Post on 15-Mar-2019
i
ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN DETEKSI SEGREGAN
TRANSGRESIF PADA DUA POPULASI F2 PERSILANGAN
KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)
IKA INAYAH
A24100201
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Parameter
Genetik dan Deteksi Segregan Transgresif pada Dua Populasi F2 Persilangan
Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)” adalah benar karya saya dengan arahan
dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Ika Inayah
NIM A24100201
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK
IKA INAYAH. Analisis Parameter Genetik dan Deteksi Segregan Transgresif
pada Dua Populasi F2 Persilangan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.).
Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU dan HENI PURNAMAWATI.
Penelitian ini dilakukan untuk menduga parameter genetik pada dua
kelompok populasi persilangan kacang tanah dan mendeteksi terduga segregan
transgresif pada populasi persilangan terbaik dalam upaya untuk memperbaiki
potensi genetik pada turunan hasil persilangan. Dua populasi kacang tanah yang
digunakan yaitu GWS 18 A1 x GWS 79 A1 dan GWS 18 A1 x Zebra. Penelitian
dilakukan bulan Desember 2013-Maret 2014 di Kebun Percobaan IPB
Cikarawang, Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian ± 250 meter di atas permukaan
laut. Parameter genetik yang diduga yaitu komponen ragam dan heritabilitas arti
luas serta pendugaan aksi gen menggunakan analisis kemenjuluran kurva
(skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) melalui sebaran F2. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai ragam genetik dan nilai duga
heritabilitas pada dua kelompok populasi yang diuji. Berdasarkan nilai tengah
karakter jumlah polong total, persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 A1 merupakan
populasi yang potensial untuk dilanjutkan dalam memperoleh kultivar berdaya
hasil tinggi. Pendugaan aksi gen pada karakter tinggi tanaman, jumlah polong
total, dan bobot biji per tanaman pada kedua populasi F2 persilangan kacang tanah
juga menunjukkan hasil yang berbeda antar populasi. Terdapat karakter yang
dikendalikan oleh banyak gen dan karakter yang dikendalikan oleh sedikit gen
dengan aksi gen aditif serta terdapat pengaruh dominansi dan epistasis baik
duplikat maupun komplementer. Pada populasi persilangan GWS 18 A1 x GWS
79 A1, dari seluruh tanaman F2 yang dipanen, terdapat tujuh tanaman yang diduga
merupakan segregan transgresif dengan jumlah polong total melebihi kisaran
tertinggi dari tetua terbaik.
Kata kunci : aksi gen, kemenjuluran kurva, keruncingan kurva, parameter genetik,
segregan transgresif
ABSTRACT
IKA INAYAH. Genetic Parameters Analysis and Transgressive Segregates
Detection on Two F2 Populations of Groundnut (Arachis hypogaea L.) Crosses.
Supervised by YUDIWANTI WAHYU and HENI PURNAMAWATI.
This study was aimed to estimate genetic parameters in two groundnut
segregating populations and to detect trasgressive segregate candidates of the best
cross. The segregating populations were developed from cross between GWS 18
A1 with GWS 79 A1 and GWS 18 A1 with Zebra. The field experiment was
conducted from December 2013 - March 2014 at the Cikarawang experimental-
field, Bogor, West Java (± 250 meters above sea level). The genetic parameters
estimated were variance components and broad sense heritability. Besides, the
gene action were estimated using skewness and kurtosis analysis of F2
distribution. The results showed that there were different of genetic variability and
heritability among the segregating populations. Based on the total-pods, GWS 18
A1 x GWS 79 A1 was a potential segregating population to obtain high yielding
cultivars. Estimation of gene action for plant height, total number of pods, and
seed weight per plant in segregating population showed different results among
the two populations. There were characters controlled by many genes or few
genes with additive gene action, dominance, and epistasis effects (duplicates or
complementary). In population of GWS 18 A1 x GWS 79 A1 cross, from all F2
plants harvested, there were seven plants expected to be trangressive segregates
which had total pod number more than the range of the best parent.
Keywords : genetic parameters, gene action, kurtosis, skewness, transgressive
segregates
ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN DETEKSI SEGREGAN
TRANSGRESIF PADA DUA POPULASI F2 PERSILANGAN
KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)
IKA INAYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul : Analisis Parameter Genetik dan Deteksi Segregan Transgresif pada
Dua Populasi F2 Persilangan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)
Nama : Ika Inayah
NIM : A24100201
Disetujui oleh
Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS
Pembimbing I
Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi
kekuatan dan hidayah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang
berjudul “Analisis Parameter Genetik dan Deteksi Segregan Transgresif pada Dua
Populasi F2 Persilangan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)” ini dilaksanakan
untuk menduga parameter genetik beberapa populasi persilangan kacang tanah.
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai Maret 2014 di
Kebun Percobaan Cikarawang IPB , Dramaga, Bogor.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr Ir Yudiwanti
Wahyu EK, MS selaku pembimbing I dan Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr
selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama
kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada kedua orang tua saya, Drs. Sukardi Umar, MPd dan Dra. Hj.
Rasmi Amin, MPd yang telah memberikan dorongan, doa, dan kasih sayang.
Semua pihak, khususnya rekan mahasiswa Agronomi dan Hortikultura angkatan
47 yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi,
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Ika Inayah
DAFTAR ISI
DAFTARTABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Tanaman Kacang Tanah 2
Pendugaan Parameter Genetik 2
Segregan Transgresif ` 3
Pemuliaan Kacang Tanah 3
METODE PENELITIAN 4
Tempat dan Waktu Penelitian 4
Bahan dan Alat 4
Prosedur Percobaan 5
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kondisi Umum 7
Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas 7
Pendugaan Aksi Gen Karakter Berdasarkan Sebaran Frekuensi Genotipe F2 10
Populasi F2 Potensial untuk Perakitan Kultivar Berdaya Hasil Tinggi dan
Deteksi Segregan Transgresif 14
SIMPULAN DAN SARAN 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 19
DAFTAR TABEL
1 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter
agronomikacang tanah hasil persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 A1 8
2 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter
agronomikacang tanah hasil persilangan GWS 18 A1 x Zebra 9
3 Pendugaan aksi gen beberapa karakter populasi persilangan kacang
tanah GWS 18 A1 x GWS 79 A1 melalui analisis kemenjuluran
kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) 11
4 Pendugaan aksi gen beberapa karakter populasi persilangan kacang
tanah GWS 18 A1 x Zebra melalui analisis kemenjuluran
kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) 11
5 Karakteristik jumlah polong total dan bobot brangkasan basah dua populasi F2persilangankacang tanah 15
6 Individu F2 terduga segregan transgresif pada persilangan GWS 18A1 x
GWS 79 A1 15
DAFTAR GAMBAR
1 Alur pendugaan aksi gen dengan analisis skewness dan kurtosis 6
2 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter tinggi tanamankacang tanah hasil
persilangan(a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 12
3 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter indeks masak biji-kulit kacang tanah
hasilpersilangan (a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x
Zebra 12
4 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter jumlah cabangkacang tanah hasil
persilangan(a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 12
5 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter bobot brangkasan basahkacang tanah
hasilpersilangan (a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x
Zebra 13
6 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter jumlah polong total kacang tanah hasil
persilangan(a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 13
7 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter bobot biji per tanaman kacang tanah
hasilpersilangan (a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x
Zebra 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi tanaman kacang tanah varietas Zebra 19
2 Data iklim Bulan Desember 2013-Maret 2014 Dramaga Bogor 20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditas
pangan yang secara ekonomi menduduki urutan kedua setelah kedelai sehingga
tanaman ini berpotensi untuk dikembangkan. Biji kacang tanah merupakan
komoditas ekspor yang dapat digunakan sebagai bahan pangan dan bahan baku
industri seperti minyak dan sabun. Brangkasan kacang tanah dapat digunakan
sebagai pakan ternak dan pupuk (Rukmana 2009).
