Post on 05-Oct-2021
DAFTAR ISI
REAKSI PASAR MODAL BERKAITAN DENGAN PENYELENGGARAAN
ASEAN GAMES 2018 DI INDONESIA
(Sugeng Rianto; Sujito; Tri Rinawati– Universitas Semarang )…………………………………… 1
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN DAERAH
AIR MINUM (PDAM) KOTA SEMARANG
(Tommy Akmal Syah; Dian Triyani – Universitas Semarang)…………………………….….….. 19
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI DAN DANA
BANTUAN PEMERINTAH TERHADAP PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA
(Sri Ramadhani; Cahyo Utomo - Universitas STIKUBANK )…………………………….…..….. 41
PERSEPSI KARYAWAN TENTANG PERAN AUDITOR INTERNAL SEBAGAI
PENGAWAS, KONSULTAN DAN KATALISATOR DALAM PENCAPAIAN TUJUAN
PERUSAHAAN
(Siti Cahyaningrum Setyorina;Ardiani Ika Sulistyawati - Universitas Semarang )….….………. 60
ENTREPRENEURIAL BUREAUCRACY: SEBUAH TUNTUTAN MUTLAK UNTUK
MENUTUP CAPACITY GAP APARATUR BIROKRASI DALAM ERA OTONOMI
DAERAH
(Rahoyo; Asih Niati – Universitas Semarang )…………………………………..…………………… 83
ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, PENGAWASAN, MOTIVASI
INTRINSIK DAN MOTIVASI EKSTRINSIK TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI
KARYAWAN TEKNISI MESIN EDC BCA PADA PT LANG JAYA MAKMUR
BERSAMA
(Defi Kris Astuti; Susanto - Universitas Semarang )………………………………………...………. 95
PERFORMANCE OF ISLAMIC BASED SCHOOL TEACHERS IN TEMBALANG
SUB-DISTRICT, SEMARANG CITY AFFECTED BY INTELLECTUAL
INTELLIGENCE AND SPIRITUAL INTELLIGENCE
(Anis Turmudhi – STIE AKA Semarang )…………………………………………….……………. 111
PENGARUH KEPEMIMPINAN, KOMPENSASI FINANSIAL DAN KOMITMEN
ORGANISASIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN DISIPLIN KERJA
SEBAGAI MEDIASI (STUDI PADA KANTOR BKKBN PROVINSI JAWA TENGAH)
( Soegihartono - Universitas Semarang )…………………………………………………...……….. 125
PENGARUH AUDITOR SPESIALISASI INDUSTRI DAN REDFLAGS TERHADAP
KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN PUBLIK DI BIDANG KEUANGAN
(Titi Purbo Sari; Linda Novasari – Universitas Semarang )………………………………..…….. 148
PENGARUH PENGALAMAN DAN DORONGAN KELUARGA TERHADAP
MOTIVASI BERWIRAUSAHA MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE TUBAN
(Mario Fahmi Syahrial – Universitas PGRI Ronggolawe Tuban )……………………………….. 170
1
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
REAKSI PASAR MODAL BERKAITAN DENGAN PENYELENGGARAAN
ASEAN GAMES 2018 DI INDONESIA
Sugeng Rianto1_Sujito2_Tri Rinawati3 Fakultas Ekonomi_Jurusan Manajemen_Universitas Semarang
Sugengrianto63@gmail.com1_ujit77777@gmail.com2_rinaoshin@gmail.com3
Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Januari 2019
ABSTRACT
The party is the Asian region 2018 Asian sports event which was held from August 18 to September 2,
2018 in Indonesia precisely in the cities of Jakarta and Palembang, the first time Asian sports parties were
held simultaneously in two cities. Based on the analysis of the capital market, there are three stock sectors
that benefit from the existence of an Asian level sports event, namely the Asian Games 2018 in Jakarta and
Palembang next August. The infrastructure sector, the consumer goods sector and the transportation sector
will benefit from the implementation of the 2018 Asean Games. Especially for infrastructure stocks, the
issuers involved in the construction until the renovation of sports venues will be positively appreciated by
the market, because they are currently competing to complete various projects. While the performance of
consumer goods is predicted to strengthen during the event, the circulation of consumer goods will
strengthen due to high market demand. This type of research is event study, data used secondary data
obtained from a list of companies that have been published on the Indonesia Stock Exchange. The
population of this research is all the consumer goods sectors totaling 47 companies. The sampling
technique uses purposive sampling which means that the sampling technique uses criteria. The companies
that can be sampled according to the criteria are 18 companies.
The analysis technique used is variable descriptive statistics, classical assumption test (normality
test) and different test methods paired sample t test. Based on the results of the different test Paired Sample
t Test, it was concluded that there were significant differences between the Trading Volume Activity (TVA)
variable and the Stock Return variable before and after the implementation, meaning that the
implementation of the Asean Games 2018 in Indonesia held on August 18 2018 could affect the movement
of activities stock trading volume and Stock Return of manufacturing companies in the Consumer Goods
sector.
Keywords: Asean Games 2018, Trading Volume Activity, Stock Return
ABSTRAK
Pesta tersebut adalah acara olahraga Asia wilayah Asia 2018 yang diselenggarakan dari 18 Agustus
hingga 2 September 2018 di Indonesia tepatnya di kota-kota Jakarta dan Palembang, pertama kali pesta
olahraga Asia diadakan serentak di dua kota. Berdasarkan analisis pasar modal, ada tiga sektor saham yang
mendapat manfaat dari keberadaan acara olahraga tingkat Asia, yaitu Asian Games 2018 di Jakarta dan
Palembang Agustus mendatang. Sektor infrastruktur, sektor barang konsumsi, dan sektor transportasi akan
mendapat manfaat dari implementasi Asian Games 2018. Khusus untuk stok infrastruktur, emiten yang
terlibat dalam konstruksi hingga renovasi tempat olahraga akan dihargai secara positif oleh pasar, karena
mereka saat ini bersaing untuk menyelesaikan berbagai proyek. Sementara kinerja barang-barang
konsumen diperkirakan akan menguat selama acara tersebut, sirkulasi barang-barang konsumen akan
menguat karena permintaan pasar yang tinggi. Jenis penelitian ini adalah event study, data yang digunakan
data sekunder yang diperoleh dari daftar perusahaan yang telah dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia.
Populasi penelitian ini adalah semua sektor barang konsumsi yang berjumlah 47 perusahaan. Teknik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yang artinya teknik pengambilan sampel
menggunakan kriteria. Perusahaan yang dapat dijadikan sampel berdasarkan kriteria adalah 18 perusahaan.
Teknik analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif variabel, uji asumsi klasik (uji normalitas)
dan metode uji beda paired sample t test. Berdasarkan hasil dari uji beda Paired Sample t Test, disimpulkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara variabel Volume Perdagangan (TVA) dan variabel Return
Saham sebelum dan setelah implementasi, yang berarti bahwa implementasi Asean Games 2018 di
Indonesia yang diadakan pada 18 Agustus 2018 dapat mempengaruhi pergerakan volume perdagangan
saham dan Stock Return perusahaan-perusahaan manufaktur di sektor Barang Konsumsi.
Kata kunci: Asean Games 2018, Aktivitas Volume Perdagangan, Return Saham
2
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pesta adalah ajang olahraga Asia 2018 wilayah Asia yang diselenggarakan dari 18
Agustus sampai dengan 2 September 2018 di Indonesia tepatnya di kota Jakarta dan
Palembang, pertama kalinya pesta olahraga Asia diselenggarakan secara bersamaan di
dua kota. Berdasarkan analisa pasar modal, ada tiga sector saham yang diuntungkan
dengan adanya gelar event olahraga tingkat Asia yaitu Asian games 2018 di Jakarta dan
Palembang bulan Agustus mendatang. Sektor infrastruktur, sektor consumer goods dan
sektor transportasi akan mendapat keuntungan pada saat penyelenggaraan Asea Games
2018. Khusus untuk saham infrastruktur, emiten-emiten yang terlibat dalam
pembangunan hingga renovasi venue olahraga akan diapresiasi positif oleh pasar, karena
saat ini sedang berlomba-lomba untuk menyelesaikan berbagai proyek tersebut.
Sementara kinerja consumer goods, diprediksi akan menguat selama acara berlangsung,
sirkulasi barang-barang consumer goods akan menguat karena tingginya permintaan
pasar. (www.wikipedia.com)
Pasar modal menurut Widoatmojo (2012) adalah pasar abstrak dimana yang
diperjualbelikan adalah dana-dana jangka panjang yaitu dan yang keterkaitannya dalam
investasi lebih dari satu tahun. Fahmi (2015) juga menjelaskan pasar modal adalah
temapat dimana berbagai pihak khususnya perusahaan menjual saham dan obligasi
dengan tujuan hasil penjualan tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan
dana dan atau untuk memperkuat modal perusahaan.
Kinerja saham sektor consumer goods cenderung menurun, indeks sektor consumer
goods berada di urutan paling akhir di Bursa Efek Indonesia. Sejak awal tahun 2018
hungga 19 Juli 2018, indeks saham consumer goods turun sekitar 16,20%, melebihi
penurunan ISHG yang sebesar 7,62%. Saham Kalbe Farma (KLBF) menjadi saham big
caps berkinerja terlemah di sektor consumer goods. Produsen obat ini merosot 24,26%
sejauh tahun ini, kemudian diikuti saham HM Sampoerna (HMSP) yang turun 23,04%
(Kontan.co.id).
Tahun 2017 di dalam pasar saham mencetak rekor penutupan di 6.355. Sepanjang
tahun tersebut ISHG berhasil naik hingga 19,9% seiring kokohnya kondisi ekonomi
Indonesia. Selanjutnya di tahun 2018, prospek pasar saham berpotensi akan menghadapi
banyak tantangan besar. Beberapa kondisi yang memberikan sentimen negatif pada
3
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
pergerakan pasar saham di tahun 2018, diantaranya tahun politik menjelang pilkada dan
pilpres, kenaikan suku bunga Fed yang akan memberi tekanan pada Rupiah, dan kondisi
geopolitik yang berdampak bagi stabilitas perekonomian global. Sementara itu, salah satu
kondisi yang memberikan sentiment positif pada pasar saham, antara lain Asean Games
2018 yang digelar di Jakarta dan Palembang pada bulan Agustus yang berpotensi
meningkatkan belanja domestik. Saham-saham sektor industri yang dapat menjadi
pertimbangan di tahun 2018 khususnya aneka industri dan consumer goods serta sektor
perbankan. Adapun beberapa yang direkomendasikan antara lain INTP, SMGR, SMCB,
HOKI, SIDO, INDF, ICBP, GGRM, HMSP, UNVR, KLBF, ASII, BBNI, BBTN, BBCA,
dan BBRI (Wira, 2018). Berikut grafik volume perdagangan dari beberapa saham yang
direkomendasikan pada tahun 2018 :
Grafik 1
Grafik Volume Perdagangan
Berdasarkan grafik 1, diketahui bahwa aktivitas volume perdagangan saham yang
menjadi pertimbangan di tahun 2018, adalah HOKI (Buyung Poetra Sembada Tbk)
berada pada posisi tertinggi, selanjutnya diikuti oleh BBTN (Bank Tabungan Negara
(Persero) Tbk), BBNI (Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk) dan terakhir BBRI (Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk).
Hasil penelitian event study yang dilakukan oleh Sari, purnamawati dan Herawati
(2017), dijelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata abnormal return yang
signifikan dan terdapat perbedaan rata-rata trading volume activity yang signifikan
sebelum dan sesudah peristiwa pilpres Amerika Serikat tahun 2016.
Sedangkan Hasil penelitian event study yang dilakukan oleh Octafilia (2016),
menunjukkan bahwa abnormal return pada peristiwa pemilihan, pengumuman hasil
pemilihan dan penetapan hasil pengumuman tidak signifikan adapun Abnormal return
4
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
signifikan hanya ditunjukkan pada peristiwa pelantikan Presiden. Trading volume activity
sebelum dan setelah keempat peristiwa juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
signifikan.
Berdasarkan research gap tersebut, sebagai pengembangan dari berbagai event study
yang telah dilakukan sebelumnya dan menganalisis beberapa peristiwa politik maupun
social di Indonesia. Dengan demikian diharapkan dapat dilihat reaksi pasar modal secara
umum diharapkan dapat dilihat ada atau tidaknya perbedaan return saham dan aktivitas
volume perdagangan sebelum dan sesudah Upacara Pembukaan Asean Games 2018 di
Indonesia pada perusahaan sektor Consumer Goods.
Perumusan Masalah
Merujuk dari latar belakang masalah tentang reaksi pasar modal Indonesia terhadap
pelaksanaan Asean Games DKI Jakarta 2018 di Indonesia sehingga muncul perumusan
masalah sebagai berikut : (1) Apakah ada perbedaan rata-rata volume perdagangan saham
sebelum dan sesudah periode pelaksanaan Asean Games 2018?; (2) Apakah ada
perbedaan Return Saham sebelum dan sesudah periode pelaksanaan Asean Games 2018?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tersebut adalah : (1) Untuk menguji dan menganalisis secara
empiris perbedaan rata-rata volume perdagangan saham sebelum dan sesudah periode
pelaksanaan Asean Games 2018; (2) Untuk menguji dan menganalisis secara empiris
perbedaan Return Saham sebelum dan sesudah periode pelaksanaan Asean Games 2018.
TINJUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pasar Modal
Fahmi dan Hadi (2009), menjelaskan pengertian pasar modal adalah tempat berbagai
pihak, khususnya perusahaan menjual saham (stock) dan obligasi (bond), dengan tujuan
dari hasil penjualan tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau
memperkuat modal perusahaan.
Aktivitas Volume Perdagangan (Trading Volume Activity)
Menurut Sutrisno (2010), volume perdagangan merupakan suatu instrumen yang
dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter
5
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
volume saham yang diperdagangkan di pasar. Sedangkan menurut Halim dan Hidayat
(2010), volume perdagangan (Vt) sebagai lembar saham yang diperdagangkan pada hari
t. Volume perdagangan saham merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam
análisis teknikal pada penilaian harga saham dan suatu instrumen yang dapat digunakan
untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter pergerakan
aktivitas volume perdagangan saham di pasar. Oleh karena itu, perusahaan yang
berpotensi tumbuh dapat berfungsi sebagai berita baik dan pasar seharusnya bereaksi
positif.
Return Saham
Menurut Wahyudi (2003), return saham dapat dibedakan menjadi dua yaitu return
saham sesungguhnya (Actual Return) dan return yang diharapkan (Expected Return).
Return sesungguhnya merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung dari selisih
harga sekarang relative terhadap harga sebelumnya, sedangkan return yang diharpkan
adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan datang.
Return memiliki dua komponen yaitu Current Income dan Capital Gain. Bentuk dari
Current Income berupa keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat
periodic berupa deviden sebagai hasil kinerja fundamental perusahaan, sedangkan
Capital Gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara harga jual dan harga
beli saham. Besarnya Capital Gain suatu saham akan positif, bilamana harga jual dari
saham yang dimiliki lebih tinggi dari harga belinya.
Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari, purnamawati dan Herawati (2017),
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata abnormal return yang signifikan
dan terdapat perbedaan rata-rata trading volume activity yang signifikan sebelum dan
sesudah peristiwa pilpres Amerika Serikat tahun 2016.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Octafilia (2016), disimpulkan bahwa abnormal
return pada peristiwa pemilihan, pengumuman hasil pemilihan dan penetapan hasil
pengumuman tidak signifikan adapun Abnormal return signifikan hanya ditunjukkan
pada peristiwa pelantikan Presiden. Trading volume activity sebelum dan setelah keempat
peristiwa juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.
6
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba dan Handayani (2017), disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan abnormal return bernilai negatif signifikan pada satu hari di
sekitar tanggal peristiwa, yang berarti bahwa pasar bereaksi terhadap peristiwa tersebut,
namun hanya bersifat sesaat dan tidak berkepanjangan. Sedangkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara Average Abnormal Return (AAR) sebelum dan sesudah
peristiwa politik Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran Kedua. Serta tidak terdapat perbedaan
signifikan antara Average Trading Volume Activity (ATVA) pada periode sebelum dan
sesudah peristiwa politik Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran Kedua.
Hubungan Logis Antar Variabel dan Pengembangan Hipotesis
Perbedaan rata-rata volume perdagangan saham sebelum dan sesudah periode
pelaksanaan Asean Games 2018
Menurut Sutrisno (2010), volume perdagangan merupakan suatu instrumen yang
dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter
volume saham yang diperdagangkan di pasar. Sedangkan menurut Halim dan Hidayat
(2010), volume perdagangan (Vt) sebagai lembar saham yang diperdagangkan pada hari
t. Volume perdagangan saham merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam
análisis teknikal pada penilaian harga saham dan suatu instrumen yang dapat digunakan
untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter pergerakan
aktivitas volume perdagangan saham di pasar. Oleh karena itu, perusahaan yang
berpotensi tumbuh dapat berfungsi sebagai berita baik dan pasar seharusnya bereaksi
positif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari, purnamawati dan Herawati
(2017) disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata trading volume activity yang
signifikan sebelum dan sesudah peristiwa pilpres Amerika Serikat tahun 2016.
Berdasarkan argumen tersebut di atas maka dapat dibangun hipotesis untuk
penelitian sebagai berikut :
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata volume perdagangan saham sebelum dan sesudah
periode pelaksanaan Asean Games 2018
7
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Perbedaan Return Saham sebelum dan sesudah periode pelaksanaan Asean Games
2018
Menurut pendapat Legiman (2015), return saham merupakan hasil yang diperoleh
dari investasi. Harapan untuk memperoleh return juga terjadi dalam asset financial.
Sedangkan asset financial menunjukkan kesediaan investor menyediakan sejumlah dana
pada saat ini untuk memperoleh sebuah aliran dana pada masa yang akan datang sebagai
kompensasi atas faktor waktu selama dana ditanamkan dan risiko yang ditanggung,
sehingga para investor mempertaruhkan suatu nilai sekarang untuk sebuah nilai yang
diharapkan pada masa mendatang.Dalam manajemen investasi, keuntungan atau return
merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba dan Handayani (2017),
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan abnormal return bernilai negatif signifikan pada
satu hari di sekitar tanggal peristiwa, yang berarti bahwa pasar bereaksi terhadap
peristiwa tersebut, namun hanya bersifat sesaat dan tidak berkepanjangan.
Berdasarkan argumen tersebut di atas maka dapat dibangun hipotesis untuk
penelitian sebagai berikut :
H2 : Terdapat perbedaan Return Saham sebelum dan sesudah periode pelaksanaan
Asean Games 2018
Model Penelitian
8
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah event study yaitu studi yang mempelajari reaksi pasar
terhadap suatu peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu
pengumuman (Jogiyanto, 2008). Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan
periode penelitian. Periode estimasi yang digunakan adalah pelaksanaan Asean Games
2018 di Indonesia pada tanggal 18 Agustus 2018.
Jenis dan Sumber data
Jenis data adalah data sekunder, berupa : (1) Harga saham penutupan harian selama
periode penelitian untuk tiap saham yang termasuk dalam daftar saham perusahaan
manufaktur sektor industri consumer goods; (2) Indeks saham perusahaan manufaktur
sektor consumer goods. Data diperoleh dari daftar perusahaan yang telah dipublikasikan
di Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua sektor consumer goods di Bursa Efek
Indonesia (BEI) yang berjumlah 47 perusahaan. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling yang berarti bahwa teknik penentuan sampel
menggunakan kriteria yang dipilih oleh peneliti. Adapun kriteria sebagai berikut : (1)
Harga saham penutupan harian selama periode penelitian untuk tiap saham yang
termasuk dalam daftar saham perusahaan manufaktur sektor consumer goods; (2)
Perusahaan yang mempunyai volume saham dan value saham. Adapun perusahaan yang
dapat dijadikan sampel sesuai dengan kriteria sebanyak 18 perusahaan, antara lain BUDI,
CAMP, CEKA, CLEO, GGRM, HMSP, HOKI, HRTA, IIKP, INAF, INDF, KAEF,
KICI, KINO, KLBF, MYOR, PSDN, PYFA.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian
Definisi oprasional dan pengukuran dari masing-masing variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
9
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
1. Aktivitas Volume Perdagangan Saham (TVA)
Menurut Kasmir (2007), volume perdagangan saham adalah jumlah saham emiten
yang ditransaksikan denga tingkat harga yang disepakati oleh pihak penjual dan
pembeli selama periode transaksi. Sebagai indikator adalah jumlah saham yang
diperdagangkan dan jumlah saham yang beredar. Skala yang digunakan adalah rasio.
Pengukuran sebagai berikut :
∑ saham i ditransaksikan waktu t
TVA =
∑ saham i beredar waktu t
2. Return Saham
Menurut Jogiyanto (2012), return saham dapat diartikan sebagai tingkat
kembalian keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang
dilakukan. Tanpa adanya keuntungan yang dapat dinikmati dari suatu investasi,
tentunya pemodal tidak perlu melakukan investasi yang pada akhirnya tidak ada
hasilnya. Perhitungan return saham menggunakan return total dimana
membandingkan return total dengan harga saham periode sekarang dengan harga
saham periode sebelumnya.
Perhitungannya sebagai berikut :
Pit - Pit – 1
Rit =
Pit – 1
Periode Waktu Penelitian
Periode waktu yang digunakan adalah enam hari sebelum dan enam hari sesudah
pelaksanaan Asean Games 2018 di Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 18
Agustus 2018. Periode waktu enam hari diharapkan dapat mencerminkan reaksi pasar.
Jika periode peristiwa yang diambil terlalu singkat, maka dikhawatirkan adanya reaksi
pasar yang cukup lama namun tidak dapat terdeteksi pada penelitian yang dilakukan.
Sedangkan jika periode peristiwa yang diambil terlalu lama dikhawatirkan adanya
peristiwa lain yang cukup signifikan mempengaruhi hasil penelitiannya.
10
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Teknis Analisis
Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif adalah statistik yang akan digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau
generalisasi (Soegiyono, 2017).
