi ketika harga umum naik. Saat ini, kita
menghitung inflasi dengan menggunakan indeks harga rata-rata tertimbang
dari harga ribuan produk individual. Indeks harga konsumen (IHK)
mengukur biaya sekeranjang pasar dari barang dan jasa konsumen yang
dikaitkan dengan biaya dari sekeranjang pasar dari barang dan jasa
tersebut pada tahun dasar tertentu (Samuelson dan Nordhaus, 2004:382).
Menurut kaum klasik, inflasi di dalam perekonomian timbul
sebagai akibat dari kegagalan dari pemerintah atau bank sentral untuk
mengendalikan laju pertumbuhan jumlah uang beredar. Adanya
pertumbuhan jumlah mata uang yang beredar yang tidak terkendali
menurut kaum klasik akan menyebabkan kurva permintaan agregat (AD)
mengalami pergeseran, dan hal ini pada gilirannya akan mendorong
kenaikan di dalam tingkat harga (Nanga, 2001:39).
b. Macam-Macam Inflasi
Menurut Paul A. Samuelson (dalam Karim, 2011:137), seperti
sebuah penyakit, inflasi dapat digolongkan menurut tingkat keparahannya,
yaitu sebagai berikut:
27
1. Moderate Inflation: karakteristiknya adalah kenaikan tingkat harga
yang lambat. Umumnya disebut sebagai ‘inflasi satu digit’. Pada
tingkat inflasi seperti ini, orang-orang masih mau untuk memegang
uang dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam
bentuk aset riil;
2. Galloping Inflation: inflasi pada tingkat ini terjadi pada tingkatan 20%
sampai dengan 200% per tahun. Pada tingkatan inflasi seperti ini orang
hanya mau memegang uang seperlunya saja, sedangkan kekayaan
disimpan dalam bentuk aset-aset riil.
3. Hyper Inflation: inflasi jenis ini terjadi pada tingkatan yang sangat
tinggi yaitu jutaan sampai trilyunan persen per tahun. Walaupun
sepertinya banyak pemerintahan yang perekonomiannya dapat
bertahan menghadapi galloping inflation, akan tetapi tidak pernah ada
pemerintahan yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis ketiga
yang amat ‘mematikan’ ini. Contohnya adalah Weimar Republic di
Jerman pada tahun 1920-an.
Selain itu, inflasi dapat digolongkan karena penyebab-penyebabnya
yaitu sebagai berikut (Karim, 2011:138) :
1. Natural Inflation dan Human Error Inflation. Sesuai dengan namanya
Natural Inflation adalah inflasi yang terjadi karena sebab-sebab
alamiah yang manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam
mencegahnya. Human Error Inflation adalah inflasi yang terjadi
karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri.
28
2. Actual/Anticipated/Expected Inflation dan Unanticipated/Unexpected
Inflation. Pada Expected Inflation tingkat suku bunga pinjaman riil
akan sama dengan tingkat suku bunga pinjaman nominal dikurangi
inflasi atau secara notasi, ret = Rt – πe
t , sedangkan pada Unexpected
Inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak
merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi (Krugman & Obstfeld,
1991:523)
3. Demand Pull dan Cost Push Inflation. Demand Pull Inflation
diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi
Permintaan Agregatif (AD) dari barang dan jasa pada suatu
perekonomian. Cost Push Inflation adalah inflasi yang terjadi karena
adanya perubahan-perubahan pada sisi Penawaran Agregatif (AS) dari
barang dan jasa pada suatu perekonomian.
4. Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang diakibatkan
oleh inflasi yang terjadi sebelumnya yang mana inflasi yang
sebelumnya itu terjadi sebagai akibat dari inflasi yang sebelumnya lagi
dan begitu seterusnya.
5. Imported Inflation dan Domestic Inflation.Imported Inflation bisa
dikatakan adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh suatu
negara karena harus menjadi price taker dalam pasar perdagangan
internasional. Domestic Inflation bisa dikatakan inflasi yang hanya
terjadi di dalam negeri suatu negara yang tidak begitu mempengaruhi
negara-negara lainnya.
29
c. Teori Inflasi Islam.
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi
perekonomian karena (Masri, 1996) :
1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap
fungsi tabungan (nilai rupiah), fungsi dari pembayaran di muka, dan
fungsi dari unit penghitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang
dan aset keuangan akibat dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah
mengakibatkan terjadinya inflasi kembali, atau dengan kata lain ‘self
feeding inflation’;
2. Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari
masyarakat (turunnya Marginal Prospensity to Save);
3. Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-
primer dan barang-barang mewah (naiknya Marginal Prospensity to
Consume);
4. Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non produktif yaitu
penumpukan kekayaan (hoarding) seperti: tanah, bangunan, logam
mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah
produktif seperti: pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan
lainnya.
Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (dalam Karim,
2011:140), yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun,
menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu natural inflation dan
humman error inflation.
30
1. Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab
alamiah, dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal
mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi
yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregat (AS) atau naiknya
Permintaan Agregatif (AD).
Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan
identitas (Karim, 2010:140) :
Di mana: M = Jumlah Uang Beredar (JUB)
V = kecepatan peredaran uang
P = tingkat harga
T = jumlah barang dan jasa (kadang dipakai notasi Q)
Y = tingkat pendapatan nasional (GDP)
Maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai:
a. Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam
suatu perekonomian (T). misalnya T↓ sedangkan M dan V tetap,
maka konsekuensinya P↑.
b. Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor
lebih besar dari pada nilai impor, sehingga secara netto terjadi
impor uang yang mengakibatkan M↓ sehingga jika V dan T tetap
maka P↑.
Lebih jauh, jika di analisis dengan persamaan:
MV = PT = Y
31
Dan:
Di mana : Y = pendapatan nasional
C = konsumsi
I = investasi
G = pengeluaran pemerintah
(X-M) = net export
Maka :
2. Humman Error Inflation
Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada Natural Inflation,
maka inflasi-inflasi yang disebabkan oleh hal-hal lainnya dapat
digolongkan sebagai Humman Error Inflation atau False Inflation.
Humman Error Inflation dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan
oleh kesalahan dari manusia itu sendiri (sesuai dengan QS Al-Rum
[30]: 41).
Humman Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-
penyebabnya sebagai berikut:
1. Korupsi dan administrasi yang buruk;
2. Pajak yang berlebihan (excessive tax);
AD = AS
AS = Y
AD = C+I+G+ (X-M)
Y = C+I+G+ (X-M)
32
3. Percetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang
berlebihan (excessive seignorage)
d. Hubungan Inflasi dengan Financing To Deposit Ratio (FDR)
Menurut Karim (2010: 139), dampak dari inflasi diantaranya
adalah melemahkan semangat untuk menabung dan meningkatkan
kecenderungan untuk berbelanja. Meningkatnya inflasi maka nilai uang
akan “menurun” dan hal tersebut menyebabkan masyarakat juga akan
menarik uangnya dari bank untuk memenuhi kegiatan berbelanjanya dana
diperbankan akan berkurang sehingga akan mempengaruhi tingkat FDR
perbankan.
Pada penelitian Novitasari (2014) menyatakan inflasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap FDR. Penelitian Sri Haryati (2008)
menyatakan inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan kredit. Pada
penelitian Abdul Mongid (2008) menunjukan hasil kebijakan moneter
adalah hal penting untuk mengendalikan kegiatan ekonomi melalui jalur
kredit. Pada penelitian Haas dan Lelyveld (2006) inflasi berpengaruh
negatif signifikan terhadap pertumbuhan kredit bank nasional di wilayah
Eropa Tengah dan Eropa Timur. Jadi, dapat dikatakan Inflasi memiliki
pengaruh negatif terhadap FDR, karena disaat inflasi tinggi orang menarik
dananya dari bank sehingga dana di bank sedikit dan akibatnya bank
memiliki tingkat FDR yang rendah.
33
B. Penelitian Terdahulu
Sebelum penulis melakukan penelitian ini, telah ada penelitian terdahulu
yang meneliti mengenai variabel Financing to Deposit Ratio (FDR) pada bank
syariah atau Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk bank konvensional. Hal ini
sebagai acuan bahwa variabel mikro dan makro yang berpengaruh bukan hanya
berpengaruh terhadap rasio kredit pada bank konvensional tetapi juga rasio
pembiayaan pada bank syariah. Variabel yang penulis teliti yaitu Dana Pihak
Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi. Diantaranya seperti
yang akan penulis jabarkan pada pembahasan di bawah ini.
Penelitian pertama dilakukan oleh Novitasari (2014) yang berjudul
Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Financing To Deposit Ratio (FDR)
Sebagai Indikator Likuiditas Pada Perbankan Syariah Di Indonesia (Periode
Triwulan I 2003 – IV 2013). Variabel yang terkait yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK)
Return On Asset (ROA), Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi.
Hasil penelitian secara simultan menunjukkan hasil yang positif dan
signifikan. Secara parsial, DPK berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FDR,
PYD berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDR, ROA berpengaruh positif
dan signifikan terhadap FDR, penempatan pada BI dan bank lain berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap FDR, inflasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap FDR, dan yang terakhir adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak.
Penelitian kedua dilakukan oleh Prihatiningsih (2012) dengan judul
Dinamika Financing To Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah tahun 2006-
2011. Variabel yang terkait yaitu DPK, CAR, SBIS.
34
Hasil penelitian menunjukan secara simultan variabel-variabel independen,
DPK, CAR, dan SBIS secara bersama-sama berpengaruh terhadap FDR, secara
parsial variabel DPK dan CAR berpengaruh terhadap FDR sedangkan variabel
SBIS tidak berpengaruh terhadap FDR.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo
(2012) yang berjudul pengaruh CAR, NPL, DPK dan ROA Terhadap LDR
Perbankan Indonesia. Variabel yang terkait adalah CAR, NPL, DPK dan ROA.
Hasil penelitian ditemukan bahwa selama periode penelitian secara parsial,
variabel CAR dan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR
perusahaan, NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR perusahaan,
sedangkan DPK tidak berpengaruh terhadap LDR perusahaan.
Penelitian keempat dilakukan oleh Arditya Prayudi (2011) yang berjudul
“Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), BOPO,
Return On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM) terhadap Loan to Deposit
Ratio (LDR)”. Variabel yang terkait yaitu CAR, NPL, BOPO, ROA dan NIM.
Teknis analisis data menggunakan metode Regresi Linier Berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel-variabel
CAR, NPL, BOPO, ROA dan NIM berpengaruh terhadap LDR. Hasil secara
parsial variabel CAR, NPL dan BOPO tidak berpengaruh terhadap LDR,
sedangkan variable ROA dan NIM berpengaruh terhadap LDR.
Penelitian kelima dilakukan oleh Sri Haryati (2008) dengan judul
penelitian yaitu Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia: Intermediasi dan
Pengaruh Variabel Makroekonomi. Variabel yang terkait dalam penelitian ini
35
adalah Pertumbuhan Ekses Likuiditas, DPK, Pertumbuhan Pinjaman/Simpanan
Diterima, Bunga SBI, Inflasi, dan Nilai Tukar.
Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh variabel independen secara
simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit baik perbankan nasional
maupun bank asing-campuran.