Di Indonesia, luas panen kacang tanah tahun 2013 yang sebesar 520 621
ha mengalami penurunan sebesar 6.9% dari tahun sebelumnya (BPS 2013). Hal
ini berarti lahan untuk produksi kacang tanah di Indonesia mengalami penurunan
dan dapat mengakibatkan penurunan produksi kacang tanah. Di balik masalah
tersebut, Indonesia menempati urutan ketiga dalam penyediaan kacang tanah di
dunia yang mencapai 8.62% dari total penyediaan kacang tanah dunia setelah
China dan Amerika. Selain itu, selama periode 2009-2013, kebutuhan konsumsi
kacang tanah dalam negeri diprediksi mengalami peningkatan sebesar 7.21%
pada tahun 2013 (Pusdatin Deptan 2013). Oleh karena itu, produksi kacang tanah
di Indonesia harus dipertahankan bahkan ditingkatkan dengan menyediakan benih
bermutu dan varietas yang unggul. Dalam hal ini, dibutuhkan kegiatan pemuliaan
tanaman untuk merakit varietas unggul berdaya hasil tinggi sehingga kebutuhan
konsumsi kacang tanah di dalam negeri dapat terpenuhi dan tetap mampu
berkontribusi dalam penyediaan kacang tanah di dunia.
Salah satu tahap dalam pemuliaan tanaman adalah seleksi. Seleksi
dilakukan untuk memilih tanaman yang unggul yang diinginkan oleh pemulia.
Seleksi dilakukan secara visual dengan memperhatikan fenotipe tanaman. Dari
fenotipe tanaman tersebut, pemulia dapat menduga nilai parameter genetiknya.
Parameter genetik yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi ragam genetik,
koefisien keragaman genetik, dan heritabilitas arti luas serta dilakukan pula
pendugaan aksi gen. Dengan menduga parameter genetik, pemulia dapat
mengetahui karakter-karakter yang memiliki potensi yang baik dan banyak
dipengaruhi oleh faktor genetik untuk diwariskan dari suatu populasi tanaman
sehingga dapat meningkatkan efisiensi seleksi dalam kegiatan pemuliaan.
Individu-individu hasil segregasi transgresif yang memiliki keragaan di luar
rentang keragaan tetuanya disebut segregan transgresif (Sleper dan Poehlman
2006). Menurut Jambormias (2014), segregan transgresif dapat diprediksi dan
diamati pada zuriat suatu generasi persilangan awal. Periode seleksi yang panjang
dapat diperpendek dengan mendeteksi segregan transgresif di generasi awal. Oleh
karena itu, mendeteksi segregan transgresif di generasi awal juga dapat
meningkatkan efisiensi seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menduga parameter genetik pada dua
populasi persilangan kacang tanah dan mendeteksi individu F2 terduga segregan
2
transgresif pada populasi F2 dalam upaya untuk memperbaiki potensi genetik pada
turunan hasil persilangan.
Hipotesis
Terdapat perbedaan nilai duga parameter genetik pada dua populasi hasil
persilangan kacang tanah dan terdapat individu yang diduga sebagai segregan
transgresif.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kacang Tanah
Kacang tanah dengan nama latin Arachis hypogaea L. adalah tanaman yang
berasal dari Amerika Selatan, tepatnya berasal dari Brazilia. Kacang tanah
pertama kali masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17 (Prihatman 2000).
Sistematika kacang tanah menurut Prihatman (2000) adalah sebagai berikut:
Dunia : Plantae
Filum : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Leguminales
Famili : Papilionaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea L.
Tanaman kacang tanah termasuk tumbuhan semusim (annual crop) yang
memiliki susunan tubuh utama terdiri dari batang, daun, bunga, polong, dan biji.
Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, dan berbuku-buku. Warna batang
biasanya hijau tua sampai keungu-unguan. Daun berbentuk bulat, agak bulat,
sempit, agak sempit sampai oblong memanjang dengan tepi daun rata, sedangkan
bagian ujung daun tumpul. Helaian daun berbentuk menjari. Dari ketiak daun
akan tumbuh karangan bunga. Mahkota bunga berwarna kuning dan warna
ginofor ungu. Tanaman kacang tanah yang sudah berumur 8 minggu setelah
tanam biasanya sudah membentuk polong dengan bentuk polong berpinggang
dangkal, berparuh kecil, dan kulit polong agak halus. Kulit biji berwarna putih,
fles, coklat, merah muda, merah, ungu, dan ungu tua tergantung varietasnya
(Diperta 2009). Tanaman kacang tanah memiliki sistem perakaran akar tunggang
dan akar lateral (Nugrahaeni dan Kasno 1992).
Pendugaan Parameter Genetik
Parameter genetik yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi ragam
lingkungan, ragam fenotipe, ragam genetik, koefisien keragaman genetik, dan
nilai heritabilitas serta pendugaan aksi gen. Heritabilitas adalah perbandingan
3
antara besaran ragam genotipe dengan besaran ragam total fenotipe dari suatu
karakter yang menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak merupakan
refleksi dari genotipe. Nilai heritabilitas sangat menentukan efisiensi seleksi
karena menggambarkan proporsi ragam genetik yang diwariskan oleh tetua pada
zuriatnya. Heritabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa ragam dari sifat-sifat
yang diuji bersifat heritable (memiliki keterwarisan yang tinggi) (Allard 1960).
Seleksi tanaman akan efektif untuk karakter dengan nilai heritabilitas tinggi (Fehr
1987). Pada karakter yang memiliki heritabilitas yang tinggi seleksi akan
berlangsung efektif karena pengaruh lingkungan sangat kecil sehingga faktor
genetik lebih dominan dalam penampilan genotipe tanaman (Ruchjaniningsih et
al. 2000). Heritabilitas dari suatu karakter dapat diketahui dengan menduga
komponen ragam menggunakan studi generasi dasar yaitu populasi P1, P2, F1, F2,
dan backcross (Syukur 2012).
Pendekatan untuk pendugaan aksi gen berupa pendugaan menggunakan
parameter kemenjuluran kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) serta
sebaran populasi bersegregasinya pada F2. Nilai kemenjuluran kurva dapat
digunakan untuk menunjukkan aksi gen yang mengendalikan suatu karakter dan
nilai keruncingan kurva digunakan untuk menduga jumlah gen pengendalinya
(Roy 2000).
Segregan Transgresif
Segregasi transgresif adalah segregasi gen pada sifat-sifat kuantitatif dari
zuriat hasil persilangan dua tetua yang memiliki jangkauan sebaran yang
melampaui jangkauan sebaran kedua tetuanya. Individu-individu hasil segregasi
transgresif yang memiliki keragaan di luar rentang keragaan tetuanya disebut
segregan transgresif (Sleper dan Poehlman 2006). Famili segregan transgresif
ditandai oleh nilai tengah yang tinggi dan ragam dalam famili yang kecil
(Jambormias dan Riry 2009).