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah terdapat nilai yang ekstrim yang
menyebabkan hasil penelitian menjadi bias. Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal untuk mendeteksi normalitas dapat
dilakukan dengan uji statistik. Test statistik menggunakan uji Kolmogorov Smirnov
dengan kriteria pegujian sebagai berikut : a) Apabila nilai signifikan lebih besar dari 0,05
maka data penelitian berdistribusi normal; b) Apabila nilai signifikan lebih kecil dari 0,05
maka data penelitian berdistribusi tidak normal (Ghozali, 2006).
Uji beda Paired Sample t Test
Uji beda paired sample t-test merupakan metode pengujian yang digunakan
untuk mengkaji kefektifan perlakuan, ditandai adanya perbedaan rata-rata
sebelum dan rata-rata sesudah diberikan perlakuan. Dasar pengambilan keputusan untuk
menerima atau menolak Ho pada uji paired sampel t-test adalah sebagai berikut : a)
Jika probabilitas (Asymp.Sig) < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima; b) Jika
probabilitas (Asymp.Sig) > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak (Widiyanto, 2013).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Deskripsi Variabel Penelitian
Deskripsi Variabel Penelitian digunakan untuk memberikan gambaran mengenai
variabel yang akan diteliti dan dilakukan dengan menggunakan nilai mean, nilai standard
deviasi dan grafik.
11
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 1
Hasil Uji Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
TVA 36 -4.61 3.42 -.9816 2.26246
RS 36 -4.61 -2.21 -3.7091 .71211
Valid N (listwise) 36
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif pada tabel 1, diketahui bahwa nilai
minimum Trading Volume Activity (TVA) sebesar (-4,61), nilai maksimum 3,42 dan nilai
mean (-0,9816). Sedangkan nilai minimum Return Saham sebesar (-4,61), nilai
maksimum (-2,21) dan nilai mean (-3,7091).
Adapun untuk mengetahui deskripsi pergerakan variabel Trading Volume Activity
(TVA) dan Return Saham sebelum dan sesudah pelaksanaan Asean Games 2018 di
Indonesia dapat dilihat pada tabel dan grafik dibawah ini :
Tabel 2
Deskripsi Pergerakan Variabel Trading Volume Activity (TVA)
Sebelum Sesudah Pergerakan
TVA 2,91 1,73 (1,18)
Berdasarkan pada tabel 2, deskripsi pergerakan variabel Trading Volume Activity
(TVA) menunjukkan bahwa nilai sebelum pelaksanaan Asean Games 2018 di Indonesia
pada tanggal 18 Agustus 2018 sebesar 2,91 dan setelah pelaksanaan menjadi 1,73, artinya
pergerakan variabel Trading Volume Activity (TVA) mengalami penurunan sebesar
(1,18).
Grafik 2
Deskripsi Pergerakan Variabel Trading Volume Activity (TVA)
Berdasarkan pada grafik 2, deskripsi pergerakan variabel Trading Volume Activity
(TVA) sebelum dan sesudah pelaksanaan Asean games 2018 di Indonesia yang
12
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
diselenggarakan pada tanggal 18 Agustus 2018 tampak mengalami penurunan sebesar
(1,18).
Tabel 3
Deskripsi Pergerakan Variabel Return Saham
Sebelum Sesudah Pergerakan
Return Saham 0,04 0,01 (0,03)
Berdasarkan pada tabel 3, deskripsi pergerakan variabel Return Saham menunjukkan
bahwa nilai sebelum pelaksanaan Asean Games 2018 di Indonesia pada tanggal 18
Agustus 2018 sebesar 0,04 dan setelah pelaksanaan menjadi 0,01, artinya pergerakan
variabel Return Saham mengalami penurunan sebesar (0,03).
Grafik 3
Deskripsi Pergerakan Variabel Return Saham
Berdasarkan pada grafik 3, deskripsi pergerakan variabel Return Saham sebelum dan
sesudah pelaksanaan Asean games 2018 di Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal
18 Agustus 2018 tampak mengalami penurunan sebesar (0,03).
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Tabel 4
Hasil Uji Normalitas
TVA RS
N 36 36
Normal Parametersa,b
Mean -3.7091 ,0289
Std.
Deviation .71211 ,02505
Most Extreme
Differences
Absolute .169 .205
Positive .169 .205
Negative -.115 -.142
Kolmogorov-Smirnov Z .534 .968
Asymp. Sig. (2-tailed) .938 .305
13
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Test statistik menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan kriteria pegujian
sebagai berikut : a) Apabila nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka data penelitian
berdistribusi normal; b) Apabila nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 maka data penelitian
berdistribusi tidak normal. Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 4, diketahui bahwa
nilai Kolmogorov-Smirnov Z untuk Trading Volume Activity (TVA) sebesar 0,534
dengan nilai signifikansi (Sig.) 0,938 lebih besar dari 0,05, maka data berdistribusi
normal. Sedangkan nilai Kolmogorov-Smirnov Z untuk Return Saham (RS) sebesar
0,968 dengan nilai signifikansi (Sig.) 0,305 lebih besar dari 0,05 artinya data berdistribusi
normal.
Uji beda Paired Sample t Test
Tabel 5
Hasil Uji Paired Sample t Test
Paired Differences
t df
Sig.
(2-taile
d) Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
TVA_Sblm-TVA_Ss
dh 0,68352 0,87750 0,23452 0,17687 1,19017 2.915 13 .012
Pair
1 RS_Sblm-RS_Ssdh 0,84388 0,94471 0,24392 0,32072 1,36705 3.460 14 .004
Berdasarkan hasil uji beda Paired Sample t Test pada tabel 5, diketahui bahwa nilai
Sig. (2-tailed) Trading Volume Activity (TVA) sebesar 0,012 lebih kecil dari 0,05, dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel Trading Volume
Activity (TVA) sebelum dan sesudah pelaksanaan, artinya pelaksanaan Asean Games
2018 di Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 18 Agustus 2018 dapat
mempengaruhi pergerakan aktivitas volume perdagangan saham perusahaan manufaktur
sektor Consumer Goods. Begitu pula diketahui bahwa nilai Sig. (2-tailed) variabel Return
Saham sebesar 0,004 lebih kecil dari 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara variabel Return Saham sebelum dan sesudah pelaksanaan, artinya
pelaksanaan Asean Games 2018 di Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 18
Agustus 2018 dapat mempengaruhi pergerakan Return saham perusahaan manufaktur
sektor Consumer Goods.
14
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PEMBAHASAN
Perbedaan rata-rata volume perdagangan saham (Trading Volume Activity)
sebelum dan sesudah periode pelaksanaan Asean Games 2018
Sutrisno (2010) menjelaskan bahwa volume perdagangan merupakan suatu
instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi
melalui parameter volume saham yang diperdagangkan di pasar. Halim dan Hidayat
(2010) juga menjelaskan bahwa volume perdagangan (Vt) sebagai lembar saham yang
diperdagangkan pada hari t. Volume perdagangan saham merupakan salah satu indikator
yang digunakan dalam análisis teknikal pada penilaian harga saham dan suatu instrumen
yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui
parameter pergerakan aktivitas volume perdagangan saham di pasar. Oleh karena itu,
perusahaan yang berpotensi tumbuh dapat berfungsi sebagai berita baik dan pasar
seharusnya bereaksi positif.
Deskripsi pergerakan aktivitas volume perdagangan saham sebelum dan sesudah
pelaksanaan Asean Games 2018 di Indonesia pada tanggal 18 Agustus 2018
menunjukkan penurunan. Hal ini diperkirakan beberapa sebab kenaikan atau penurunan
harga saham diantaranya antara lain aksi korporasi perusahaan (contohnya terjadinya
akuisisi, merger, right issue atau divestasi), proyeksi kinerja perusahaan pada masa
mendatang (tingkat dividen tunai, tingkat rasio utang, rasio nilai buku/Price to Book
Value, earnings per share, dan tingkat laba suatu perusahaan), kebijakan pemerintah
(seperti kebijakan ekspor impor, kebijakan perseroan, kebijakan utang, kebijakan
Penanaman Modal Asing), fluktuasi kurs rupiah terhadap mata uang asing bisa
berdampak positif ataupun negatif bagi perusahaan-perusahaan tertentu khususnya yang
memiliki beban utang mata uang asing akan dirugikan akibat melemahnya kurs rupiah
sering kali melemahkan harga-harga saham di Indeks Harga Saham Gabungan dan
kondisi fundamental ekonomi makro (contoh tingkat inflasi juga termasuk dalam salah
satu faktor kondisi ekonomi makro. Pengangguran yang tinggi yang diakibatkan faktor
keamanan dan goncangan politik juga berpengaruh secara langsung terhadap naik atau
turunnya harga saham.
Berdasarkan hasil uji beda dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara variabel Trading Volume Activity sebelum dan sesudah pelaksanaan
artinya pelaksanaan Asean Games 2018 di Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal
15
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
18 Agustus 2018 dapat mempengaruhi pergerakan aktivitas volume perdagangan saham
perusahaan manufaktur sektor Consumer Goods. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh oleh Sari, purnamawati dan Herawati (2017) yaitu
terdapat perbedaan rata-rata trading volume activity yang signifikan sebelum dan sesudah
peristiwa. Akan tetapi tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Octafilia
(2016) dan Purba dan Handayani (2017) yaitu tidak terdapat perbedaan Average Trading
Volume Activity sebelum dan sesudah peristiwa.
Perbedaan Return Saham sebelum dan sesudah periode pelaksanaan Asean Games
2018
Wahyudi (2003) menjelaskan bahwa return saham dapat dibedakan menjadi dua
yaitu return saham sesungguhnya (Actual Return) dan return yang diharapkan (Expected
Return). Return sesungguhnya merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung dari
selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya, sedangkan return yang
diharpkan adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan
datang. Return memiliki dua komponen yaitu Current Income dan Capital Gain. Bentuk
dari Current Income berupa keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang
bersifat periodik berupa deviden sebagai hasil kinerja fundamental perusahaan,
sedangkan Capital Gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara harga
jual dan harga beli saham. Besarnya Capital Gain suatu saham akan positif, bilamana
harga jual dari saham yang dimiliki lebih tinggi dari harga belinya.
Deskripsi pergerakan return saham sebelum dan sesudah pelaksanaan Asean Games
2018 di Indonesia pada tanggal 18 Agustus 2018 menunjukkan penurunan. Penyebab lain
naik turunnya harga saham, antara lain pertama info-info manipulatif, berita ataupun
rumor serta sentimen pasar, kedua factor manipulasi pasar dan ketiga faktor kepanikan.
Berdasarkan hasil uji beda Paired Sample t Test dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara variabel Return Saham sebelum dan sesudah
pelaksanaan, artinya pelaksanaan Asean Games 2018 di Indonesia yang diselenggarakan
pada tanggal 18 Agustus 2018 dapat mempengaruhi pergerakan Return saham
perusahaan manufaktur sektor Consumer Goods. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Purba dan Handayani (2017) bahwa terdapat perbedaan
abnormal return bernilai negatif signifikan pada satu hari di sekitar tanggal peristiwa
16
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
berarti bahwa pasar bereaksi terhadap peristiwa tersebut namun hanya bersifat sesaat dan
tidak berkepanjangan. Akan tetapi tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sari, purnamawati dan Herawati (2017) bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata
abnormal return yang signifikan sebelum dan sesudah peristiwa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan yang signifikan variabel Trading Volume Activity (TVA)
sebelum dan sesudah pelaksanaan Asean Games 2018 di Indonesia yang
diselenggarakan pada tanggal 18 Agustus 2018 artinya pelaksanaan Asean Games
2018 mempengaruhi pergerakan aktivitas volume perdagangan saham perusahaan
manufaktur sektor Consumer Goods.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan variabel Return Saham sebelum dan sesudah
pelaksanaan Asean Games 2018 di Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 18
Agustus 2018 artinya pelaksanaan Asean Games 2018 mempengaruhi pergerakan
Return saham perusahaan manufaktur sektor Consumer Goods.
Saran
Saran-saran penelitian sebagai berikut : (1) Bagi investor, sebagai investor sebaiknya
terus memantau pergerakan harga saham dan selalu mencermati faktor-faktor
penyebab naik turunnya harga saham, hal ini setidaknya dapat menghinadri
resiko-resiko atau setidaknya mengantisipasi seminimal mungkin sehingga kerugian
yang ditanggung tidak sebesar bila sama sekali tidak tahu tentang faktor-faktor
tersebut. (2) bagi peneliti, sebaiknya menambah periode waktu pengamatan agar
hasil yang diperoleh lebih baik.
REFERENSI
Abdul Halim dan Nasuhi Hidayat, 2000. Studi Empiris Tentang Pengaruh Volume
Perdagangan dan Return Terhadap Bid-Ask Spread Saham Industri Rokok di BEJ
dengan Model Korelasi Kesalahan, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol, 3
hal.69-85.
17
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Fahmi, Irham dan Yovi Lavianti Hadi. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi.
Bandung : Alfabeta
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Cetakan
Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegor
Japan's swimmer Ikee named Asian Games. MVP. Xinhuanet. Xinhuanet.com. 2
September 2018. Diakses tanggal 2 September 2018.
Jogiyanto. (2008). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kelima, BPFE.
Yogyakarta
Jogiyanto. 2012. Teori Portofolio dan Analisis Investasi: Edisi Ketujuh. Yogyakarta.
BPFE -Yogyakarta.
Kasmir. 2007. Dasar-dasar Perbankan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Kontan.co.id. 2018. Asian Games berpeluang mengerek saham consumer.
https://investasi.kontan.co.id/. Diakses pada tanggal 20 Juli 2018.
Legiman, Fachreza Muhammad, et al. 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi return
saham pada perusahaan agroindustry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2009-2012. Jurnal EMBA, vol.3 No.3.
Nany, Magdalena., Aris, M. Abdul. 2004. Pengujian Stabilitas Struktural Pengaruh
Harga Saham, Return Saham, Varian Return Saham, dan Volume Perdagangan
Saham Terhadap Bid Ask Spread Pra dan Pasca Pengumuman Laporan
Keuangan. Empirika. Vol. 17 No. 1. pp. 40-49.
Purba, Fransisko dan Siti Ragil Handayani. 2017. Analisis Perbedaan Reaksi Pasar
Modal Indonesia Sebelum Dan Sesudah Peristiwa Non Ekonomi (Studi pada
Peristiwa Politik Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran Kedua). Jurnal Administrasi
Bisnis (JAB) | Vol. 51 No. 1 Oktober 2017|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
Sawidji Widoatmodjo. 2012. Cara Cepat Memulai Investasi Saham Panduan Bagi
Pemula. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Sutrisno, Wang. (2010). Manajemen Keuangan, Teori, Konsep dan Aplikasi, Yogyakarta:
Ekonisia
18
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Widiyanto, M.A (2013). Statistika Terapan, Jakarta : PT Elex Media Komputind
Wira, Desmond. 2018. Prospek Pasar Saham di Tahun 2018.
http://juruscuan.com
19
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PADA PERUSAHAAN
DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA SEMARANG
Tommy Akmal Syah
Dian Triyani
Fakultas Ekonomi_Jurusan Manajemen_Universitas Semarang
Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Januari 2019
ABSTRACT
This study aims to improve the quality of service of the Regional Water Company (PDAM) of
Semarang City. Due to the fact that in the last few months the people of Semarang City, especially PDAM
customers, complained about the crisis of clean water from the PDAM, which included a small amount of
water discharge, sometimes dirty and smelly water and water that often even for days did not flow.
This research was conducted with qualitative research methods with direct interviews with 6
informants namely 4 PDAM customers and 2 PDAM employees in Semarang City. By aiming to get valid
and balanced information between customers directly with PDAM employees to get the best research
results / solutions.
The results of this study indicate that most PDAM customers complained about the frequent flow of
PDAM water. And from the employees, the PDAM also acknowledged that the water discharge in the Water
Treatment Plant (IPA) in Kudu and in Kaligarang had a water crisis due to the long summer. Factors that
affect the quality of good service include Quality, Services, Services, Regional Companies, Service Support
Factors, service inhibiting factors, Workloads, Work Results and Work Systems. Therefore the PDAM
provides a solution by making 3 Drinking Water Treatment Systems (SPAM) which are expected to increase
the supply of clean water to PDAM customers.
Keywords: Quality, Service, PDAM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Kota Semarang. Dikarenakan dalam beberapa bulan terakhir masyarakat Kota Semarang
Khususnya pelanggan PDAM mengeluhkan tentang krisis air bersih dari PDAM yang diantara nya debit air
yang sedikit, air yang terkadang kotor dan berbau serta air yang sering bahkan berhari-hari tidak mengalir.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan wawancara langsung terhadap 6
Informan yaitu 4 pelanggan PDAM dan 2 karyawan PDAM Kota Semarang. Dengan bertujuan agar
mendapatkan informasi yang valid dan berimbang antara pelanggan langsung dengan karyawan PDAM
utuk mendapatkan hasil penelitian / solusi yang terbaik.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pelanggan PDAM mengeluhkan tentang
sering nya air PDAM yang tidak mengalir. Dan dari pihak karyawan PDAM pun mengakui bahwa debit air
di Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Kudu dan di Kaligarang mengalami krisis air dikarenakan musim
panas yang panjang. Faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan yang baik diantaranya adalah Kualitas,
Jasa, Pelayanan, Perusahaan Daerah, Faktor Pendukung Pelayanan, Faktor penghambat pelayanan, Beban
Kerja, Hasil Kerja dan Sistem Kerja. Oleh karena itu PDAM memberikan solusi dengan membuat 3 Sistem
Pengolahan Air Minum (SPAM) yang diharapkan dapat menambah pasokan air bersih ke pelanggan
PDAM.
Kata Kunci : Kualitas, Pelayanan, PDAM
20
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Latar belakang masalah
Bagi sebuah perusahaan, kualitas pelayanan merupakan suatu hal yang sangat
penting. Dengan memberikan kualitas pelayanan yang baik, maka akan menghasilkan
output yang baik pula bagi perusahaan. Salah satu cara yang dilakukan sebuah instansi
pemerintah atau dalam hal ini Perusahaan Daerah dalam meningkatkan kepuasan
pelanggan adalah memberikan pelayanan yang maksimal kepada semua pelanggan yang
bertujuan untuk memberikan pelayanan prima terhadap semua pelanggan perusahaan.
Kualitas pelayanan adalah sebuah tolak ukur dari pada sebuah kinerja perusahaan dalam
memberikan pelayanan yang baik terhadap pelanggannya. Dengan terciptanya pelayanan
yang baik dalam perusahaan menandakan bahwa perusahaan tersebut memiliki iklim
kerja yang positif. Hal ini disebabkan karena adanya karyawan dan usaha maksimal
yang memiliki keterikatan yang baik dengan perusahaan tempat ia bekerja. Maka mereka
akan memiliki antusiasme yang besar untuk bekerja, maka mereka akan memiliki
antusiasme yang besar untuk memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan baik,
bahkanterkadang jauh melamapaui tugas pokok yang tertuang dalam Standart
Operasional Perusahaan (SOP) kerja tiap karyawan.
Konsep kualitas secara luas tidak hanya menekankan pada aspek hasil tetapi juga
kualitas manusia dan kualitas prosesnya. Bahkan Stephen Uselac menegaskan bahwa
kualitas bukan hanya mencakup produk dan jasa, tetapi juga meliputi proses, linkungan
dan manusia.Meskipun tidak ada defenisi mengenai kualitas yang diterima secara
universal, dari defenisi-defenisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam
elemen-elemen yaitu Kualitas meliputi usaha mamenuhi atau melebihi harapan
pelanggan,kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan,kualitas
merupakan kondisi yang selalu berubah ( misalnya apa yang dianggap merupakan
kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada mendatang).Kualitas Produk
adalah kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya meliputi, daya tahan,
kehandalan, kemudahan operasi dan meningkatkan akurasi, serta atribut berharga
lainnya. Untuk meningkatkan kualitas produk perusahaan dapat melaksanakan program
“Total Quality Management (TQM)”. Selain mengurangi kerusakan produk, tujuan
utama adalah untuk meningkatkan kualitas nilai total pelanggan.Kualitas atau mutu
adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. Istilah ini banyak digunakan
21
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
dalam dalam bisnis, rekayasa, dan manufaktur dalam kaitannya dengan teknikdan konsep
untuk memperbaiki kualitas produk atau jasa yang dihasilkan, seperti Six Sigma, TQM,
Kaizen, dll.
Air sebagai sumber kehidupan mahluk hidup terutama manusia yang berkembang
dengan berbagai macam kebutuhan dasar manusia (basic human need). Air menjadi
kebutuhan primer yang diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum, masak,
mandi sampai kebutuhan pengolahan industri, sehingga fungsi air tidak hanya terbatas
untuk menjalankan fungsi ekonomi saja, namun juga sebagai fungsi sosial. Masyarakat
memang sudah dimanjakan dengan air yang melimpah karena Negara kita berada di
wilayah tropika basah yang curah hujannya cukup tinggi. Akan tetapi masyarakat banyak
yang tidak tahu kalau Negara Indonesia termasuk salah satu negara yang terancam krisis
air pada sepuluh tahun kedepan. Hal ini disebabkan karena semakin meluas dan parahnya
kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai),sehingga kemampuan menyerap, menyimpan
dan melepas air menjadi sangat rendah. Banjir di musim hujan dan kekeringan di musim
kemarau adalah indikator yang sangat nyata. Selain itu pertambahan penduduk,
penebangan liar, dan makin tipisnya lahan untuk menampung air merupakan ancaman
serius ketersediaan air di masa sekarang dan masa depan. Mengingat air merupakan
kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari, air memiliki peranan penting untuk
mendukung kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Tersedianya air yang memadai
akan mendorong perkembangan sector pembangunan di masyarakat. Program yang
dilakukanoleh PDAM baik didaerah perkotaan maupun dipedesaan mempunyai tujuan
untuk memberikan pelayanan pada masyarakat mendapatkan air bersih yang sehat dan
memadai untuk keperluan rumah tangga maupun industry untuk menunjang
perkembangan ekonomi dan derajat kesehatan penduduk. Fungsi sosial maupun fungsi
ekonomi yang dimiliki air dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari merupakan hal
yang penting untuk diperhatikan, karena seiring dengan pertambahan penduduk maka
kebutuhan air tidak dapat dipungkiri akan semakin meningkat. Maka dalam menyikapi
hal tersebut pemerintah mengelola sebuah perusahaan milik Negara yaitu Perusahaan
Daerah Air Minum yang biasanya lebih dikenal sebagai PDAM. PDAM tersebar
diseluruh daerah dan kota di Indonesia termasuk Kota Semarang yang merupakan
perusahaan milik pemerintah Kota Semarang.PDAM di Kota Semarang diberi nama
PDAM Tirta Moedal.