Penelitian keenam dilakukan oleh Abdul Mongid (2008) yang berjudul
The Impact of monetary Policy on Bank Credit During Economic Crisis:
Indonesia’s Experience. Variabel yang terkait adalah SBI, Index of Deposit
Change, Growth of Base Money, Exchange Rate, Crisis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan moneter dapat
mempengaruhi pinjaman bank. Variabel moneter seperti kebijakan tingkat
diskonto, uang primer dan kebijakan nilai tukar yang sangat penting dalam
menentukan kredit perbankan. hasilnya memberikan bukti bahwa kebijakan
moneter adalah bagian penting sebagai untuk mengendalikan kegiatan ekonomi
melalui jalur kredit.
Penelitian yang ketujuh atau yang terakhir adalah penelitian yang
dilakukan oleh Ralph de Haas dan Iman Lelyveld (2003) yang berjudul Foreign
Bank and Credit Stability in Central and Eastern Europe : Friends or Foes?.
Variabel yang terkait adalah GDP (PDB), Inflasi, Suku Bunga Pinjaman.
Hasil penelitian menunjukan pada bank – bank nasional di Eropa Tengah
dan Eropa Timur: PDB berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan
kredit. Suku bunga pinjaman berpengaruh negatif signifikan terhadap
pertumbuhan kredit. Pada bank – bank asing di Eropa Tengah dan Eropa Timur:
36
GDP (PDB) berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Inflasi
berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Suku bunga pinjaman
berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan kredit.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Variabel
Temuan Perbedaan
Dependen Independen
1 Novitasari
(2014)
Analisis
Faktor –
Faktor Yang
Mempengaru
hi Finance To
Deposit Ratio
(FDR)
Sebagai
Indikator
Likuiditas
Pada
Perbankan
Syariah Di
Indonesia
( Periode
Triwulan I
2003 – IV
2013 )
Financing
to Deposit
Ratio
(FDR)
DPK
ROA
Inflasi
Pertumbuha
n Ekonomi
Secara simultan
menunjukkan
hasil yang positif
dan signifikan.
Secara parsial,
DPK, dan
penempatan pada
bank lain
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap FDR.
PYD, ROA, dan
inflasi
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap FDR
dan yang terakhir
pertumbuhan
ekonomi yang
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap FDR.
Perbedaannya
terletak pada
periode yang
digunakan
yaitu 2003-
2013, lebih
panjang dari
penelitian ini
dan
menggunakan
variabel
eksternal
pertumbuhan
ekonomi selain
inflasi.
2 Prihatiningsih
(2012)
Dinamika
Financing To
Deposit Ratio
(FDR)
Perbankan
Syariah tahun
2006-2011
Financin
g to
Deposit
Ratio
(FDR)
DPK
CAR
SBIS
Secara simultan
DPK, CAR, dan
SBIS
berpengaruh
terhadap FDR
Secara parsial
variabel DPK
dan CAR
berpengaruh
terhadap FDR
sedangkan
variabel SBIS
tidak
berpengaruh
terhadap FDR
Perbedaannya
terletak pada
periode yang
digunakan
yaitu 2006-
2011 dan latar
belakang
penelitiannya
bertujuan
untuk
menganalisis
pengaruh
DPK, CAR
dan SBIS
terhadap FDR
37
3 Hersugondo
dan Handy
Setyo
Tamtomo
(2012)
Pengaruh
CAR, NPL,
DPK dan
ROA
Terhadap
LDR
Perbankan
Indonesia
Loan to
Deposit
Ratio
(LDR)
CAR
NPL
DPK
ROA
Berdasarkan
hasil penelitian
ditemukan bahwa
selama periode
penelitian secara
parsial, variabel
CAR dan ROA
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap LDR,
NPL
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap LDR,
sedangkan DPK
tidak
berpengaruh
terhadap LDR.
Perbedaannya
terletak pada
variabel yang
digunakan
yang seluruh
variabel
independennya
merupakan
faktor internal
perbankan.
4 Arditya
Prayudi
(2011)
Pengaruh
Capital
Adequacy
Ratio (CAR),
Non
Performing
Loan (NPL),
BOPO,
Return On
Asset (ROA)
dan Net
Interest
Margin
(NIM)
terhadap
Loan to
Deposit Ratio
(LDR)
Loan to
Deposit
Ratio
(LDR)
CAR
NPL
BOPO
ROA
NIM
Secara simultan
variabel
independen
CAR, NPL,
BOPO, ROA dan
NIM
berpengaruh
terhadap LDR
Secara parsial
variabel; CAR,
NPL, dan BOPO
tidak
berpengaruh
terhadap LDR
sedangkan
variabel ROA
dan NIM
berpengaruh
terhadap LDR
Perbedaannya
terletak pada
periode yang
digunakan yaitu
2006-2010 dan
latar belakang
penelitiannya
yang bertujuan
untuk menilai
kinerja bank
sebagai
lembaga
intermediasi
5 Sri Haryati
(2008)
Pertumbuhan
Kredit
Perbankan di
Indonesia:
Intermediasi
dan Pengaruh
Variabel
Makroekono
mi
Pertumbuh
an Kredit
Pertumbuh
an Ekses
Likuiditas
DPK
Pertumbuh
an
Pinjaman/
Simpanan
Diterima
Bunga SBI
Inflasi
Nilai
Tukar
Seluruh variabel
independen
secara simultan
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
kredit baik
perbankan
nasional maupun
bank asing-
campuran
Perbedaannya
terletak pada
variabel yang
digunakan dan
periode
penelitiannya
6 Abdul Mongid
(2008)
The Impact of
monetary
Policy on
The
Changes
in Total
SBI
Index of
Deposit
Hasil penelitian
menunjukan
bahwa kebijakan
Perbedaannya
terletak pada
varabel yang
38
Bank Credit
During
Economic
Crisis:
Indonesia’s
Experience
Banking
System
Credit
Change
Growth of
Base
Money
Exchange
Rate
Crisis
moneter dapat
mempengaruhi
pinjaman bank.
Variabel moneter
seperti kebijakan
tingkat diskonto,
uang primer dan
kebijakan nilai
tukar yang sangat
penting dalam
menentukan
kredit perbankan.
diganakan
yaitu
menggunakan
variabel
ekonomi
moneter.
7 Ralph de Haas
dan Iman
Lelyveld
(2003)
Foreign Bank
and Credit
Stability in
Central and
Eastern
Europe :
Friends or
Foes?
Pertumbu
han
Kredit
GDP
(PDB)
Inflasi
Suku
Bunga
Pinjaman
Pada bank –
bank nasional di
Eropa Tengah
dan Eropa
Timur:
PDB dan suku
bunga
pinjaman
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
pertumbuhan
kredit.
Pada bank – bank
asing di Eropa
Tengah dan
Eropa Timur:
GDP (PDB),
inflasi dan
suku bunga
pinjaman
berpengaruh
tidak
signifikan
terhadap
pertumbuhan
kredit.
Perbedaan
penelitian
terletak pada
latar belakang
penelitian yang
bertujuan
untuk
mengetahui
kinerja bank
asing dan
domestik di
Eropa Tengah
dan Timur
selain itu,
perbedaan juga
terletak pada
periode
penelitiannya
yaitu 1993-
2000
C. Kerangka Pemikiran
Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio untuk mengukur
fungsi intermediasi suatu bank khususnya bank syariah. Semakin tinggi rasio ini
atau mendekati 100% maka bank syariah semakin baik dalam menyalurkan dana
yang dikelolanya karena seluruh dana dari pihak ketiga maupun modal sendiri
berhasil disalurkan pada pihak selanjutnya yang membutuhkan dana. Namun jika
39
suatu bank terlalu berlebihan dalam memberikan pembiayaannya kepada sektor
yang nonproduktif maka akan menimbulkan berbagai macam risiko termasuk
risiko likuiditas.
Dapat diketahui bahwa Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data
yang penulis peroleh, Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) berada pada tingkat rata-rata diatas 120%. Bahkan pada suatu
periode mencapai 136%. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kestabilan variabel
makroekonomi, yaitu inflasi. inflasi dapat mempengaruhi Financing to Deposit
Ratio (FDR) melalui kondisi internal bank yaitu pembiayaan non lancar serta
Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai sumber dana yang akan disalurkan sebagai
pembiayaan oleh sebuah bank.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan variabel
independen (bebas) yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing
(NPF), dan Inflasi terhadap variabel dependen (terikat) yaitu Financing to Deposit
Ratio (FDR). Dengan mengunakan metode Ordinary Least Square (OLS) harus
lulus uji asumsi klasik, uji koefisien determinasi, uji F, uji t agar penelitian dapat
diuji dengan baik dan benar sesuai metodologi penelitian. Kerangka pemikiran
dalam penelitian ini jika divisualisasikan dalam bentuk skema atau model
sederhana adalah sebagai berikut :
40
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
D. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan
dan jawaban itu masih diuji secara empiris kebenarannya. Berdasarkan pada
kerangka pemikiran sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
Ho : Diduga Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF),
dan Inflasi tidak berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap
Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) Periode 2010-2013.
Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing
Financing (NPF), dan Inflasi Terhadap Financing to Deposit
Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di
Indonesia
Dana Pihak Ketiga
(DPK) Inflasi
Non Performing Financing
(NPF)
Interpretasi dan Kesimpulan
Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Uji Asumsi Klasik:
1. Uji Normalitas
2. Uji Multikolinearitas
3. Uji heteroskedastisitas
4. Uji Autokorelasi
Uji Statistik:
1. Uji F
2. Uji t
3. Uji Derajat Kointegrasi
41
Ha : Diduga Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF),
dan Inflasi berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Financing
to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan variabel terikat yaitu
Financing To Deposit Ratio (FDR) sebagai proksi dari tingkat resiko likuiditas.
Model dalam penelitian ini merupakan hasil penggabungan dari kerangka teoritis
beberapa pakar perbankan yang melihat pengaruh ataupun hubungan dari
variabel-variabel yang diuji dalam penelitian ini, yaitu: Dana Pihak Ketiga (DPK),
Non Perfoeming Financing (NPF) dan Inflasi terhadap Financing To Deposit
Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) . Penelitian ini merupakan
penelitian analisis pengaruh, karena tujuan penelitian ini adalah meneliti
hubungan pengaruh antara dua variabel, yaitu variabel independen (Non
Performing Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Inflasi), sedangkan
variabel dependen (Financing To Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah).
Data Operasional digunakan pada penelitian ini menggunakan data runut
waktu (time series). Semua data dalam bulanan pada Periode Januari 2010 –
Desember 2013 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia serta dari sumber-sumber
lainnya yang terkait.
B. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Data yang digunakan ialah data sekunder. Data sekunder adalah data
yang dikumpulkan secara tidak langsung dari sumbernya. Data sekunder
43
biasanya telah dikumpulan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan
kepada masyarakat pengguna data (Sugiyono,1999). Data yang digunakan
yakni data Bank Indonesia, dan diperoleh dari publikasi laporan bulanan yakni
Statistik Perbankan Syariah dan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, yang
dirilis oleh Bank Indonesia setiap tahunnya. Statistik Perbankan Syariah ini
memuat laporan keuangan beserta data rasio keuangan bank syariah secara
utuh maupun data tiap kategori dari bank syariah itu sendiri. Dari data tersebut
diambil khususnya data Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) secara
keseluruhan untuk periode 2010 hingga 2013, yakni dari bulan Januari 2010
hingga Desember 2013.
2. Sumber Data
Data yamg digunakan dalam penelitian ini bersumber pada Statistik
Perbankan Syariah Indonesia yang dicantumkan pada situs resmi Bank Indonesia
(www.bi.go.id).