Pelaksanaan seleksi setelah persilangan untuk pemuliaan galur bertujuan
untuk meningkatkan frekuensi genotipe segregan transgresif yang dikehendaki
dari dalam populasi homozigositas dan heterozigositas pada setiap generasi,
hingga diperoleh genotipe segregan transgresif homozigot untuk semua gen yang
telah mengalami fiksasi. Bila tidak ada pengaruh lingkungan yang besar, maka
secara teoritis, suatu segregan transgresif telah ada pada generasi segregasi F2 atau
pada generasi seleksi S0. Segregasi transgresif membentuk dua gugus segregan
transgresif dalam spektrum sebaran, yaitu lebih kecil dari sebaran tetua dengan
keragaan rendah dan lebih besar dari sebaran tetua dengan keragaan tinggi
(Jambormias dan Riry 2009).
Pemuliaan Kacang Tanah
Kegiatan pemuliaan tanaman yang meliputi persilangan, penggaluran, dan
evaluasi daya hasil merupakan upaya untuk mendapatkan varietas unggul yang
tahan penyakit dan berdaya hasil tinggi (Rukmana 2009). Kriteria varietas unggul
baru antara lain meningkatkan produksi, memperbaiki stabilitas produksi,
4
memenuhi standar mutu, sesuai pola tanam yang diterapkan petani, serta sesuai
dengan permintaan konsumen yang berbeda-beda di setiap wilayah. Untuk itu,
beberapa hal yang ingin dicapai dalam pembentukan varietas unggul kacang tanah
lebih ditekankan pada kegiatan meningkatkan potensi hasil polong/biji,
memperbaiki umur tanaman, meningkatkan toleransi tanaman terhadap serangan
hama penyakit penting, meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman fisik
lingkungan, dan memperbaiki mutu biji (Adisarwanto 2004).
Pendugaan parameter genetik merupakan salah satu tahap yang perlu
dilakukan sebelum melakukan seleksi. Pendugaan parameter genetik dilakukan
untuk menentukan karakter yang menjadi kriteria seleksi. Menurut Yudiwanti et
al. (2008), salah satu karakter utama sebagai kriteria seleksi untuk
mengembangkan varietas kacang tanah tahan penyakit bercak daun dengan daya
hasil yang tinggi adalah jumlah polong total sebagai karakter kriteria seleksi tak
langsung untuk hasil dengan peubah bobot biji. Kasno (1986) juga melaporkan
nilai duga heritabilitas arti luas yang tinggi untuk jumlah polong total berdasarkan
seri percobaan yang melibatkan interaksi genotipe-musim-lokasi.
Galur hasil persilangan yang telah dilakukan diseleksi dengan metode
pemuliaan tertentu dan pada akhirnya akan diperoleh galur harapan sebagai calon
varietas baru. Dari galur-galur harapan tersebut, kemudian diuji atau dievaluasi
mengenai potensi daya hasilnya (Adisarwanto 2004).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga Maret 2014 di
Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian ± 250
meter di atas permukaan laut.
Bahan dan Alat
Bahan genetik tanaman yang digunakan adalah dua kelompok populasi
zuriat GWS 18 A1 x GWS 79 A dan GWS 18 A1 x Zebra yang terdiri dari
populasi P1, P2, dan F2. Bahan tanam ini diperoleh dari koleksi laboratorium
Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Depatemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian IPB. Penambahan unsur hara dilakukan dengan pemupukan
menggunakan pupuk NPK ponska dosis 200 kg/ha, kapur pertanian (kaptan) dosis
500 kg/ha, dan pupuk kandang dari kotoran kambing dosis 1 ton/ha. Hama dan
penyakit tanaman dikendalikan dengan menggunakan pestisida.
Alat yang digunakan yaitu alat budidaya pertanian, label, meteran,
timbangan digital, plastik, dan alat tulis.
5
Prosedur Percobaan
Tiap populasi F2 kacang tanah ditanam secara bersamaan dengan masing-
masing tetuanya. Masing-masing populasi tetua (P1 dan P2) ditanam sebanyak 20
tanaman. Populasi F2 ditanam sebanyak 200 tanaman. Jumlah tanaman tiap seri
persilangan kacang tanah adalah 240 tanaman.
Dua minggu sebelum penanaman, dilakukan pengolahan lahan sampai
tanah menjadi gembur. Kemudian dibuat petak percobaan sebanyak 2 petak
dengan masing-masing petak sebesar 12x5 meter. Penanaman dilakukan dengan
menggunakan jarak tanam 50 cm x 50 cm sebanyak 1 benih per lubang tanam dan
diberikan Furadan 3G dengan dosis 12 kg/ha. Pemupukan dilakukan saat tanam.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, penyiangan,
pembumbunan, pengapuran, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman
dilakukan pada 2 MST (minggu setelah tanam). Penyiangan, pembumbunan, dan
pengapuran dilakukan saat 3 MST. Pengendalian hama dilakukan dengan
penyemprotan pestisida Decis dengan dosis 3 cc/ha pada saat 9 MST dan
pengendalian penyakit dilakukan pencabutan tanaman yang mati agar penyakit
tersebut tidak menyebar ke tanaman yang lain.
Pemanenan dilakukan saat tanaman berumur 101 HST (hari setelah tanam)
yang dilakukan secara manual. Ciri-ciri kacang tanah memasuki fase masak
fisiologis bila tanaman dicabut, terlihat polong dengan tekstur yang jelas,
berwarna lebih gelap, dan bagian dalam kulit kacang tanah menghitam.
Pengeringan polong dilakukan dengan cara dijemur ±8 jam setiap hari saat cuaca
cerah selama 3 hari
Pengamatan dilakukan pada seluruh tanaman di masing-masing petak
percobaan saat panen. Peubah yang diamati yaitu:
1. Tinggi tanaman diukur dari batas antara batang dengan akar sampai dengan
titik tumbuh pada batang utama.
2. Bobot brangkasan basah per tanaman.
3. Jumlah cabang primer yang tumbuh pada tiap tanaman.
4. Jumlah polong total, polong isi, dan polong cipo per tanaman yang dihitung
setelah polong dikeringkan.
5. Bobot polong total, polong isi, dan polong cipo per tanaman yang dihitung
setelah polong dikeringkan.
6. Bobot biji per tanaman setelah polong dikeringkan
7. Indeks masak biji-kulit yaitu perbandingan antara bobot biji per tanaman
dengan bobot kulit polong per tanaman
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pendugaan
komponen ragam, perhitungan nilai heritabilitas arti luas, dan pendugaan aksi gen.