22
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Program yang dilakukan oleh PDAM baik didaerah perkotaan maupun dipedesaan
mempunyai tujuan untuk memberikan pelayanan pada masyarakat mendapatkan air
bersih yang sehat dan memadai untuk keperluan rumah tangga maupun industri untuk
menunjang perkembangan ekonomi dan derajat kesehatan penduduk.
Kualitas sebagaimana diinterpretasikan ISO 9000 merupakan perpaduan antara sifat
dan karakteristik yang menentukan sejauh mana keluaran dapat memenuhi persyaratan
kebutuhan pelanggan.Pelanggan yang menentukan dan menilai sampai seberapa jauh
sifat dan karakteristik itu memenuhi kebutuhannya. Dalam hal pelayanan tentunya
PDAM salah satu perusahaan yang wajib memberikan pelayanan yang baik kepada
pelanggan mengingat PDAM penyuplai utama air bersih perkotaan. Menurut Fandy
Tjiptono (2012) mendefinisikan pelayanan (service) biasa dipandang sebagai sebuah
sistem yang terdiri atas dua komponen utama, yakni service operations yang kerap kali
tidak tampak atau tidak diketahui keberadaannya oleh pelanggan (back office atau
backstage) dan service delivery yang biasanya tampak (visible) atau diketahui pelanggan
(sering disebut pula front office atau frontstage). Menurut Fandy Tjiptono (2012)
mendefinisikan kualitas pelayanan adalah ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang
diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Definisi lain kualitas pelayanan
menurut Wyckof dalam Lovelock yang dikutipoleh Fandy Tjiptono(2012) merupakan
tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Sebagai salah satu perusahaan publik yang ada didaerah, PDAM pelayanan sangat
diperlukan kehadirannya bagi masyarakat, demikian pula halnya pentingnya keberadaan
PDAM di Kota Semarang. PDAM Tirta Moedal mengambil sumber air dari Sungai
Banjir Kanal Barat, sungai Jatibarang dan Sumber air Kudu (Genuk). Selain itu, PDAM
Tirta Moedal memperoleh bahan baku dari air tanah. Untuk saat ini pelayanan yang
diberikan oleh PDAM kepada masyarakat antara lain; pemasangan baru, perbaikan dan
pembayaran rekening serta pelayanan air itu sendiri. PDAM Tirta Moedal Kota
Semarang melayani 166215 pelanggan terhitung sampai bulan Desember 2016.
23
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Gambar.1.
Keluhan Pelanggan PDAM Tirta Moedal
Bulan Januari – Juni 2018
0
1000
2000
3000
4000
5000
Jan-18 Feb-18 Mar-18 Apr-18 May-18 Jun-18
Column1
Column2
keluhan
Sumber : data Litbang PDAM Kota Semarang 2018
Berdasarkan data keluhan pelanggan pdam diatas terjadi kenaikan signifikan pada
bulan mei dan juni 2018. Pada bulan Januari tahun 2018 keluhan pelanggan PDAM
terhadap kualitas pelayanan PDAM telah terjadi sebanyak 567 keluhan. Pada bulan
Februari 2018 terdapat keluhan sebanyak 499 laporan. Bulan Maret naik kembali menjadi
542 laporan keluhan, bulan April naik hingga 699 keluhan. Di bulan Mei 2018 naik
hampir 3x lipat menjadi 1669 laporan keluhan masyarakat dan di bulan Juni 2018 terjadi
kenaikan 3x lipat lebih dari bulan mei lalu menjadi 4003 keluhan masyarakat Kota
Semarang. Ini menjadi pertanda bahwa kualitas pelayanan PDAM Kota Semarang di
awal tahun 2018 sangat tidak memuaskan karena banyaknya laporan keluhan Masyarakat
terhadap Kualitas Pelayanan yang diberikan PDAM Kota Semarang.
Harapan PDAM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ternyata belum sejalan
dengan kenyataan yang ada pada perilaku pelanggan dalam menyikapi pelayanan yang
telah diberikan oleh PDAM. Masih banyak para pelanggan Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM), mengeluhkan pelayanan yang diberikan oleh pihak PDAM. Menurut
sumber dari harian Suara Merdeka ( kamis 19 april 2018 ) bahwa konsumen PDAM
mengeluhkan pelayanan PDAM diantaranya yaitu “ akhir akhir ini air PDAM di Gemah
Pedurungan sering tidak mengalir dan keruh. Sebagai konsumen, kami sangat kecewa
24
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
dengan kinerja PDAM. Pelayanan seyogyanya semakin baik bukan sebaliknya” . dalam
keluhan masyarakat yang sama terdapat laporan “ PDAM di Perumahan Medoho City
Park sudah tidak mengalir dalam waktu semiggu”.
Sementara itu dalam laporan lain menyebutkan bahwa seplai air PDAM macet lagi
khusus nya di wilayah Semarang Timur. Hal ini dikarenakan pasokan air dari Bendung
Klambu ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kudu di Jl Kramat Raya, Kudu, Kecamatan
Genuk, terganggu. Evaluasi di bendung Klambu pada hari minggu (5/6) pagi berkisar
15,53 meter. Realisasi air yang dapat diberikan untuk intake Saluran Air Baku (SAB) ke
IPA Kudu sebanyak 300 liter/detik, dari kebutuhan minimal 900 liter /detik. (Harian
Suara Merdeka senin 7 Mei 2018)
Keluhan paling banyak yaitu karena minimnya pasokan air ke banyak wilayah. Tidak
hanya di Semarang timur saja yang minim tetapi juga terdapat pada daerah seperti
Gunung Pati, Semarang Utara, Semarang Tengah, Mijen dan hampir seluruhnya, merata
di wilayah Kota Semarang. Pemerintah Kota Semarang langsung menyidak salah satu
Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Kudu, Genuk. Dan walikota Semarang (Hendrar
Prihadi) langsung mengecek sistem distribusi air PDAM Kota Semarang karena sudah 2
minggu berturut-turut distribusi Air PDAM tidak mengalir ke mayoritaas penduduk
Semarang. Dan beliau menuturkan bahwa evaluasi akan terus dilakukan. ( instagram
@hendrarprihadi 7 Mei 2018 ).
Terhadap keluhan yang diberikan oleh pelanggan, Pihak PDAM menggolongkan
keluhan tersebut menjadi dua sesuai dengan beratnya masalah, yaitu; keluhan yang dapat
langsung ditangani dan pending (menunggu). Keluhan yang langsung dapat ditangani
PDAM misalnya kebocoran pipa pelanggan. Jika keluhan yang harus menunggu atau
pending commit to user terjadi karena memerlukan waktu beberapa hari untuk
melakukan pengecekan terlebih dahulu untuk mengetahui sumber permasalahannya.
(Sumber : koran Suara Merdeka edisi tanggal 8 mei 2018)
PDAM sebagai public service dirancang dan diselenggarakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dengan membangun kinerja pelayanan publik yang baik,
sesungguhnya perusahaan bisa membangun hubungan baikdengan masyarakat dan
legitimasinya dimata publik. Walaupun begitu anggapan masyarakat tentang PDAM
selalu memperoleh keuntungan tidak memikirkan masyarakat sudah terlanjur melekat.
25
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Sehingga perlu dilakukan perubahan-perubahan supaya masyarakat mengetahui kondisi
sebenarnya yang dihadapi PDAM.
Salah satu yang memperburuk krisis sampai saat ini adalah buruknya kepercayaan
masyarakat terhadap aparatur pemerintah terutama di sektor pelayanan publik. Sehingga
muncul sikap, anggapan dan penilaian terhadap pemerintahan. Misalnya kesan bahwa
birokrasi adalah prosedur yang berbelit-belit dan mempersulit urusan. Adanya nepotisme,
kolusi dan korupsi dalam sektor pelayanan publik. Bahkan dalam pelayanan publik sering
muncul penawaran-penawaran yang dapat mempermudah suatu proses yang seharusnya
melalui berbagai proses tetapi dipermudah.
Seiring dengan adanya globalisasi ini, masalah kualitas merupakan salah satu bagian
penting dan sangat perlu mendapat perhatian yang serius bagi setiap perusahaan untuk
tetap bisa bertahan dalam lingkungan bisnis. Masyarakat sebagai pelanggan PDAM
menuntut kualitas pelayanan yang cepat dan hasil produksi yang baik. Sebagai pelanggan
PDAM, masyarakat akan merasakan kejenuhan bila hasil produksi, pelayanan publik
tidak memuaskan sehingga pelanggan akan memilih jalan keluar lain seperti pemasangan
air sumur. Hal tersebut dapat berdampak pada penurunan jumlah pelanggan.
PDAM merupakan perusahaan yang dikelola oleh pemerintah daerah yang dalam
pengoperasiannya sebagai badan pelayanan masyarakat. PDAM sebagai organisasi
sektor publik mengutamakan pemenuhan kepuasan masyarakat melalui penyediaan
barang dan pelayanan publik yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Dalam
rangka memenuhi kepuasan pelanggan PDAM harus mampu mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan kemudian membuat
ukuran-ukuran kepuasan tersebut, karena tujuan organisasi sektor publik adalah untuk
menciptakan kesejahteran masyarakat (welfare society).
Dengan adanya langkah perbaikan kualitas maka suatu perusahaan dapat
menyelenggarakan kearah yang lebih baik (good governance). Good governance oleh
LAN mendefinisikan dengan dua pengertian yaitu, pertama: nilai-nilai yang
menjunjung tinggi kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan
rakyat dalam mencapai tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan
keadilan sosial dan; kedua:aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efisien dan
efektif dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
26
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Sebagian masyarakat Kota Semarang sendiri memandang bahwa pelayanan PDAM
dianggap belum bisa memberikan hasil produksi yang baik. Karena masyarakat lebih
cenderung melihat pada hasil akhir produksi. Munculnya berbagai keluhan dan sorotan
publik terhadap pelayanan yang dilakukan oleh PDAM Tirta Moedal merupakan
tantangan bagi instansi tersebut untuk meningkatkan kualitasnya. Untuk mengetahui
kualitas pelayanan PDAM, maka dari itu itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
mengenai Kualitas Pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Moedal
Kota Semarang.
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka judul yang diambil dalam penelitian
ini adalah : “UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PADA
PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA SEMARANG”.
Perumusan Masalah
Berpijak pada uraian latar belakang dan pengamatan pada Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Kota Semarang yang merupakan perusahaan daerah Kota Semarang
yang bergerak di bidang pelayanan air bersih adalah perusahaan mengalami penurunan
kualitas dalam pelayanan kepada pelanggan air bersih PDAM Kota Semarang dengan
ditandai oleh banyaknya laporan keluhan masyarakat tentang kualitas pelayanan
perusahaan yang menurun.
Sehubungan dengan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka bisa
dirumuskan masalah penelitian adalah bagaimana PDAM dapat menaikkan atau
meningkatkan kualitas pelayanan sehingga keluhan pelanggan menurun ?.
Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian ini adalah :
1. Faktor apa sajakah yang menjadi masalah dalam Kualitas Pelayanan di
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang?
2. Bagaimana solusi dari Perusahaan Daeraah Air Minum (PDAM) Kota
Semarang untuk mengatasi keluhan Masyarakat Kota Semarang terhadap
Kualitas Pelayanan yang diberikan ?
27
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Gambar 2.
Alur penelitian
Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan jenis
data kualitatif, sebab penelitian ini berusaha untuk menjelaskan suatu fakta atau realita
fenomena sosial tertentu sebagaimana adanya dan memberikan gambaran secara objektif
tentang keadaan atau permasalahan yang mungkin dihadapi. Ini sesuai dengan jenis
penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai kualitas pelayanan
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Moedal Kota Semarang, maka bentuk
penelitian deskriptif yang memaparkan, menerangkan, menggambarkan, dan melukiskan
serta menafsirkan dan menganalisis data dengan jenis data kualitatif yang ada merupakan
bentuk penelitian yang sesuai.
28
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di kanor pusat Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) di jalan Kelud Raya Kota Semarang. Penulis mengambil lokasi penelitian di
Perusahaan Daerah Air Minum karena perusahaan tersebut merupakan merupakan
perusahaan yang bertanggung jawab dalam memberikan dan menyediakan pelayanan air
bersih dan air minum di Kota Semarang. Di situ pula kantor pusat perusahaan air minum
yang memberikan jasa pelayanan dan karena masih adanya simpang siur di masyarakat
tentang kualitas PDAM.
Sumber Data dan Pemilihan Informan
Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (narasumber) sangat penting
perannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Peneliti dan narasumber disini
memiliki posisi yang sama dan narasumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada
yang diminta peneliti, tetapi ia lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi
yang ia miliki. (H.B. Sutopo, 2002:50)
Adapun sample atau informan dalam penelitian ini adalah orang orang yang benar
benar mengerti dan mengalami dampak daripada menurunnya Kualitas pelayanan
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang. Diantaranya yaitu ada sebagian
daripada karyawan PDAM itu sendiri sebagai petugas dan Masyarakat umum yang
merasakan dampak dariapda krisis pelayanan air di PDAM kota Semarang.
Pembahasan
Berdasarkan pola yang ada, peneliti menemukan temuan-temuan konsep atau
variabel yang muncul dari hasil wawancara yang berkenaan dengan Upaya
Peningkatkan Kualitas Pelayanan di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Moedal (
PDAM ) Kota Semarang yang telah peneliti lakukan. Adapun variabel-variabel tersebut
adalah sebagai berikut :
29
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
1. Kualitas
Goetsch & Davis (dalam Fandy Tjiptono & Gregorius Chandra 2005 : 110), kualitas
adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,jasa, sumber daya manusia,
proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan ada beberapa elemen yang sama mengenai definisi kualitas,
yaitu :
1. Kualitas meliputi usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Kualitas
merupakan kondisi yang selalu berubah
Kualitas adalah sebuah kata bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus
dikerjakan dengan baik. Aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk barang
atau jasa merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan
yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar ataupun sebagai strategi untuk
terus tumbuh. Maka dari itu, yang perlu diperhatikan dalam pengembangan dan
peningkatan adalah sistem kualitas yang meliputi, perencanaan, pengendalian, dan
perbaikan kualitas.
Di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang pada tahun ini belum
memberikan kualitas yang memuaskan, bisa dilihat dari grafik keluhan pelanggan PDAM
dibawah ini :
Gambar 3
Grafik Keluhan Pelanggan PDAM
Tirta Moedal Bulan Januari – Juni 2018
Sumber : Data Litbang PDAM Kota Semarang tahun 2018
30
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
2. Pelayanan
Pelayanan menurut Ratminto dan Atik (dalam Modul Manajemen Pelayanan, 2006)
adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang
memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan
kebehasilan. Setiap pelayanan menghasilkan (produk), baik berupa barang dan jasa. Hasil
pelayanan berupa jasa tidak dapat diinventarisasi, ditumpuk, atau digudangkan
melainkan hasil tersebut diserahkan secara langsung kepada pelanggan atau konsumen.
Dalam hal pelayanan diberikan dengan tidak optimal maka pelayanan tidak dapat
diulangi, karena pelayanan diberikan secara langsung kepada pelanggan. Pelanggan
adalah semua orang yang menuntut kita atau perusahaan untuk memenuhi standar
kualitas tertentu, dan karena itu akan memberikan pengaruh pada perfomance kita atau
perusahaan.
Masyarakat pengguna air PDAM khususnya Pelanggan PDAM Kota Semarang ingin
pelayanan PDAM terkait masalah air bersih selalu di tingkatkan. Dalam temuan
wawancara banyak dikeluhkan di sektor seringnya air mati terutama di musim kemarau.
Dalam hal ini PDAM harus memiliki tambahan sumber air untuk mengantisipasi
minimnya debit air / pasokan air ke pelanggan-pelanggan PDAM agar air tidak sering
mati. Karena air mati tidak hanya berjam jam saja, tapi bisa sampai berhari-hari.
3. Kualitas Pelayanan (Jasa)
Dalam jurnalnya, Tracey S. Dagger, Jillian C. Sweeney, Laster W. Johnson (2007)
mengemukakan Persepsi kualitas pelayanan didefinisikan secara umum sebagai penilaian
atau kesan konsumen terhadap kebaikan atau superioritas suatu hal. Penilaian ini selalu
menggambarkan ketidaksesuaian antara pelayanan yang diharapkan pelanggan dan
kinerja pelayanan sebenarnya. Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan
kepuasan kepada pelanggan mereka, maka perusahaan harus memperhatikan berbagai
dimensi yang dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayanannya. Jasa menurut
Kotler dan Keller yang diterjemahkan oleh Bob Sabran (2012) jasa atau layanan adalah
semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang
pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun produksinya
dapat atau tidak terkait dengan produk fisik.
PDAM dalam jasa nyatelah memberikan jasa pengolahan air minum yang baik,
tetapi dalam temuan beberapa narasumber bahwa air masih berbau, dan berwarna (tidak
31
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
jernih). Hal ini harus sangat diperhatikan karena dapat menyebabkan penyakit bila air
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat.
4. Perusahaan Daerah
UU No.5 tahun 1962 tentang perusahaan daerah menyebutkan bahwa sifat
perusahaan daerah diantaranya adalah memberi jasa, penyelenggaraan kemanfaatan
umum, dan memupuk pendapatan. Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang
didirikan berdasarkan UU No.5/1962 yang seluruh atau sebagian modalnya merupakan
kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan
Undang-Undang.
PDAM yang merupakan lembaga pemerintah berbentuk perusahaan daerah memiliki
sifat yang dijelaskan dalam pasal5 UU No. 5 / 1962, sebagai berikut:
1. Perusahaan Daerah adalah satu kesatuan produksi yang bersifat:
a. Memberi jasa
b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum
c. Memupuk pendapatan
2. Tujuan Perusahaan Daerah adalah untuk turut serta melaksanakan pembangunan
daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional pada umumnya untuk
memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman
serta ketenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat adil dan makmur.
PDAM Kota Semarang adalah perusahaan daerah milik Pemerintah Kota Semarang.
PDAM wajib memberi jasa, penyelenggaraan kemanfaatan umum, dan memupuk
pendapatan. Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan
UU No.5/1962. Tetapi Perusahaan Daerah Khususnya PDAM juga wajib memperhatikan
Kualitas Pelayanan kepada pelanggan-pelanggan nya agar tidak menjadi sebuah masalah
yang saat ini sedang dihadapi PDAM. Dengan melalui program pembangunan Sistem
Penyedia Air Minum (SPAM) diharapkan dapat mewujudkan tugas pokok Perusahaan
daerah dengan memberi jasa, penyelenggaraan kemanfaatan umum, dan memupuk
pendapatan di Kota Semarang.
32
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
5. Faktor Pendukung Pelayanan
Pelayanan yang baik tidak terlepas dari faktor-faktor pendukung, baik itu fasilitas
fisik maupun sumber daya manusia. Beberapa faktor pendukung tersebut, yaitu : (H.A.S.
Moenir, 2000)
1. Faktor kesadaran.
Adanya kesadaran dapat membawa seseorang kepada keikhlasan dan kesungguhan
dalam menjalankan suatu tugas baik tertulis maupun tidak tertulis, mengikat semua
orang dalam organisasi kerja. Oleh karena itu, dengan adanya kesadaran pada
pegawai atau petugas diharapkan mereka melaksanakan tugas dengan keikhlasan,
kesungguhan dan kedisiplinan.
2. Faktor aturan.
Dalam organisasi kerja aturan dibuat oleh manajemen sebagai pihak yang berwenang
dan mengatur segala sesuatu yang ada di organisasi tersebut. Setiap aturan
menyangkut terhadap manusia baik sebagai subyek aturan, artinya mereka yang
membuat, menjalankan dan mengawasi pelaksanaan aturan maupunmanusia sebagai
obyek aturan, yaitu mereka yang dikenai oleh aturan itu.
3. Faktor Organisasi.
Dalam organisasi pelayanan, organisasi tidak semata-mata dilihat sebagai
perwujudan susunan organisasi, melainkan lebih banyak pengaturan dan mekanisme
kerjanya yang harus mampu menghasilkan pelayanan yang memadai. Karena
organisasi adalah mekanisme maka perlu adanya sarana pendukung yang berfungsi
memperlancar mekanisme itu, yaitu sistem,prosedur, dan metode
4. Faktor Pendapatan.
Pendapatan adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga atau
pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain atau badan/ organisasi dalam jangka
waktu tertentu. Pada dasarnya pendapatan harus dapat memenuhi kebutuhan hidup
baik untuk dirinya maupun untuk keluarga. Pendapatan pegawai yang tidak
mencukupi kebutuhan hidup meskipun secara minimal akan mengakibatkan pegawai
berusaha mencaritambahan pendapatan dengan cara menjual jasa pelayanan.
33
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
5. Faktor kemampuan dan ketrampilan.
Dengan kemampuan dan ketrampilan yang memadai maka pelaksanaan tugas /
pekerjaan dapat dilakukan dengan baik,cepat dan memenuhi keinginan semua pihak,
baik manajemen itu sendiri maupun masyarakat.
6. Faktor sarana pelayanan.
Sarana pelayanan yang dimaksud di sini adalah sejenis peralatan, perlengkapan kerja
dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan
pekerjaan dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang
berhubungan dengan organisasi kerja itu.