C. Operasional Variabel Penelitian
Operasional variabel penelitian merupakan spesifikasi kegiatan peneliti
dalam mengukur suatu variabel. Spesifiakasi tersebut menunjukkan pada dimensi-
dimensi dan indikator-indikator dari variabel penelitian yang diperoleh melalui
pengamatan dan penelitian terdahulu.
1. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur likuiditas suatu bank dalam membayar kembali penarikan
dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang
44
diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Namun pembiayaan yang tinggi juga
dapat menjadi sebuah permasalahan tersendiri karena menurut Siamat
(2005:360), salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah
adalah kebijakan perkreditan yang ekspansif. Sedangkan, para praktisi
perbankan menyepakati bahwa batas aman dari Loan to Deposit Ratio (LDR)
atau Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah sekitar 80%. Namun batas
toleransi berkisar 85%-100%. Namun oleh Bank Indonesia, suatu bank masih
dianggap sehat jika Loan to Deposit Ratio (LDR) nya masih dibawah 110%
(Suryani, 2011).
Pemilihan variabel FDR menjadi penting karena semakin tinggi FDR
menunjukan semakin riskan kondisi likuiditas bank. Sebaliknya, semakin
rendah LDR/FDR menunjukan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan
kredit. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryati
(2001).
Penelitian ini menguji tentang fungsi intermediasi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah. Fungsi intermediasi tersebut diproksikan dalam variabel FDR.
Adapun cara menghitung dari FDR yaitu (Faisol, 2007):
Dalam penelitian ini digunakan data first difference yang sehingga
penjelasan dari variabel FDR ini akan berubah menjadi laju perubahan FDR
yang berarti kenaikan atau penurunan FDR dari periode ke periode dan dari tahun
ke tahun yang terus berjalan sesuai urutan waktu yang bersifat objektif atau fakta.
𝐹𝐷𝑅 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑃𝐾 + 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑡𝑖𝑥100
45
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai proksi dari
tingkat resiko likuiditas, diperoleh dari Bank Indonesia yaitu Statistik
Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan dari tahun 2010-2013
dalam persen.
2. Variabel Bebas (Independent Variable)
a. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana Pihak Ketiga adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, serifikat depposito, tabungan
atau yang dapat dipersamakan dengan itu. Dengan dana yang berhasil
dihimpun oleh bank, maka bank tersebut dapat menyalurkan kredit lebih
banyak. Sehingga dapat dijelaskan bahwa semakin besar DPK maka
semakin besar pula pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat.
Pemilihan variabel DPK karena dana-dana yang dihimpun dari masyarakat
ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh
bank (bisa mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank).
Pada penelitian Makiyan (2001), menyatakan bahwa jika semakin
besar sumber dana yang dihimpun bank akan semakin besar pembiayaan
yang akan disalurkan oleh bank tersebut. Penelitian yang menyatakan
bahwa Dana Pihak Ketiga berpengaruh positif dan signifikan juga
dibuktikan oleh penelitian dari Asy’ari (2004), Roesmara dan Dumairy
(2006), dan Adnan dan Pratin (2005).
Terdapat penjelasan yang berbeda dari variabel DPK karena dalam
penelitian ini digunakan data first difference maka penjelasan variabel
46
DPK berubah menjadi laju perubahan DPK yang berarti kenaikan atau
penurunan DPK dari periode ke periode dan dari tahun ke tahun yang terus
berjalan sesuai urutan waktu yang bersifat objektif atau fakta. Data
ooperasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank
Indonesia yaitu Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan
bulanan dari tahun 2010-2013 dalam jutaan rupiah.
b. Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) termasuk salah satu indikator
dalam menilai kinerja suatu bank. Selain itu juga Non Performing
Financing merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukan
kerugian akibat resiko pembiayaan. Menurut Dendawijaya (2005:82) NPF
adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan
yang disalurkan oleh bank syariah. Alasan pemilihan variabel NPF ini
karena pada perbankan syariah apabila terjadi Non Performing Financing
(NPF) maka akan berakibat terguncangnya kinerja pada perbankan itu
sendiri. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Moch.
Soedarto yang menyimpulkan bahwa pada taraf signifikansi 5% jumlah
kredit non lancar berpengaruh negatif signifikan terhadap besar kecilnya
pemberian kredit. Oleh karena itu semakin besar kredit non lancar maka
jumlah kredit yang dapat disalurkan oleh Bank Syariah semakin kecil,
begitu sebaliknya (Soedarto,2004:64).
Dalam kegiatan sehari-hari, pembiayaan bermasalah adalah
pembiayaan-pembiayaan yang kategori kolektabilitasnya masuk dalam
47
kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan
pembiayaan macet.
Adapun cara menghitung dari NPF (Non Performing Financing)
yaitu sebagai berikut:
Tingkat Non Performing Financing (NPF) yang tinggi
mengharuskan bank membentuk cadangan penghapusan yang lebih besar.
Hal ini akan membuat bank menurunkan jumlah kredit yang
disalurkannya, karena bank tidak akan mengambil resiko yang terlalu
besar apabila terjadi gagal bayar.
Dengan digunakannya data first difference dalam penelitian ini
maka penjelasan variabel NPF akan berubah menjadi laju perubahan NPF
yang berarti kenaikan atau penurunan NPF dari periode ke periode dan dari
tahun ke tahun yang terus berjalan sesuai urutan waktu yang bersifat objektif
atau fakta. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari Bank Indonesia yaitu Statistik Perbankan Syariah berdasarkan
perhitungan bulanan dari tahun 2010-2013 dalam persen.
c. Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum
dan secara terus menerus dalam jangka waktu yang relatif panjang. Inflasi
melemahkan semangat untuk menabung. Penulis memilih variabel inflasi
karena dunia perbankan memiliki hubungan yang sangat erat dengan
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑁𝑃𝐹 =𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑥 100
48
kondisi perekonomian, karena kondisi perekonomian dapat mempengaruhi
aktifitas perbankan, salah satu indikator perekonomian adalah inflasi.
Menurut Dornbus dan Fischer (dalam Kusuma, 2011:2), kebijakan
moneter yang dikeluarkan oleh bank Indonesia dengan cara menaikkan
atau menurunkan tingkat suku bunga untuk mengurangi atau menambah
laju inflasi akan sangat mempengaruhi peran intermediasi di dunia
perbankan. Meningkatnya inflasi maka nilai mata uang akan menurun, dan
hal tersebut menyebabkan masyarakat juga merasa tidak diuntungkan
dengan menyimpan uang di bank. Dengan harapan bunga atau nisbah
tinggi, sehingga dana yang dihimpun bank akan menjadi lebih kecil.
Karena data dalam penelitian ini menggunakan data first difference
maka definisi variabel inflasi akan berbeda yaitu menjadi laju perubahan
inflasi yang berarti kenaikan atau penurunan inflasi dari periode ke periode
dan dari tahun ke tahun yang terus berjalan sesuai urutan waktu yang bersifat
objektif atau fakta. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari Bank Indonesia yaitu Statistik Perbankan Syariah
berdasarkan perhitungan bulanan dari tahun 2010-2013 dalam persen.
D. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif, yaitu
dimana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka. Dalam penelitian
ini menggunakan jenis kuantitatif dengan format deduktif yang dimulai dari
keadaan umum menuju ke hal-hal yang khusus. Pemilihan alat analisis dalam
49
penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS) yaitu suatu metode
ekonometrik dimana terdapat variabel independen sebagai variabel penjelas dan
variabel dependen sebagai variabel yang dijelaskan dalam suatu persamaan linier.
Dalam OLS hanya terdapat satu variabel dependen, sedangkan untuk variabel
independen jumlahnya bisa lebih dari satu. OLS merupakan metode regresi yang
meminimalkan jumlah kesalahan (error). Karena model regresi yang baik adalah
model regresi yang dapat menghasilkan error terkecil. Semakin kecil error yang
dihasilkan, maka semakin baik model regresi tersebut. Menurut Nachrowi
(2006:9), Ordinary Least Square (OLS) ini digunakan untuk mencapai
penyimpangan atau error yang minimum dengan menggunakan regresi berganda
(Multiple Regression) yaitu digunakan lebih dari sebuah variabel bebas. Nilai
error terkecil menunjukkan nilai estimasi yang dihasilkan dari suatu analisis
regresi akan mendekati nilai aktualnya. Error di sini maksudnya adalah selisih
antara nilai duga (predicted value) dengan nilai pengamatan yang sebenarnya.
Menurut Ajija (2011:23) Ordinary Least Square merupakan metode
estimasi yang sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dari
fungsi regresi sampel. Sedangkan menurut Winarno (2009:4.1), OLS bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara suatu variabel dependen dan variabel
independen, apabila terdapat beberapa variabel independen.
Untuk analisis data akan dilakukan dengan bantuan aplikasi komputer
yaitu program Excel 2007 dan Eviews 6. Dalam penelitian ini data yang
digunakan adalah data log natural (In) pada data variabel Financing to Deposit
Ratio (FDR) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) karena untuk penyertaan data dari
50
variabel tersebut satuan datanya berbeda dan juga sebagai memecahkan
persamaan yang tidak diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain
(Nachrowi, 2006:67).
Tujuan utama dari transformasi data ini adalah untuk mengubah skala
pengukuran data asli menjadi bentuk lain sehingga data dapat memenuhi asumsi-
asumsi yang mendasari analisis ragam. Selain itu data yang digunakan adalah data
dalam bentuk first difference agar data stasioner, karena kestasioneran data sangat
diperlukan pada metode data time series. Peramalan dapat dilakukan apabila
kondisi data sudah stasioner.
Hubungan variabel Fnancing to Deposit Ratio (FDR) dengan variabel
Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), Inflasi
diformulasikan sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3)
Sedangkan model Ordinary Least Square (OLS) ditulis:
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e ................................................................. (3.1)
Sehingga model yang terbentuk dalam penelitian ini menjadi:
D(LnFDR) = β0 + β1 D(LnDPK) + β2 D(NPF) + β3 D(INF) + e ..... (3.2)
Keterangan:
D(LnFDR) = Perubahan Log Natural Financing to Deposit Ratio
β0 = Constanta
β1, β2, β3 = Koefisien regresi dari masing-masing variabel yang
mempengaruhi FDR
D(LnDPK)= Perubahan Log Natural Dana Pihak Ketiga periode t
51
D(NPF) = Perubahan Non Performing Financing periode t
D(INF) = Perubahan Inflasi periode t
e = eror term (Variabel di luar model tetapi tidak ikut
berpengaruh terhadap varibael terikat)
1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat
multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik
penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan
varian yang minimum (Best Linear Unbiasea Estimator = BLUE), yang berarti
model regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu diperlukan pendektesian
lebih lanjut diantaranya:
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data kita
memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik
parametrik (statistik inferensial). Menurut Sugiyono (2011:241) Uji
Normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui data
berdistribusi normal atau tidak, data yang baik dan layak digunakan dalam
penelitian yaitu data yang memiliki distribusi normal yang pada langkah
selanjutnya tidak menyimpang dari kebenaran dan dapat dipertanggung
jawabkan (Sudjana, 1996:291). Pengamatan data yang normal akan
memberikan nilai ekstrim rendah dan ekstrim tinggi yang sedikit dan
kebanyakan mengumpul di tengah.
