Post on 24-Nov-2021
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 - 46
P-ISSN 1978 - 2365 E-ISSN 2528 - 1917
Diterima : 18 Januari 2018, direvisi : 17 April 2018, disetujui terbit : 26 Desember 2018 35
ANALISIS PEMBANGKITAN LISTRIK UNTUK EKONOMI PRODUKTIF DI PULAU TERLUAR
(Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)
Guntur Tri Setiadanu, Arfie Ikhsan Firmansyah, Adjar Hadiyono Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, KESDM
Jl. Ciledug Raya Kav. 109 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Indonesia guntur_tri_s@yahoo.com
Abstrak
Kendala pengembangan daerah kepulauan salah satunya adalah tidak tersedianya infrastruktur penyediaan energi listrik. Pemanfaatan potensi energi setempat berupa sinar matahari diharapkan dapat diubah menjadi listrik untuk meningkatkan pemanfaatan potensi ekonomi produktif daerah kepulauan yang sebagian besar berupa perikanan tangkap. Tulisan ini membahas kelayakan ekonomis pemanfaatan energi baru terbarukan khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk mensuplai kegiatan ekonomi produktif berupa pengolahan hasil perikanan tangkap menjadi ikan beku dan fillet ikan. Diskenariokan penyediaan energi listrik berasal dari PLTS dengan murni baterai, pembangkit hybrid PLTS-PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) dengan kapasitas PLTS 20, 40 dan 60% dari kapasitas PLTD, dan PLTD murni sebagai pembanding. Hasil pembahasan untuk sentral pengolahan perikanan kapasitas 5 ton ikan bahan baku per hari dibutuhkan daya sebesar 77 kW dan kebutuhan energi sebesar 1.292 kWh/hari. Dari analisis harga energi didapatkan bahwa pembangkit hybrid PLTS-PLTD dengan skenario 60% PV-40% PLTD mempunyai harga energi terendah yaitu Rp2.715,67/kWh. Analisis kelayakan investasi menunjukan bahwa sentral pengolahan perikanan dengan pembangkit hybrid PLTS-PLTD dengan skenario 60% PV - 40% PLTD layak untuk dilakukan dengan nilai IRR sebesar 33,57%, NPV sebesar 11,731 miliar rupiah dan payback period selama 2 tahun 1 bulan. Kata kunci: PLTS hybrid; COE; pengolahan ikan; studi kelayakan ekonomi
POWER SUPPLY ANALYSIS FOR OUTER ISLAND ECONOMIC PRODUCTION (Case Study: Morotai Island Fish Processing Center)
Abstract
Unsufficient supply of power is main barrier in the development of outer islands. Utilization of local energy potential like solar power will improved the utilization of the economic potential of the island, which is mostly fisheries activity. This paper discusses the economic feasibility of utilizing photovoltaic (PV) renewable energy to supply productive economic activity in the form of processing sea fishery products into frozen fish and fillets. Supply of electrical energy variated comes from Solar PV with batteries, hybrid Solar PV-Diesel Generator with capacity Solar PV 20, 40 and 60% of peak load and pure diesel generator as a comparison. The results for 5 tons/day raw fish capacity of fish processing center required power of 77 kW and energy requirement of 1,292 kWh / day. Fish processing center with power supply from solar PV-generator hybrid 60% is feasible to apply with 33.57% IRR, 11.731 billion rupiahs NPV and 2 years 1 month payback period. Keywords: Solar PV hybrid; COE; fish processing; economic feasibility PENDAHULUAN
Salah satu isu utama dalam pembangunan
pulau-pulau kecil saat ini adalah keterbatasan
infrastruktur penyediaan prasarana dan sarana
dasar masyarakat seperti energi listrik, air bersih,
dan bahan bakar minyak (BBM). Keterbatasan
energi listrik membuat pengembangan
perekonomian masyarakat menjadi terhambat.
Potensi-potensi ekonomi seperti perikanan
tangkap tidak bisa ditingkatkan karena
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46
36
keterbatasan unit-unit pengolahan dan sistem
rantai dingin yang membutuhkan energi listrik
yang cukup besar.
Kabupaten Pulau Morotai adalah salah satu
kabupaten terluar di Provinsi Maluku Utara yang
berbatasan langsung dengan Negara Filipina.
Potensi perikanan tangkap di Wilayah
Penangkapan Perikanan (WPP) 716 yang meliputi
perairan Pulau Morotai sangat besar terutama ikan
demersal (27.917 ton/tahun), pelagis kecil
(323.400 ton/tahun) dan pelagis besar (1062
ton/tahun) [1]. Keterbatasan unit pengolahan
terutama untuk ikan pelagis besar seperti tuna dan
cakalang, membuat potensi yang ada kurang
termanfaatkan, bahkan tidak jarang terjadi kasus
alih muatan ikan tuna di tengah lautan meskipun
praktik ini sudah dilarang [2]. Data statistik
Kabupaten Morotai pada tahun 2016 menunjukan
hasil tangkapan ikan mencapai 1.646 ton [3].