PDAM Kota Semarang harus memperhatikan faktor faktor tersebut agar keluhan
masyarakat terhadap kualitas pelayanan PDAM dapat ditingkatkan. Terutama
pembangunan IPA (Instalasi Pengolahan Air) dan pembangunan SPAM di 3 lokasi di
Kota Semarang. Karena 2 cara tersebut adalah solusi terbaik untuk mengatasi minimnya
pasokan air ke pelanggan pelanggan PDAM Kota Semarang.
7. Faktor Penghambat Pelayanan Umum
Persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan
maupun instansi pelayanan umum merupakan dasar usaha peningkatan kualitas
pelayanan. Adapun faktor-faktor yang menghambat kualitas layanan dapat
diidentifikasikan sebagai berikut : (Zulian Yamit, 2001)
1. Kurang otoritas yang diberikan pada bawahan.
2. Terlalu birokrasi sehingga lambat dalam menanggapi keluhan konsumen.
3. Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada ijin dari atasan.
4. Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberi jalan keluar yang baik.
5. Petugas sering tidak ada di tempat pada waktu jam kerja sehingga sulit untuk
dihubungi.
6. Banyak interest pribadi.
7. Budaya tip.
8. Aturan main yang tidak terbuka dan tidak jelas.
9. Kurang profesional (kurang terampil dalam menguasai bidangnya).
10. Banyak instansi atau bagian lain yang terlibat.
11. Disiplin kerja sangat kurang dan tidak tepat waktu.
12. Tidak adanya keselarasan antar bagian dalam memberikan pelayanan.
34
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
13. Kurang kontrol sehingga petugas agak “nakal”.
14. Ada diskriminasi dalam memberikan pelayanan.
15. Belum ada Sistem informasi Manajemen (SIM) yang terintegrasi.
Keseluruhan faktor penghambat tersebut dapat dijadikan perusahaan sebagai alat
untuk memperbaiki atau mengurangi kesenjangan yang terjadi antara perusahaan dan
pelanggan.
Dari sekian banyak faktor penghambat pelayanan di PDAM Kota Semarang adalah
panjang nya waktu musim kemarau yang ada di wilayah Kota Semarang yang berdampak
pada kurang nya air yang diolah oleh PDAM sehingga pasokan air yang akan di
distribusikan ke pelanggan PDAM menjadi berkurang. Dengan masalah tersebut maka
disimpulkanlah pembangunan SPAM yang diharapkan dapat menambah pasokan air ke
pelanggan PDAM agar saat musim kemarau tiba PDAM masih memiliki cadangan air
bersih untuk disalurkan ke pelanggan PDAM Kota Semarang.
8. Sistem Kerja
Iwan irawan (2010) menyebutkan bahwa Sistem kerja adalah serangkaian dari
beberapa pekerjaan yang berbeda kemudian dipadukan untuk menghasilkan suatu benda
atau jasa yang menghasilkan pelanggan atau keuntungan perusahaan/organisasi. Sistem
kerja melibatkan banyak faktor manusia dan adanya keterkaitan pola kerja manusia
dengan alat atau mesin, faktor-faktor yang dikombinasikan antara manusia dan alat
tersebut suatu prosedur atau tahapan kerja yang sudah tetap dan di dokumentasikan
sehingga menghasilkan suatu sistem kerja yang konsisten dan dapat menghasilkan hasil
kerja yang berkualitas. Semakin baik sistem kerja yang diterapkan dalam suatu
perusahaan, semakin baik pula kualitas kerja yang dihasilkan, semakin baik kualitas kerja
yang dihasilkan maka semakin baik pula kualitas pelayanan yang dihasilkan oleh PDAM
Kota Semarang.
Sistem kerja di PDAM Kota Semarang sudah memenuhu syarat dan SOP dari
Pemerintah Kota Semarang. Mengenai buruknya dan banyaknya keluhan yang ada
disebabkan karena faktor alam dan panjangnya musim kemarau khususnya di Kota
Semarang. Hasilnya debit air menurun, lalu pasokan air ke konsumen menjadi berkurang
dan berujung beberapa daerah di Kota Semarang kekurangan air atau air mati.
35
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
9. Kualitas Hasil Kerja
Sulistiyani dan Rosidah (2009) menyatakan bahwa kualitas pekerjaan merupakan
bagian substansi yang tidak dapat diabaikan. Sementara Wirawan (2009) menyatakan
bahwa kualitas melukiskan seberapa baik atau seberapa lengkap hasil harus dicapai.
Dalam mengukur kinerja berdasarkan kualitas dari hasil, dilakukan identifikasi
bagaimana pencapaian kualitas pekerjaan yang dilakukan artinya melihat mutu hasil kerja
yang didasarkan pada standar yang didasarkan pada standar yang ditetapkan. Kualitas
kerja diukur dengan melihat ketetapan ketelitian, kerapihan, dan keberhasilan hasil
pekerjaan sesuai dengan standar kualitas yang diharapkan.hal ini yang perlu dicermati
oleh karyawan PDAM Kota Semarang dalam bekerja. Dengan adanya masalah yang
dihadapi oleh PDAM diharapkan para karyawan dapat meningkatkan pekerjaan di sektor
Pengawasan, Penelitian dan Pengembangan (litbang) distribusi dan sektor sektor lain
agar kualitas pelayanan PDAM dapat membaik dan masyarakat Kota Semarang tidak
resah lagi terhadap masalah Air PDAM.
10. Beban Kerja
Beban kerja kualitatif, jika pekerja merasa tidak mampu melaksanakan tugas atau
tugas tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerja. (Tulus Winarsunu,
2008) Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan
oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu Sunarso
(2010).
Sedangkan menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan
yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara
volume kerja dan norma waktu. Untuk di PDAM Tirta Moedal Kota Semarang sendiri,
beban kerja yang diberikan kepada pegawai terbilang sangat ringan seperti hal nya PNS
pada umumnya. Khususnya pada bagian unit IPA yang ada di daerah Kudu dan Semarang
Barat yang pekerjaan nya mengecek kesediaan supplay air, dan debit air. Mereka juga
diberikan rumah dinas di daerah dekat IPA tersebut agar pengawasan lebih optimal.
Bandingkan dengan pegawai di bagian lain yang tidak memiliki rumah dinas. Walaupun
dengan sistem kerja shift, para pegawai di bagian pengecekan dan pengawasan IPA
sangat senang. Karena tidak perlu membeli rumah dan waktu tempuh tempat kerja
tergolong sangat dekat.
36
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Kesimpulan
Faktor Utama dalam meningkatkan Kualitas Pelayanan pada PDAM Tirta Moedal
Kota Semarang adalah pembuatan Sistem Penyedia Air Minum (SPAM). Jika perusahaan
telah memiliki banyak lokasi untuk pengolahan air bersih di Kota Semarang maka
permasalahan yang dihadapi PDAM terkait minim nya debit/pasokan air ke pelanggan
PDAM akan dapat teratasi. Karena masalah paling utama yang dihadapi PDAM adalah
pada waktu musim kemarau/ panas, debit air di Kota Semarang sangat minim. Oleh
karena itu maka dibangun lah 3 SPAM di Kota Semarang. Lalu Untuk membangun
Kualitas Pelayanan agar selalu baik maka faktor-faktor pembentuk nya antara lain :
a. Kualitas ( Quality )
Adalah sebuah kata bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan
dengan baik.
b. Pelayanan ( Service )
Adalah menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang lainseperti
pelanggan atau pembeli.
c. Jasa ( Services )
Adalah semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak
lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun
produksinya dapat atau tidak terkait dengan produk fisik.
d. Perusahaan Daerah ( Regional Company )
Perusahaan daerah menyebutkan bahwa sifat perusahaan daerah diantaranya adalah
memberi jasa, penyelenggaraan kemanfaatan umum, dan memupuk pendapatan
e. Faktor Pendukung Pelayanan ( Service Supporting Factors )
Adalah faktor-faktor pendukung yang sangat penting yang apabila dari salah satu
dari faktor tersebut tidak ada, maka pelayanan akan sangat terasa kurang maksimal.
37
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
f. Faktor penghambat pelayanan ( Inhibiting Factors of Service )
Keseluruhan faktor penghambat tersebut dapat dijadikan perusahaan sebagai alat
untuk memperbaiki atau mengurangi kesenjangan yang terjadi antara perusahaan dan
pelanggan
g. Sistem Kerja ( Work System )
Adalah serangkaian dari beberapa pekerjaan yang berbeda kemudian dipadukan
untuk menghasilkan suatu benda atau jasa yang menghasilkan pelanggan atau
keuntungan perusahaan/organisasi
h. Kualitas Hasil Kerja ( Work Quality Results )
Dalam mengukur kinerja berdasarkan kualitas dari hasil, dilakukan identifikasi
bagaimana pencapaian kualitas pekerjaan yang dilakukan artinya melihat mutu hasil
kerja yang didasarkan pada standar yang didasarkan pada standar yang ditetapkan
i. Beban Kerja ( WorkLoad )
Adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit
organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.
Dengan Adanya Sistem dan penerapan pelayanan dan kinerja yang baik maka
terbentuklah Kualitas Pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan sebagai suatu konsep
yang memiliki andil besar dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan di Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) Kota Semarang.
Saran
Bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Moedal Kota Semarang :
1. Diharapkan terus meningkatkan Kualitas Pelayanan terhadap pelanggan –
pelanggan nya. Sehingga dapat menjadi contoh yang baik kepada BUMD di Kota
Semarang.
2. Diharapkan lebih meningkatkan sistem kerja terkait dengan upaya peningkatan
Kualitas Pelayanan dengan melakukan pemutakhiran sarana dan prasarana alat-alat
produksi guna semakin meningkatkan kepuasan pelanggan.
38
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
3. Diharapkan lebih meningkatkan pelayanan di bidang Custamer Service, pengecekan
pipa-pipa dan penanganan cepat terkait keluhan Masyarakat untuk meningkatkan
Kualitas Pelayanan kepada Pelanggan PDAM Kota Semarang.
4. Diharapkan terus mempercepat pembangunan Sistem Penyedia Air Minum (SPAM)
untuk mengatasi keluhan masyarakat terkait air yang tidak mengalir karena minim
nya debit air di Kota Semarang Saat Musim Panas/Kemarau.
5. Diharapkan lebih cepat taggap dalam menanggapi laporan warga yang membutuhkan
pasokan Air Bersih saat Musim Panas dengan mengirim mobil air tandon PDAM ke
pemukiman pelanggan khususnya daerah Semarang atas ( Banyumanik, Gunung
Pati, Mijen )
6. Diharapkan terus mempererat dan mempertahankan hubungan kekeluargaan yang
sudah terjalin sangat baik antar para pegawai PDAM dan melakukan Tugas-tugas
Kerja sesuai SOP, bekerja dengan penuh tanggung jawab terhadap tugas nya
sehingga dapat menjadi contoh BUMD dalam upaya peningkatan Kalitas Pelayanan
yang baik di Kota Semarang.
Keterbatasan Penelitian
Adapun Keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah minim nya
informasi yang didapatkan dari berbagai kator cabang PDAM di Kota Semarang. Dan
Peneliti hanya mendapatkan informasi dari kantor melalui Bagian Penelitian dan
Pembangunan (LitBang) dikarenakan di bagian itulah pusat segala informasi
pengembangan PDAM ada. Tetapi peneliti juga mendapat sumber informasi dari
Custamer Service PDAM dan beberapa sosial media yang terus memberikan keluhan nya
ke PDAM, sehingga peneliti merasa cukup informasi dalam menyusun Skripsi dan
membuat latar belakang masalah.
39
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Agenda Peneliti yang akan datang
Agenda Penelitian yang akan dilaksanakan mendatang adalah pada penelitian
selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk menambah informan agar dapat menambah
upaya peningkatan Kualitas Pelayanan yang secara teoritis memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan pelanggan PDAM. Selain itu pertimbangan lain adalah
menambah informasi dari kantor cabang PDAM Kota Semarang untuk lebih
mendapatkan menambah informasi guna peningkatan hasil penelitian yang dilakukan.
Daftar Pustaka
Fandy Tjiptono, Gregorius Chandra, 2011, Service, Quality and Satisfaction, edisi 3,
Jakarta, Andi
Tracey S. Dagger, Jillian C. Sweeney, Laster W. Johnson ,2007, A Hierarchical Model of
Health Service Quality: Scale Development and Investigation of an Integrated Model,
journal of service research
Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane, (2013), Marketing Management, 14th Edition,
Pearson E
Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2006. Manajemen Pelayanan, Pengembangan Model
Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.education Limited.
Moenir.(2000). Manajemen Pelayanan Publik. Jakarta: Bina Aksara.
Yamit, Zulian. 2004. Manajemen Kualitas: Produk dan Jasa. Yogyakarta: Ekonisi
Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah .2009. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasai Publik,
Edisi kedua. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sunarso dan Kusdi. 2010. Pengaruh Kepemimpinan, Kedisiplinan,Beban Kerja dan
Motivasi Terhadap Kinerja Guru Sekolah Dasar. Jurnal Manajemen SD Fakultas
Ekonomi Universitas Slamet Riyadi Surakarta Vol.4 No.1 Juni 2010 : 72-79.
40
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI DAN DANA
BANTUAN PEMERINTAH TERHADAP PENINGKATAN INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA
Sri Ramadhani, SE., M.Si., CA1
Cahyo Utomo, SE., M.Si., Ak.2
Universitas Unisbank Semarang
sriramadhani@gmail.co.id1
www.unisbank.ac.id2
Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Januari 2019
ABSTRACT
The purpose of this study is to identify and analyze whether Regional Original Income, Allocation
Funds and government assistance can increase the human development index. The analytical method used
is multiple regression by carrying out the classical assumption test method before collecting the best
research model. The research sample was 15 districts / cities in Central Java Province. Human
Development Index data was obtained from the Indonesian Central Statistics Agency. The results of this
study concluded that Regional Original Revenue and Allocation Funds simultaneously influence the
Human Development Index. The results are consistent with the research hypothesis. The results of partial
hypothesis testing can be seen that there is a significant effect of variable local revenue and allocation
funds to increase the index of human growth.
Keywords: Regional Original Revenue, Alokasi Fund, Central Java Province
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis apakah Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi dan bantuan pemerintah dapat meningkatkan indeks pembangunan manusia. Metode
analisis yang digunakan adalah regresi berganda dengan melakukan metode uji asumsi klasik sebelum
mengumpulkan model penelitian terbaik. Sampel penelitian adalah 15 kabupaten / kota di Provinsi Jawa
Tengah. Data Indeks Pembangunan Manusia diperoleh dari Lembaga Pusat Statistik Indonesia. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah serta Dana Alokasi berpengaruh secara
simultan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Hasilnya konsisten dengan hipotesis penelitian. Hasil uji
hipotesis secara parsial dapat diketahui terdapat pengaruh yang signifikan variabel pendapatan asli daerah
dan dana alokasi terhadap peningkatan indeks pertumbuhan manusia.
Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi, Provinsi Jawa Tengah
PENDAHULUAN
Reformasi pemerintahan yang disertai dengan keterbukaan sudah menjadi tuntutan
di Indonesia. Hal ini menyebabkan semakin menguatnya tuntutan aspek transparansi dan
akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi penting dalam pengelolaan pemerintah
termasuk di bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Hal itulah yang
mendorong terjadinya proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi
yang disebut dengan otonomi. Otonomi adalah pendelegasian urusan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi
pemerintahan.
41
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah
daerah diberi keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber penerimaan
daerah yang dimilikinya sesuai dengan aspirasi masyarakat daerah. Pelaksanaan
otonomi daerah akan membawa suatu konsekuensi logis, bahwa tiap daerah harus
berkemampuan untuk memberdayakan dirinya sendiri, baik dalam kepentingan ekonomi,
pembinaan sosial kemasyarakatan, dan pemenuhan kebutuhan untuk membangun
daerahnya serta dapat melaksanakan peningkatan pelayanan kepada masyarakat (Samad
& Iyan, 2013).
Pembangunan daerah merupakan pembangunan yang semuanya dipersiapkan dan
dilaksanakan oleh daerah dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di daerah
tersebut. Pesatnya pembangunan daerah membutuhkan alokasi dana pembangunan yang
besar sehingga menyebabkan belanja pemerintah daerah juga semakin meningkat.
Besarnya belanja daerah ditentukan oleh besarnya pendapatan daerah yang
bersangkutan. Instansi pemerintah daerah yang menerima anggaran belanja tentunya
harus mampu menunjang pertumbuhan belanja daerah sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dari setiap kota/kabupaten yang ada di Indonesia (Kainde,
2013). Pengeluaran pemerintah atau belanja pemerintah merupakan salah satu instrumen
strategis dalam perekonomian (Christopher, 2009). Pemanfaatan belanja hendaknya
dialokasikan untuk hal-hal produktif, misalnya untuk melakukan aktivitas
pembangunan (Saragih, 2013). Dalam membiayai belanja daerah diperlukan pendapatan
daerah yang memadai. Pendapatan daerah adalah semua hak pemerintah daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (Mangowal, 2013). Pendapatan daerah
terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah (Halim & Kusufi, 2012).
Kemandirian suatu daerah dalam bidang keuangan dapat dilihat dari seberapa besar
kontribusi pendapatan asli daerah terhadap pendapatan daerah tersebut. Menurut
Mardiasmo (2016) menyatakan bahwa “dari segi pendapatan, kemampuan pemerintah
daerah untuk meningkatkan kemampuan daerahnya masih belum signifikan. Bahkan
masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk
menghasilkan prediksi pendapatan daerah yang akurat, sehingga belum dapat dipungut
secara optimal”.
42
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN
untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan
pemberian otonomi kepada daerah, terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik (Mamuka & Elim, 2014). Pada umumnya, dana
perimbangan merupakan bagian terbesar dalam pembiayaan kegiatan pemerintah daerah.
Tujuan utama pemberian dana perimbangan adalah untuk mengatasi kesenjangan fiskal
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, kesenjangan fiskal antar pemerintah
daerah, perbaikan sistem perpajakan, dan koreksi ketidakefisienan fiskal (Santoso &
Suparta, 2015). Perkembangan dana perimbangan dari tahun ke tahun mengalami
fluktuasi. Masalah yang sering terjadi pada dana perimbangan yaitu dana perimbangan
dari pemerintah pusat tidak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah
secara signifikan karena habis untuk belanja pegawai. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Sa’diyah & Putri (2015) yang meneliti pengaruh pendapatan asli daerah
terhadap kinerja manajerial pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara. Hasilnya
menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja
manajerial Pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Penelitian lain yang dilakukan Panji &
Indrajaya (2016) yang meneliti pengaruh dana perimbangan terhadap pertumbuhan
ekonomi dan tingkat kemiskinan di Provinsi Bali. Hasilnya menunjukkan bahwa dana
perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi namun
tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali.
Pembangunan suatu negara diharapkan mampu memberikan hasil nyata yaitu Pro
Growth, Pro Poor, Pro Job dan Pro Environment yang artinya menciptakan pertumbuhan
ekonomi, kesempatan kerja, pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan untuk
kesejahteraan rakyat. Keberhasilan pembangunan diukur dengan beberapa parameter, dan
yang paling populer saat ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Indeks (HDI), yang diluncurkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen
dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale
University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dalam bukunya
yang berjudul Reflections on Human Development (1995), dan telah disepakati dunia
melalui United Nation Development Program (UNDP). IPM Indonesia tahun 2012
berada pada nilai 62,9 di urutan 121, tahun 2011 di urutan 124 dan tahun 2010 di urutan
43
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
108 dari 187 negara yang disurvei.IPM Indonesia dibandingkan dengan Negara di
kawasan ASEAN masih sangat rendah, yang berada pada peringkat ke-6 dan hanya
unggul dari Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myanmar.Pembangunan di wilayah Sumatera
Utara, juga masih menghadapi berbagai permasalahan terutama di bidang kesehatan
dan infrastruktur. Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai salah satu instrumen fiskal dana
perimbangan selain Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH), bertujuan
untuk mendukung pembangunan. Sumber pembiayaan lainnya adalah Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan bantuan keungan provinsi. Hal tersebut harus diikuti juga dengan
alokasi belanja yang tepat.
Penelitian yang peneliti lakukan ini, merupakan pengembangan ide dari penelitian
sebelumnya oleh Setyowati dan Suparwati (2012) dengan judul Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, DAU, DAK, PAD terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris
pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah). Setyowati dan Suparwati (2012)
mengamati sebanyak 4 (empat) variabel independen,1 (satu) variabel dependen dan 1
variabel intervening, yaitu pertumbuhan ekonomi, DAU,DAK dan PAD sebagai variabel
independen, Indeks Pembangunan Manusia sebagai variabel dependen dan pengalokasian
anggaran belanja modal sebagai variabel intervening. Sedangkan penelitian ini mengamati
sebanyak 5 (lima) variabel independen, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Bantuan
Keuangan Provinsi BKP, 1 (satu) variabel dependen yaitu Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dan 1 (satu) variabel moderating yaitu realisasi belanja pelayanan dasar. Rumusan
masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah DAU, DAK, PAD, DBH, BKP berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan ?
2. Apakah Belanja Pelayanan Dasar memoderasi hubungan DAU, DAK, PAD,
DBH, BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM)Tujuan penelitian ini
adalah untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH, BKP
terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Masukan bagi perencanaan pembangunan di kabupaten/ kota agar dapat
44
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
mengoptimalkan alokasi DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP untuk sumber pendanaan
kegiatan.
2. Informasi dan masukan bagi peneliti sejenis, untuk melanjutkan pengembangan
penelitian.
KAJIAN PUSTAKA
Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan dasar untuk melakukan penelitian ini
adalah sebagai berikut: Setyowati dan Suparwati (2012) yang melakukan studi mengenai
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus,
Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening (Studi Empiris Pemerintah
Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa Pertumbuhan Ekonomi (PE) terbukti tidak
berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal (PABM), Dana Alokasi Umum (DAU) terbukti berpengaruh
positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran
Belanja Modal (PABM), Dana Alokasi Khusus (DAK) terbukti berpengaruh positif
terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal (PABM), Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbukti berpengaruh positif terhadap
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
(PABM), dan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) yang diproksikan dengan
Belanja Modal (BM) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia
(IPM).