52
Salah satu asumsi dalam analisis statistik adalah data berdistribusi
normal. Dalam analisis multivariate, para peneliti menggunakan pedoman
jika tiap variabel terdiri dari 30 data, maka data sudah berdistribusi
normal. Apabila melibatkan 3 variabel, maka diperlukan 3 x 30 = 90.
Meskipun demikian, untuk menguji dengan lebih akurat, diperlukan alat
analisis dan EViews menggunakan 2 (dua) cara, yaitu dengan Histogram
dan Uji Jarque-Bera. Uji Jarque-Bera adalah uji statistik untuk
mengetahui apakah data berdistribusi normal. Uji ini mengukur
perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan apabila
datanya bersifat normal. Rumus yang digunakan adalah: (Winarno,
2009:5.37)
𝐽𝑎𝑟𝑞𝑢𝑒 − 𝐵𝑒𝑟𝑎 = 𝑁 − 𝑘
6 (𝑆2 +
(K − 3)2
4)
Dimana:
N = ukuran sampel
S = Skewness/Kemencengan
K = Kurtosis/Peruncingan
K = banyaknya koefisien yang digunakan di dalam persamaan
Berikut hipotesis langkah-langkah pengujian normalitas:
Hipotesis : Ho : Model normal
Ha : Model tidak normal
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → signifikan, Ho diterima
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → tidak signifikan, Ho ditolak.
53
Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti mempunyai
sebaran yang normal pula. Dengan kondisi ini maka data tersebut dapat
dijadikan sampel yang baik dan dapat mewakili populasi. Dengan H0 pada
data distribusi normal, uji jarque-bera didistribusikan dengan X2 dengan
derajat bebas (degree of freedom) sebesar 2. Probability menunjukkan
kemungkinan nilai Jarque-Bera melebihi nilai terobservasi di bawah
hipotesis nol. (Winarno, 2009:5.37).
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui
adanya hubungan antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan
dalam model regresi. Sedangkan menurut Gujarati (2006: 62)
multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti
diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan (independen) dari
model regresi.
Istilah multikolinearitas pertama kali ditemukan oleh Ragnar
Frisch yang berarti adanya hubungan linier yang “sempurna” atau pasti di
antara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi berganda.
Terjadinya multikolinearitas biasanya merupakan akibat dari
kecenderungan variabel ekonomi yang bergerak secara bersama-sama
sepanjang waktu.
Dalam penelitian ini penulis akan melihat multikolinearitas dengan
menguji koefisien korelasi (r) berpasangan yang tinggi di antara variabel-
variabel penjelas. Sebagai aturan main yang kasar (rule of thumb), jika
54
koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas 0,8 ada kemungkinan
terjadinya kolinearitas yang serius dalam model. Sebaliknya jika koefisien
korelasi relatif rendah maka diduga model tidak mengandung
multikolinieritas (Gujarati, 2006: 62).
Uji koefisien korelasinya yang mengandung unsur kolinearitas,
misalnya variabel X1 dan X2. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut :
Bila r < 0,8 (model tidak terdapat multikolinearitas)
Bila r > 0,8 (model terdapat multikolinearitas)
Jika terjadi multikolinearitas pada model maka akan menyebabkan
koefisien regresi yang tinggi namun dengan sejumlah variabel yang tidak
signifikan. Sebaliknya jika tidak terdapat multikolinearitas maka koefisien
regresi yang tinggi akan diikuti oleh sejumlah variabel yang signifikan
(Rosadi, 2012:80).
Rumus korelasi, (Purwanto, 2002:193):
𝑟𝑥𝑦 = 𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑𝑋)(∑𝑌)
√{𝑁∑𝑋2 −(∑𝑋)2}{𝑁∑𝑌2−(∑𝑌)2}
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
N = Jumlah responden
∑XY = Jumlah perkalian antara X dan Y
∑X = Jumlah nilai X
∑Y = Jumlah nilai Y
∑X2 = Jumlah kuadrat dari X
55
∑Y2 = Jumlah kuadrat dari Y
Sedangkan menurut Gujarati (2006:66) konsekuensi adanya
multikolinieritas adalah:
1. Varians besar dan kesalahan standar estimator OLS.
2. Interval keyakinan yang lebih besar.
3. Rasio t tidak signifikan.
4. Nilai R2 yang tinggi tapi sedikit rasio t signifikan.
5. Estimator OLS dan kesalahan standarnya menjadi sangnat sensitif
terhadap perubahan kecil dalam data; yakni, cenderung tak stabil.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas adalah uji yang digunakan karena
terjadinya gangguan (error) yang muncul dalam fungsi regresi yang
mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien
baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (tapi masih tetap tidak
bias dan konsisten). Menurut Ghozali (2005:105) uji heteroskedastisitas
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance residual dari satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedatisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
Heteroskedastisitas (Gujarati, 2007:82).
Heterokedastisitas terjadi apabila varian Ut tidak konstan atau
berubah-ubah seiring dengan berubahnya variabel. Akibat terjadinya
56
heteroskedastisitas maka setiap terjadi perubahan pada variabel terikat
mengakibatkan errornya (residual) juga berubah sejalan atau kenaikan atau
penurunannya. Dengan kata lain konskuensinya apabila variabel terikat
bertambah maka kesalahan juga akan bertambah (Gujarati, 1988:401).
Dalam penelitian ini digunakan metode White untuk mendeteksi
heteroskedastisitas. Uji White dilakukan dengan meregresikan residual
kuadrat sebagai variabel dependen ditambah dengan kuadrat variabel
independen.
Regresi awal :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3
Regresi White :
ei² = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β1X12 + β2X22 + β3X32
Langkah-langkah pengujian heteroskedastisitas sebagai berikut
Hipotesis : Ho : Model tidak terdapat heteroskedastisitas.
Ha : Model terdapat heteroskedastisitas.
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima.
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak.
Jika model bebas dari heteroskedastisitas maka model tidak
berubah untuk setiap amatan atau tidak dipengaruhi oleh waktu, karena
varian atau keragaman error pada model tetap atau konstan. Sebaliknya,
jika terjadi heteroskedastisitas model dapat berubah-ubah karena varian
atau keragaman error pada model tidak tetap atau tidak konstan.
57
Sedangkan menurut Gujarati (2006:87) konsekuensi adanya
heteroskedastisitas adalah:
1. Estimator OLS masih linear.
2. Masih tak bias.
3. Tapi tidak lagi memiliki varians; artinya, tidak lagi efisien. Ini berlaku
juga dalm sampel yang besar.
4. Rumus-rumus biasa untuk menaksir varians estimator OLS umumnya
bias.
d. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi adalah untuk mengetahui adanya korelasi antara
variabel gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam model
sampel kecil maupun dalam sampel besar. Autokorelasi bisa didefinisikan
sebagai korelasi di antara anggota observasi yang diurut menurut waktu
(seperti deret berkala) atau ruang (seperti data lintas-sektoral) (Gujarati
2006:112).
Untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga
digunakan uji Langrange Multiplier (LM Test) dengan membandingkan
nilai probabilitas R-Square dengan α = 0.05 (Gujarati 2006:112). Selain itu
cara untuk mendeteksi autokorelasi dengan menggunakan statistik d dari
Durbin-Watson.
Statistik d dari Durbin-Watson memiliki rumus sebagai berikut:
d = ∑ (𝑒𝑡−𝑒𝑡−1)2𝑡−𝑁
𝑡−2
∑ 𝑒𝑡2𝑡−𝑁
𝑡−1
58
Keterangan:
et = residual tahun t
et-1 = residual satu tahun sebelumnya
N = jumlah observasi
Langkah-langkah pengujian autokorelasi sebagai berikut :
Hipotesis : Ho : Model tidak terdapat Autokorelasi
Ha : Model Terdapat Autokorelasi.
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima.
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak
Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model
tersebut tidak terdapat autokorelasi. Apabila probabilitas Obs*R2 lebih
kecil dari 0.05 maka model tersebut terdapat autokorelasi. Selain itu, ada
salah satu cara lagi yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah
uji Durbin Watson (D-W). Berikut table 3.1 yang digunakan untuk
menentukan ada tidaknya autokorelasi dengan uji Durbin-Watson.
(Gujarati , 2006:119) :
Tabel 3.1
Uji Durbin-Watson (DW)
Tolak Ho,
berarti ada
autokorelasi
positif
Daerah
meragukan
Terima Ho,
tidak ada
Autokorelasi
Daerah
meragukan
Tolak Ho,
berarti ada
autokorelasi
negatif
0 dl du 2 4-du 4-dl 4
Menurut Gujarati (2006:115) konsekuensi adanya autokorelasi
adalah:
59
1. Estimator kuadrat kecil masih linear dan tak bias.
2. Tapi estimator tersebut tidak efisien; artinya, tidak memiliki varians
minimum bila dibandingkan dengan prosedur yang
mempertimbangkan autokorelasi.
2. Uji Statistik
Data yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-
variabel yang akan diteliti. Pengolahan data menggunakan Excel 2007 dan
Eviews 6. Dalam pengujian ini menggunakan Uji Statistik meliputi uji-t dan
uji-F.
a. Uji Parsial (Uji-t)
Uji t digunakan untuk menguji apakah setiap variabel bebas
(Independen) secara masing-masing parsial atau individu memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (dependent) pada
tingkat signifikansi 0.05 (5%) dengan menganggap variabel bebas bernilai
konstan. Langkah-langkah yang harus dilakukan dengan uji-t yaitu dengan
pengujian, yaitu : (Nachrowi, 2006:17)
Rumus uji t yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dari tiap-
tiap variabel independen terhadap variabel dependen (secara parsial)
sebagai berikut (Sanusi, 2003):
t = 𝑏
𝑆𝑒𝑏
Keterangan :
b = koefisein regresi
60
Seb = standar error b
Hipotesis : Ho : βi = 0 artinya masing-masing variabel bebas tidak ada
pengaruh yang signifikan dari variabel terikat.
H1 : βi ≠ 0 artinya masing-masing variabel bebas
ada pengaruh yang signifikan dari variabel terikat.
Bila probabilitas > α 5% → variabel bebas tidak signifikan atau tidak
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (Ho terima, Ha tolak).
Bila probabilitas < α 5% → variabel bebas signifikan atau mempunyai
pengaruh terhadap variabel terikat (Ho tolak, Ha terima).
b. Uji Fisher (Uji-F)
Uji Fisher (Uji-F) digunakan untuk mengetahui apakah seluruh
variabel bebas (independen) secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel terikat (dependen) pada tingkat signifikansi 0.05 (5%). Pengujian
semua koefisien regresi secara bersama-sama dilakukan dengan uji-F
dengan pengujian, yaitu (Nachrowi, 2006:16)
Rumus yang digunakan dalam uji F yaitu uji untuk melihat
pengaruh secara simultan variabel independen terhadap variabel dependen
adalah sebagai berikut (Sanusi, 2003):
F =
𝑅2
𝑘⁄
(1−𝑅2(𝑛−𝑘−1)
Keterangan :
R2 = koefisen regresi
n = jumlah sampel
61
k = jumlah variabel independen
Hipotesis : Ho : βi = 0 artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh
yang signifikan antara variabel bebas terhadap
variabel terikat.
H1 : βi ≠ 0 artinya secara bersama-sama ada pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas terhadap variabel
terikat.