Gambar 1. Kondisi ketenagalistrikan di Pulau
Morotai
Energi listrik di Pulau Morotai dikelola
oleh PT PLN dengan menggunakan Pembangkit
Diesel (PLTD) sebagai sumbernya. Dengan
kapasitas daya terpasang 4.530 kW dan kapasitas
daya mampu terbesar 2.540 kW, belum
mencukupi beban puncak kebutuhan masyarakat
yang mencapai 2.550 kW [3], seperti tersaji pada
Gambar 1. Penyediaan energi listrik dari PLTD
juga sering terkendala oleh pasokan BBM solar
terhenti saat cuaca buruk. Dengan kondisi ini,
untuk membangun suatu sentra pengolahan
perikanan maka perlu dilakukan kajian untuk
memanfaatkan potensi energi setempat, dalam hal
ini energi surya sebagai sumber alternatif
pasokan.
Pada tulisan ini dihitung kajian kelayakan
pemanfaatan energi baru terbarukan khususnya
Pembangkit Listrik Tenga Surya (PLTS) sebagai
sumber listrik sentra pengolahan perikanan
tangkap menjadi ikan beku dan fillet
tuna/cakalang. Pemilihan ikan beku dan fillet
tuna/cakalang didasarkan pada potensi bahan
baku yang ada dan harga jual yang cukup tinggi,
sehingga diharapkan cukup layak untuk
diterapkan [4].
METODOLOGI Metodologi yang digunakan pada tulisan ini
bisa dilihat pada diagram alir pada Gambar 2.
Gambar 2. Metodologi penelitian
Analisis Pembangkitan Listrik untuk Ekonomi Produktif di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)
37
Kapasitas produksi pengolahan dihitung
dari hasil tangkapan ikan pertahun di Pulau
Morotai dengan asumsi dalam 1 tahun
terdapat 8 bulan masa penangkapan ikan.
Untuk menentukan beban listrik dari sentra
pengolahan ikan maka perlu mengetahui
skema produksi dan semua peralatan yang
membutuhkan listrik pada sentra pengolahan
ikan yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Alur produksi pengolahan ikan
Filleting adalah memisahkan daging ikan
dari isi perut, tulang dan kepalanya. Rendemen
proses filleting adalah 50% [4]. Untuk
menghasilkan fillet tuna beku maka pembekuan
cepat dilakukan dengan cara meniupkan udara
dingin secara tepat pada fillet ikan yang akan
dibekukan secara kontinyu. Alat yang digunakan
dalam proses ini biasanya Air Blast Freezer
(ABF) dengan suhu -30˚C atau lebih rendah
dengan waktu sekitar 8-12 jam. Kemudian produk
dikemas dan disimpan dalam cold storage selama
menunggu pengiriman.
Perancangan dan perhitungan pembangkit
PLTS off grid mengikuti referensi dari pedoman
desain dari asosiasi industri (Sustainable Energy
Industry Association of the Pacific Islands) [5]
dan pedoman dari manufaktur peralatan PLTS,
SMA Solar Technology AG [6].
Skenario Pembangkitan Listrik
PLTS direncanakan menjadi 2 skenario
yaitu PLTS dengan murni baterai, dan PLTS tanpa
baterai hybrid dengan PLTD dengan kapasitas PV
20%, 40% dan 60% dari kapasitas PLTD.
Direncanakan juga pembangkitan listrik PLTD
murni sebagai pembanding.
Biaya Energi Pembangkitan
Pada analisis ekonomi kegiatan pengolahan
hasil perikanan menjadi fillet ikan/ikan beku
dilakukan dengan menghitung kebutuhan energi,
menghitung biaya energi dari pembangkit yang
direncanakan kemudian melakukan analisis
kelayakan finansial untuk kegiatan ekonomi
produktif tersebut.
Biaya energi (cost of energy) dapat
diartikan sebagai perbandingan total biaya yang
diperlukan untuk menghasilkan energi dengan
energi yang dihasilkan pada periode waktu yang
sama. Persamaan (1) memperlihatkan formula
biaya energi [7]:
𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ
= 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐿𝐿𝐶𝐶𝐶𝐶𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ
(1)
didalam persamaan ini COE adalah Biaya Energi
(Rp/kWh), Annum LCC adalah Life Cycle Cost
tahunan (Rp) dan AkWh adalah Total Energi
dihasilkan per tahun (kWh/tahun)
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐿𝐿𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝐿𝐿𝐶𝐶𝐶𝐶 𝐴𝐴(1+𝐴𝐴)𝑛𝑛
(1+𝐴𝐴)𝑛𝑛−1 (2)
dengan n adalah umur proyek diasumsikan 25
tahun dan i adalah bunga bank, mengikuti BI rate
4,75%.