Pendugaan komponen ragam diperoleh berdasarkan Baihaki (2000):
Ragam fenotipe (𝜎2p) = 𝜎2
F2
Ragam lingkungan (𝜎2e) = (𝜎 𝑃1
2 )(𝜎 𝑃2
2 )
Ragam genetik (𝜎2g) = 𝜎2
p - 𝜎2
e
6
Koefisien keragaman genetik (KKG) =
𝜎𝑔2
𝑥 x 100% ; 𝑥 = nilai tengah populasi
Kriteria nilai KKG menurut Knight (1979) yaitu: sempit (0-10%), sedang
(10-20%), dan luas (>20%) Hasil pendugaan komponen ragam tersebut digunakan untuk menghitung
heritabilitas arti luas. Adapun rumus heritabilitas arti luas (HBS) menurut Allard
(1960) sebagai berikut:
HBS =𝜎 𝑔
2
𝜎 𝑝2 x 100%
Kriteria nilai heritabilitas menurut Stanfield (1983) sebagai berikut:
50% ≤ H < 100% = tinggi
20% ≤ H < 50% = sedang
0 ≤ H < 20% = rendah
Gambar 1 Alur pendugaan aksi gen dengan analisis skewness dan kurtosis
(Jambormias 2014)
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak Ya Tidak
Tidak
Data generasi awal
Analisis kurtosis
Kurtosis nyata
Interaksi intergenik aditif
Kurtosis positif
Leptokurtik:
sedikit gen terlibat
Platikurtik:
banyak gen terlibat
Analisis skewness
Skewness nyata Skewness positif
Epistasis komplementer
Epistasis duplikat
Epistasis aditif
Mesokurtik: interaksi
interalelik
Analisis skewness
Skewness nyata
Hanya pengaruh
gen aditif
Ada pengaruh
gen dominan
Skewness positif
Menjulur ke kanan:
dominansi ke kiri
Menjulur ke
kiri: dominansi ke
kanan
Ya
Ya
7
Pendugaan aksi gen dilakukan dengan menggunakan analisis
kemenjuluran kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk masing-
masing karakter pada generasi F2. Nilai skewness (S), kurtosis (K), galat baku
skewness (SES), dan galat baku kurtosis (SEK) dihitung dengan menggunakan
perangkat lunak SPSS 16.0. Statistik uji untuk kedua parameter tersebut
mengikuti sebaran normal baku yaitu :
ZS = 𝑆
𝑆𝐸𝑆 ; ZK =
𝐾
𝑆𝐸𝐾
dengan nilai kritikal untuk pengujian dua-arah yaitu Z0.05/2 = 1.96 dan Z0.01/2 =
2.57. Interpretasi kemungkinan aksi gen yang dikompilasi oleh Jambormias
(2014) ditunjukkan pada Gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Lahan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan dengan
luas ±120 m2 yang terletak pada ketinggian ±250 meter di atas permukaan laut (m
dpl). Tanah di lahan percobaan bertekstur liat. Pertumbuhan tanaman pada awal
pertanaman di lapangan menunjukkan kondisi yang baik dengan air yang cukup
tersedia. Curah hujan rata-rata pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014 di
daerah Dramaga adalah 432.8 mm/bulan. Suhu rata-rata per bulan adalah 25.0 oC
dengan kelembaban udara rata-rata sebesar 87.8/bulan (Lampiran 3).
Beberapa jenis penyakit yang menyerang tanaman kacang tanah selama
penelitian adalah penyakit bercak daun Cercospora, penyakit karat daun, penyakit
layu bakteri, penyakit belang, dan sapu setan. Penyakit tersebut mulai menyerang
di awal pertanaman hingga saat panen.
Beberapa hama juga menyerang tanaman kacang tanah yaitu belalang
(Orthoptera), kutu daun (Hemiptera), kumbang (Coleoptera), rayap (Isoptera), dan
ulat grayak (Lepidoptera). Hama tersebut mulai menyerang diawal pertanaman
hingga panen dengan tingkat serangan yang tidak membahayakan. Pengendalian
hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida pada umur 9 MST.
Gulma yang banyak terdapat di lokasi penelitian adalah golongan gulma
berdaun lebar, antara lain Mimosa invisa, Boreria allata, Euphorbia hirta, dan
Phyllantus niruri. Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada umur 3
MST dan 8 MST.
Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas serta
Karakter Kriteria Seleksi
Heritabilitas arti luas (HBS) merupakan rasio antara ragam genetik total
dengan ragam fenotipe (Allard 1960). Keberhasilan dalam perbaikan genetik
tanaman sangat ditentukan oleh adanya keragaman genetik (Falconer 1972). Hasil
analisis komponen ragam dan heritabilitas arti luas yang ada pada Tabel 1 dan
8
Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai komponen ragam dan
heritabilitas arti luas pada kedua persilangan kacang tanah. Pada persilangan GWS
18 A1 x GWS 79 A1, karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas yang
tinggi adalah tinggi tanaman, bobot polong kering cipo, dan indeks masak biji-
kulit. Pada persilangan GWS 18 A1 x Zebra, karakter yang memiliki nilai
heritabilitas arti luas yang tinggi adalah tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah
polong total, jumlah polong isi, bobot polong kering total, bobot polong kering isi,
dan bobot biji per tanaman. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan nilai duga heritabilitas arti luas pada karakter yang sama pada kedua
populasi persilangan kacang tanah. Menurut Natawijaya (2012), hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan nilai genotipe tetua-tetuanya. Puspitasari
(2011) juga melaporkan bahwa heritabilitas suatu karakter nilainya tidak tetap
karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai heritabilitas, yaitu populasi
yang digunakan, metode estimasi, adanya pautan gen, pelaksanaan percobaan,
generasi populasi yang diuji, dan kondisi lingkungan.
Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan kecilnya pengaruh lingkungan,
sebaliknya heritabilitas yang rendah menunjukkan pengaruh lingkungan yang
cukup besar terhadap karakter tersebut (Rostini et al. 2000). Kelompok karakter
yang memiliki nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa penampilan karakter
tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik, sedangkan karakter dengan nilai
heritabilitas rendah menunjukkan bahwa penampilan karakter tersebut lebih
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Beberapa karakter pada beberapa persilangan
menunjukkan nilai heritabilitas negatif akibat ragam genetik bernilai negatif.
Ragam genetik negatif diartikan sebagai tidak beragam atau ragamnya kecil sekali
(Kasno 1986). Nilai heritabilitas bernilai negatif dianggap sama dengan nol
(Hallauer dan Miranda 1981). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
lingkungan yang sangat besar terhadap penampilan karakter tersebut (Wahyu dan
Budiman 2013).