Bila probabilitas > α 5% → variabel bebas tidak signifikan atau tidak
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.
Bila probabilitas < α 5% → variabel bebas signifikan atau mempunyai
pengaruh terhadap variabel terikat.
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Menurut Ajija (2011:34) Uji koefisien determinasi koefisien R2 atau
(R2 adjusted). Koefisien determinasi ini menunjukkan kemampuan garis
regresi menerangkan variasi variabel terikat Y yang dapat dijelaskan oleh
variabel bebas X. Nilai koefisien R2 atau (R2 adjusted) berkisar antara 0
sampai 1. Semakin mendekati 1, semakin baik.
Besarnya koefisien determinasi dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus :
R2 = 𝑎 ∑ 𝑌+𝑏∑𝑋𝑌−𝑛�̂�2
∑ 𝑌2−𝑛�̂�2
Keterangan :
R2 = koefisien determinasi
62
Y = variabel terikat
X = variabel bebas
Y2 = rata-rata hitung dari nilai Y
n = jumlah data
63
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR)
Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara total
pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank terhadap jumlah penerimaan dana
dari berbagai sumber. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tanggal 29 Mei
1993, dana yang dihimpun bank dalam penerapan rasio tersebut adalah dana
masyarakat/dana pihak ketiga, kredit likuiditas Bank Indonesia atau KLBI
(jika ada), dan modal inti bank (Dendawijaya, 2009:59).
Tingkat FDR ini menggambarkan kebijakan bank syariah dan BPRS
dalam menyalurkan dana yang dikelola dalam bentuk pembiayaan. Semakin
tinggi rasio ini maka menunjukan bahwa bank syariah semakin ekspansif
dalam kebijakan pembiayaannya. Perkembangan Financing to Deposit Ratio
(FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah periode 2010 – 2013 yang telah
diolah menjadi data kuartalan dapat dilihat pada gambar berikut:
64
Gambar 4.1
Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) BPRS Periode 2010-
2013
Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI (diolah)
Dapat dilihat gamabr tabel 4.1, pergerakan tingkat FDR yang fluktuatif
pada periode 2010-2013 dengan presentase terendah sebesar 119,67% dan
tertinggi sebesar 136,20%. Peningkatan FDR tertinggi terjadi pada kuartal 2
tahun 2013 yaitu naik sebesar 9,96%. Pergerakan FDR yang fluktuatif tersebut
dikarenakan kodisi perekonomian sepanjang periode penelitian yang fluktuatif
juga dan pada tahun 2013 kuartal 4 terjadi krisis mata uang yang
menyababkan tingkat FDR menurun. Dengan adanya krisis mata uang
tersebut, maka usaha-usaha juga akan menurun terutama usaha yang
berhubungan dengan ekspor dan import sehinggga kepercayaan bank untuk
menyalurkan dana di sektor riil akan menurun.
Tingginya FDR pada BPRS ini yang melebihi batas toleransinya pada
kisaran 85%-100% yang merujuk pada peraturan BI yaitu selalu di atas 110%
menunjukkan bahwa BPRS berada pada kebijakan yang ekspansif. Semakin
tinggi FDR maka semakin tinggi pembiayaannya daripada dana yang
110.00
115.00
120.00
125.00
130.00
135.00
140.00
2010 2011 2012 2013
Per
sen
Financing to Deposit Ratio (FDR)
FDR
65
dihimpun. Hal ini menjadi sangat riskan karena apabila terjadi kegagalan
usaha pada debitur khususnya pada pembiayaan bagi hasil yang cicilannya
tidak tetap, akan berdampak pada terjadinya kredit macet.
Namun kebanyakan bank syariah termasuk BPRS, lebih banyak
mengalokasikan dananya pada pembiayaan jangka pendek (jual beli:
murabahah) untuk menghidari risiko kredit pada pembiayaan jangka panjang
yang pada prakteknya hampir sama dengan bank konvensional, dimana pada
pembiayaan jenis ini cicilannya tetap dan lebih cepat kembali. Berdasarkan
data penelitian pada tahun 2010 – 2013, alokasi pembiayaan dengan akad jual
beli paling mendominasi dari seluruh jenis pembiayaan pada BPRS sebesar
79,92% dibandingkan pembiayaan bagi hasil yang hanya sebesar 12,29%.
Sehingga dapat disimpulkan dari data pada tabel 4.2 tingginya FDR pada
BPRS didominasi oleh pembiayaan jangka pendek (jual beli).
2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana Pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, baik
perseorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank dengan
menggunakan berbagai instrument produk simpanan yang dimiliki oleh bank.
Pada sebagian bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar
yang dimiliki, hal ini seuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari
masyarakat. Dan peningkatan dana pihak ketiga yang dihimpun bank dari
masyarakat biasanya akan diikuti pula peningkatan jumlah total pembiayaan
yang diberikan kepada masyaarakat. Perkembangan jumlah dana pihak ketiga
yang dihimpun oleh bank pembiayaan rakyat syariah pada periode januari
66
2010 sampai dengan desember 2013 yang telah diolah menjadi data
kuartalandapat kita lihat dan amati pada gambar grafik berikut ini :
Gambar 4.2
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) BPRS Periode 2010-2013
Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI (diolah)
Dana Pihak Ketiga adalah komponen dana yang paling penting,
besarnya keuntungan (profit) yang akan dihasilkan sangat bergantung pada
seberapa besar kemampuan bank dalam menghimpun dana dari masyarakat
dan kemudian menyalurkan pembiayaan atau melakukan investasi yang dapat
meningkatkan value dan asset. Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa
jumlah dana pihak ketiga pada bulan Januari 2010 – Desember 2013 terus
mengalami peningkatan. Jumlah Dana Pihak Ketiga tertinggi berada pada
bulan Desember 2013 sebesar 3,67 triliun rupiah dan terendah pada bulan
Januari 2010 yaitu sebesar 1,28 triliun rupiah.
3. Perkembangan Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) adalah jenis kredit yang bermasalah
yang memiliki klasifikasi kurang lancar, diragukan, dan macet. Rasio NPF ini
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
2010 2011 2012 2013
Juta
Ru
pia
h
Dana Pihak Ketiga (DPK)
DPK
67
menggambarkan tingkat kesehatan bank, oleh karena itu harus dikelola dengan
baik dan profesional agar tidak melampaui batas maksimal yang ditentukan
Bank Indonesia sebesar 5%. Semakin tinggi rasio ini maka kondisi bank
semakin memburuk karena dapat menyebabkan krisis likuiditas. Data untuk
rasio Non Performing Financing (NPF) pada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah periode 2010 – 2013 yang telah diolah menjadi data kuartalan dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.3
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) BPRS Periode 2010-
2013
Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI (diolah)
Dari gambar 4.3 terlihat bahwa Non Performing Financing (NPF)
sepanjang periode penelitian selalu berada di atas 5%. Rasio NPF yang selalu
berada di atas 5% ini karena dalam menyalurkan dananya, BPRS terlalu
percaya dan kurang selektif. NPF mulai mengalami trend penurunan sejak
kuartal 2 tahun 2011 meskipun tidak terlihat signifikan, tapi penurunan ini
menunjukkan kemajuan bagi BPRS. Pada tahun 2012 NPF stabil pada tingkat
rata-rata 6,60% yang menjadi rata-rata terendah dari periode 2010-2013.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
2010 2011 2012 2013
Per
sen
Non Performing Financing (NPF)
NPF
68
Peningkatan NPF kembali terjadi pada tahun 2013 dimana pada saat yang
sama terjadi krisis mata uang rupiah yang membuat turunnya daya beli
masyarakat. Hal yang sama juga dialami oleh pengusaha yang berutang,
mereka akan kesulitan membayar cicilan karena meningkatnya biaya
kebutuhan pokok dan operasional untuk kegiatan usahanya.
4. Perkembangan Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang
saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi
disebut deflasi.
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor
produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut
dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan
pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output
effects (Nopirin, 1987 : 32-34). Perkembangan Inflasi periode 2010 – 2013
dapat dilihat pada gambar berikut:
69
Gambar 4.4
Perkembangan Inflasi Periode 2010 - 2013
Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (diolah)
Pergerakan tingkat inflasi pada tahun 2010 hingga tahun 2013 dapat
dilihat bergerak sangat fluktuatif, dan mencapai tingkat tertinggi pada kuartal
3 tahun 2013. Hal ini terjadi karena adanya krisis mata uang yang yang
melanda negara-negara emerging markets termasuk Indonesia. Melemahnya
mata uang Rupiah terjadi karena keluarnya sejumlah besar investasi portofolio
asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan
nilai tukar rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar rupiah dengan
mata uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi
peningkatan penawaran atas rupiah.
B. Hasil Analisis Dan Pembahasan
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder
deret waktu (time series) mulai tahun 2010-2013. Penelitian mengenai Financing
to Deposit Ratio(FDR) menggunakan data pada perbankan syariah di Indonesia
sebagai variabel dependen (variabel tidak bebas). Sedangkan variabel independen
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
2010 2011 2012 2013
Per
sen
Inflasi
Inflasi
70
terdiri dari Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan
inflasi. Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian diperoleh
dari laporan bulanan Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya model yangdigunakan
sebagai alat analisis regresi linier berganda adalah Ordinary Least Square (OLS).
Model Ordinary Least Square (OLS) merupakan metode estimasi yang sering
digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dari fungsi regresi sampel
(Ajija, 2011:23). Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan
menggunakan MicrosoftExcel 2007 dan Eviews 6 untuk mempercepat hasil yang
dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti. Pembahasan dilakukan
dengan uji asumsi klasik, uji statistik dan uji determinasi.
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Menurut Wing Wahyu (2011:5.37-5.39) Uji normalitas bertujuan
untuk menguji apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak pada
variabel terikat dan variabel bebas. Model regresi yang baik adalah
memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji Normalitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunkan uji Jarque Berra
dengan melihat nilai probability. Bila nilai Jarque-Bera tidak signifikan
(lebih kecil dari 2) maka data tersebut terdistribusi normal. Kemudian, bila
probabilitas lebih besar dari 0,05 (5%), maka data terdistribusi normal.
71
Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas Jarque Berra
Sumber: Lampiran 3
Berdasarkan Gambar 4.5 menggambarkan bahwa data
dalampenelitian ini berdistribusi normal. Terlihat dari nilai probability
sebesar 0,912047 yang lebih besar dari derajat kesalahan α = 5% yaitu
0,05 sehingga dapat disimpulkan terima Ho, sehingga dikatakan data
berdistribusi normal.
Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti mempunyai
sebaran yang normal pula, maksudnya adalah data tersebut menyebar di
sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan
terpenuhinya asumsi normalitas ini maka uji validitas pengaruh variabel
independen baik secara serempak (uji F) maupun sendiri-sendiri (uji t) dan
estimasi nilai variabel dependen, berarti sangat valid untuk sampel kecil
ataupun tertentu.