LCC = C+ Mpw+ Epw+ Rpw− Spw (3)
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46
38
LCC adalah semua biaya yang dibayarkan selama
umur proyek, biaya ini dihitung berdasarkan nilai
sekarang, dengan C adalah biaya awal investasi
adalah Mpw adalah jumlah biaya O&M tahunan,
Epw adalah biaya BBM tahunan, Rpw adalah biaya
penggantian peralatan dan Spw adalah sisa nilai
proyek yang diabaikan.
Kelayakan finansial di analisis dengan
menghitung nilai Net Present Value (NPV) dan
Internal Rate of Return (IRR). Net Present Value
(NPV) menyatakan bahwa seluruh aliran kas
bersih dinilai sekarangkan atas dasar faktor
diskonto (discount factor). Teknik ini menghitung
selisih antara seluruh kas bersih nilai sekarang
dengan investasi awal yang ditanamkan. Untuk
menghitung Net Present Value (NPV) digunakan
persamaan berikut [7]:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 = ∑ 𝑁𝑁𝐶𝐶𝑁𝑁𝐶𝐶(1+𝐴𝐴)𝑡𝑡
− Π𝐴𝐴𝐶𝐶=1 (4)
didalam persamaan ini NCFt adalah arus kas
bersih (Net Cash Flow) periode tahun ke-1 sampai
tahun ke-n, arus kas dihitung dari nilai bersih
pendapatan dikurangi biaya yang keluar dan Π
adalah investasi awal (Initial Investment).
Kriteria penilaian kelayakan usaha berdasarkan
nilai NPV, jika NPV > 0, maka usaha layak untuk
dilaksanakan (feasible), jika NPV < 0, maka usaha
tidak layak untuk dilaksanakan. Sedangkan
Internal Rate of Return (IRR) adalah discount rate
yang menghasilkan NPV sama dengan nol [7].
∑ 𝐶𝐶𝑁𝑁𝑡𝑡(1+𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼)𝑡𝑡 = 0𝐴𝐴
𝐶𝐶=0 (5)
Persamaan 5 ini digunakan untuk menguji
kelayakan investasi apakah nilai keuntungan
(cash flow) lebih besar dari nilai minimal yang
diharapkan dalam bentuk required rate of return.
Nilai CFt harus positif dan nilainya harus lebih
besar dari nilai pada IRR yang dikehendaki untuk
menyatakan layak. Jika IRR > required rate of
return, usulan proyek layak untuk dilaksanakan.
Jika IRR < required rate of return, usulan proyek
tidak layak untuk dilaksanakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan dari jumlah tangkapan ikan di
Pulau Morotai tahun 2016 sebanyak 325 ton ikan
tuna dan 353 ton untuk cakalang. Dengan asumsi
dalam 1 tahun terdapat 8 bulan masa penangkapan
maka hasil tangkapan ikan perbulan adalah 678
ton. Jika pengolahan bekerja 20 hari dalam
sebulan maka kapasitas per hari mencapai 4,23
ton, untuk mengantisipasi peningkatan tangkapan
ikan maka produksi per hari adalah 5 ton.
Perhitungan Beban Listrik pada Sentra Pengolahan Perikanan
Peralatan sentral pengolahan ikan dengan
kapasitas produksi sebesar 5 ton bahan baku ikan
per hari membutuhkan peralatan sebagai berikut:
1) Pabrik es kapasitas 5 ton/hari yang dilengkapi
mesin ice crusher,
2) 1 unit pengolahan (sorting, cleaning, filleting)
kapasitas 3 ton,
3) 2 unit ABF kapasitas 2,5 ton dan 1,2 ton
(rendemen fillet 50-60%),
4) Cold storage room kapasitas 14 kali ABF
(diasumsikan setiap 2 minggu dilakukan
pengiriman ke konsumen sebanyak 50 ton).
Kapasitas, jumlah unit peralatan, waktu
kerja, kebutuhan daya dan energi listrik pada
sentral pengolahan ikan, untuk kapasitas
pengolahan bahan baku ikan 5 ton/hari, dijelaskan
pada Tabel 1 dan profil beban harian bisa dilihat
pada Gambar 4.