Tabel 1 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter agronomi kacang tanah hasil persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 A1
Karakter 𝝈 𝒑𝟐 𝝈 𝒆
𝟐 𝝈 𝒈𝟐
KKG
(%) HBS (%)
Tinggi tanaman 146.53 12.63 133.89 19.86 91.38
Jumlah cabang 1.40 1.90 -0.50 0.00 0.00
Bobot brangkasan basah 2 373.60 2 888.03 -514.43 0.00 0.00
Jumlah polong total 84.85 59.91 24.94 26.04 29.39
Jumlah polong isi 76.20 44.73 31.47 35.69 41.30
Jumlah polong cipo 9.69 17.61 -7.93 0.00 0.00
Bobot polong kering total 155.73 146.47 9.26 16.68 5.95
Bobot polong kering isi 143.93 142.12 1.80 7.94 1.25
Bobot polong kering cipo 23.43 5.06 18.36 316.26 78.39
Bobot biji per tanaman 80.56 72.22 8.34 23.93 10.36
Indeks masak biji-kulit 0.28 0.09 0.19 17.53 66.87
Ket : 𝜎 𝑝2 (ragam fenotipe), 𝜎 𝑒
2 (ragam lingkungan), 𝜎 𝑔2 (ragam genetik), KKG (koefisien
keragaman genetik), HBS (heritabilitas arti luas), ragam genetik negatif dianggap nol pada
perhitungan selanjutnya
9
Tabel 2 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter agronomi
kacang tanah hasil persilangan GWS 18 A1 x Zebra
Karakter 𝝈 𝒑𝟐 𝝈 𝒆
𝟐 𝝈 𝒈𝟐
KKG
(%) HBS (%)
Tinggi tanaman 128.69 39.66 89.03 15.99 69.18
Jumlah cabang 2.46 0.65 1.81 24.10 73.53
Bobot brangkasan basah 1 852.63 1 058.42 794.21 31.72 42.87
Jumlah polong total 46.12 16.09 30.02 41.96 65.10
Jumlah polong isi 43.01 12.39 30.62 48.68 71.19
Jumlah polong cipo 3.32 3.94 -0.62 0.00 0.00
Bobot polong kering total 69.35 34.12 35.23 50.82 50.81
Bobot polong kering isi 68.26 32.70 35.56 53.24 52.10
Bobot polong kering cipo 0.44 0.69 -0.25 0.00 0.00
Bobot biji per tanaman 37.05 14.83 22.22 59.90 59.98
Indeks masak biji-kulit 0.65 0.58 0.07 11.88 10.67
Ket : 𝜎 𝑝2 (ragam fenotipe), 𝜎 𝑒
2 (ragam lingkungan), 𝜎 𝑔2 (ragam genetik), KKG (koefisien
keragaman genetik), HBS (heritabilitas arti luas), ragam genetik negatif dianggap nol pada
perhitungan selanjutnya
Koefisien keragaman genetik (KKG) merupakan ukuran keragaman
genetik dalam populasi. Nilai KKG tiap karakter untuk masing-masing
persilangan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Nilai KKG yang luas terdapat
pada karakter jumlah polong total, jumlah polong isi, dan bobot biji per tanaman
pada persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 A1 dan GWS 18 A1 x Zebra. Luasnya
keragaman genetik memberikan peluang dilakukan seleksi untuk perbaikan suatu
karakter (Yunianti 2010). Nilai KKG yang sempit terdapat pada karakter jumlah
polong cipo pada kedua persilangan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pada
karakter tersebut tidak terdapat keragaman diantara individu dalam populasi
sehingga seleksi tidak akan efektif terhadap karakter tersebut. Rendahnya
keragaman individu-individu dalam populasi akan menyulitkan pemulia untuk
memperoleh karakter yang diinginkan (Puspitasari 2011).
Suatu karakter yang baik untuk dijadikan kriteria seleksi terhadap hasil
adalah karakter yang mempunyai heritabilitas tinggi. Suatu populasi dengan
karakter yang mempunyai heritabilitas tinggi dengan KKG yang luas sangat
diperlukan untuk seleksi (Rostini et al. 2000). Karakter dengan nilai heritabilitas
tinggi akan diwariskan secara kuat kepada turunannya (Allard 1960). Semakin
tinggi nilai KKG suatu karakter maka semakin besar peluang untuk dilakukan
seleksi terhadap karakter tersebut.
Berdasarkan nilai heritabilitas arti luas dan KKG, terdapat beberapa
karakter yang dapat dijadikan kriteria seleksi. Karakter-karakter yang terpilih
berbeda di tiap populasi persilangan. Pada persilangan GWS 18 A1 x GWS 79
A1, karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas tinggi hingga sedang dan
nilai KKG yang luas adalah jumlah polong total, jumlah polong isi, bobot polong
kering cipo, tinggi tanaman, dan indeks masak biji kulit. Pada persilangan GWS
18 A1 x Zebra, karakter yang memiliki nilai heritabilitas arti luas tinggi dengan
KKG yang luas adalah jumlah cabang, jumlah polong total, jumlah polong isi,
bobot polong kering total, bobot polong kering isi, dan bobot biji per tanaman.
10
Nilai heritabilitas yang tinggi pada karakter-karakter tersebut menunjukkan
seleksi terhadap karakter-karakter tersebut dapat dilakukan pada generasi awal.
Karakter dengan nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan seleksi untuk
karakter tersebut sebaiknya dilakukan pada generasi lanjut (Nasir 2001).
Pendugaan Aksi Gen Karakter Berdasarkan Sebaran Frekuensi Genotipe F2
Sifat-sifat agronomi pada tanaman dikendalikan oleh banyak gen yang
bersifat aditif dan fenotipenya tidak dapat diklasifikasikan secara tegas karena
mengikuti sebaran yang kontinyu. Sifat-sifat tersebut tidak diwariskan sederhana
berdasarkan rasio-rasio fenotipenya. Sejumlah sifat seperti hasil merupakan sifat
kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen minor dan sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sehingga distribusinya normal dan kontinyu. Nilai tengah, ragam,
standar deviasi, kemenjuluran kurva, dan keruncingan kurva digunakan untuk
menjelaskan karakteristik kurva kontinyu sehingga dari nilai-nilai tersebut dapat
diduga jumlah gen dan aksi gen yang mengendalikan suatu karakter pada populasi
bersegregasi. Pola pewarisan dan pendugaan aksi gen yang terlibat dapat diduga
dari distribusi frekuensi genotipe pada populasi F2 (Roy 2000).
Nilai kemenjuluran kurva dapat digunakan untuk menunjukkan aksi gen
yang mengendalikan suatu karakter. Gen yang mengendalikan suatu karakter
dapat dipengaruhi oleh aksi gen aditif, dominan, atau epistasis
(duplikat/komplementer). Aksi gen aditif merupakan kontribusi dari alel-alel
untuk menghasilkan suatu fenotipe (Griffiths et al. 2005). Aksi gen aditif
menyebabkan persamaan antara tetua dan keturunannya. Dominansi merupakan
interaksi antar alel yang menyebabkan alel pasangannya dalam lokus yang sama
tertekan ekspresinya. Epistasis merupakan interaksi antara dua gen atau lebih dari
lokus yang berbeda dalam membentuk suatu fenotipe (Nasir 2001). Epistasis
duplikat adalah interaksi yang hanya berlangsung jika dua gen menghasilkan
bahan yang sama untuk membentuk fenotipe yang sama. Epistasis komplementer
adalah interaksi gen dimana fungsi suatu gen akan diperlukan oleh gen lain dalam
suatu metabolisme (Griffiths et al. 2005).
Berdasarkan hasil analisis kemenjuluran dan keruncingan kurva, sebagian
besar karakter yang diamati pada populasi persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 A1
dikendalikan oleh sedikit gen aditif dengan pola penyebaran leptokurtik dan
terdapat pengaruh epistasis komplementer, kecuali indeks masak biji-kulit dan
tinggi tanaman (Tabel 3). Karakter jumlah polong total yang dipengaruhi oleh gen
epistasis didukung oleh hasil penelitian Adisyahputra et al. (2011) yang
menyatakan bahwa jumlah polong total dikendalikan oleh gen resesif epistasis
(epistasis komplementer). Karakter indeks masak biji-kulit, selain dikendalikan
oleh sedikit gen aditif, juga terdapat pengaruh epistasis duplikat. Karakter tinggi
tanaman dikendalikan oleh banyak gen aditif dengan pola penyebaran mesokurtik.
Nilai kemenjuluran kurva yang sangat nyata dan positif pada karakter ini
menunjukkan adanya pengaruh gen dominan (dominansi ke kiri). Sebaran
populasi untuk karakter tinggi tanaman dan indeks masak biji-kulit dapat dilihat
pada Gambar 2 dan Gambar 3.