0
2
4
6
8
10
12
14
-0.02 0.00 0.02 0.04
Series: Residuals
Sample 2010M02 2013M12
Observations 47
Mean -1.48e-18
Median 7.45e-05
Maximum 0.036224
Minimum -0.032161
Std. Dev. 0.014845
Skewness -0.152508
Kurtosis 2.968587
Jarque-Bera 0.184127
Probability 0.912047
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-0.06 -0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08
Series: Residuals
Sample 2010M01 2013M12
Observations 48
Mean -1.17e-15
Median 0.001167
Maximum 0.075252
Minimum -0.068581
Std. Dev. 0.030402
Skewness 0.034447
Kurtosis 2.744711
Jarque-Bera 0.139838
Probability 0.932469
72
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikorelasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan (korelasi) yang signifikan di antara dua atau lebih variabel
independen dalam model regresi. Menurut Wing Wahyu (2011:5.1)
Multikoliniearitas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel
independen. Deteksi adanya multikolinearitas dilakukan dengan
menggunakan uji korelasi parsial antar variabel independen. Dengan
melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel independen, dapat
diputuskan apakah data terkena multikolinearitas atau tidak, yaitu dengan
menguji koefisien korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi,
maka terdapat multikolinearitas, dimana model regresi yang baik adalah
tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen dengan variabel
dependen. Hasil pengujian multikolinearitas menggunakan uji korelasi (r)
dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Uji Multikolinearitas
D(LNDPK) D(NPF) D(INF)
D(LNDPK) 1.000000 -0.221496 -0.174487
D(NPF) -0.221496 1.000000 0.011384
D(INF) -0.174487 0.011384 1.000000
Sumber: Lampiran 4
Dari tabel 4.1 hasil analisis uji multikolinearitas dengan
correlation matrix di atas terlihat bahwa koefisien korelasi tidak ada yang
berada di atas 0.8, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak
terdapat masalah multikolinearitas.
73
Dengan tidak adanya masalah multikolinearitas maka koefisien
regresi pada model bernilai tinggi dan hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat bersifat signifikan.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas
dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan
Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas
(Nachrowi,2008:109).
Untuk mendeteksi data memiliki masalah heteroskedastis atau
tidak yaitu jika probabilitas OBS*R2 > 0,05 maka data tidak terdapat
heteroskedastisitas. Begitu sebaliknya, jika probabilitas OBS*R2 < 0,05
maka data terdapat heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas
dilakukan dengan aplikasi eviews 6 dengan menggunakan uji white,
diperoleh hasil regresi sebagai berikut:
Tabel 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 0.822782 Prob. F(9,37) 0.5992
Obs*R-squared 7.837781 Prob. Chi-Square(9) 0.5506
Scaled explained SS 6.457419 Prob. Chi-Square(9) 0.6934
Sumber: lampiran 5
74
Dari tabel 4.2 di atas diketahui bahwa nilai Obs*R2 sebesar
7,837781 dan probabilitas Chi-Square sebesar 0,5506 yang lebih besar
dari nilai α sebesar 0.05. Karena nilai probabilitas Chi-Square > dari α =
5% maka dalam hal ini Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa
data tersebut bersifat homokedastisitas setelah dilakukan uji White.
Dengan lolosnya uji heteroskedastisitas maka dalam model regresi
dapat dikatakan homokedastisitas yaitu varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi untuk mengetahui apakah dalam model regresi ada
korelasi antara kesalahan pada periode waktu yang lain. Menurut Winarno
(2011:5.26) autokorelasi adalah hubungan antar residual satu observasi
dengan observasi lainnya. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi
digunakan uji Langrange Multipllier (LM-Test). Uji ini sangat berguna
untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat
pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat.
Uji autokorelasi bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square. Jika
probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat singnifikansi 5% maka
tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Square
lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi.
75
Tabel 4.3
Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.683436 Prob. F(2,41) 0.1983
Obs*R-squared 3.566692 Prob. Chi-Square(2) 0.1681
Sumber: Lampiran 6
Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai Obs*R2 sebesar 3,566692
dan nilai probabilitas Chi-Square 0,1681 yang lebih besar dari nilai α
sebesar 0,05. Karena nilai probabilitas Chi-Square > α = 5% maka Ho
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak terdapat masalah
autokorelasi.
2. Uji Statistik
Dalam pengujian ini menggunakan Uji Statistik meliputi uji t, uji F,
dan koefisien determinasi (R2). Menurut Ajija (2011:34) uji t merupakan
pengujian terhadap koefisien dari variabel penduga atau variabel bebas.
Koefisien penduga perlu berbeda dari nol secara signifikan atau p-value sangat
kecil. Uji F atau uji model secara keseluruhan dilakukan untuk melihat apakah
semua koefisien regresi berbeda dengan nol atau model diterima. Sementara
itu uji koefisien determinasi R2 atau (R2 adjusted) menunjukan kemampuan
seberapa besar menerangkan variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel
bebas. Hasil pengolahan data menggunakan regresi linier berganda dengan
metode OLS (Ordinary Least Square) dapat dilihat pada tabel berikut:
76
Tabel 4.4
Hasil Estimasi Metode Ordinary least Square (OLS)
Sumber: Lampiran 7
Dari tabel 4.4 diatas, maka dapat disusun persamaa regresi linier
berganda sebagai berikut:
D(LNFDR) = 0,019657 – 0,908030 D(LNDPK) – 0,003476 D(NPF) +
0,001412 D(INF)
Dimana :
Y : LNFDR (Log Natural Financing to Deposit Ratio)
X1 : LNDPK (Log Natural Dana Pihak Ketiga)
X2 : NPF (Non Performing Financing)
X3 : INF (Inflasi)
Dependent Variable: D(LNFDR)
Method: Least Squares
Date: 05/02/15 Time: 21:01
Sample (adjusted): 2010M02 2013M12
Included observations: 47 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.019657 0.004128 4.762173 0.0000
D(LNDPK) -0.908030 0.152219 -5.965273 0.0000
D(NPF) -0.003476 0.007364 -0.472093 0.6392
D(INF) 0.001412 0.004068 0.347196 0.7301 R-squared 0.471799 Mean dependent var -0.000426
Adjusted R-squared 0.434947 S.D. dependent var 0.020426
S.E. of regression 0.015354 Akaike info criterion -5.433624
Sum squared resid 0.010137 Schwarz criterion -5.276164
Log likelihood 131.6902 Hannan-Quinn criter. -5.374371
F-statistic 12.80278 Durbin-Watson stat 1.474939
Prob(F-statistic) 0.000004
77
a. Interpretasi
1. Dari hasil olah data OLS, nilai konstanta sebesar 0,019657. artinya
bahwa apabila variabel bebas (independen) dianggap konstan atau
tidak mengalami perubahan maka akan menaikan atau menambah
tingkat FDR sebesar 0,019657. Hal ini menunjukkan akan terjadi
kenaikan tingkat FDR BPRS apabila variabel independen dianggap
konstan.
2. Nilai koefisien regresi Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar -0,908030
persen yang berarti jika Dana Pihak Ketiga mengalami perubahan
(positif) sebesar 1 persen maka akan menurunkan FDR sebesar
0,908030 persen.
3. Nilai koefisien regresi Non Performing Financing (NPF) sebesar -
0,003476 persen yang berarti jika Non Performing Financing
mengalami perubahan (positif) sebesar 1 persen maka akan
menurunkan FDR sebesar 0,003476 persen.
4. Nilai koefisien regresi Inflasi sebesar 0,001412 persen yang berarti jika
Inflasi mengalami perubahan (positif) sebesar 1 persen maka akan
meningkatkan FDR sebesar 0,001412 persen.
b. Uji Parsial (Uji-t)
Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial
(individu) variabel-variabel independen (D(LNDPK), D(NPF) dan D(INF)
terhadap variabel dependen yaitu D(LNFDR). Salah satu cara untuk
melakukan uji-t adalah dengan melihat nilai probabilitas pada tabel uji
78
statistik t. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikan α =
0.05 berarti variabel independen secara parsial (individu) mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
Dari hasil tabel 4.4 bahwa didapatkan dari uji statistik t yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh t-statistik untuk Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap
Financing to Deposit Ratio (FDR).
Berdasarkan pada tabel 4.4 diperoleh hasil t-hitung sebesar -
5.965273 dengan tingkat signifikan 0,0000. Karena tingkat signifikan
lebih kecil dari 0,05 maka secara parsial perubahan DPK dapat
mempengaruhi tingkat FDR secara negatif dan signifikan.
2. Pengaruh t-statistik untuk Non Performing Financing (NPF) terhadap
Financing to Deposit Ratio (FDR).
Berdasarkan pada tabel 4.4 diperoleh hasil t-hitung sebesar -
0.472093 dengan tingkat signifikan 0,6392. Karena tingkat signifikan
lebih besar dari 0,05 maka secara parsial perubahan NPF tidak dapat
mempengaruhi tingkat FDR secara signifikan.
3. Pengaruh t-statistik untuk Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio
(FDR).
Berdasarkan pada tabel 4.4 diperoleh hasil t-hitung sebesar -
0.347196 dengan tingkat signifikan 0,7301. Karena tingkat signifikan
lebih besar dari 0,05 maka secara parsial perubahan inflasi tidak dapat
mempengaruhi tingkat FDR secara signifikan.
79
c. Uji Fisher (Uji-F)
Uji-F bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen ( D(LNDPK), D(NPF) dan D(INF) ) secara simultan
(bersama-sama) terhadap variabel dependen yaitu D(LNFDR).
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh hasil F-statistik sebesar 12,80278
dengan nilai probabilitas (F-stat) sebesar 0,000004. Karena probabilitas
(F-stat) lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa perubahan
DPK, NPF, dan Inflasi secara bersama-sama mempunyai pengaruh secara
signifikan terhadap FDR.
d. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model
regresi terbaik. Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan lebih dari
satu variabel independen.
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa
nilai Adjusted R-Squared sebesar 0,434947. Hal ini menunjukkan bahwa
variasi variabel dependen (FDR) secara bersama-sama mampu dijelaskan
oleh variasi variabel independen (DPK, NPF, dan Inflasi) sebesar 43,5
persen. Sedangkan sisanya sebesar 56,5 persen dijelaskan oleh variabel
lain diluar variabel yang diteliti.
80
C. Analisis Ekonomi
1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Dari hasil estimasi OLS pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa
perubahan-perubahan tingkat variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki
hubungan yang negatif terhadap pergerakan tingkat Financing to Deposit
Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Hal ini
menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan DPK maka akan menurunkan
FDR. Begitu juga sebaliknya, jika terjadi penurunan tingkat DPK maka akan
meningkatkan tingkat Finaning to Deposit Ratio (FDR) pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Novitasari (2014) dan Prihatiningsih (2012) yang menyatakan
bahwa DPK berpengaruh negatif signifikan terhadap FDR. Secara teori,
semakin besar DPK membuat rasio FDR menurun, hal itu terjadi karena
likuiditas bank syariah meningkat setelah bertambahnya DPK. Pada hasil
analisis secara parsial menunjukkan koefisien yang negatif sehingga sesuai
dengan teori yaitu menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap FDR.
Adanya hubungan yang negatif ini juga dapat mengindikasikan bahwa
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) di Indonesia pada periode penelitian cenderung lebih lambat
dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaannya. Seperti yang telah
dijelaskan bahwa pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibanding
81
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) akan mendorong peningkatan Loan to
Deposit Ratio (LDR) maupun Finaning to Deposit Ratio (FDR). BPRS
sebagai bank syariah yang lebih dominan dengan masyarakat menengah ke
bawah, sudah seharusnya lebih meningkatkan alokasi DPK untuk berbagai
pembiayaan sehingga tingkat FDR tidak melebihi batas yang telah ditentukan
BI sebesar 85%-100%. Adapun jika melebihi batas tersebut maka kemampuan
likuiditas bank dinilai kurang baik atau tidak sehat.
2. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Financing to
Deposit Ratio (FDR)
Dari hasil estimasi OLS pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa
perubahan-perubahan tingkat variabel Non Performing Financing (NPF)
memiliki hubungan yang negatif terhadap pergerakan tingkat Financing to
Deposit Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) namun
tidak secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan
NPF maka akan menurunkan FDR. Begitu juga sebaliknya, jika terjadi
penurunan tingkat NPF maka akan meningkatkan tingkat FDR pada BPRS.
Tidak signifikannya NPF terhadap FDR terjadi karena berdasarkan
data, ada kecenderungan penurunan NPL terus terjadi karena industri
perbankan bisa menekan angka kredit macet. Banyaknya kredit yang di
salurkan oleh pihak bank yang selektif dengan menggunakan 5C semakin
menurunkan resiko kredit macet, sehingga tidak akan menggangu likuiditas
dari bank tersebut.
82
Hal yang sama juga disimpulkan oleh penelitian dari Hersugondo dan
Tamtomo (2012) serta Prayudi (2011), dimana hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa NPL berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap LDR.
Hasil ini mendukung teori bahwa dimana dampak dari meningkatnya NPL
maka akan menyebabkan hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan
(income) dari kredit yang diberikan, sehingga mengurangi laba dan
mengurangi kemampuan untuk memberikan kredit (Dendawijaya, 2003:86).
Banyaknya kredit bermasalah juga membuat bank tidak berani meningkatkan
penyaluran kreditnya apalagi bila dana pihak ketiga tidak dapat dicapai secara
optimal maka akan mengganggu likuiditas suatu bank, oleh karena itu kredit
bermasalah (NPL dan NPF) berpengaruh negatif terhadap LDR dan FDR.
Kredit macet merupakan bagian yang tak akan pernah lepas dari
adanya pembiayaan. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan hubungan
negatif antara NPF dan FDR maka akan berimplikasi pada kegiatan usaha
yang dilakukan oleh nasabah bank syariah dalam hal ini BPRS. Para
pengusaha di tuntut untuk terus meningkatkan produksinya sehingga akan
mendapatkan keuntungan yang optimal yang juga harus dibawah pengawasan
pihak bank. Dengan meningkatnya kegiatan usaha yang berarti pendapatan
serta kemapuan nasabah untuk melunasi cicilan meningkat dan NPF menurun,
maka bank akan semakin optimis terhadap dana yang disalurkan kepada
nasabahnya tersebut dan berusaha menjaga fungsi intermediasinya agar tetap
optimal.
83
Jika dilihat dari kondisi perekonomian sekarang ini, kredit macet
sangat berpengaruh terhadap jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan.
Seperti saat ini yang menjadi permasalahan di Indonesia yaitu presentase
kredit macet yang tinggi menyebabkan pihak bank enggan menyalurkan
kreditnya karena harus membentuk cadangan penghapusan yang besar. Jadi
hubungan antara kredit macet dengan jumlah kredit yang disalurkan diduga
negatif karena jika presentase kredit macet tinggi maka jumlah kredit yang
disalurkan rendah.
3. Pengaruh Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR)
Dari hasil estimasi OLS pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa
perubahan-perubahan tingkat variabel inflasi memiliki hubungan yang positif
terhadap pergerakan tingkat Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi
peningkatan inflasi maka akan meningkatkan FDR. Begitu juga sebaliknya,
jika terjadi penurunan tingkat inflasi maka akan mnurunkan tingkat FDR pada
BPRS.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian dari Sri Haryati (2009)
dan Mongid (2008) yang menyimpulkan bahwa inflasi memiliki pengaruh
yang positif terhadap pertumbuhan kredit perbankan.
Perkembangan fungsi intermediasi BPRS pada periode penelitian
memang menunjukkan tingkat yang cukup tinggi dengan rata-rata diatas 110
persen meskipun pada periode penelitian terjadi krisis yang menyebabkan
peningkatan inflasi. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan fundamental
84
perbankan di Indonesia khususnya BPRS pada periode penelitian cukup kuat.
Namun demikian, dalam menyalurkan pembiayaannya, BPRS harus tetap
mempertimbangkan prediksi kondisi ekonomi makro di samping tetap
menjaga prinsip kehati-hatian dalam menjalankan fungsi intermediasinya,
sehingga tidak meningkatkan timbulnya kredit bermasalah yang dapat
berakibat pada penurunan permodalan secara umum.
Menurut Siamat (2005:278), sasaran manajemen bank salah satunya
adalah pemenuhan likuiditas. Sumber utama kebutuhan likuiditas bank salah
satunya untuk memenuhi permintaan kredit dari masyarakat. Oleh karena itu
inflasi yang terjadi dalam penelitian ini tidak mempengaruhi kemampuan
likuiditas bank (FDR).
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dari penelitian yang berjudul “Analisis
Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF) dan
Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) di Indonesia (Periode Januari: 2010 – Desember: 2013)”, didapat
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara simultan laju Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing
(NPF) dan Inflasi berpengaruh signifikan terhadap laju Financing to Deposit
Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia.
2. Secara Parsial
a. Laju Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan negatif terhadap
laju Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) di Indonesia. Nilai koefisien regresi Dana Pihak Ketiga (DPK)
sebesar -0,908030 yang berarti setiap kenaikan laju Dana Pihak Ketiga
sebesar 1 persen maka akan menurunkan laju Financing to Deposit Ratio
(FDR) sebesar 0,908030 persen. Hal ini dikarenakan bahwa pertumbuhan
kredit yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
akan mendorong peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) maupun
Finaning to Deposit Ratio (FDR).
b. Laju Non Performing Financing (NPF) berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap laju Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank
86
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Nilai koefisien regresi
Non Performing Financing (NPF) sebesar -0,003476 yang berarti setiap
kenaikan laju Non Performing Financing (NPF) sebesar 1 persen maka
akan menurunkan laju Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar
0,003476 persen. Hal ini karena banyaknya kredit bermasalah membuat
bank tidak berani meningkatkan penyaluran kreditnya apalagi bila dana
pihak ketiga tidak dapat dicapai secara optimal maka akan mengganggu
likuiditas suatu bank, oleh karena itu kredit bermasalah (NPL dan NPF)
berpengaruh negatif terhadap LDR dan FDR.
c. Laju Inflasi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap laju Financing to
Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di
Indonesia. Nilai koefisien regresi Inflasi sebesar 0,001412 yang berarti
setiap kenaikan laju Inflasi 1 persen maka akan menaikkan laju Financing
to Deposit Ratio (FDR) sebesar 0,001412 persen. Hal ini mengindikasikan
bahwa kemampuan fundamental perbankan di Indonesia khususnya BPRS
pada periode penelitian cukup kuat. Namun demikian, dalam menyalurkan
pembiayaannya, BPRS harus tetap mempertimbangkan prediksi kondisi
ekonomi makro di samping tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam
menjalankan fungsi intermediasinya, sehingga tidak meningkatkan
timbulnya kredit bermasalah yang dapat berakibat pada penurunan
permodalan secara umum.
87
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini untuk
pihak-pihak yang berkepentingan dimasa mendatang demi pencapaian manfaat
yang optimal, dan pengembangan dari hasil penelitian berikut :
1. Bagi penelitian sebelumnya
Diharapkan dapat meneliti dengan variabel-variabel lain diluar variabel
ini agar memperoleh hasil yang lebih bervariatif yang dapat menggambarkan
hal-hal apa saja yang dapat berpengaruh terhadap Financing to Deposit Ratio
(FDR). Pada penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menyesuaikan
aturan umum bahwa pengambilan sampel dipersyaratkan adalah minimal 5
objek penelitian untuk tiap 5 variabel independen, serta mengamati dengan
tahun amatan yang lebih panjang.
2. Bagi pihak perbankan
Berdasarkan hasil uji t, Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh negatif
terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). Hubungan ini mengindikasikan
pertumbuhan DPK lebih lambat darpiada pertumbuhan kreditnya. Hal ini perlu
diperhatikan oleh pihak bank, karena pertumbuhan kredit yang terlalu tinggi
dibandingkan DPKnya dapat membuat FDR/LDR meningkat signifikan.
Dengan tingkat FDR yang tinggi dapat membuat risiko likuiditas yang cukup
besar, sedangkan batas aman LDR/FDR adalah 85 persen hingga 110 persen.
Berdasarkan hasil uji t, Non Performing Financing (NPF) berpengaruh
negatif terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). Menurut Dendawijaya
(2003), NPL yang terlampau tinggi dapat mengurangi kemampuan sebuah
88
bank dalam meyalurkan kreditnya. Dunia perbankan tidak dapat dipisahkan
dari yang namanya kredit macet, namun hal tersebut dapat diminimalisir. Bagi
bank hendaknya lebih ketat dalam menjalankan prinsip 5Cnya sebelum
memberikan kredit.
Berdasarkan hasil uji t, inflasi berpengaruh positif terhadap Financing
to Deposit Ratio (FDR). Menurut Haryati (2009), meskipun kondisi
perekonomian di Indonesia sedang terjadi krisis, penyaluran kredit akan tetap
tinggi apabila kemampuan fundamental suatu bank cukup kuat. Namun harus
diantisipasi adalah bank tetap menjalankan prinsip kehati-hatian dalam
menyalurkan kredit pada saat perekonomian menurun akibat krisis, agar tidak
berakibat pada pembiayaan bermasalah yang justru menyebabkan kerugian.
3. Bagi pemerintah
Sekiranya pemerintah ikut serta dan lebih mendukung lagi
perkembangan ekonomi syariah khususnya di dunia perbankan syariah di
Indonesia. Pemerintah perlu menjaga kestabilan kondisi makro ekonomi
khususnya inflasi untuk memberi dampak positif bagi para pelaku usaha
terutama yang dibiayai oleh bank-bank syariah agar semakin meningkatkan
produksinya. Dengan tingkat produksi yang tinggi, bank akan semakin optimis
dalam menyalurkan dananya bahkan semakin meningkatkan fungsi
intermediasinya secara signifikan.
89
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul R, dkk. “Cara Cerdas menguasai Eviews”, Salemba Empat,
Jakarta, 2011.
Dahlan, Siamat. “Manajemen Lembaga keuangan”, Lembaga Penerbit FE
Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.
Dendawijaya, Lukman. “Manajemen Perbankan”, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2003.
Gujarati, Damodar. “Dasar-Dasar Ekonometrika jilid 2”. Erlangga, Jakarta, 2006.
Haryati, Sri. “Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia: Intermediasi dan
Pengaruh Variabel Makroekonomi”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.
13 No.2, 2008.
Hasan, Zubairi. “Undang-Undang Perbankan Syariah”, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2009.
Hasanudin, Mohamad dan Prihatiningsih. “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga
Tingkat Suku Bunga kredit Non Performing Loan (NPL) dan Tingkat Inflasi
terhadap penyaluran Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jawa
Tengah”, Fakultas Ekonomi Politeknik Negeri Semarang, Semarang, 2010.
Hersugondo dan Tamtomo, Handy Setyo. “Pengaruh CAR, NPL, DPK dan ROA
Terhadap LDR Perbankan Indonesia”, Jurnal Dharma Ekonomi, 2012.
Karim, Adiwarman Azwar. “Ekonomi Makro Islami”. Edisi Kedua, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011.
Karim, Adiwarman Azwar. “Ekonomi Makro Islami”. Edisi Kedua, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011.