Analisis Pembangkitan Listrik untuk Ekonomi Produktif di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)
39
Tabel 1. Kebutuhan daya dan energi listrik sentra pengolahan perikanan
Gambar 4. Profil beban harian Sentra
Pengolahan Ikan di Pulau Morotai
Dari Tabel 1 dan Gambar 4 tersebut, dapat
dilihat kebutuhan daya maksimum sebesar 77 kW
dan kebutuhan energi harian sebesar 1.292
kWh/hari. Nilai kebutuhan daya maksimum dan
kebutuhan energi harian merupakan parameter
perancangan pada tulisan ini.
Perencanaan Pembangkit PLTS
PLTS direncanakan menjadi 2 skenario
yaitu PLTS dengan baterai dan PLTS tanpa
baterai hybrid dengan PLTD dengan kapasitas
PV 20%, 40% dan 60% dari kapasitas PLTD.
Pembagian persentase tersebut berdasarkan
kemampuan peralatan PLTD menampung
beban PLTS yang fluktuatif dan saat ini baru
mencapai 60% kapasitas PLTD [6].
Perencanaan PLTS dengan baterai
maupun hybrid yang dikembangkan pada
sentral pengolahan ikan direncanakan harus
mampu mensuplai beban maksimum sebesar
77 kW dan energi listrik sebanyak 1.292
kWh/hari. Pada Gambar 5, tampak contoh
sistem PLTS off grid menggunakan sistem
klaster. PLTS dirancang menggunakan
baterai tanpa PLTD atau sistem PLTS hybrid
PLTD tanpa baterai. Panel surya yang digunakan sebagai bahan
analisis ini adalah panel surya dengan spesifikasi
daya 300 Wp dan tegangan 36,5 Vdc.
Berdasarkan data spesifikasi peralatan yang
digunakan efesiensi PV inverter sebesar 98,8%,
efesiensi baterai inverter 95%, dan derating daya
panel PV 90%. Untuk mengatasi efisiensi
peralatan sistem PLTS maka produksi energi
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46
40
listrik PV per hari harus mampu membangkitkan
energi listrik sebesar 1.529,46 kWh/hari.
Gambar.5 Sistem PLTS off grid menggunakan
Multicluster Box [6]
Potensi energi matahari rata-rata harian
(average daily solar insolation) di Pulau Morotai
sebesar 4,6 kWh/m2/hari [8]. Nilai insolasi harian
matahari rata-rata dalam perhitungan pembangkit
PLTS setara dengan Peak Sun Hours (PSH).
Istilah PSH mengacu pada insolasi atau
radiasi matahari pada lokasi tertentu yang akan
diterima jika matahari bersinar dengan nilai
maksimum (1 kW/m2), yang dinyatakan dengan
jam. PSH sangat berguna dalam desain karena
modul PV sering dinyatakan dengan input rating
1 kW/m2 [9]. Sehingga nilai PSH di Pulau Morotai
adalah setara dengan nilai insolasi matahari harian
yaitu 4,6 jam. Dengan demikian, kapasitas
minimum PV terpasang (dalam kWp) dihitung
berdasarkan nilai beban (kWh) / PSH (jam), yaitu
sebesar 1.529,46 kWh / 4,6 jam ≈ 333 kWp.
Kapasitas PV Inverter yang digunakan 60
kW dengan rate tegangan input sebesar 600 V dan
tegangan range MPP antara 450 – 820 Vdc,
sehingga jumlah PV Inverter yang digunakan
sebanyak 333kWp/60kW ≈ 6 buah inverter
dengan 185 panel PV/inverter.
Konfigurasi panel PV untuk mensuplai tiap
inverter didapat dengan membagi kebutuhan
tegangan inverter PV dengan tegangan panel PV
= 600/36,5 ≈ 17 panel hubungan seri, dan jumlah
string/paralel PV didapat dengan membagi
jumlah panel tiap inverter dibagi jumlah seri panel
PV = 185/17 = 11 string/paralel panel PV.
Sehingga total panel PV untuk mensuplai tiap
inverter menjadi 17×11 = 187 panel dan total
keseluruhan panel PV yang digunakan menjadi
187×6 = 1.122 panel dengan daya total sebesar
1.122×300 = 336,6 kWp dan produksi 1.548,36
kWh/hari.