11
Tabel 3 Pendugaan aksi gen beberapa karakter populasi persilangan kacang tanah
GWS 18 A1 x GWS 79 A1 melalui analisis kemenjuluran kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis)
Sifat S SES ZS K SEK ZK
Uk.gen
dan aksi
gen
Tinggi tanaman 0.45 0.17 2.59** 0.39 0.34 1.12tn B, DM
Jumlah cabang 0.67 0.17 3.92** 1.87 0.34 5.45** S, EK
Bobot brangkasan basah 1.34 0.17 7.76** 3.12 0.34 9.08** S, EK
Jumlah polong total 1.08 0.17 6.26** 2.70 0.34 7.86** S, EK
Jumlah polong isi 0.72 0.17 4.17** 0.92 0.34 2.69* S, EK
Jumlah polong cipo 1.56 0.17 9.06** 3.10 0.34 9.03** S, EK
Bobot polong kering total 1.89 0.17 10.98** 6.48 0.34 18.89** S, EK
Bobot polong kering isi 1.71 0.17 9.95** 5.12 0.34 14.93** S, EK
Bobot polong kering cipo 2.16 0.17 12.54** 4.91 0.34 14.32** S, EK
Bobot biji per tanaman 1.84 0.17 10.68** 6.03 0.34 17.58** S, EK
Indeks masak biji-kulit -1.28 0.17 -7.41** 4.05 0.34 11.80** S, ED Ket :S (skewness), SES (standard error skewness), ZS (statistik uji skewness), K (kurtosis), SEK
(standard error kurtosis), ZK (statistik uji kurtosis), ** (statistik uji nyata pada ∝ 0.01), *
(statistik uji nyata pada ∝ 0.05), tn (statistik uji tidak nyata), S (dikendalikan sedikit gen), B
(dikendalikan banyak gen), EK (epistasis komplementer), ED (epistasis duplikat), DM
(dominansi)
Tabel 4 Pendugaan aksi gen beberapa karakter populasi persilangan kacang tanah
GWS 18 A1 x Zebra melalui analisis kemenjuluran kurva (skewness)
dan keruncingan kurva (kurtosis)
Sifat S SES Z S K SEK ZK
Uk.gen
dan aksi
gen
Tinggi tanaman -0.26 0.17 -1.53tn
0.02 0.33 0.06tn
B, Ad
Jumlah cabang 0.26 0.17 1.53tn
0.54 0.33 1.61tn
B, Ad
Bobot brangkasan basah 1.13 0.17 6.77** 3.34 0.33 10.02** S, EK
Jumlah polong total 0.23 0.17 1.40tn
-0.26 0.33 -0.79tn
B, Ad
Jumlah polong isi 0.20 0.17 1.19tn
-0.57 0.33 -1.72tn
B, Ad
Jumlah polong cipo 1.74 0.17 10.44** 3.94 0.33 11.84** S, EK
Bobot polong kering total 1.17 0.17 7.02** 1.53 0.33 4.59** S, EK
Bobot polong kering isi 1.15 0.17 6.89** 1.52 0.33 4.57** S, EK
Bobot polong kering cipo 3.60 0.17 21.58** 16.43 0.33 49.33** S, EK
Bobot biji per tanaman 1.20 0.17 7.17** 1.52 0.33 4.57** S, EK
Indeks masak biji-kulit 2.16 0.17 12.93** 17.34 0.33 52.07** S, EK Ket : S (skewness), SES (standard error skewness), ZS (statistik uji skewness), K (kurtosis), SEK
(standard error kurtosis), ZK (statistik uji kurtosis), ** (statistik uji nyata pada ∝ 0.01), *
(statistik uji nyata pada ∝ 0.05), tn (statistik uji tidak nyata), S (dikendalikan sedikit gen), B
(dikendalikan banyak gen), Ad (hanya aditif), EK (epistasis komplementer)
12
(a) (b)
Gambar 2 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter tinggi tanaman kacang tanah hasil
persilangan (a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra
(a) (b)
Gambar 3 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter indeks masak biji-kulit kacang tanah
hasil persilangan (a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x
Zebra
(a) (b)
Gambar 4 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter jumlah cabang kacang tanah hasil
persilangan (a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra.
13
(a) (b)
Gambar 5 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter bobot brangkasan basah kacang tanah
hasil persilangan (a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x
Zebra.
(a) (b)
Gambar 6 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter jumlah polong total kacang tanah
hasil persilangan (a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x
Zebra
(a) (b)
Gambar 7 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan
kurva (kurtosis) untuk karakter bobot biji per tanaman kacang tanah
hasil persilangan (a) GWS 18 A1 x GWS 79 A1 (b) GWS 18 A1 x
Zebra
14
Pada populasi persilangan kacang tanah GWS 18 A1 x Zebra terlihat
bahwa sebagian besar karakter kuantitatif yang diamati dikendalikan oleh sedikit
gen aditif dan terdapat pengaruh epistasis komplementer, kecuali tinggi tanaman,
jumlah cabang, jumlah polong total, dan jumlah polong isi (Tabel 4). Karakter-
karakter tersebut dikendalikan oleh banyak gen aditif dan tidak terdapat pengaruh
epistasis maupun dominan. Sebaran populasi untuk karakter jumlah cabang, bobot
brangkasan basah, jumlah polong total, dan bobot biji per tanaman dapat dilihat
pada Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7.
Populasi F2 Potensial untuk Perakitan Kultivar Berdaya Hasil Tinggi
dan Deteksi Segregan Transgresif
Tujuan akhir dari program pemuliaan adalah perbaikan karakter hasil. Dari
seleksi yang dilakukan diharapkan dapat diperoleh kultivar berdaya hasil tinggi.
Menurut Kasno (1983), karakter hasil yang memiliki heritabilitas arti luas yang
tinggi dengan nilai KKG yang luas yang dapat dijadikan petunjuk yang baik untuk
perbaikan tanaman adalah karakter jumlah polong total per tanaman. Dari hasil
penelitian ini diperoleh bahwa karakter jumlah polong total memiliki nilai
heritabilitas arti luas yang tinggi hingga sedang dengan nilai KKG yang luas pada
kedua persilangan kacang tanah. Hasil yang sama ditunjukkan oleh penelitian
Kasno (1986) yang menguji 40 genotipe kacang tanah di tiga lokasi dan dua
musim, serta penelitian yang dilakukan oleh Yudiwanti et al. (1998) dan Hermiati
et al.(1990) yang juga mendapatkan nilai heritabilitas arti luas yang tinggi dan
KKG yang luas pada karakter jumlah polong total. Oleh karena itu, karakter
jumlah polong total dapat digunakan untuk menentukan populasi persilangan yang
potensial untuk dilanjutkan sebagai upaya perbaikan karakter hasil.
Nilai tengah untuk jumlah polong total pada populasi persilangan GWS 18
A1 x GWS 79 A1 dan GWS 18 A1 x Zebra berturut-turut adalah 19.00 dan 13.94
(Tabel 5). Populasi F2 persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 A1 memiliki jumlah
polong total yang lebih banyak dibandingkan dengan populasi persilangan GWS
18 A1 x Zebra. Oleh karena itu, populasi persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 A1
merupakan populasi yang potensial untuk dilanjutkan untuk memperoleh kultivar
kacang tanah berdaya hasil tinggi.
Karakter bobot brangkasan basah merupakan karakter yang dapat
menunjukkan ketahanan tanaman terhadap penyakit bercak daun. Menurut Wahyu
dan Budiman (2013), semakin tidak tahan suatu genotipe terhadap penyakit
bercak daun, akan semakin banyak daun yang kering dan akhirnya gugur sehingga
banyaknya daun yang gugur dapat mengurangi bobot brangkasan tanaman.