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) melakukan studi dengan judul Analisis
Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks
Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera
Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan TKF tidak berpengaruh terhadap IPM
kabupaten/kota di Sumatera Utara. PAD berpengaruh signifikan terhadap IPM.
Lugastoro dan Ananda (2013) melakukan studi mengenai Analisis Pengaruh PAD
dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Jawa
Timur. Hasil penelitian menemukan bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja
modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM
45
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
sedangkan variabel DAU berpengaruh negatif signifikan. Sementara itu rasio DBH
terhadap belanja modal menjadi satu- satunya variabel yang tidak signifikan
mempengaruhi IPM. Pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling
dominan terhadap IPM. Rosiana (2010) melakukan studi dengan judul Analisis
Pengaruh Determinan Indeks Pembangunan Manusia Dikaitkan dengan Pembangunan
Wilayah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian menemukan bahwa
Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan dengan PDRB harga berlaku berpengaruh
signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Kota di Sumatera
Utara, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Indeks Pembangunan Manusia.
Penelitian Riva Ubar Harahap (2010) dengan judul Pengaruh Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian menemukan bahwa Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) tidak
berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota
se-Sumatera Utara.
Dana Alokasi Umum (DAU)
Sidik (2013) mendifinisikan Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai salah satu
komponen dana perimbangan pada APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas
konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan
kapasitas fiskal.
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu sumber pendanaan bagi daerah
otonom melalui mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan
antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai
prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan
pelayanan antarbidang (Subekan, 2012:88). Dana alokasi khusus merupakan dana yang
dialokasikan dari APBN ke Daerah tertentu.
46
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Mardiasmo (2002), pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang
diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang
sah. Sejak diterbitkannya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi dan
Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) sudah menjadi pendapatan asli daerah. Menurut Simanjuntak et al.
(2013), “Regional Origina Income is a representation of the revenue generated by the
regional”. Menyatakan bahwa pendapatan asli daerah adalah representasi dari
pendapatan yang dihasilkan oleh daerah. Pemerintah daerah harus lebih mengoptimalkan
pendapatan asli daerahnya agar dapat membiayai pengeluaran daerah dan tidak
menghambat kegiatan ekonomi di daerah yang bersangkutan. Menurut Olubukunola
(2011),“Internally Generated Revenue (IGR) is the revenue that the local government
generates within the area of its jurisdiction”. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
pendapatan pemerintah daerah yang dihasilkan dalam wilayah yurisdiksinya. Pendapatan
asli daerah yang tinggi menandakan otonomi daerah yang dilaksanakan berjalan dengan
baik. Idris (2016) lebih lanjut menjelaskan bahwa, “Local Revenue (PAD) is all cash
receipts into the right area recognized as an addition to net worth in one fiscal year and
does not need to be paid back by the government”. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
semua penerimaan kas daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam
satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Pajak yang
dipungut pemerintah daerah jangan sampai menciptakan biaya pemungutan yang lebih
tinggi dari pada pendapatan pajak yang diterima oleh pemerintah daerah. Pada dasarnya,
makin banyak kontribusi pendapatan asli daerah terhadap APBD, ini menandakan makin
kecilnya keterikatan regional terhadap sentral sebagai efek implementasi otonomi daerah
atas asas secara nyata serta bertanggung jawab (Rinaldi, 2014). Peningkatan kemandirian
daerah sangat erat hubungannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola pendapatan
asli daerahnya (Mahmudi, 2009).“Revenue generated by local government is used to
finance various expenditure programmes. Expenditure is an actual payment or creation
of obligation to make a future payment for some benefits items or service received” (Abba
et al. 2015), menyatakan bahwa pendapatan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah
digunakan untuk membiayai berbagai rencana pengeluaran. Pengeluaran adalah
47
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
pembayaran yang dilakukan saat ini untuk kewajiban pada masa yang akan datang dalam
rangka memperoleh beberapa barang atau jasa yang diterima. Semakin besar pendapatan
asli daerah akan membuat belanja daerah juga meningkat dan akan lebih banyak
pengeluaran untuk kesejahteraan masyarakat (Adriani & Yasa, 2015). Sejalan dengan hal
tersebut menurut Sasana (2011) menyatakan bahwa, “Semakin besar kemampuan daerah
dalam mengumpulkan pendapatan asli daerah akan semakin longgar alokasi belanja
daerah, sehingga terdapat hubungan yang positif antara pendapatan asli daerah dengan
belanja daerah”.
Dana Bagi Hasil (DBH)
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Dana Bagi
Hasil dibagi menjadi dua yaitu dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil yang
bersumber dari sumber daya alam (DBHSDA). Dana Bagi Hasil merupakan penerimaan
yang berasal dari hasil pembagian penerimaan pusat dan provinsi yang diperuntukkan
bagi pemerintah kabupaten/kota.
Dana Perimbangan
Nasution(2015) menjelaskan bahwa, “Regional bottom aid is a source of revenue
comes from the budget to support the implementation of local authorities in achieving the
objective of granting regional autonomy which is primarily done by an increase better in
services and public welfare”. Dana transfer/bantuan pemerintah daerah merupakan
sumber pendapatan yang berasal dari anggaran untuk mendukung pelaksanaan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah terutama
dilakukan dengan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin
baik. Sari, et al. (2014) menjelaskan bahwa “Dana perimbangan adalah modal yang
berasal dari perolehan APBN yang diperuntukkan bagi daerah dalam upaya membiayai
kepentingan daerah sebagai bentuk pengimplementasian asas desentralisasi”. Sejalan
dengan hal tersebut menurut Capkova & Roncakova (2014) menjelaskan bahwa, “The
main mechanism for intergovernmental transfers is grants from central to local
governments. A variety of unconditional (general) grant systems are in use to address
vertical imbalances. Provision of conditional (specific) block grants from the centre to
subnational governments aims to financing certain services, such as primary education,
48
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
social services and roads. Equalisation grants are used to address horizontal imbalances
between local authorities”
Berdasarkan pendapat Capkova & Roncakova (2014) mekanisme utama untuk
transfer antar pemerintah adalah transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Berbagai macam sistem transfer tanpa syarat (umum) digunakan untuk mengatasi
ketidakseimbangan vertikal. Transfer dengan syarat (khusus) dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah bertujuan untuk membiayai layanan tertentu, seperti pendidikan dasar,
pelayanan sosial dan jalan. Transfer dana perimbangan digunakan untuk mengatasi
ketidakseimbangan horizontal antar pemerintah daerah. Sumber-sumber dana
perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus (Aprizay dkk, 2014). Kemandirian keuangan pemerintah
daerah merupakan kebalikan dari besarnya rasio penerimaan transfer di dalam pemenuhan
pembelanjaan pemerintah. Belanja daerah sangat dipengaruhi oleh transfer dari
pemerintah pusat (Abdullah & Halim, 2013). Perimbangan keuangan dengan dana
transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menjadi insentif bagi pemerintah
daerah untuk membiayai belanja daerah (Sasana, 2011)
Bantuan Keuangan Provinsi (BKP)
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, bantuan
keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau
khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah
daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan
pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan
keuangan.
Belanja Pelayanan Dasar (BPD)
Menurut penjelasan teknis Peraturan Pemerintah 8 Tahun 2006, pemerintah daerah
akan meningkat kinerjanya dengan mengarahkan pada pengeluaran yang digunakan untuk
meningkatkan IPM dengan menekankan pada aspek pengeluaran yang mendukung
kesejahteraan masyarakat dan pelayanan umum. Pengeluaran belanja dalam pelaksanaan
APBD yang terkait dengan IPM menurut SE Menteri Dalam Negeri Nomor
120.04/1050/OTDA/2011 sebagaimana telah direvisi dengan SE Menteri Dalam Negeri
49
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Nomor. 120.04/7303/ OTDA/2012 perihal pedoman penyusunan LPPD, yaitu
pengeluaran untuk pelayanan dasar.
Belanja Daerah
Belanja daerah merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan daerah. Menurut Ferreiro (2009), “Government
expenditure at first should be analyzed based on functional expenditure”. Menyatakan
bahwa pengeluaran pemerintah pada awalnya harus dianalisis berdasarkan pengeluaran
fungsional. Pemerintah daerah sebaiknya melakukan identifikasi kegiatan mana yang
benar-benar masuk skala prioritas menurut ukuran kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Simanjuntak et al. (2013), “Regional
expenditure is all the expending of regional's cash in a one budget period”. Menyatakan
bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam jangka waktu satu
tahun anggaran. Pengeluaran kas daerah tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan
pemerintah daerah itu sendiri. Kainde (2013) mengemukakan bahwa, “Belanja daerah
adalah semua kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih (ekuitas dana) dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan”.
Belanja pemerintah daerah sebaiknya lebih mengutamakan untuk kepentingan
masyarakat daerah agar tujuan pemerintah daerah dalam mensejahterakan masyarakat
daerah dapat tercapai. Liesionis (2013), “Unproductive expenditure hampers economic
development and inhibits its growth”, menyatakan bahwa pengeluaran yang tidak
produktif menghambat pembangunan ekonomi dan menghambat pertumbuhannya. Hal
ini disebabkan pemerintah daerah lebih banyak membiayai pengeluaran untuk belanja
pegawai dari pada pengeluaran untuk pembangunan daerah itu sendiri.
“Government expenditure grew faster than the growth of its revenue. This resulted
in persistent fiscal deficits consequently government had to borrow from both internal
and external sources”(Abba et al. 2015). Menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah
tumbuh lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan. Hal ini mengakibatkan defisit fiskal
terus-menerus akibatnya pemerintah harus meminjam dana dari sumber internal dan
eksternal.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
50
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk
mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan
manusia, yaitu: (1) lamanya hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir; (2)
tingkat pendidikan, yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada
penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot
sepertiga); dan (3) tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita
yang telah disesuaikan (PPP Rupiah) (Mirza, 2012:4). IPM merupakan rata-rata dari
ketiga komponen tersebut, dengan rumus: IPM=(X1+X2+X3) / 3 Dimana : X1= angka
harapan hidup X2= tingkat pendidikan X3= tingkat kehidupan layak.
Kerangka Pemikiran
(Gideon, et al. 2013) lebih lanjut menjelaskan bahwa,“Revenues from taxes, user
fees and Inter governmental transfers are likely to be insufficient to meet the
infrastructural needs of local authorities. For this reason, local authorities may also
want to access private capital and this is achieved through such initiatives as borrowing”.
Pendapatan dari pajak, retribusi dan transfer dana antar pemerintah mungkin tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dari pemerintah setempat. Untuk alasan
ini, pemerintah daerah juga mungkin ingin mengakses modal swasta dan ini dicapai
melalui inisiatif seperti pinjaman. Dalam hal ini diharapkan pemerintah daerah lebih
mengutamakan pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan daerah dari
pada pengeluaran yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, karena kemandirian
suatu daerah dapat dilihat dari pembangunan daerah itu sendiri.
Gambar 1
Kerangka Pikir Empiris
Hipotesis
Pendapatan Asli
Daerah
Dana Alokasi
Bantuan
Pemerintah
Indeks
Pembangunan
Manusia
51
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Berdasarkan skema kerangka pemikiran, penulis merumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli daerah terhadap
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia
H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dana perimbangan terhadap peningkatan
Indeks Pembangunan Manusia
H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli daerah dan dana
perimbangan terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia secara
simultan.
METODE PENELITIAN
Metode penlitian yang digunakan adalah penelitian survey, tipe penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan verifikatif. Populasi dalam penelitian
ini adalah Laporan Realisasi APBD. Teknik penarikan sampel yang digunakan oleh
penulis adalah purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data Laporan Realisasi APBD periode 2008-2018 yaitu sebanyak 10 periode.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang dihasilkan oleh daerah dalam
wilayah yurisdiksinya yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu
tahun anggaran, dan harus didorong pertumbuhannya agar dapat menanggung sebagian
beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan
pembangunan daerah yang setiap tahunnya terus meningkat. Berikut ini merupakan
perkembangan PAD. Berdasarkan fenomena yang terjadi pada pendapatan asli daerah,
kendala utama yang dihadapi pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah
adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari pendapatan asli daerah. Proporsi
pendapatan asli daerah yang rendah, menyebabkan pemerintah daerah memiliki derajat
kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah (Dewi, et al. 2014:81). Pendapatan
Asli Daerah hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar
20% (Setyowati & Suparwati, 2012).
Ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan pemerintah pusat merupakan wujud
ketidakberdayaan pendapatan asli daerah (Mardiasmo; basri, 2013:168). Kemampuan
52
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
daerah untuk mempertahankan dan meningkatkan perekonomian daerah dapat dikatakan
masih sangat terbatas, mengingat peranan pendapatan asli daerah yang masih rendah
dalam penerimaan APBD kota/kabupaten dan kesiapan sumber daya manusia di tingkat
daerah masih sangat terbatas. Pendapatan Asli Daerah belum dapat mendorong
peningkatan belanja daerah dan tidak sepenuhnya mampu menopang kemandirian
daerah serta masih sangat bergantung terhadap dana transfer dari pemerintah pusat, maka
dari itu sumber- sumber pendapatan asli daerah perlu dioptimalkan. Peningkatan
penerimaan pajak daerah disebabkan oleh meningkatnya penerimaan yang berasal dari
pajak bumi dan bangunan sektor perkotaan dan pedesaan yang diikuti peningkatan
penerimaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Hal ini dikarenakan semakin
penduduk yang membutuhkan tempat tinggal sehingga bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan juga meningkat. Jenis penerimaan yang mempunyai kontribusi terbesar kedua
terhadap pendapatan asli daerah adalah jenis penerimaan yang berasal dari retribusi
daerah yang cenderung naik turun setiap tahunnya selama tahun anggaran 2008-2018.
Peningkatan penerimaan retribusi daerah disebabkan oleh meningkatnya penerimaan
dari jenis-jenis retribusi daerah yaitu dari retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan
retribusi perizinan tertentu. Sebaliknya penuruna penerimaan retribusi daerah disebabkan
menurunnya penerimaan dari jenis-jenis retribusi daerah. Jenis penerimaan yang
mempunyai kontribusi terbesar ketiga terhadap pendapatan asli daerah adalah jenis
penerimaan yang berasal dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Peningkatan penerimaan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disebabkan oleh
meningkatnya penerimaan yang berasal dari jenis-jenis lain-lain pendapatan daerah yang
sah. Contohnya penerimaan jasa giro. Jenis penerimaan yang mempunyai kontribusi
terendah terhadap pendapatan asli daerah adalah jenis penerimaan yang berasal dari hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang cenderung naik turun setiap tahunnya
selama tahun anggaran 2008-2018.
Dana Perimbangan
Dana transfer atau bantuan pemerintah daerah merupakan sumber pendapatan yang
berasal dari anggaran untuk mendukung pelaksanaan pemerintah daerah dalam mencapai
53
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
tujuan pemberian otonomi kepada daerah terutama dilakukan dengan peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Berikut ini merupakan
perkembangan dana perimbangan periode 2008-2018.
Peningkatan dana perimbangan disebabkan oleh meningkatnya jenis penerimaan
dana perimbangan. Contohnya dana alokasi umum, begitu juga sebaliknya penurunan
dana perimbangan disebabkan oleh menurunnya jenis dana penerimaan yang diterima
oleh contohnya dana alokasi khusus. Pendapatan daerah yang berasal dari dana
perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak atau bukan pajak, dana alokasi umum dan
dana alokasi khusus. Dana perimbangan dari pemerintah pusat digunakan untuk
mengurangi kesenjangan fiskal baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
maupun antar pemerintah daerah itu sendiri.
Masalah yang sering terjadi pada dana perimbangan yaitu dana perimbangan dari
pemerintah pusat tidak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah secara
signifikan karena habis untuk belanja pegawai. Besarnya nilai transfer yang diberikan
oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana perimbangan
seharusnya menjadi insentif bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
Berdasarkan fungsinya, pendapatan asli daerah seharusnya merupakan aspek penting
dalam keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.
Belanja Daerah
Belanja daerah merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan daerah. Berdasarkan fenomena yang terjadi pada
belanja daerah, masalah yang sering terjadi pada belanja dan anggaran belanja daerah
adalah belanja pegawai yang ada dalam belanja tidak langsung, hingga mencapai lebih
dari 50% dari total anggaran belanja tidak langsung memberikan beberapa dampak salah
satunya yaitu pemborosan dibagian pegawai. Alokasi dana yang seharusnya
dimaksimalkan untuk pelayanan dasar masyarakat banyak dipakai untuk membiayai
belanja pegawai, akibatnya mengurangi alokasi anggaran untuk pelayanan publik atau
masyarakat. Pada umumnya belanja daerah memiliki kecenderungan untuk selalu naik.
Alasan kenaikan belanja daerah biasanya dikaitkan dengan penyesuaian terhadap
perubahan kurs rupiah, inflasi, penyesuaian faktor makro ekonomi, dan perubahan jumlah
cakupan layanan. Namun demikian dengan pradigma baru otonomi daerah, pemerintah
54
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
daerah harus dapat mengendalikan belanja daerah dengan melakukan efisiensi belanja dan
penghematan anggaran. Belanja yang dikeluarkan oleh diharapkan lebih banyak
digunakan untuk kepentingan masyarakat daerah. Misalnya digunakan untuk
pembangunan daerah.
Hasil analisis korelasi antara pendapatan asli daerah dengan belanja daerah adalah
sebesar 0,966 dengan arah positif, hal ini membuktikan bahwa ketika pendapatan asli
daerah mengalami peningkatan maka belanja daerah juga akan mengalami peningkatan
dengan asumsi dana perimbangan dalam kondisi konstan. Hasil tersebut ditunjukkan
dengan tabel dibawah ini. Pendapatan Asli Daerah memiliki pengaruh sebesar 0,694
dengan arah positif terhadap belanja daerah artinya pendapatan asli daerah memiliki
pengaruh yang berbanding lurus dengan belanja daerah ketika dana perimbangan dalam
kondisi tetap atau tidak mengalami perubahan, sehingga ketika pendapatan asli daerah
mengalami peningkatan, maka belanja daerah juga akan mengalami peningkatan ketika
dana perimbangan tidak mengalami perubahan. Pengaruh pendapatan asli daerah terhadap
belanja daerah ketika dana perimbangan tidak mengalami perubahan adalah sebesar 0,694
x 100% = 64,9%. Pada hasil perbandingan thitung dengan ttabel diperoleh sebesar 6,354 >
2,228, dengan signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, yang artinya H0 ditolak dan Ha diterima
maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial pendapatan asli daerah mempunyai
pengaruh signifikan terhadap belanja daerah
Penelitian sebelumnya memberikan hasil yang sama dengan penelitian ini bahwa
berdasarkan hasil uji t atau parsial variabel pendapatan asli daerah berpengaruh
signifikan terhadap belanja daerah, yakni (Rahmawati, et al. 2015) yang melakukan
penelitian pada Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur dengan hasil penelitian
menggunakan uji-t yaitu pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja
daerah. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut membuktikan bahwa dana perimbangan
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah yang bersifat bantuan atau
dapat dikatakan dana yang berasal dari pemberian pemerintah pusat yang ditujukan untuk
mengatasi kesenjangan fiskal terhadap pendanaan kebutuhan daerah dalam pelaksanaan
urusan pemerintahan daerah, hal ini dapat menyebabkan rendahnya kewenangan dalam
mengalokasikan pendapatan yang berasal dari dana perimbangan untuk digunakan dalam
mendanai kebutuhan daerah yaitu belanja daerah. Jauh lebih baik menggunakan
pendapatan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah sehingga dapat memberikan
55
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
kewenangan serta keleluasan yang luas bagi pemerintah daerah untuk mendanai belanja
daerah sebagai kebutuhan daerah serta mewujudkan kemandirian daerah dalam
kemampuan fiskal. Penelitian sebelumnya memberikan hasil yang sama dengan
penelitian ini bahwa berdasarkan hasil uji-t atau parsial variabel dana perimbangan
berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah, yakni (Sari, et al. 2014) yang
melakukan penelitian pada Kabupaten Badung Provinsi Bali dengan hasil penelitian
menggunakan uji-t yaitu dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap belanja
daerah.
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan secara Simultan
terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia
Pendapatan Asli Daerah dan dana perimbangan secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang berbanding lurus terhadap alokasi belanja daerah yaitu sebesar 0,973.
Nilai R Square adalah sebesar 0,973 hal ini menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah
dan dana perimbangan secara simultan memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
belanja daerah sedangkan sisanya 3,7% dipengaruhi oleh variabel atau faktor lain diluar
penelitian. Berdasarkan hasil perbandingan Fhitung dengan Ftabel adalah 162,298 > 4,256,
yang artinya H0 ditolak dan Ha diterima sehingga hal ini membuktikan bahwa secara
simultan pendapatan asli daerah dan dana perimbangan berpengaruh signifikan
terhadap belanja dengan tingkat signifikansi 0,000b. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi pendapatan asli daerah dan dana perimbangan yang diperoleh daerah maka akan
semakin tinggi pula belanja daerah
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pendapatan asli daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja
daerah. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengujian koefisien korelasi yang menunjukkan
bahwa pendapatan asli daerah mempunyai hubungan dengan arah positif dan signifikan
terhadap belanja daerah Dana perimbangan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
belanja. Berdasarkan hasil koefisien korelasi dana perimbangan memiliki hubungan yang
positif dan signifikan terhadap belanja daerah. Pendapatan asli daerah dan dana
perimbangan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja daerah. Hal ini
disebabkan karena pendapatan daerah yang diperoleh baik yang berasal dari pendapatan
56
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
asli daerah maupun dana perimbangan ditujukan untuk mendanai seluruh pengeluaran
daerah khususnya kebutuhan dalam meningkatkan pembangunan daerah yang dapat
mensejahterakan masyarakat daerah.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan pengaruh dana perimbangan
signifikan terhadap belanja daerah membuktikan bahwa masih bergantung pada
pemerintah pusat, saran dari saya tingkatkan pendapatan asli daerah. Untuk meningkatkan
alokasi belanja daerah maka pemerintah daerah diharapkan terus menggali
sumber-sumber pendapatan asli daerah. Sebaiknya perencanaanya lebih ditingkatkan
agar jumlah belanja daerah tidak melebihi pendapatan yang diterima Pemerintah daerah
diharapkan dapat memanfaatkan dana yang diperoleh dari pendapatan asli daerah dan
dana perimbangan untuk membangun infrastruktur publik yang memang dibutuhkan oleh
masyarakat. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan
untuk melakukan penelitian berikutnya dengan menambah daerah sampel penelitian dan
rentang waktu penelitian sehingga hasil penelitian lebih dapat digeneralisir. Untuk
peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan
penelitian berikutnya dengan menambah variabel lain seperti pendapatan asli daerah yang
sah.