Baterai yang digunakan dipilih jenis valve
regulated lead acid (VRLA) dengan kapasitas 520
Ah, 2 Vdc, efesiensi koneksi baterai diasumsikan
97% dan asumsi pengunaan kapasitas baterai /
deep of discharge (DoD) sebesar 70% dan
autonomous days selama 1 hari. Untuk mensuplai
beban 1.529,4 kWh/hari maka kapasitas baterai
yang dibutuhkan [5,6]:
Kapasitas baterai = kebutuhan energy beban ×
efesiensi sistem baterai × autonomous days
= 1.529,4 kWh/hari × 67,9% × 1 = 1.609,72 kWh
Jumlah baterai yang dibutuhkan dihitung
dengan terlebih dahulu mengetahui total
kebutuhan arus (Ah) dengan persamaan [5,6]:
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑡𝑡𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐵𝐵𝐾𝐾𝑡𝑡𝐵𝐵𝐵𝐵𝐾𝐾𝐾𝐾(𝐴𝐴ℎ) = 𝐾𝐾𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐶𝐶𝐾𝐾𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐴𝐴 (𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ)𝑇𝑇𝐴𝐴𝑇𝑇𝐴𝐴𝐴𝐴𝑇𝑇𝐴𝐴𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐶𝐶𝐴𝐴𝐾𝐾𝐴𝐴𝐴𝐴 (𝑉𝑉𝐴𝐴𝑉𝑉)
(6)
sehingga didapat total kapasitas baterai sebesar
804,68 kAh. Dengan kapasitas per baterai 520 Ah
maka diperlukan baterai sebanyak ≈ 1.560 buah.
Selain baterai daya, juga diperlukan inverter
untuk baterai yang dipilih dengan kapasitas 8 kW
dengan rate tegangan input sebesar 48 V,
Analisis Pembangkitan Listrik untuk Ekonomi Produktif di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)
41
sehingga kebutuhan baterai inverter adalah
333kWp/8kW ≈ 42 buah baterai inverter.
Dikarenakan banyaknya baterai inverter, maka
baterai inverter tersebut perlu dihubungkan dalam
multi cluster box supaya kerja sistem baterai
inverter dapat berjalan sinkron. Multi cluster
(MC) box yang diperlukan harus mampu
mengkomunikasikan seluruh baterai inverter.
Pada sistem ini digunakan MC Box 36 [6].
Perhitungan Biaya Energi
Biaya energi PLTS dihitung menggunakan
metoda Life Cycle Cost. Biaya investasi awal
PLTS-Baterai kapasitas 333 kWp ditunjukan
seperti Tabel 2. Balance of Systems (BOS) adalah
biaya yang diperlukan untuk instalasi dan
pembelian peralatan pendukung lainnya. BOS
diasumsikan sebesar 35% dari total peralatan
sistem. Harga-harga yang tercantum merupakan
harga peralatan sampai di Indonesia yang diambil
dari distributor resmi dengan nilai tukar rupiah
Rp.13.5000/$US.
Biaya pemeliharaan dan operasional setiap
tahunnya berdasarkan acuan dari National
Renewable Energy Laboratory (NREL) yaitu
sebesar 1-2% dari investasi awal [10-11], maka
biaya pemeliharaan dan operasional (O&M) per
tahun jika kita ambil 2% untuk sistem kecil adalah
sebesar Rp572.363.557 /tahun. Lifetime dari
inverter selama 10 tahun dan baterai selama 5
tahun sesuai dengan data teknis dan garansi dari
pabrikan. Untuk itu baterai dan inverter
diasumsikan diganti setiap umur manfaatnya.
Harga sekarang (P) penggantian baterai dan
inverter pada tahun ke 5, 10, 15 dan ke 20
diasumsikan sama dengan harga saat ini.
Perhitungan nilai sekarang dari biaya yang akan
dikeluarkan di tahun ke n dapat dicari dengan
persamaan (7) berikut [10]:
𝑁𝑁 = 𝐹𝐹(1 + 𝐾𝐾)−𝐴𝐴 (7)
sehingga didapatkan biaya penggantian baterai
dan inverter seperti pada Tabel 3, dengan total
nilai sekarang (Rpw) Rp28.831.240.178,00.
Tabel 3. Biaya penggantian baterai dan inverter
Biaya Life Cycle Cost (LCC) dihitung
menggunakan persamaan (3) dengan umur
manfaat PLTS diasumsikan selama 25 tahun
sesuai dengan garansi yang diberikan oleh
produsen panel surya. Tingkat suku bunga yang
digunakan mengacu pada tingkat suku bunga
Bank Indonesia (BI) yaitu sebesar 4,75%. Besar
nilai sekarang (present value) untuk biaya
pemeliharaan dan operasional (Mpw) selama umur
manfaat dihitung menggunakan persamaan [11]:
Tabel 2. Biaya investasi awal sistem PLTS dengan baterai
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46
42
𝑁𝑁 = 𝐴𝐴 �(1=𝐴𝐴)𝑛𝑛−1𝐴𝐴(1+𝐴𝐴)𝑛𝑛
� (8)
Dengan menggunakan persamaan (7-8),
diperoleh biaya pemeliharaan dan operasional
PLTS-Baterai selama umur manfaat sebesar
Rp8.272.927.914,00. Dari biaya investasi awal
(C), biaya Ppw, dan biaya penggantian (Rpw)
tersebut, maka biaya siklus hidup (LCC) PLTS-
Baterai adalah Rp65.722.345.955,00. Annual
LCC sesuai dengan persamaan (2) adalah
Rp4.547.008.764,00. Sehingga cost of energy
(COE) dapat dihitung dengan persamaan (1)
untuk produksi listrik tahunan 471.580 kWh
adalah Rp9.642,00/kWh.