Tanaman dengan bobot brangkasan basah yang tinggi memiliki kapasitas source
yang lebih baik. Nilai bobot brangkasan basah pada populasi persilangan GWS 18
A1 x GWS 79 A1 dan GWS 18 A1 x Zebra berturut-turut adalah 101.16 dan
86.34 (Tabel 5). Berdasarkan nilai tersebut, populasi persilangan GWS 18 A1 x
GWS 79 A1 merupakan populasi yang lebih tahan penyakit bercak daun karena
memiliki bobot brangkasan basah yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi
persilangan GWS 18 A1 x Zebra. Karena memiliki ketahanan yang lebih baik
terhadap penyakit bercak daun dengan jumlah polong total yang paling tinggi,
populasi persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 A1 merupakan populasi yang
15
potensial untuk dilanjutkan. Nilai KKG dan heritabilitas arti luas yang bernilai 0
menunjukkan keragaman untuk karakter ini sempit dan keragaman yang terjadi
disebabkan oleh faktor lingkungan. Oleh karena itu, pengujian terhadap populasi
ini perlu dirancang dengan baik agar ragam lingkungan dapat diminimalkan dan
digunakan varietas rentan penyakit bercak daun sebagai pembanding.
Tabel 5 Karakteristik jumlah polong total dan bobot brangkasan basah dua
populasi F2 persilangan kacang tanah
Jumlah polong total Bobot brangkasan basah
GWS 18 A1
(P1) x GWS
79 A1 (P2)
GWS 18 A1
(P1) x Zebra
(P2)
GWS 18 A1
(P1) x GWS 79
A1 (P2)
GWS 18 A1
(P1) x Zebra
(P2)
…….. (buah.tanaman-1
) ….. ……….. (g.tanaman-1
) …………
Rata-rata P1 19.1 14.3 155.3 112.1
Kisaran P1 7 – 32 7 – 30 77 – 266 62 – 208
Rata-rata P2 21.1 2.8 181.0 91.6
Kisaran P2 9 – 37 0 – 13 75 – 311 34 – 162
Rata-rata F2 19.0 13.9 101.2 86.3
Kisaran F2 2 – 65 0 – 37 22 – 337 11 – 319
HBS (%) 29.4 65.1 0.0 42.9
KKG (%) 26.0 42.0 0.0 31.7
Tabel 6 Individu F2 terduga segregan transgresif pada persilangan
GWS 18A1 x GWS 79 A1
No Jumlah polong total
(buah)
Bobot brangkasan basah
(g)
1 49 75
2 40 44
3 46 101
4 38 121
5 40 137
6 65 337
7 38 286
P2 37 75-311
Pada populasi persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 A1, data Tabel 5
menunjukkan bahwa terdapat individu generasi F2 dengan jumlah polong 65 yang
jauh melebihi kisaran tertua terbaik, yaitu GWS 79 A1 sebanyak 37 polong. Dari
seluruh tanaman F2 yang dipanen pada populasi tersebut, terdapat tujuh individu
dengan jumlah polong total lebih dari 37 (Tabel 6). Individu-individu tersebut
merupakan individu terduga segregan transgresif karena memiliki jumlah polong
di atas kisaran tertinggi dari tetua terbaik. Jambormias dan Riry (2009)
menyatakan bahwa famili segregan transgresif ditandai oleh nilai tengah yang
tinggi dan ragam dalam famili yang kecil. Oleh karena itu individu-individu
terduga segregan transgresif tersebut perlu diverifikasi kebenarannya melalui
tanam baris pada generasi F3 untuk menentukan nilai tengah dan ragamnya.
16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Terdapat perbedaan nilai duga ragam genetik dan nilai duga heritabilitas
pada dua populasi persilangan kacang tanah. Pendugaan aksi gen pada semua
karakter pada dua populasi F2 persilangan kacang tanah juga menunjukkan hasil
yang berbeda antar populasi. Terdapat karakter yang dikendalikan oleh banyak
gen dan karakter yang dikendalikan oleh sedikit gen dengan aksi gen aditif serta
terdapat pengaruh dominansi dan epistasis baik duplikat maupun komplementer.
Berdasarkan nilai rataan, kisaran populasi F2, dan nilai duga heritabilitas arti luas
serta keragaman genetiknya, persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 merupakan
populasi yang potensial untuk dilanjutkan untuk memperoleh kultivar kacang
tanah berdaya hasil tinggi. Pada populasi persilangan GWS 18 A1 x GWS 79 A1,
dari seluruh tanaman F2 yang dipanen, terdapat tujuh individu yang diduga
merupakan segregan transgresif dengan jumlah polong total melebihi kisaran
tertinggi dari tetua terbaik.
Saran
Terhadap populasi persilangan yang berpotensi memiliki daya hasil tinggi
dan relatif tahan terhadap penyakit bercak daun perlu adanya penelitian pada
lokasi yang berbeda dengan menggunakan varietas pembanding yang berdaya
hasil tinggi dan rentan penyakit bercak daun. Untuk individu-individu yang
terduga segregan transgresif perlu dilakukan pengujian kebenarannya pada
generasi F3 untuk mengetahui nilai tengah dan ragam dalam famili.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T. 2004. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah
dan Lahan Kering. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 88 hlm.
Adisyahputra, Sudarsono, Setiawan K. 2011. Pola pewarisan sifat daya hasil
kacang tanah hasil persilangan cv. Kelinci dan US 605 dalam kondisi
tercekam kekeringan. Hayati. 16(1): 119-126.
Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. New York (US): J Wiley. hlm
102-145.
Baihaki A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Bandung
(ID): Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2013. Luas panen, produktivitas, produksi tanaman
kacang tanah seluruh provinsi.[Internet].[diunduh 2013 Nov 14]. Tersedia
pada: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3
17
[Diperta] Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat. 2009.
Usulan Pelepasan Kacang Tanah Lokal Situraja DM-1. [Internet]. [diunduh
pada 2014 Mar 21]. Tersedia pada : http://diperta.jabarprov.go.id/
assets/data/arsip/Pelepasan_Kacang_Tanah_Lokal_Situraja-Sumedang.pdf
Falconer DS, Mackay TFC. 1972. Introduction to Quantitative Genetics. Harlow
(GB) : Longman.
Fehr WR. 1987. Principle of Cultivar Development: Theory and Technique. New
York (US): Macmillan Publishing Company.
Griffiths AJF, Wessler SR, Lewontin RC, Gelbart WM, Suzuki DT, Miller JH.
2005. Introduction to Genetic Analysis. New York (US): WH Freeman.
Hallauer AR, Miranda JB. 1981. Quantitatif Genetics in Maize Breeding. Iowa
(US) : Univ Iowa State Pr.
Hermianti N, Baihaki A, Suryatmana G, Warsa T. 1990. Seleksi kacang tanah
pada berbagai kerapatan populasi tanam. Zuriat. 1(1):9-17.
Jambormias E. 2014. Analisis genetik dan segregasi transgresif berbasis informasi
kekerabatan untuk potensi hasil dan panen serempak kacang hijau
[Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jambormias E, Riry J. 2009. Penyesuaian data dan penggunaan informasi keke-
rabatan untuk mendeteksi segregan transgresif sifat kuantitatif pada tanaman
menyerbuk sendiri (suatu pendekatan dalam seleksi). J Budidaya Pertanian.