Karim, Adiwarman. “Ekonomi Mikro Islam”, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2008.
Meydianawathi, Luh Gede. “Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan
Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006)”. Buletin Studi Ekonomi
Edisi: Volume 12 No.2, 2007.
90
Mongid, Abdul. “The Impact of monetary Policy on Bank Credit During
Economic Crisis: Indonesia’s Experience, Jurnal Keuangan dan Perbankan,
2008.
Murni, Asfia. “Ekonomika Makro”, PT. Refika Aditama, Jakarta, 2006.
Mutaqqiena, Abida. “Analisis Pengaruh Pdb, Inflasi, Tingkat Bunga, Dan Nilai
Tukar Terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Di Indonesia 2008-
2012”, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2013.
Nachrowi, D. “Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”. Cetakan
Pertama, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 2006.
Nanga, Muana. “Makroekonomi : Teori, Masalah, dan Kebijakan”, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001.
Novitasari. “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Financing To Deposit
Ratio (FDR) Sebagai Indikator Likuiditas Pada Perbankan Syariah Di
Indonesia (Periode Triwulan I 2003 – IV 2013)”, Paper, Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya, Malang, 2014.
Prayudi, Aditya. “Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing
Loan (NPL), BOPO, Return On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM)
terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR)”, 2011.
Prihatiningsih. “Dinamika Financing To Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah
tahun 2006-2011, Jurnal Orbith Vol. 8 No.3, 2012.
Ralph de Haas dan Iman Lelyveld. “Foreign Bank and Credit Stability in Central
and Eastern Europe : Friends or Foes?”, 2003.
Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D. “Economics”, New York, McGraw
Hill, 1995.
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) 2010-2013.
Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia 2010-2013.
Sugiyono. “Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)”, Alfabeta, Bandung,
2011.
Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews
Edisi Kedua”, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2011.
91
LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Penelitian
Periode FDR DPK NPF INF
2010
January 123.61 1,283,495,000,000 7.36 3.72
February 126.23 1,310,184,000,000 7.48 3.81
March 129.05 1,309,987,000,000 7.37 3.43
April 130.51 1,346,422,000,000 7.19 3.91
May 131.17 1,385,541,000,000 7.13 4.16
June 135.20 1,385,733,000,000 6.92 5.05
July 135.74 1,418,726,000,000 7.16 6.22
August 139.96 1,396,035,000,000 7.18 6.44
September 135.82 1,457,768,000,000 7.43 5.80
October 133.36 1,531,242,000,000 7.48 5.67
November 134.50 1,517,715,000,000 7.53 6.33
December 128.47 1,603,778,000,000 6.50 6.96
2011
January 127.04 1,640,651,000,000 6.79 7.02
February 128.27 1,668,330,000,000 7.04 6.84
March 129.40 1,672,303,000,000 7.15 6.65
April 130.38 1,700,135,000,000 7.02 6.16
May 133.22 1,765,586,000,000 6.82 5.98
June 136.20 1,785,628,000,000 7.09 5.54
July 137.29 1,829,152,000,000 7.00 4.61
August 139.58 1,846,202,000,000 7.05 4.79
September 134.75 1,902,369,000,000 7.05 4.61
October 133.53 1,962,353,000,000 7.05 4.42
November 132.26 2,035,207,000,000 7.05 4.15
December 127.71 2,095,333,000,000 7.05 3.79
2012
January 124.41 2,191,946,000,000 6.68 3.65
February 125.03 2,254,563,000,000 6.61 3.56
March 125.53 2,318,437,000,000 6.42 3.97
April 124.98 2,397,989,000,000 6.50 4.50
May 126.04 2,464,205,000,000 6.47 4.45
June 129.73 2,480,775,000,000 6.39 4.53
July 129.76 2,553,710,000,000 6.68 4.56
92
August 127.74 2,611,314,000,000 6.91 4.58
September 126.71 2,686,937,000,000 6.87 4.31
October 124.82 2,776,159,000,000 6.83 4.61
November 124.21 2,841,475,000,000 6.80 4.32
December 120.96 2,937,802,000,000 6.15 4.30
2013
January 119.48 2,984,272,000,000 6.91 4.57
February 119.46 3,061,863,000,000 7.33 5.31
March 119.67 3,132,989,000,000 7.21 5.90
April 122.50 3,176,886,000,000 7.32 5.57
May 125.40 3,215,790,000,000 7.69 5.47
June 129.63 3,209,453,000,000 7.25 5.90
July 131.51 3,240,056,000,000 7.35 8.61
August 126.96 3,340,032,000,000 7.89 8.79
September 126.52 3,411,188,000,000 7.58 8.40
October 125.92 3,457,890,000,000 7.48 8.32
November 124.76 3,538,801,000,000 7.34 8.37
December 120.93 3,666,174,000,000 6.50 8.38
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia dan Statistik Ekonomi
Keuangan Indonesia (SEKI)
Lampiran 2: Data Penelitian (Ln)
Periode LNFDR LNDPK NPF INF
2010
January 4.82 27.88 7.36 3.72
February 4.84 27.90 7.48 3.81
March 4.86 27.90 7.37 3.43
April 4.87 27.93 7.19 3.91
May 4.88 27.96 7.13 4.16
June 4.91 27.96 6.92 5.05
July 4.91 27.98 7.16 6.22
August 4.94 27.96 7.18 6.44
September 4.91 28.01 7.43 5.80
October 4.89 28.06 7.48 5.67
November 4.90 28.05 7.53 6.33
December 4.86 28.10 6.50 6.96
2011
January 4.84 28.13 6.79 7.02
February 4.85 28.14 7.04 6.84
93
March 4.86 28.15 7.15 6.65
April 4.87 28.16 7.02 6.16
May 4.89 28.20 6.82 5.98
June 4.91 28.21 7.09 5.54
July 4.92 28.23 7.00 4.61
August 4.94 28.24 7.05 4.79
September 4.90 28.27 7.05 4.61
October 4.89 28.31 7.05 4.42
November 4.88 28.34 7.05 4.15
December 4.85 28.37 7.05 3.79
2012
January 4.82 28.42 6.68 3.65
February 4.83 28.44 6.61 3.56
March 4.83 28.47 6.42 3.97
April 4.83 28.51 6.50 4.50
May 4.84 28.53 6.47 4.45
June 4.87 28.54 6.39 4.53
July 4.87 28.57 6.68 4.56
August 4.85 28.59 6.91 4.58
September 4.84 28.62 6.87 4.31
October 4.83 28.65 6.83 4.61
November 4.82 28.68 6.80 4.32
December 4.80 28.71 6.15 4.30
2013
January 4.78 28.72 6.91 4.57
February 4.78 28.75 7.33 5.31
March 4.78 28.77 7.21 5.90
April 4.81 28.79 7.32 5.57
May 4.83 28.80 7.69 5.47
June 4.86 28.80 7.25 5.90
July 4.88 28.81 7.35 8.61
August 4.84 28.84 7.89 8.79
September 4.84 28.86 7.58 8.40
October 4.84 28.87 7.48 8.32
November 4.83 28.89 7.34 8.37
December 4.80 28.93 6.50 8.38
94
Lampiran 3: Uji Normalitas
Lampiran 4: Uji Multikolinearitas
D(LNDPK) D(NPF) D(INF)
D(LNDPK) 1.000000 -0.221496 -0.174487
D(NPF) -0.221496 1.000000 0.011384
D(INF) -0.174487 0.011384 1.000000
0
2
4
6
8
10
12
14
-0.02 0.00 0.02 0.04
Series: Residuals
Sample 2010M02 2013M12
Observations 47
Mean -1.48e-18
Median 7.45e-05
Maximum 0.036224
Minimum -0.032161
Std. Dev. 0.014845
Skewness -0.152508
Kurtosis 2.968587
Jarque-Bera 0.184127
Probability 0.912047
95
Lampiran 5: Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 0.822782 Prob. F(9,37) 0.5992
Obs*R-squared 7.837781 Prob. Chi-Square(9) 0.5506
Scaled explained SS 6.457419 Prob. Chi-Square(9) 0.6934
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/26/15 Time: 13:58
Sample: 2010M02 2013M12
Included observations: 47 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.000109 9.43E-05 1.158463 0.2541
D(LNDPK) 0.008628 0.007477 1.153927 0.2559
(D(LNDPK))^2 -0.155386 0.166918 -0.930907 0.3579
(D(LNDPK))*(D(NPF)) -0.012376 0.014153 -0.874445 0.3875
(D(LNDPK))*(D(INF)) -0.011204 0.008977 -1.248086 0.2198
D(NPF) 0.000526 0.000393 1.338882 0.1888
(D(NPF))^2 0.000322 0.000369 0.872646 0.3885
(D(NPF))*(D(INF)) 0.000105 0.000436 0.241422 0.8106
D(INF) 0.000256 0.000233 1.097933 0.2793
(D(INF))^2 -9.18E-05 7.73E-05 -1.188790 0.2421 R-squared 0.166761 Mean dependent var 0.000216
Adjusted R-squared -0.035918 S.D. dependent var 0.000306
S.E. of regression 0.000311 Akaike info criterion -13.12514
Sum squared resid 3.59E-06 Schwarz criterion -12.73149
Log likelihood 318.4407 Hannan-Quinn criter. -12.97700
F-statistic 0.822782 Durbin-Watson stat 2.368734
Prob(F-statistic) 0.599233
96
Lampiran 6: Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.683436 Prob. F(2,41) 0.1983
Obs*R-squared 3.566692 Prob. Chi-Square(2) 0.1681
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 05/18/15 Time: 14:34
Sample: 2010M02 2013M12
Included observations: 47
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.002524 0.004297 -0.587434 0.5601
D(LNDPK) 0.106743 0.161179 0.662267 0.5115
D(NPF) -0.000735 0.007338 -0.100222 0.9207
D(INF) -0.000280 0.004014 -0.069734 0.9447
RESID(-1) 0.264343 0.169859 1.556249 0.1273
RESID(-2) 0.103454 0.158857 0.651235 0.5185 R-squared 0.075887 Mean dependent var -1.48E-18
Adjusted R-squared -0.036810 S.D. dependent var 0.014845
S.E. of regression 0.015116 Akaike info criterion -5.427438
Sum squared resid 0.009368 Schwarz criterion -5.191249
Log likelihood 133.5448 Hannan-Quinn criter. -5.338559
F-statistic 0.673374 Durbin-Watson stat 1.945879
Prob(F-statistic) 0.645930
97
Lampiran 7: Uji Ordinary Least Square
Dependent Variable: D(LNFDR)
Method: Least Squares
Date: 05/18/15 Time: 14:33
Sample (adjusted): 2010M02 2013M12
Included observations: 47 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.019657 0.004128 4.762173 0.0000
D(LNDPK) -0.908030 0.152219 -5.965273 0.0000
D(NPF) -0.003476 0.007364 -0.472093 0.6392
D(INF) 0.001412 0.004068 0.347196 0.7301 R-squared 0.471799 Mean dependent var -0.000426
Adjusted R-squared 0.434947 S.D. dependent var 0.020426
S.E. of regression 0.015354 Akaike info criterion -5.433624
Sum squared resid 0.010137 Schwarz criterion -5.276164
Log likelihood 131.6902 Hannan-Quinn criter. -5.374371
F-statistic 12.80278 Durbin-Watson stat 1.474939
Prob(F-statistic) 0.000004