Perencanaan Pembangkit Hybrid PLTS-PLTD
Dari hasil tersebut, terlihat bahwa harga
energi untuk pembangkit PLTS baterai masih
sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh harga dan
pergantian baterai yang sangat mahal. PLTS
hybrid PLTD yang dirancang tanpa baterai
diharapkan bisa mengurangi nilai investasi.
Kapasitas PLTS hybrid PLTD di-set sebesar 20%,
40% dan 60% dari kapasitas PLTD, sedangkan
kapasitas PLTD dihitung dari beban puncak saat
siang hari. Dengan sistem ini energi listrik yang
dihasilkan PLTS langsung disuplai ke beban
sehingga PLTS hanya berfungsi mengurangi
suplai PLTD saat matahari ada, atau dengan kata
lain mengurangi pemakaian BBM PLTD. Sebagai
pembanding juga dilakukan perhitungan biaya
energi dari PLTD murni. PLTD harus mampu
memikul seluruh beban disaat energi matahari
tidak tersedia. Kapasitas PLTD minimum sebesar
80 kW. PLTD yang dipilih dalam perencanaan ini
memiliki kapasitas 100 kVA, dengan power
factor 0,85 dan specific fuel consumption (SFC)
sebesar 0,285 liter/kWh. Dengan menggunakan
metode perhitungan yang sama dengan PLTS di
atas (dikurangi baterai ditambah PLTD) didapat
spesifikasi peralatan dan kapasitas seperti pada
Tabel 4.
Tabel 4. Spesifikasi dan Kapasitas Peralatan PLTS Hybrid PLTD
20% 40% 60% Genset1 PLTS Kapasitas PLTS (kWp) 19,20 38,40 57,60
Kapasitas Panel PV (Wp) 300 300 300 Tegangan Panel PV (Vdc) 36,5 36,5 36,5
Jumlah Panel (unit) 64 128 192Hubungan PV seri (unit) 16 16 16
Hubungan PV Paralel (unit) 4 4 4Produksi PLTS Perharil (kWh) 81,95 163,90 245,85
2 Kapasitas (kW) 20 20 20Tegangan Input (Vdc) 580 580 580
Jumlah Inverter PV (unit) 1 2 3Jumlah PV per Inverter (unit) 64 64 64
3 Genset Kapasitas Genset (kVA) 100 100 100 100SFC 0,285 0,285 0,285 0,285
Energi PLTD per hari (kWh) 1.210,05 1.128,10 1.046,15 1.292 Kebutuhan BBM/hari (liter) 344,86 321,51 298,15 368,22
Kebutuhan BBM/tahun (liter) 125.875,59 117.350,88 108.826,17 134.400,30 Harga BBM (Rp) 8.800,00 8.800,00 8.800,00 8.800,00
NoSkenario Kapasitas PLTS Hibrid Genset terhadap
Beban PuncakPeralatan PLTS Hibrid Genset
Inverter PV
Analisis Pembangkitan Listrik untuk Ekonomi Produktif di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)
43
Tabel 5. Analisis Biaya Energi PLTS Hybrid PLTD dan PLTD murni
Dari hasil analisis didapatkan biaya dan
nilai harga energi (COE) seperti ditunjukan pada
Tabel 5. Terlihat bahwa skenario terbaik untuk
pembangkitan listrik pada sentra perikanan di
Pulau Morotai adalah PLTS hybrid 60% dengan
PLTD 100 kVA dengan harga energi Rp2.715,00
/kWh. Hasil ini sejalan dengan penelitian Subhan
Nafis dkk. 2015, yang menyimpulkan PLTS
hybrid PLTD memberikan harga energi yang
lebih rendah dibandingkan dengan PLTD di
daerah kepulauan berbasis listrik PLTD [12].
Analisis Finansial Pengolahan Perikanan Kapasitas 5 ton/hari Dengan Beberapa Skenario Sistem Pembangkit.
Asumsi yang digunakan dalam analisis
finansial ini adalah sebagai berikut:
• Umur manfaat proyek ditetapkan 25 tahun.
• Discount rate sebesar 4,75 % atau sama dengan
tingkat suku bunga rata-rata BI 2017
• Kapasitas produksi berdasarkan bahan baku
ikan 5 ton per hari
• Harga beli bahan baku ikan rata-rata
Rp21.500,00/kg (biaya), dan harga jual ikan
tuna/cakalang beku/fillet ikan Rp48.500,00/kg
dan Rp2.000,00/kg (pendapatan) produk ikutan
(kepala, tulang dan lainnya)
• Rendemen ikan ditetapkan 55% [4] dari bahan
baku ikan utuh.