5(1):11-18.
Kasno A. 1983. Pendugaan parameter genetik sifat-sifat kuantitatif kacang tanah
(Arachis hypogaea L. Merr) pada beberapa lingkungan tumbuh dan
penggunaannya dalam seleksi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kasno A. 1986. Pendugaan parameter genetik dan parameter stabilitas hasil dan
komponen hasil kacang tanah (Arachis hypogaea L. Merr) [Disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Knight R. 1979. Quantitative Genetic Statistics and Plant Breeding. Brisbane
(AU): Vice-Chancellors Committee. hlm 41-76.
Nasir M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID) : Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Natawijaya A. 2012. Analisis genetik dan seleksi generasi awal segregan gandum
(Triticum aestivum L.) berdaya hasil tinggi [tesis]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Nugrahaeni N, Kasno A. 1992. Plasma nutfah kacang tanah toleran terhadap
cekaman fisik. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III.
Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. hlm. 1495-1501.
Prihatman K. 2000. Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). [Internet].[diunduh
pada 2013 Sep 25]. Tersedia pada: http://www.warintek.ristek.go.id/
pertanian/kacang_tanah.pdf
[Pusdatin Deptan] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Departemen
Pertanian. 2013. Buletin Konsumsi Pangan Volume 4 No.1.
[Internet].[diunduh 2013 Nov 14]. Tersedia pada: http://pusdatin.setjen.
deptan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Buletin-Konsumsi-editTW1-2013.pdf
Puspitasari W. 2011. Pendugaan parameter genetik dan seleksi karakter agronomi
dan kualitas sorgum di lahan masam [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
18
Rostini N, Rachmadi M, Carsono N. 2000. Variabilitas genetik dan heritabilitas
kandungan klorofil beberapa genotipe kacang tanah serta korelasinya
dengan hasil [laporan penelitian]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran
Roy D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Calcutta
(IN) : Narosa Publishing House.
Ruchjaniningsih, Imran A, Thamrin M, Kanro ZM. 2000. Penampilan fenotipik
dan beberapa parameter genetik delapan kultivar kacang tanah pada lahan
sawah. Zuriat. 11(1) : 8-15.
Rukmana R. 2009. Kacang Tanah. Yogyakarta (ID) : Kanisius. 77 hlm.
Stanfield WD. 1983. Theory and Problem of Genetics. Ed ke-2. New York (US):
McGraw-Hill.
Sleper DA, Poehlman JM. 2006. Breeding Field Crops. Ed ke-5. Iowa (US):
Blackwell Publishing.
Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta
(ID) : Penebar swadaya. hlm 64-114.
Yudiwanti, Sastrosumarjo S, Hadi S, Mattjik AA, Rais SA. 1998. Perakitan
kultivar kacang tanah tahan penyakit bercak daun berdaya hasil tinggi:
evaluasi zuriat generasi F5. Temu Ilmiah Tahunan Bioteknologi Pertanian;
1998 Mar 23-24; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Balitbio Bogor.
Yudiwanti, Sudarsono, Purnamawati H, Yusnita, Hapsoro D, Hemon AF,
Soenarsih S. 2008. Perkembangan pemuliaan kacang tanah di Institut
Pertanian Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Bogor. Prosiding Inovasi Teknologi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi. 152-160.
[Internet].[diunduh 2014 Feb 20]. Tersedia pada : digilib.litbang.deptan.
go.id/repository/index.php/repository/.../7115
Wahyu Y, Budiman DR. 2013. Daya hasil galur-galur kacang tanah (Arachis
hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun di Kecamatan Ciranjang
Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Bul.Agrohort. 1(1): 45-53.
[Internet].[diunduh 2014 Feb 20]. Tersedia pada:journal.ipb.ac.id/index.
php/bulagron/ article/download/6282/4837
Yunianti R, Sastrosumardjo S, Sujiprihati S, Surahman M, Hidayat SH. 2010.
Kriteria seleksi untuk perakitan varietas cabai tahan Phytophthora capsici
Leonian. J Agron Indonesia. 38(2):122-129.
19
LAMPIRAN
Lampiran 1 Deskripsi tanaman kacang tanah varietas Zebra
ZEBRA
Dilepas tahun : 3 November 1992
SK Mentan : 622/Kpts/TP.240/11/92
No. Seleksi : MGS 9-2-5/NC 3033-4B-9
Asal : Hasil seleksi galur dari F2 asal ICRISAT
Hasil : 1,40–3,80 t/ha polong kering
Warna batang : Hijau
Warna daun : Hijau
Warna bunga : - Bagian tepi bendera: kuning muda
- Pusat bendera: kuning
- Matahari: jingga
Warna ginofor : Hijau
Warna biji : Merah
Bentuk polong : Tidak berpinggang
Lukisan jaring : Jelas
Bentuk tanaman : Tegak
Bentuk daun : Berempat
Jumlah biji/polong : 3–5 biji
Umur berbunga : 28–31 hari
Umur polong masak : 95–100 hari
Bobot 100 biji : 30–35 g
Bobot 100 polong : 120–130 g
Kadar protein : ± 21,6%
Kadar lemak : ± 43,0%
Ketahanan thd penyakit : Toleran karat dan bercak daun
Sifat-sifat lain : Rendemen biji dari polong 70%
Keterangan : Cocok untuk lahan tegal dan sawah, hasil stabil
dan responsif terhadap perbaikan lingkungan
Pemulia : Astanto Kasno, Trustinah, Sri Astuti Rais, Lasimin
Sumarsono, dan B. Sukarno.
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian (1950-2012)
20
Lampiran 2 Data iklim bulanan bulan Desember 2013 – Maret 2014
Bulan Temperatur (oC) Kelembaban udara Curah hujan (mm)
Desember 2013 25.5 86.0 411.0
Januari 2014 24.6 89.0 702.0
Februari 2014 25.0 89.0 337.0
Maret 2014 25.6 87.0 281.0
Rata-rata 25.0 87.8 432.8
Sumber : Badan meteorologi klimatologi dan geofisika (BMKG) Stasiun klimatologi Darmaga, Bogor
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 7 Januari 1992. Penulis
merupakan anak keempat dari lima bersaudara oleh Bapak Sukardi Umar dan Ibu
Rasmi Amin.
Pendidikan formal yang telah dilalui, pada tahun 2004 penulis lulus dari
SDN Inpres Batua 1 Makassar, kemudian pada tahun 2007 penulis menyelesaikan
studi di SMP Negeri 8 Makassar. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5
Makassar dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN dan diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis juga aktif di organisasi
kemahasiswaan dan kepanitiaan di IPB. Salah satu organisasi kemahasiswaaan
yang aktif diikuti oleh penulis adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Pertanian IPB periode 2011-2012 sebagai staf Advokasi dan
Kesejahteraan Mahasiswa. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan berbagai acara
departemen, fakultas, hingga tingkat IPB. Selain itu, selama mengikuti
perkuliahan, penulis juga aktif menjadi asisten praktikum Perancangan Percobaan
dan asisten praktikum Pemuliaan Tanaman Terapan pada tahun ajaran 2013/2014.
Penulis juga pernah mendapatkan hibah dari DIKTI dalam Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan melalui karya ilmiah yang berjudul
Usaha Pengembangan Burger dengan Bahan Talas sebagai Upaya Diversifikasi
Pangan.