• Perhitungan penyusutan peralatan dilakukan
dengan metode garis lurus.
• Biaya perawatan peralatan adalah 2,5% dari
depresiasi yang dilakukan per tahun.
Tabel 6. Perhitungan biaya investasi sentral pengolahan ikan + skenario pembangkit
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46
44
Tabel 7. Biaya modal bahan baku dan O&M
• Modal investasi berasal dari pemilik sebesar
30% dan 70% dari pinjaman bank. Lama
pinjaman selama 5 tahun dengan bunga kredit
konstan yaitu 14% pertahun.
• Pajak penghasilan usaha sebesar 30%.
• Satuan waktu operasi pengolahan ikan adalah
300 hari dalam satu tahun, satu tahun sama
dengan 12 bulan, satu bulan 25 hari.
• Sentral pengolahan ikan dimodelkan dengan
suplai dari PLTS, PLTS hybrid PLTD (PV 20%,
40% dan 60% dari beban puncak), dan PLTD.
Sentral pengolahan perikanan dilengkapi
dengan sarana prasarana pendukung lainnya.
Biaya investasi sentra pengolahan perikanan
ditampilkan pada Tabel 6. Biaya operasional
sentral pengolahan perikanan terdiri dari biaya
bahan baku ikan, dan biaya operasional dan
pemeliharaan (O&M), baik untuk unit pengolahan
ikan maupun unit pembangkitan. Rincian biaya
O&M terdapat dalam Tabel 7. Pendapatan berasal
dari penjualan produk olahan ikan beku/fillet ikan,
penjualan es batu, dan penjualan hasil produk
ikutan. Total pendapatan pertahun sebesar
Rp42.112.500.000,00. Rincian pendapatan sentral
pengolahan perikanan ditunjukan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pendapatan sentral pengolahan ikan
Bisnis pengolahan perikanan secara teoritis
memang sangat penguntungkan berdasarkan
informasi dari beberapa narasumber pelaku bisnis
pengolahan perikanan. Namun faktor resikonya
juga sangat tinggi seperti faktor ketersediaan
bahan baku ikan karena cuaca, musim ikan, dan
kebiasaan nelayan dalam mencari ikan yang tidak
Analisis Pembangkitan Listrik untuk Ekonomi Produktif di Pulau Terluar (Studi Kasus Sentra Pengolahan Ikan di Pulau Morotai)
45
bisa dipastikan kontinuitasnya. Faktor-faktor
resiko usaha tersebut tidak dimasukan dalam
tulisan ini karena memerlukan kajian lebih lanjut.
Analisis Kelayakan Investasi
Analisis kelayakan investasi dimaksudkan
untuk mengetahui kelayakan proyek ditinjau dari
berbagai indikator investasi seperti: IRR, NPV,
dan payback period (PBP). Berdasarkan analisis
finansial yang dilakukan, dengan menerapkan
persamaan (4), (5), (7), dan (8) pada arus kas
(cash flow) sentral pengolahan perikanan, bisa
terlihat berapa nilai bersih pendapatan dikurangi
biaya per bulan. Dari arus kas ini bisa dihitung
nilai IRR, NPV, dan PBP yang hasilnya
ditunjukkan pada Tabel 9.
Arus kas selama masa operasi 25 tahun dan
perhitungan yang dilakukan, diselesaikan
menggunakan program Microsoft Excell, namun
hanya ditampilkan hasil akhirnya saja. Hasil
analisis kelayakan investasi tersebut menunjukan
bahwa sentral pengolahan perikanan dengan
pembangkit dari PLTS dengan baterai belum
layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan oleh
nilai investasi pembangkit dan nilai pengantian
peralatan sangat tinggi sehingga biaya energi
menjadi tinggi seperti dijelaskan pada analisis
Tabel 5. Sentral pengolahan perikanan dengan
suplai listrik mengunakan sistem pembangkitan
PLTS hybrid PLTD, PLTD dan dari PLN layak
untuk dijalankan, dengan IRR dari 37,81% hingga
42,54%, NPV dari 12,447 miliar rupiah hingga
13,8 miliar rupiah serta payback period selama 1
tahun 3 bulan hingga 2 tahun 2 bulan. Untuk
PLTS dengan baterai, kriterianya tidak layak
karena faktor kapasitas PLTS yang masih sangat
rendah, di bawah 20%. Sehingga untuk mensuplai
beban listrik, kapasitas PLTS yang harus
disiapkan membutuhkan 5 kali kapasitas
bebannya. Hal inilah yang menyebabkan PLTS
baterai masih mahal dan menjadi tidak layak.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis tentang
perbandingan biaya energi PLTS baterai, PLTS
hybrid PLTD dan PLTD murni, dapat diambil
kesimpulan bahwa, PLTS hybrid PLTD dengan
PV 60% dari kapasitas PLTD yang direncanakan
untuk memenuhi beban listrik sentra perikanan di
Pulau Morotai mempunyai harga energi paling
murah yaitu Rp2.715,67/kWh, lebih murah dari
PLTD murni senilai Rp2.927,71/kWh. Penerapan
PLTS hybrid dengan PLTD sebagai sumber
energi listrik pada sentra pengolahan ikan di Pulau
Morotai layak dilaksanakan dengan IRR 33,57%,
NPV 11,371 miliar rupiah, dan payback period
selama 2 tahun 1 bulan.
Tabel 9. Analisis kelayakan investasi sentra pengolahan perikanan dengan beberapa skenario
pembangkit.
IRR NPV PBP Keterangan0,03% (27.426.869.054) 14 thn 2 Bln Tidak Layak
PLTS 20% / 64,00 kWp 37,81% 12.447.137.494 2 thn 2 bln LayakPLTS 40% / 128,00 kWp 35,55% 12.447.137.494 2 thn 2 bln LayakPLTS 60% / 192,00 kWp 33,57% 11.731.192.558 2 thn 1 bln Layak
42,54% 13.800.972.114 1 thn 6 bln LayakPLTD 100 kVA
Kelayakan Investasi
PLTS dengan BateraiPLTS Hybrid Genset 100 kVA
Penyediaan Energi
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 17 No. 2 Desember 2018 : 35 – 46
46
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Puslitbangtek KEBTKE yang telah memberikan
dana dan fasilitas untuk melakukan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA [1] Suman, Ali dkk., 2014. Potensi Dan Tingkat
Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
(WPP RI), p:149, Ref. Grafika & Balai
Penelitian Perikanan Laut, Balitbang
Kelautan dan Perikanan, KKP.
[2] Agustinus Anung Widodo dan Suryanto,
2015. Analisis Dampak Pelarangan Alih
Muatan (Transhiment) Ikan Hasil Tangkapan
Pada Armada Pukat Cincin Pelagis Besar
(Studi kasus pada perikanan pukat cincin
pelagis besar di WPP NRI 716-717 berbasis
di Bitung), J. Kebijakan Perikanan Indonesia.
Vol.7 No.2 November 2015, p: 93-102.
[3] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pulau
Morotai, Kabupaten Pulau Morotai Dalam
Angka 2017, p:160.
[4] Bank Indonesia, 2009. Usaha Pengolahan
Tuna Loin, Bank Indonesia.
[5] SEIAPI-PPA, 2012. Off Grid PV Power
Systems, System Design Guidelines. Version
2.3.
[6] SMA, 2016. Design of Off-Grid Systems
with Sunny Island – Planning Guidline. SMA
Solar Technology AG, version 2.3 2016.
Tersedia di http://files.sma.de/dl/1353/
Designing-OffGridSystem-PL-en-23.pdf.
diakses pada 5 Desember 2017.
[7] Nelson, Vaughn. 2009. Economics in Foster,
R. et al.(ed) 2009. Solar Energy: Renewable
Energy and The Environment, p: 231-248,
Boca Raton, FL., CRC Press. Taylor and
Francis Group.
[8] P3TKEBTKE, 2016. Peta Potensi Energi
Surya Indonesia Skala 5 km. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Ketenagalistrikan,
Energi Baru Terbarukan dan Konservasi
Energi (P3TKEBTKE), Badan Litbang
Kementerian ESDM.
[9] Foster, R., Ghassemi, M. Cota, A. 2009.
Solar Energy: Renewable Energy and The
Environment., p: 231-248, Boca Raton, FL.,
CRC Press. Taylor and Francis Group.
[10] Short, Walter., Packey, Daniel J. and Holt,
Thomas. 1995. A Manual for the Economic
Evaluation of Energy Efficiency and
Renewable Energy Technologies.,
NREL/TP-462-5173
[11] Cass Whaley et al. 2016. Best Practices in
Photovoltaic System Operations and
Maintenance 2nd Edition. NREL/Sandia/
Sunspec Alliance SuNLaMP PV O&M
Working Group. Technical Report
NREL/TP-7A40-67553 December 2016.
[12] Subhan Nafis dkk., 2015. Analisis
Keekonomian Penerapan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya Pada Sistem Ketenagalistrikan
Nias. Jurnal Ketenagalistrikan dan Energi
Terbarukan, Vol. 14, No. 2 (2015), p: 83-94.