DAFTAR PUSTAKA
Abba, Mohammed. Ahmed Bawa Bello & Salihu Aliyu Modibbo. (2015). Expenditure And Internally Generated Revenue Relationship : An Analysis Government State, Nigeria. Journal Of Arts, Science & Commere. Vol.3 No.1 PP 67-77
Abdullah, S., & A. Halim, (2013). Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus
Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi VI, 1140-1159.
Adriani & Yasa. (2015). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan
terhadap Tingkat Pengangguran melalui Belanja Tidak Langsung pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. E-Jurnal EP Unud. Vol. 4 No. 11 : 1328-1356
Aprizay, Yudi Satrya., Darwanis., Muhammad Arfan. (2014). Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran terhadap
Pengalokasian Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Jurnal
Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Vol.3, No.1 : 140-149
Basri, Syafril. (2013). Pengaruh Output Daerah Penerimaan Transfer dan Desentralisasi
Fiskal terhadap Penerimaan Asli Daerah Kota Pekanbaru. Jurnal Sosial Ekonomi
Pembangunan. Vol.3, No.8 : 165-178.
Capkova, S., Ing, D., & Roncakova, L. (2014). Fiscal Equalization and Regional
Growth, I (February), 376-385.
Christopher, Russell Olukayade et al. (2018).
57
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Determinants of Equity Price in the Stock Markets. International Research Journal of
Finance and Economics ISSN 1450-2887Issue 30 (2018). Euro journal Publishing,
Inc.
Dewi, Siska Puspita & Suyanto. (2014). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan
Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal
pada Provinsi Jawa Tengah. Potensio. Vol. 20 No. 2 : 78-100.
Hali, Muhammad Syafrudin. (2016). Potensi Pajak dan Retribusi Daerah Kota Kendari.
Jurnal Progres Ekonomi Pembangunan Vol.1 No.1 : 65-81.
Halim, Abdul. (2017). Akuntansi Sektor Publik Akuntansi keuangan daerah, Edisi Revisi,
Jakarta, Salemba Empat.
Halim, Abdul & Muhammad Syam Kusufi. (2012). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta
:Penerbit Salemba Empat.
Idris, Irlan Fery. (2016). Potential Increase In Revenue Collection BPHTB Tax District
Musi Banyuasin. European Journal Of Accounting, Auditing And Finance
Research. Vol.4 No.1 PP 28-42.
Jaya, Jeckly Dharma dan Eka Ardhani Sisdyani. (2014). Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal pada Kelengkapan
Pengungkapan Informasi Keuangan Daerah melalui Situs Resmi Pemerintah
Provinsi di Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 9, No.2 :
285-303.
Kainde, Christian. (2013). Analisis Varians dan Pertumbuhan Belanja Daerah pada
Pemerintah Kota Bitung. Jurnal EMBA. Vol. 1, No. 3 : 393-400.
Mahmudi. (2009). Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Erlangga.
Mamuka, Veronika & Inggriani Elim. (2015). Analisis Dana Transfer pada Pemerintah
Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud. Jurnal EMBA. Vol.2, No.1 : 646-655.
Mangowal, Jessy Christine. (2015). Pendapatan Daerah Pengaruhnya Terhadap Belanja
Modal pada Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara. Manado: Jurnal EMBA. Vol. 1,
No. 4: 1386-1396.
Mardiasmo, (2016), Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: Andi.
Mardiasmo. (2014). Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta.
Nasution, Abdillah Arif. (2015). The Effect Of Fiscal Potential And Needs On Regional
Bottom Aid Model (BDB) In Nort Sumatera Province. European Journal Of
Accounting Auditing And Finance Research. Vol.3 No.2 PP 70-86.
Olubukunola, Olusola. (2011). Boosting Internally Generated Revenue Of Local
Governments In Ogun State, Nigeria. Vol.8 No.1 336-348.
Panji, I Putu Barat & I Gusti Bagus Indrajaya. (2016). Pengaruh Dana Perimbangan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bali.
E-Jurnal EP Unud. Vol.5 No.3 : 316-337.
Rahmawati, Luluk Atika & Bambang Suryono. (2015). Flypaper Effect Dana Alokasi
Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah. Jurnal Ilmu dan
Riset Akuntansi. Vol.4, No.9: 1-20.
Rinaldi, Udin. (2012). Kemandirian Keuangan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah.
Jurnal EKSOS, 8(2), h:105-113.
Sa’diyah, Halimatus & Yetty Tri Putri. (2015). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah
terhadap Kinerja Manajerial Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara. Jurnal
Akuntansi. Vol.4 No.1. pp, 44-53.
Samad, R. Putra & Rita Yani Iyan. (2013). Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah dan
58
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Dana Perimbangan Kabupaten Rokan Hilir. Jurnal Sosial Ekonomi
Pembangunan.Vol.3 No.8: 103-122.
Santoso, Imam & I Wayan Suparta. (2015). Flypaper Effect pada Pengelolaan Keuangan
Daerah di Provinsi Lampung. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.4 No.2 : 135-165.
Simanjuntak, Lestari LF., Ahmad Subeki., Ika Sasti Ferina & Hasni Yusrianty. (2013).
Analysis Of Flypaper Effect In General Allocation Fund And Regional Income To
Regional Expenditure Of Districts And Cities In South Sumatera. Four A Annual
Conference.
Santoso & Rahayu. (2015). Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten
Kediri. Dinamika Pembangunan, 2(1).
Sari, Rosi Puspita & I Gusti Bagus Indrajaya. (2014). Pengaruh Dana Perimbangan dan
Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah Kabupaten Badung
59
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PERSEPSI KARYAWAN TENTANG PERAN AUDITOR INTERNAL SEBAGAI
PENGAWAS, KONSULTAN DAN KATALISATOR DALAM
PENCAPAIAN TUJUAN PERUSAHAAN
Siti Cahyaningrum Setyorina1
Ardiani Ika Sulistyawati 2
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang
ardiani@usm.ac.id2
Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Januari 2019
ABSTRACT
This research is a quantitative descriptive research done in Nasmoco Karangjati Motor. This study
aims to know how the role of the internal auditor Nasmoco Karangjati Motor as a supervisor, consultant
and catalyst in achieving the goal of the company as perceived by employees. Data collection methods were
used interviews and questionnaires. This method is tested to 72 employees of PT. Nasmoco Karangjati
Motor. Test questionnaire method used validity test with using Person product moment correlation and
reliability test using Cronbach’s Alpha method. Data analysis is using descriptive statistics.
Based on the survey results revealed that (1) the employees' perception of the role of internal auditors
as a supervisor in achieving goal of the company have the results of the calculation of the frequency
distribution tendency with quite well category and based on analysis data the role as superintendent that
was first ranked with a total score of 1,585 (33.93%). (2) the employee’s perception of the role of the
internal auditor as a consultant in achieving the company's goal to have the results of the calculation of the
frequency distribution tendency with good enough category and based on data analysis role as a consultant
that was second ranked with a total score of 1,552 (33.22%). (3) the employees' perception of the role of
internal auditors as a catalyst in achieving the company's goal to have the results of the calculation of the
frequency distribution tendency with good enough category and based on analysis of data catalytic role
that was third ranked with a total score of 1,352 (30.92%).
Keywords : Role of Internal Auditor, Watchdog, Consultant, and Catalyst
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang dilakukan di PT. Nasmoco Karangjati
Motor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran auditor internal Nasmoco Karangjati
Motor sebagai pengawas, konsultan dan katalisator dalam pencapaian tujuan perusahaan menurut persepsi
karyawan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan kuesioner. Metode tersebut
diujikan kepada karyawan PT Nasmoco Karangjati Motor sebanyak 72 karyawan. Uji metode kuesioner
menggunakan uji validitas dengan menggunakan metode korelasi product moment pearson dan uji
reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Analisis data menggunakan statistik
deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa (1) persepsi karyawan tentang peran auditor internal
sebagai pengawas dalam pencapaian tujuan perusahaan memiliki hasil perhitungan distribusi
kecenderungan frekuensi dengan kategori cukup baik dan berdasarkan analisis data peran sebagai
pengawas menduduki peringkat I yaitu dengan total skor 1.585 (33,93%). (2) persepsi karyawan tentang
peran auditor internal sebagai konsultan dalam pencapaian tujuan perusahaan memiliki hasil perhitungan
distribusi kecenderungan frekuensi dengan kategori cukup baik dan berdasarkan analisis data peran sebagai
konsultan menduduki peringkat II yaitu dengan total skor 1.552 (33,22%). (3) persepsi karyawan tentang
peran auditor internal sebagai katalisator dalam pencapaian tujuan perusahaan memiliki hasil perhitungan
distribusi kecenderungan frekuensi dengan kategori cukup baik dan berdasarkan analisis data peran sebagai
katalisator menduduki peringkat III yaitu dengan total skor 1.352 (30,92%).
Kata Kunci: Peran Auditor Internal, Pengawas, Konsultan, Katalisator
60
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan dunia bisnis dan ekonomi sudah berkembang semakin
pesat. Tantangan yang dihadapi oleh para pelaku bisnis pun semakin beragam, mulai dari
munculnya perusahaan-perusahaan pesaing, perusahaan - perusahaan asing dan
kebutuhan konsumen yang kompleks menyebabkan persaingan semakin ketat di dunia
bisnis. Perusahaan akan menerapkan berbagai kebijakan, efektivitas, efisiensi dan
pengendalian internal yang baik agar dapat bertahan dan diharapkan mampu
memenangkan persaingan bisnis. Seiring dengan berkembangnya perusahaan, maka
kegiatan dan masalah yang dihadapi perusahaan akan lebih beragam sehingga terasa sulit
bagi pihak manajemen untuk mengadakan pengawasan langsung terhadap seluruh
operasi perusahaan. Namun, diperlukan pengawasan langsung terhadap seluruh operasi
perusahaan secara efektif. Pihak manajemen dapat membentuk suatu departemen audit
internal yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan dan penilaian terhadap
pengendalian internal perusahaan.
Berbagai kebijakan dan strategi harus diterapkan dan ditingkatkan. Kebijakan yang
ditempuh manajemen antara lain meningkatkan pengawasan dalam perusahaan. Dalam
perusahaan, pelaksanaan pengawasan dapat dilaksanakan secara langsung oleh
pemiliknya sendiri dan dapat pula melalui sistem internal kontrol. Untuk menjaga agar
sistem internal kontrol ini benar-benar dapat dilaksanakan, sangat diperlukan adanya
bagian yang berfungsi melaksanakan tugas internal audit. Pelaku yang menjalankan
fungsi ini disebut dengan auditor internal. Fungsi ini merupakan upaya tindakan
pencegahan, penemuan penyimpangan-penyimpangan (fraud) melalui pembinaan dan
pemantauan internal kontrol secara terus-menerus. Fungsi ini harus membuat suatu
program yang sistematis dengan mengadakan observasi langsung, pemeriksaan dan
penilaian atas pelaksanaan kebijakan pimpinan serta pengawasan sistem informasi
akuntansi dan keuangan lainnya (Suroso).
Audit internal merupakan suatu aktivitas konsultasi yang dikelola secara independen
dan objektif, yang dirancang sebagai penambah nilai untuk meningkatkan kegiatan
operasional perusahaan. Secara efektif, auditor internal menyediakan informasi yang
dibutuhkan manajer dalam melaksanakan tanggung jawab. Penilaian secara independen
dilakukan auditor internal pada suatu perusahaan untuk menilai kegiatan operasional
61
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
dengan mengukur dan mengevaluasi kecukupan kontrol serta efektivitas dan efisiensi
dari kinerja perusahaan (Sawyer, 2005).
Awalnya auditor internal lebih berperan sebagai pengawas atau mata dan telinga
manajemen karena manajemen membutuhkan kepastian terkait dengan pelaksanaan
kebijakan yang telah ditetapkan untuk menghindari tindakan yang menyimpang
(Tampubolon, 2005). Seiring dengan berjalannya waktu, fokus utama audit internal
mengalami pergeseran menjadi konsultan untuk perusahaan atau kliennya, yaitu
membantusatuan kerja operasional mengelola risiko dengan mengidentifikasi
masalah-masalah dan memberikan saran untuk tindakan perbaikan yang dapat
memberikan tambahan nilai sebagai amunisi memperkuat organisasi. Bahkan untuk masa
yangakan datang diprediksikan peran auditor internal akan menjadi katalisator yang di
mana akan ikut serta dalam penentuan tujuan dari suatu perusahaan atau organisasi
(Tampubolon, 2005).
Penelitian ini mengacu pada penelitian Priantinah dan Adhisty (2012)
menyimpulkan peran yang dijalankan auditor internal perusahaan masih menganut
paradigma lama yang sebenarnya saran dan rekomendasi yang diberikan peran ini hanya
bersifat jangka pendek dalam membantu perusahaan untuk mencapai tujuan. Tindakan
selayaknya polisi yang dijalani auditor internal sebagai pengawas dapat membuat
karyawan merasa tidak nyaman dan membuat karyawan kurang menyukai kehadirannya
sehingga kinerja yang mereka kurang maksimal. Selain itu tindakkan selayaknya polisi
membuat karyawan menganggap auditor internal adalah lawan mereka.
Penelitian Tjahyono (2012) meneliti peran audit internal di Universitas Sanata
Dharma. Hasil penelitian menyatakan bahwa peran auditor internal sebagai konsultan
merupakan peran yang paling dominan sedangkan peran yang terendah yaitu peran
auditor internal sebagai pengawas. Putri dan Waluyo (2013) melakukan penelitian di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta hasil penelitian menunjukkan persepsi karyawan
tentang peran auditor internal sebagai katalisator menduduki peringkat I.
Frastika (2013) meneliti tentang Peranan Auditor Internal pada PT. Mitra Bisnis
Keluarga Ventura Cabang Weleri Kendal Jawa Tengah,berdasarkan hasil penelitian dan
analisis data, diketahui bahwa persepsi karyawan tentang peranan auditor internal sebagai
pengawas dinyatakan baik dengan presentase sebesar 73.3 % dan menduduki peringkat I.
62
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana para karyawanmelihat jabatan
auditor internal PT Nasmoco Karangjati Motor dan apa perandari pekerjaan auditor
internal dalam membantu pencapaian tujuan perusahaanselama ini.
KAJIAN TEORI
a. Audit Internal
Menurut Agoes (2012) Internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang
dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, terhadap laporan keuangan dan catatan
akuntansi perusahaan maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah
ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari
ikatan profesi yang berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan di bidang
perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi, dan
lain-lain
Menurut IIA (Institute of Internal auditor) yang dikutip oleh Boynton (2002) auditing
internal adalah aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi yang independen dan
objektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Dari
pengertian-pengertian internal auditing di atas, dapat disimpulkan bahwa audit internal
merupakan pemeriksaan kembali kegiatan operasi perusahaan secara independen untuk
menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan guna mencapai
tujuannya serta meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian dan
pengelolaan.
b. Peran Auditor Internal dalam Pencapaian Tujuan Perusahaan
Dewasa ini peran auditor internal dirasakan semakin penting oleh organisasi
perusahaan. Kebutuhan akan auditor internal terutama timbul karena
perusahaan-perusahaan yang berkembang dengan hebatnya. Oleh karena itu, menjadi
sangat penting bagi suatu perusahaan untuk mempunyai tim spesialis yang menelaah
prosedur-prosedur dan operasi dari berbagai unit dan melaporkan ketidaktaatan suatu
tindakan, inefisiensi, dan tidak adanya kendali jelas bahwa tugas itu tidak dapat dibebani
pada auditor eksternal yang tujuan utamanya adalah menilai apakah laporan keuangan
mencerminkan secara wajar hasil-hasil usaha serta kondisi keuangan usaha suatu
perusahaan. Karena itu audit internal telah menjadi suatu pemberian jasa yang tidak
hanya memiliki keahlian akuntansi tetapi juga keahlian dalam perilaku organisasi atau
63
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
perusahaan dan bidang-bidang fungsional lainnya. Peran Auditor Internal menurut
Simbolon (2010) sebagai berikut:
Tabel 1
Peran Auditor Internal
Uraian
Peran Auditor Internal
Paradigma Lama Paradigma Baru
Peran Pengawas Konsultan dan Katalisator
Pendekatan Detektif (mendeteksi terjadinya suatu
masalah)
Prefentif (mencegah masalah)
Sikap Seperti layaknya seorang polisi Sebagai mitra bagi perusahaan
Ketaatan/kepatuhan Semua policy/kebijakan Hanya policy yang relevan
Fokus Kelemahan/penyimpangan Penyelesaian yang konstruktif
Audit Financial/compliance audit Financial, compliance, operational
audit, quality assurance
Dampak yang diberikan Jangka pendek Jangka menengah dan jangka panjang
Sumber: Simbolon (2010)
c. Persepsi
Menurut Kreitner dan Kinicki (2003), persepsi adalah proses kognitif yang
memungkinkan kita dapat menafsirkan dan memahami lingkungan di sekitar kita.
Penafsiran tersebut merupakan pandangan kita tentang lingkungan atau tempat di mana
kita berada. Menurut Matlin dan Solso dalam Suharnan (2005, Pprsepsi adalah suatu
proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan)
untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang
diterima oleh alat indera seperti mata, telinga dan hidung.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Data Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan studi kasus.
Data primer yang digunakan adalah data yang diperoleh secara langsung melalui
wawancara pengisian kuesioner Persepsi Karyawan tentang Peran Auditor Internal
64
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Sebagai Pengawas, Konsultan Dan Katalisator Dalam Pencapaian Tujuan Perusahaan
pada PT Nasmoco Karangjati Motor.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di PT Nasmoco Karangjati
Motor. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak PT Nasmoco Karangjati Motor,
jumlah seluruh karyawan PT Nasmoco Karangjati Motor berjumlah 80 orang. Mengenai
penentuan sampel, Suharsini (2005) menyatakan bahwa dalam penentuan jumlah sampel,
jika subjek yang diteliti kurang dari 100, maka dipergunakan semua subjek sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Populasi yang berjumlah 80 orang
karyawan PT Nasmoco Karangjati Motorsebagai sampel.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Wawancara
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lisan kepada pihak-pihak yang
berhubungan dan mengetahui keberadaan auditor internal PT Nasmoco Karangjati Motor
untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai kerja dan kegiatan dari auditor
internal.
b. Kuesioner
Menyebarkan daftar pernyataan yang diajukan secara tertulis beserta pilihan yang
telah tersedia. Responden yang dalam hal ini adalah karyawan PT Nasmoco Karangjati
Motor diminta untuk memilih salah satu jawaban yang terdapat dalam kuesioner sesuai
dengan apa yang dialami. Pengukuran pernyataan peneliti dalam kuesioner menggunakan
Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang mengenai fenomena sosial. (Sugiyono, 2008).
Pernyataan peneliti dan jawaban responden dikemukakan secara tertulis melalui
kuesioner dengan Skala Likert yang dimodifikasi, seperti sebagai berikut:
65
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 2
Skor penilaian Kuesioner
Jawaban Skor Penilaian
Sangat setuju 4
Setuju 3
Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1
Sumber: Sugiyono (2008)
Untuk mengurangi kecenderungan responden menjawab ragu-ragu/netral, maka
pada penelitian ini pilihan jawaban ragu-ragu/netral tidak disajikan sebagai alternatif
jawaban bagi responden.
Metode Analisis Data
a. Pengujian Instrumen Penelitian
1) Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengukur akurasi suatu instrumen pengukuran.
Instrumen tersebut dapat mengukur konstrak sesuai dengan yang diharapkan (Indriantoro
dan Supomo, 1999). Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode korelasi product moment pearson dari Karl Pearson, dengan
rumus:
r = nΣxy – (Σx) (Σy)
. √{nΣx² – (Σx)²}{nΣy2 – (Σy)2}
Dimana :
n = Banyaknya Pasangan data X dan Y
Σx = Total Jumlah dari Variabel X
Σy = Total Jumlah dari Variabel Y
Σx2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X
Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y
66
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Penelitian ini menggunakan metode korelasi product moment pearson dengan
bantuan software SPSS dan hasilnya dibandingkan dengan r tabel. Jika r hitung > r tabel
maka pertanyaan valid. Skor tiap butir pernyataan per variabel dimasukkan disertai
dengan jumlah skor tiap butir pernyataan. Kuesioner yang disebarkan untuk uji validitas
dalam penelitian ini sebanyak 80 kuesioner. Uji coba validitas instrumen yang dilakukan
adalah menggunakan program IBM SPSS versi 21. Dilakukan dengan membandingkan
nilai r hitungdengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n –2. Dalam penelitian ini n =
72 maka (df) = 70, tingkat signifikansi 5%, sehingga pada tabel diperolehangka r tabel =
0,2319.
2) Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas diukur melalui pendekatan relia-bilitas konsistensi internal (internal
consistency reliability). Dilakukan untuk melihat konsistensi diantara butir-butir
pertanyaan atau pernyataan dalam suatu instrumen. Tingkat keterkaitan antar butir
pertanyaan atau pernyataan dalam suatu instrument untuk mengukur konstrak tertentu
menunjukkan tingkat reliabilitas konsisten internal instrument yang bersangkutan
(Indriantoro dan Supomo, 1999). Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk
mengukur konsistensi internal yaitu Cronbach’s alpha yang tolak ukur atau patokan yang
digunakan untuk menafsirkan korelasi antara skala yang dibuat dengan semua skala
variabel yang ada, dengan rumus sebagai berikut :
r11 = Reliabilitas instrument
K = Banyaknya butir pertanyaan / pernyataan
∑σt2 = Jumlah varians butir
σt2 = Varianstotal
67
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
b. Analisis Statistik Deskriptif
Teknik analisis data yang digunakan untuk jenis penelitian deskriptif ini adalah
teknik analisis statistik desktiptif. Statistik deskriptif bisa didefinisikan sebagai proses
pengumpulan, penyajian, dan meringkas berbagai karakteristik dari data dalam upaya
untuk menggambarkan data tersebut secara memadai dan merupakan teknik yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dari
permasalahan yang terjadi (Singgih, 2003).
1) Pengumpulan dan Penyajian Data
Data dikumpulkan dan diorganisasikan dengan kriteria tertentu dan disajikan dalam
bentuk table atau grafik. Data ditampilkan menggunakan table kontingensi dan tabel
distribusi frekuensi. Tabel kontingensi digunakan jika data berbentuk kualitatif.
Distribusi Frekuensi menyusun dan mengatur data kuantitatif yang masih mentah ke
dalam beberapa kelas data yang sama, sehingga setiap kelas bisa menggambarkan
karakeristik data yang sama. Proses pembuatan distribusi Frekuensi:
a) Menentukan Jumlah Kelas. H.A. Sturges mengajukan sebuah rumus menentukan
jumlah kelasdari sekelompok data:
K=1+3,3 log n
b) Menentukan Kelas Interval. Setelah jumlah kelas ditetapkan, selanjutnya mengisi
interval tiap kelas dengan rumus:
c) Panjang Kelas: panjang kelas didapat dari range dibagi dengan jumlah kelas.
2) Karakteristik Data
Central Tendency, yaitu yang berupa Mean, Median, atau Modus. Dipersion yang
berupa range, varians dan standar deviasi.
3) Kecenderungan Variabel
Deskripsi selanjutnya adalah melakukan pengkategorian skor masing-masing
variabel. Dari skor tersebut kemudian dibagi dalam 3 kategori. Pengkategorian
dilaksanakan berdasarkan mean dan standar deviasi ideal. Adapun menurut Anas (2006:
176) ketiga kategori tersebut:
68
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Baik = M + 1SD < x
Cukup baik = M - 1SD ≤ x ≤ M + 1SD
Kurang baik = x < M - 1SD
M = 1/2 (skor tertinggi + skor terendah)
SD = 1/6 (skor tertinggi - skor terendah)
4) Hasil Angket
Deskripsi selanjutnya adalah menghitung hasil nilai masing-masing variabel. Dari
nilai tersebut kemudian dibagi dalam 4 persentase: sangat setuju, setuju, tidak setuju dan
sangat tidak setuju.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kuesioner yang telah dibagikan kepada rseponden berjumlah 80 dan dikembalikan
sebanyak 72. Kuesioner yang tidak diisi oleh responden sebanyak 8, yang berarti tingkat
pengembalian kuesioner sebesar 90 persen. Tujuh puluh dua kuesioner yang telah
kembali dapat diolah. Pengolahan data statistik menggunakan program SPSS 21.0 for
windows. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada variabel
pengukuran dalam penelitian ini adalah valid karena nilai r hitung lebih besar dari r tabel
untuk degree of freedom (df) = n –2. Dalam penelitian ini n = 72 maka (df) = 70,
tingkatsignifikansi 5%, sehingga pada tabel diperoleh angka r tabel = 0,2391.
Tabel 3.
Hasil Uji Validitas InstrumenPeran Auditor Internal sebagai Pengawas dalam
Pencapaian Tujuan Perusahaan Pernyataan r hitung r tabel Keterangan
P1 0,391 0,2319 valid
P2 0,255 0,2319 valid
P3 0,389 0,2319 valid
P4 0,509 0,2319 valid
P5 0,559 0,2319 valid
P6 0,698 0,2319 valid
P7 0,561 0,2319 valid
P8 0,605* 0,2319 valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2016
69
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 4.
Hasil Uji Validitas InstrumenPeran Auditor Internal sebagai Konsultan dalam
Pencapaian Tujuan Perusahaan
Sumber: Data primer yang diolah, 2016
Tabel 5.
Hasil Uji Validitas InstrumenPeran Auditor Internal sebagai Konsultan dalam
Pencapaian Tujuan Perusahaan
Pernyataan r hitung r tabel Keterangan
Kt1 0,524 0,2319 valid
Kt2 0,522 0,2319 valid
Ktt3 0,441 0,2319 valid
Kt4 0,505 0,2319 valid
Kt5 0,432 0,2319 valid
Kt6 0,589 0,2319 valid
Kt7 0,465 0,2319 valid
Kt8 0,526 0,2319 valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2016
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha yang
menunjukkanbahwa semua variabel mempunyai koefisien Alpha yang lebih besar dari
0,6 sehingga dapat di-katakan semua konsep pengukur variabel-variabel yang digunakan
Pernyataan r hitung r tabel Keterangan
K1 0,427 0,2319 valid
K2 0,452 0,2319 valid
K3 0,524 0,2319 valid
K4 0,495 0,2319 valid
K5 0,643 0,2319 valid
K6 0,553 0,2319 valid
K7 0,517 0,2319 valid
K8 0,461 0,2319 valid
70
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
dalam penelitian ini adalah reliabel dan layak digunakan sebagai alat ukur dalam
pengujian statistik.
Tabel 6.
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Instrumen Cronbach’s
alpha
Kriteria Kesimpulan
Peran auditor internal sebagai pengawas dalam
pencapaian tujuan perusahaan
0,738 0,60 Reliabel
Peran auditor internal sebagai konsultan dalam
pencapaian tujuan perusahaan
0,742 0,60 Reliabel
Peran auditor internal sebagai katalisator dalam
pencapaian tujuan perusahaan
0,737 0,60 Reliabel
Analisis Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui dan mendeskripsikan suatu
gambaran data dengan melihat tingkat frekuensi jawaban responden dari
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner. Analisis deskriptif ini akan dibagi menjadi 3
golongan yaitu analisis deskriptif peran auditor internal sebagai pengawas, analisis
deskriptif peran auditor internal sebagai konsultan, analisis deskriptif peran auditor
internal sebagai katalisator. Atas pembagian ketiga golongan tersebut maka akan terlihat
bahwa peran auditor internal dapat dinyatakan sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat
tidak setuju.
Tabel 7
Deskriptif Statistik Peran Auditor Internal Sebagai Pengawas
Pertanyaan N Minimum Maximum Sum Mean Std.
Deviation
P1 72 1,0 4,0 220,0 3,06 ,6255
P2 72 1,0 4,0 205,0 2,85 ,8502
P3 72 1,0 4,0 204,0 2,83 ,8881
P4 72 1,0 4,0 195,0 2,71 ,8791
P5 72 1,0 4,0 201,0 2,80 ,9485
P6 72 1,0 4,0 196,0 2,72 1,0101
P7 72 1,0 4,0 186,0 2,58 ,9750
71
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
P8 72 1,0 4,0 199,0 2,76 ,8959
TOTAL 72 15,0 32,0 1606,0 22,31 3,5550
Valid N
(listwise) 72
Sumber : Output SPSS Descriptive Statistics
Berdasarkan tabel 7 dari 8 (delapan) pertanyaan terdapat nilai rata-rata tertinggi
sebesar 3,06 dengan jumlah total 220 yang terdapat pada pertanyaan nomor 1 (satu) yang
berbunyi : “Auditor Internal sebagai “kaki tangan” manajemen”. Jika dilihat dari rentang
kriteria penilaian maka dapat diketahui bahwa pada pertanyaan ini responden
menyatakan setuju. Pertanyaan yang memiliki nilai rat-rata terendah sebesar 2,58 dengan
jumlah total 186 yang berbunyi : “Auditor Internal melakukan penghitungan fisik
terhadap uang kas”.Jika dilihat dari rentang kriteria penilaian maka dapat diketahui
bahwa pada pertanyaan nomor 7 (tujuh) responden menyatakan setuju.
Tabel 8.
Deskriptif Statistik Peran Auditor Internal Sebagai Konsultan
Sumber : Output SPSS Descriptive Statistics
Pertanyaan N Minimum Maximum Sum Mean Std.
Deviation
K1 72 1,0 4,0 206,0 2,86 ,7747
K2 72 1,0 4,0 209,0 2,90 ,7901
K3 72 1,0 4,0 201,0 2,80 ,7680
K4 72 1,0 4,0 196,0 2,72 ,9961
K5 72 1,0 4,0 186,0 2,58 ,9154
K6 72 1,0 4,0 189,0 2,63 ,9106
K7 72 1,0 4,0 185,0 2,57 ,8853
K8 72 1,0 4,0 199,0 2,76 ,9713
TOTAL 72 15,0 32,0 1571,0 21,819 3,5814
Valid N
(listwise) 72
72
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Berdasarkan tabel 8 dari 8 (delapan) pertanyaan terdapat nilai rata-rata tertinggi
sebesar 2,90 dengan jumlah total 209 yang terdapat pada pertanyaan nomor 2 (dua) yang
berbunyi : “Auditor Internal menganalisis semua tindakan karyawan agar tidak
bertentangan dengan kebijakan, standar, prosedur, hukum, dan regulasi yang berlaku”.
Jika dilihat dari rentang kriteria penilaian maka dapat diketahui bahwa pada pertanyaan
ini responden menyatakan setuju. Pertanyaan yang memiliki nilai rat-rata terendah
sebesar 2,57 dengan jumlah total 185 yang berbunyi : “Auditor Internal mengevaluasi
perbaikan aktivitas yang berkesinambungan dan pengadopsian praktek yang sehat dan
efektif”.Jika dilihat dari rentang kriteria penilaian maka dapat diketahui bahwa pada
pertanyaan nomor 7 (tujuh) responden menyatakan setuju.
Tabel 9.
Deskriptif Statistik Peran Auditor Internal Sebagai Katalisator
Sumber : Output SPSS Descriptive Statistics
Berdasarkan tabel 9 dari 8 (delapan) pertanyaan terdapat nilai rata-rata tertinggi
sebesar 2,90 dengan jumlah total 209 yang terdapat pada pertanyaan nomor 1 (satu) yang
berbunyi : “Auditor Internal mengarahkan pelaksanaan kualitas manajemen agar sesuai
Pertanyaan N Minimum Maximum Sum Mean
Std.
Deviation
Kt1 72 1,0 4,0 222,0 3,08 ,8005
Kt2 72 1,0 4,0 202,0 2,81 ,8824
Kt3 72 1,0 4,0 194,0 2,69 ,9589
Kt4 72 1,0 4,0 176,0 2,44 1,0055
Kt5 72 1,0 4,0 186,0 2,58 ,8999
Kt6 72 1,0 4,0 190,0 2,64 ,8443
Kt7 72 1,0 4,0 200,0 2,78 ,9674
Kt8 72 1,0 4,0 188,0 2,61 1,0556
TOTAL 72 15,0 32,0 1558,0 21,639 3,7012
Valid N
(listwise) 72
73
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
dengan yang direncanakan”. Jika dilihat dari rentang kriteria penilaian maka dapat
diketahui bahwa pada pertanyaan ini responden menyatakan setuju. Pertanyaan yang
memiliki nilai rat-rata terendah sebesar 2,44 dengan jumlah total 176 yang berbunyi :
“Auditor Internal menganalisis masukan dari pihak yang diaudit dan secara positif
memberikan reaksi terhadap masukan tersebut”.Jika dilihat dari rentang kriteria penilaian
maka dapat diketahui bahwa pada pertanyaan nomor 4 (empat) responden menyatakan
setuju.
Distribusi Kecenderungan Frekuensi Variabel
Perhitungan meanideal dan standar deviasi ideal instrumen persepsi karyawan
tentang peran auditor internal sebagai pengawas adalah M = ½ (32 + 15) =26 dan SD =
1/6 (32 – 15) = 21. Dari perhitungan di atas dapat dikategorikan dalam 3 kelas seperti
sebagai berikut:
➢ Baik = M + 1SD < x = 24 < x
➢ Cukup baik = M – 1SD ≤ x ≤ M + 1SD = 16 ≤ x≤ 24
➢ Kurang baik = x < M – 1SD = x < 16
Tabel 10.
Distribusi Kecenderungan Frekuensi Variabel Persepsi Karyawan Tentang Peran Auditor
Internal Sebagai Pengawas dalam PencapaianTujuan Perusahaan
No Interval
Frekuensi
Kategori
Absolut Relatif Kumulatif
1 26 < x 14 17,72% 17,72% Baik
2 21 ≤ x ≤ 26 44 55,70% 73% Cukup Baik
3 x < 21 21 26,585 100% Kurang Baik
Sumber : data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan hasil perhitungan distribusi kecenderungan frekuensi variabel dapat
diketahui bahwa persebaran data dari peran ini dikategorikan cukup baik, yang di mana
untukfrekuensi absolut sebesar 44 dan frekuensi relative 55,7 %.
74
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 11.
Distribusi Kecenderungan Frekuensi Variabel Persepsi Karyawan Tentang Peran Auditor
Internal Sebagai Konsultan dalam PencapaianTujuan Perusahaan
No Interval
Frekuensi
Kategori
Absolut Relatif Kumulatif
1 26 < x 7 9,09% 9,09% Baik
2 21 ≤ x ≤ 26 34 44,16% 53,25% Cukup Baik
3 x < 21 36 46,75% 100,00% Kurang Baik
Sumber : data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan hasil perhitungan distribusi kecenderungan frekuensi variabel dapat
diketahui bahwa persebaran data dari peran ini dikategorikan cukup baik, yang di mana
untuk frekuensi absolut sebesar 34 dan frekuensi relative 44,16%.
Tabel 12.
Distribusi Kecenderungan Frekuensi Variabel Persepsi Karyawan Tentang Peran Auditor
Internal Sebagai Katalisator dalam PencapaianTujuan Perusahaan
No Interval
Frekuensi
Kategori
Absolut Relatif Kumulatif
1 26 < x 5 6,58% 6,58% Baik
2 21 ≤ x ≤ 26 37 48,68% 55,26% Cukup Baik
3 x < 21 34 44,74% 100,00% Kurang Baik
Sumber : data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan hasil perhitungan distribusi kecenderungan frekuensi variabel dapat
diketahui bahwa persebaran data dari peran ini dikategorikan cukup baik, yang di mana
untukfrekuensi absolut sebesar 37 dan frekuensi relative 48,68%.
75
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 13.
Total Skor dari Persepsi Karyawan Tentang Peran Auditor Internal baik Sebagai
Pengawas, Konsultan,dan Katalisator dalam Pencapaian Tujuan Perusahaan
Bobot
(1)
Pengawas
(2)
Nilai
(3)
Konsultan
(4)
Nilai
(5)
Katalisator
(6)
Nilai
(7)
SS 4 122 488 103 412 111 444
S 3 263 789 271 813 257 771
TS 2 125 250 133 266 120 240
STS 1 58 58 61 61 80 80
TOTAL 568 1585 568 1552 568 1535
Sumber : data yang diolah, 2016
Keterangan table :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Kolom Nilai (3): Kolom Bobot (1) x Kolom Pengawas (2)
Kolom Nilai (5): Kolom Bobot (1) x Kolom Konsultan (4)
Kolom Nilai (7): Kolom Bobot (1) x Kolom Katalisator (6)
Hasil dari persepsi karyawan tentang peran auditor internal sebagai pengawas dalam
pencapaian tujuan perusahaan pada tabel 13 , dapat diketahui bahwa 72 responden PT
Nasmoco Karangjati Motor tentang peran auditor internal sebagai pengawas dengan total
568 persepsi dan total nilai 1.585 dari 8 item pernyataan yaitu mulai dari pernyataan P1
sampai dengan pernyataan P8. Responden yang menyatakan sangat setuju adalah 122
responden dengan jumlah nilai 488, responden menyatakan setuju adalah 263 dengan
jumlah nilai 789. Sedangkan 125 responden menyatakan tidak setuju dengan jumlah nilai
250, dan 58 responden menyatakan sangat tidak setuju dengan jumlah nilai 58.
76
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Hasil dari persepsi karyawan tentang peran auditor internal sebagai konsultan dalam
pencapaian tujuan perusahaan pada tabel 13, dapat diketahui bahwa 72 responden PT
Nasmoco Karangjati Motor tentang peran auditor internal sebagai pengawas dengan total
568 persepsi dan total nilai 1.552 dari 8 item pernyataan yaitu mulai dari pernyataan K1
sampai dengan pernyataan K8. Responden yang menyatakan sangat setuju adalah 103
responden dengan jumlah nilai 412, responden menyatakan setuju adalah 271 dengan
jumlah nilai 813. Sedangkan 133 responden menyatakan tidak setuju dengan jumlah nilai
266, dan 61 responden menyatakan sangat tidak setuju dengan jumlah nilai 61.
Hasil dari persepsi karyawan tentang peran auditor internal sebagai katalisator dalam
pencapaian tujuan perusahaan pada tabel 13, dapat diketahui bahwa 72 responden PT
Nasmoco Karangjati Motor tentang peran auditor internal sebagai pengawas dengan total
568 persepsi dan total nilai 1.535 dari 8 item pernyataan yaitu mulai dari pernyataan Kt1
sampai dengan pernyataan Kt8. Responden yang menyatakan sangat setuju adalah 111
responden dengan jumlah nilai 444, responden menyatakan setuju adalah 257 dengan
jumlah nilai 771. Sedangkan 120 responden menyatakan tidak setuju dengan jumlah nilai
240, dan 80 responden menyatakan sangat tidak setuju dengan jumlah nilai 80.
Tabel 14.
Hasil Pemberian Peringkat pada Persepsi Karyawan Tentang Peran Auditor Internal
dalam Pencapaian Tujuan Perusahaan
Peran Audit
Internal Total Nilai Presentase Peringkat
Pengawas 1585 33,93% I
Konsultan 1552 33,22% II
Katalisator 1535 32,86% III
Total 4672 100%
Sumber : data yang diolah, 2016
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa persepsi karyawan tentang peran
auditor internal sebagai pengawas dalam pencapaian tujuan perusahaan mempunyai total
presentase tertinggi yaitu 33,93% dari total keseluruhan. Berdasarkan tabel diatas dapat
diketahuiauditor internal sebagai pengawas menduduki peringkat I dengan total skor
77
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
sebesar 1.585(33,93%). Peran yang dijalankan auditor internal perusahaan masih
menganut paradigma lamayang sebenarnya saran dan rekomendasi yang diberikan peran
ini hanya bersifat jangka pendekdalam membantu perusahaan untuk mencapai tujuan.
Tindakan yang dijalaniauditor internal sebagai pengawas dapat membuat karyawan
merasa tidak nyaman dan membuatkaryawan kurang menyukai kehadirannya sehingga
kinerja yang mereka kurang maksimal. Selain itu tindakkan selayaknya polisi membuat
karyawan menganggap auditor internal adalahlawan mereka. Dengan peran auditor
internal sebagai pengawas juga dianggap karyawan kurangmemberikan kontribusi yang
maksimal dalam membantu pencapaian tujuan perusahaan.
Kemudian diperingkat II adalah persepsi karyawan tentang peran auditor internal
sebagai konsultan dalam pencapaian tujuan perusahaan mempunyai total nilai sebesar
1.552 (33,22%) dari total keseluruhan.Pada kenyataanya karyawan pada PT Nasmoco
Karangjati Motor membutuhkanauditor internal yang tidak hanya berfokus pada
penemuan kecurangan yang terjadi tetapi juga berperan sebagai konsultan internal yang
memberikan masukan dan pemikiran dalammembantu pencapaian tujuan perusahaan
serta dapat menunjang efektivitas pengendalian atas kegiatan-kegiatan yang berjalan di
pada PT Nasmoco Karangjati Motor. Didukung dengan redefinisi yang dikemukakan IAI
pada tahun 1999 tentang peran audit internal menyatakan akanbahwa lebih efektif dalam
pencapaian tujuan perusahaan dan memberi nilai tambah bagi perusahaan jika auditor
internal suatu perusahaan merancang aktivitas konsultasi, yang di manaaktivitas ini
terkait dengan peran auditor internal sebagai konsultan.
Peringkat III adalah persepsi karyawan tentang peran auditor internal sebagai
katalisator dalam pencapaian tujuan perusahaan yang memiliki total nilai sebesar 1.535
(32,86%) dari total keseluruhan.Peran ini merupakan peran yang paling sedikit
diperankan oleh auditor internal pada PT Nasmoco Karangjati Motor. Dalam menerapkan
peran ini secara penuh membutuhkan waktu danproses yang cukup panjang, peran
auditor internal sebagai katalisator dimungkinkan akan ikut serta dalam menentukan
tujuan pada PT Nasmoco Karangjati Motor.
78
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi kecenderungan frekuensi variabel dapat
diketahui bahwa persebaran data dari peran ini dikategorikan cukup baik, yang di
mana untuk frekuensi absolut sebesar 44 dan frekuensi relative 55,7 %. Berdasarkan
tabel 4.12 dapat diketahui auditor internal sebagai pengawas menduduki peringkat I
dengan total skor sebesar 1.585 (33,93%).
2. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi kecenderungan frekuensi variabel dapat
diketahui bahwa persebaran data dari peran ini dikategorikan cukup baik, yang di
mana untuk frekuensi absolut sebesar 34 dan frekuensi relative 44,16%. Berdasarkan
tabel. 4.12 dapat diketahui auditor internal sebagai konsultan menduduki peringkat II
dengan total skor sebesar 1.552 (33,22%).
3. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi kecenderungan frekuensi variabel dapat
diketahui bahwa persebaran data dari peran ini dikategorikan cukup baik, yang di
mana untuk frekuensi absolut sebesar 37 dan frekuensi relative 48,68%. Berdasarkan
tabel 4.12 dapat diketahui auditor internal sebagai katalisator menduduki peringkat III
dengan total skor sebesar 1.535 (32,86%).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat saran-saranyang dapat dijadikan masukan
guna meningkatkan peran dan tanggung jawab auditor internal agar dapat membatu
dalam pencapaian tujuan pada PT Nasmoco Karangjati Motor:
1. Agar pada PT Nasmoco Karangjati Motor dapat terusberkembang dan tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan dapat tercapai, diperlukan suatu kerjasama di setiap
bagian atau departemen, terutama Auditor Internal yang dituntut untuk terus
berinteraksi menjalin kerjasama dengan staf perusahaan agar tercipta suatu kerjasama
yang baik seperti diungkapkan dalam tujuan perusahaan yaitu meningkatkan suasana
kerja yang kondusifserta kooperatif untuk mewujudkan kepuasan kerja dan
kesejahteraan karyawan.
2. Auditor Internal pada PT Nasmoco Karangjati Motor diharapkan dapat meningkatkan
perannya sebagai konsultan karena menurut persepsi karyawan dengan perannya
yang sekarang ini sudahdijalankan kurang memberikan kontribusi yang maksimal
dalam pencapaian tujuan perusahaandan membuat karyawan kurang menyukai dan
79
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
tidak nyaman dengan peran yang dijalankansekarang. Dengan meningkatkan peran
auditor internal sebagai konsultan, akan lebih efektifdalam membantu karyawan dan
memberi nilai tambah bagi perusahaan untuk mencapai tujuanperusahaan.
3. Membimbing manajemen untuk mengenali risikoyang dapat menghambat
pencapaian tujuanperusahaan sebaiknya diterapkan oleh auditor internal pada PT
Nasmoco Karangjati Motor danmembatu dalam menentukan tujuan perusahaan,yang
di mana peran ini terkait dengan peran auditorinternal sebagai katalisator. Akan
tetapi,yang perlu diingat dalam menjalankan peran ini,auditor hanya sebagai
fasilitator atau agen of change, bukan sebagai pihak yang memberikankeputusan
tentang langkah apa yang harus diambilkarena yang berhak memutuskan adalah
manajemen dalam perusahaan.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode analisis masih menggunakan metode yang sederhana.
2. Belum dilakukan analisis faktor untuk konstruk auditor internal sebagai pengawas,
konsultan, dan katalisator.
3. Definisi auditor internal belum dijelaskan secara rinci, yaitu auditor internal adalah
sebagai watch control audit.
Agenda Penelitian yang Akan Datang
Adapun agenda yang dapat diberikan untuk penelitian mendatang setelah melakukan
analisis atas hasil penelitian yaitu :
1. Penelitian selanjutanya sebaiknya dilakukan analisis faktor untuk konstruk auditor
internal sebagai pengawas, konsultan, dan katalisator.
2. Metode analisis yang digunakan selanjutnya menggunakan anova.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. (2012). Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan
Publik. Jilid 1. Edisi Empat. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
80
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Frastika, Winda. 2013. Persepsi Karyawan Tentang Peranan Auditor Internal pada PT.
Mitra Bisnis Keluarag Ventura Cabang Weleri Kendal Jawa Tengah. Jurnal
Profita. Vol. 1 Nomor 8.
Ikatan Akuntansi Indonesia. (2001). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
Indriantoro, Nur, Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk
Akuntansi & Manajemen Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki. (2003). Perilaku organisasi (Organizational
Behaviour). Jakarta: Salemba Empat.
Marzuki. 2005. Metodologi Riset. Yogyakarta: Ekonosia
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Priantinah, Denies dan Adhisty, Megasari Chitra. 2012.Persepsi Karyawan Tentang
Peran Auditor Internal Sebagai Pengawas, Konsultan dan Katalisator dalam
Pencapaian Tujuan Perusahaan (Studi Kasus di Hotel Inna Garuda
Yogyakarta).Jurnal Nominal / Volume I Nomor I, Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Yogyakarta.
Putri, Pandu Wijayanti dan Waluyo, Indarto. 2013. Persepsi Karyawan Terhadap Peran
Auditor Internal Pada RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Profita. Vol.
1 Nomor 8.
Sawyer, Lawrence B., Mortimer Dittenhofer, James H. Scheiner. (2005). Sawyer’s
Internal Auditing. Buku 1. Edisi 5. Penerjemah Desi Adhariani. Salemba
Empat.Jakarta.
Simbolon, Harry Andrian. (2010).Paradigma Baru Audit Internal. Diambil dari:
http://akuntansibisnis.wordpress.com/feed/, pada tanggal 3 Februari 2012.
Singgih Santoso. 2003. Statistik Diskriptif Konsep dan Aplikasi dengan Microsoft Excel
dan SPSS.Yogyakarta: Andi Offset.
Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suharnan. (2005). Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.
Suharsimi Arikunto. (2005). Manajemen Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
81
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Supriyanto Ilyas dan Maulana Prima Aryawan. (2007). Pergeseran Paradigma tentang
Fungsi Audit internal Serta Kaitannya dengan Aspek Teknologi Informasi dalam
Organisasi Perguruan Tinggi. JurnalUniversitas Widyatama. Hal. 4-5.
Suroso. (2009). Kedudukan dan Fungsi Audit Internal dalam Perusahaan. Jurnal Ilmiah
Abadi Ilmu.Vol. 2 No.2: Hal. 230.
Tampubolon, Robert. (2005). Risk and System-Based Internal Audit. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Tjahyono, Bernhard. 2012. “Analisis Peran Audit Internal di Perguruan Tinggi
Swasta Studi kasus di Uneversitas Sanata Dharma Yogyakarta”. Jurnal Bisnis &
Ekonomi. Vol. 4 (April). Hal 28-38.
82
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
ENTREPRENEURIAL BUREAUCRACY: SEBUAH TUNTUTAN MUTLAK
UNTUK MENUTUPCAPACITY GAP APARATUR BIROKRASI DALAM ERA
OTONOMI DAERAH
Rahoyo, S.E., M.Si
Asih Niati, S.E., M.M.
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang
Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Januari 2019
Abstract
The estuary of the overall policy of regional autonomy must be to improve the welfare of local and
regional communities in general in all dimensions. For bureaucratic apparatus, on the one hand, it means
that the level of community satisfaction with the various services provided by the bureaucracy as an
extension of the government (read: state / state) that is responsible for managing the welfare of its citizens is
a major measurement of the whole system bureaucracy has indeed carried out its functions and roles
properly or not. In other words, the more local and regional communities are served more satisfactorily, the
core spirit of regional autonomy is increasingly achieved. Conversely, the more people feel disappointed
with the overall performance of bureaucratic services, the spirit of regional autonomy is in fact being
ignored in fact. In that context, especially coupled with the fact that the demands of the community are
increasingly fierce, their awareness of their political, economic and social rights has developed so far
compared to a decade ago that the bureaucracy is required to be able to self-transform to become more
productive, professional , efficient, effective, has a vision that is far ahead, and that is not less important is
community-oriented (customers-oriented). In short, facing the challenges of an increasingly complex and
advanced society life as it is today, also precisely in order to achieve the core spirit of regional autonomy,
entrepreneurial bureaucracy becomes imperative.
Keywords: Entrepreneurial Bureaucracy, Apparatus, Regional Autonomy
Abstrak
Muara dari keseluruhan kebijakan otonomi daerah (the overall policies of regional autonomy)
haruslah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan regional secara umum dalam keseluruhan
dimensinya. Bagi aparatur birokrasi, pada satu sisi, itu berarti bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap
berbagai layanan yang disediakan birokrasi sebagai kepanjangan tangan pemerintah (baca: negara/state)
yang memang bertanggung jawab untuk mengurus kesejahteraan warganya menjadi tolok ukur utama
(major measurement) apakah keseluruhan sistem birokrasi memang telah menjalankan fungsi dan perannya
dengan semestinya atau belum. Dengan kata lain, semakin masyarakat lokal dan regional terlayani dengan
lebih memuaskan, semangat inti (core spirit) otonomi daerah semakin tercapai. Sebaliknya, semakin
masyarakat merasa kecewa dengan keseluruhan kinerja pelayanan birokrasi, roh dari otonomi daerah
tersebut secara faktual sebenarnya sedang terabaikan. Dalam konteks itulah apalagi ditambah dengan
kenyataan bahwa tuntutan-tuntutan masyarakat kini semakin beragaram, kesadaran akan hak politik,
ekonomi dan sosial mereka pun telah berkembang begitu jauh dibanding satu dekade lalu birokrasi dituntut
mampu melakukan transformasi diri (self transformation) untuk menjadi semakin poduktif, profesional,
efisien, efektif, memiliki visi yang jauh ke depan, dan yang tak kalah penting adalah berorientasi pada
masyarakat (customers-oriented). Singkat kata, menghadapi tantangan kehidupan masyarakat yang
semakin kompleks dan maju seperti sekarang ini, juga justru demi tercapainya semangat inti otonomi
daerah,, birokrasi yang berjiwa wirausaha (entrepreneurial bureaucracy) menjadi sesuatu yang imperatif.
Kata kunci: Birokrasi Entrepreneurial, Aparatur, Otonomi Daerah
83
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Pendahuluan
Apabila terdapat persoalan yang paling banyak dibicarakan khalayak terkait
pengelolaan administrai publik di era otonomi daerah ini, persoalan itu adalah
menyangkut tata-kelola pemerintahan yang baik (good governance). Hal ini bisa
dipahami mengingat berhasil-tidaknya pembangunan yang dilakukan oleh negara, salah
satunya, sangat ditentukan oleh kapasitas sumber daya manusia dan kapasitas
kelembagaan pemerintah (Moeljarto Tjokrowinoto, 2002).
Secara formal, pemerintah Indonesia selama masa Orde Baru sebenarnya telah
beberapa kali melakukan improvement di bidang ini. Medelina K. Hendytio mencatat ,
selama masa Orde Baru berkuasa, telah tiga kali dilakukan reformasi untuk menanggapi
tuntutan tersebut. Reformasi pertama dilakukan pada masa dekade pertama Orde Baru
memegang tampuk pimpinan pemerintahan. Tujuan reformasi birokrasi ketika itu adalah
agar birokrasi menjadi semakin efisien dan efektif sehingga dapat mendukung stabibilas
nasional. Reformasi kedua dilakukan pada awal 1980-an dalam bentuk privatisasi,
deregulasi dan debirokratisasi. Reformasi kala itu lebih ditujukan untuk memotong segala
bentuk praktik penyebab ekonomi biaya tinggi (high cost economy) seperti uang pelicin,
korupsi dan prosedur yang berbelit-belit. Konteks situasi, terutama ekonomi, yang
melatarbelakangi perlunya melakukan reformasi kedua tersebut adalah bahwa ketika itu
negara sedang giat-giatnya melakukan perubahan strategi dari aktivitas industrialisasi
substitusi impor menjadi industrialisasi dengan orientasi ekspor. Birokrasi dituntut untuk
bisa mendukung kebijakan pemerintah di atas. Dan, ekonomi biaya tinggi yang ketika itu
banyak disorot para pengamat, jelas merupakan salah satu penghambat kegiatan ekspor
karena dengan ekonomi biaya tinggi tersebut produk-produk industri dalam negeri
menjadi tidak kompetitif di pasar luar negeri. Sedangkan reformasi ketiga dilakukan awal
tahun 1990-an di mana pemerintah pusat bertekad menciptakan pemerintahan (baca:
birokrasi) yang bersih dan berwibawa. Agenda dan penerapan pengawasaan melekat
(waskat) yang amat populer pada dekade itu merupakan salah satu aplikasi riil dari
reformasi ketiga di atas.
Faktanya, setelah selama satu generasi coba diperbaiki guna memenuhi kualifikasi
birokrasi yang kapabel, akuntabel dan responsif serta adaptif terhadap segala tuntutan
kemajuan dan perkembangan kehidupan masyarakat, aparatur birokrasi kita ternyata
84
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
tetap saja belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Faisal Tamin, mantan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara pada masa Pemerintahan Megawati Soekarnoputri,
mengungkapkan bahwa 60% dari seluruh pegawai negeri sipil di Indonesia tidak
produktif dan tidak profesional. Laporan Bank Dunia 2003 menyebutkan, hampir
separuh dari seluruh pejabat di Indonesia menerima pungli. Angka kemiskinan di
Indonesia tahun 2007 juga masih bertengger pada kisaran 17% lebih. Sementara,
laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) mengemukakan bahwa sepanjang Januari
sampai dengan Desember 2004 ditemukan 239 kasus korupsi di berbagai daerah dengan
berbagai aktor dan modus operandinya. Yang paling paradoksal adalah lahirnya
peraturan-peraturan daerah (Perda) yang justru tidak pro-perekonomian
pascapemberlakuan otonomi daerah. Mantan Ketua Kadin (Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat Pemerintahan SBY-JK), Aburizal Bakri, mengemukakan, terdapat
1006 Perda yang memberatkan dunia usaha. Di satu sisi kemiskinan masih menjadi
momok menakutkan, tetapi di sisi lain, pemerintah daerah (aparatur birokrasi)
ber-euphoria-berpesta menikmati kebebasan politik dengan semena-mena melahirkan
produk-produk hukum tanpa mempertimbangkan efek ekonomisnya bagi masyarakat. Di
satu sisi, masalah kemandirian finansial merupakan salah satu problem utama yang
dihadapi pemerintah daerah pada era otonomi daerah ini , tetapi di sisi lain, terutama para
elit pemerintahannya, alih-alih berusaha menarik investasi agar kehidupan perekonomian
daerah bisa berkembang dan pendapatan asli daerah (PAD) meningkat, mereka justru
menutup dan menghambat perkembangan dunia usaha dengan melahirkan perda-perda di
atas.
Fakta-fakta di atas menjadi bukti tak terbantahkan bahwa mental pegawai yang
sekaligus feodalistis secara ironis masih mendominasi sikap dan perilaku mereka dalam
sebuah praktik kehidupan negara bangsa (nation-state) yang sudah jauh berkembang.
Semua itu jelas kontraproduktif terhadap semangat otonomi daerah. Padahal, idealnya,
para aparatur birokrasi tersebut haruslah adaptif, responsif bahkan bila perlu proaktif
menanggapi tantangan pesatnya perkembangan kehidupan politik, ekonomi dan sosial
masyarakat yang dilayaninya. Di sinilah letak persoalannya: untuk bisa adaptif, responsif
dan bahkan harus proaktif terhadap kemajuan dan perkembangan kehidupan masyarakat
sebagai konsumennya, para aparatur birokrat tersebut haruslah memiliki jiwa wirausaha
85
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
(entrepreneurial bureaucracy). Kenyataannya, mental itu masih jauh dari para aparatur
birokrasi kita.
Makalah ini akan berusaha menyoroti pentingnya entrepreneurial bureaucracy
(birokrasi yang berjiwa wirausaha) dalam era otonomi daerah. Pada bagian awal,
makalah ini akan menunjukkan adanya capacity gap yang ada pada birokrasi kita.
Selanjutnya, makalah ini akan berusaha menguraikan bahwa dalam batas-batas tertentu
negara dan atau pemerintahan (baca: organisasi formal birokrasi) tak ubahnya sebuah
perusahaan. Dengan demikian, prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance) demi efektivitas, efisiensi, dan produktivitas sebuah perusahaan
pun pasti bisa diterapkan untuk mencapai efektivitas, efisiensi dan produktivitas
birokrasi. Pada bagian inilah, penulis akan berusaha menguraikan beberapa karakteristik
jiwa wirausaha (entrepreneur spirit) dan secara khusus karakteristik birokrasi yang
berjiwa wirausaha (entrepreneur bureaucracy). Di akhir makalah, penulis mencoba
menghadirkan beberapa tantangan yang sangat potensil dihadapi dalam usaha
mewujudkan entrepreneur bureaucracy di atas.
Capacity Gap
Isu desentralisasi pada dasarnya merupakan fenomena global sebagai tuntutan
masyarakat yang merasakan bahwa pemerintahan yang besar dan perencanaan sentral
tidak mampu memberikan hasil-hasil pembangunan yang diharapkan.
In the 1960s and 1970s, the international community had been a strong supporter of
big government and central planning. When that did not bring the desired developmental
outcomes, ... (I)n the 1990s, territorial decentralisation was promoted as the authentic
path to development.
Apa yang dikemukakan oleh Mark Turner dan Owen Podger di atas merupakan salah
satu faktor eksternal selain demokratisasi, ekonomi pasar, maraknya isu civil society di
seluruh belahan dunia, dsb yang memicu kebijakan desentralisasi pemerintahan di
Indonesia menuju otonomi daerah yang sebenarnya (authentically regional autonomy).
Dari dalam negeri sendiri (faktor internal), perubahan konfigurasi politik
pascatumbangnya pemerintahan Orde Baru, ketidakpuasan daerah atas
kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah pusat selama ini, yang berbuntut pada isu
86
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
separatisme dan balkanisasi, juga telah mendorong dikeluarkannya UU No 22/1999 yang
kemudian direvisi menjadi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Apalagi,
secara geografis, Indonesia yang terdiri dari 13.677 pulau, terbentang hampir mencapai
5.000 kilometer dari timur ke barat dan 1.770 kilometer dari utara ke timur dan dengan
penduduk lebih dari 200 juta jiwa, memang tidak mungkin diurus dengan sistem
pemerintahan terpusat (sentralistik).
Melalui otonomi daerah yang otentik, diasumsikan akan terjadi efisiensi
pemerintahan, pemerataan pembangunan yang lebih fair dan berkeadilan serta
memperhatikan lokalitas, persaingan yang sehat antardaerah regional, dan yang paling
utama mendekatkan pemerintahan kepada rakyat. Muara semua itu adalah semakin
terjaminnya hak-hak politik, ekonomi, dan sosial masyarakat, munculnya partisipasi aktif
masyarakat sebagai warga negara dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,
dan pada akhirnya terciptanya suatu kondisi masyrakat yang lebih sejahtera.
Secara yuridis-formal, otonomi daerah memang telah mendapatkan pijakannya
dengan lahirnya UU No 22/1999 (pascarevisi menjadi UU No 32/2004) dan dengan
segala dinamikanya. Demikianpun, landasan yuridis formal itu baru memenuhi syarat
perlu (required conditions) dan belum memenuhi syarat cukup (sufficient conditions)
bagi tercapainya semangat awal (initial spirit) desentralisasi dan otonomi daerah. Para
pengamat pada umumnya sepakat bahwa sufficient conditions tersebut terpenuhi ketika
tercipta tatakelola pemerintahan yang baik (good governance). Tatakelola pemerintahan
yang baik selalu menyangkut 3 institusi yang tidak terpisahkan, yakni state (negara),
private sector (sektor swasta), dan society (masyarakat). Yang pantas dicatat, dari ketiga
institusi tersebut, institusi negaralah yang paling memegang peranan penting untuk
terwujudnya good governance yang mencakup partisipasi, penegakan hukum,
transparansi, sikap tanggap (responsiveness), orientasi pada konsensus, kesetaraan,
efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, serta visi strategis.
Dalam soal terakhir inilah telah terjadi jurang pemisah kapasitas (capacity gap)
antara tuntutan masyarakat sebagai konsekuensi logis dari dinamika kehidupan politik,
ekonomi dan sosialnya yang begitu cepat yang menghendaki dimilikinya
kemampuan-kemampuan ideal oleh para kaum birokrat dengan kemampuan riil yang
87
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
dimiliki para aparatur pemerintahan tersebut sebagai penyelenggara negara yang harus
melayani kepentingan umum (as public servants).
Kondisi seperti itu pantas ditengarai sebagai akibat begitu lamanya birokrasi
terkungkung dalam sebuah sistem politik yang sentralistis selama Orde Baru bercokol
dalam pemerintahan sepanjang lebih dari 30 tahun. Stabilitas politik yang ketika itu
dijadikan sebagai conditio sine qua non berjalannya program-program pembangunan
yang telah dirancang pemerintah pusat, berimplikasi pula pada sistem
hierarikis-komando dalam jajaran birokrasi. Justru karena itu, loyalitas (kepada atasan)
kemudian menjadi kapasitas utama dan bahkan satu-satunya yang harus dimiliki para
aparatur negara (birokrasi). Sejalan dengan itu, kinerja (performance) birokrasi diukur
secara mekanis semata-mata bisa atau tidak melakukan perintah atasan tanpa diberi
keleluasaan untuk mengembangkan kapasitas kreativitasnya guna menangkap dan
mengartikulasikan serta memenuhi tuntutan-tuntutan riil masyarakat. Sejalan dengan itu,
para birokrat pun lantas menjadi elemen negara yang elitis, arogan, feodal, dan bermental
tuan-puan. Karenanya juga tak mengherankan bila kinerja para birokrat hingga saat ini
terasa sangat tidak memuaskan seperti ditulis H. Didik Widitrismiharto berikut ini:
“... (B)irokrasi pemerintah dalam menjalankan fungsi pelayanan publik selalu
berbelit-belit, kaku, arogan, lamban dan malas ... sering melakukan penyimpangan,
pemborosan dan syarat KKN ... tidak efisien, tidak efektif dan tidak profesional”
Entrepreneurial Bureaucracy
Dalam batas-batas tertentu, lembaga formal birokrasi (dengan organisasi, personalia,
mekanisme, prosedur dan tata aturan, dan sarana dan prasarananya) tak ada bedanya
dengan lembaga bisnis. Kalaupun pada akhirnya memang ada perbedaan fundamental
antara lembaga formal birokrasi dengan lembaga bisnis, hal itu adalah sifatnya. Lembaga
bisnis bersifat profit (profit oriented) sedangkan lembaga formal birokrasi jelas
merupakan lembaga nonprofit. Tetapi, prinsip-prinsip dasar pengelolaan kedua lembaga
tersebut pada dasarnya tidak jauh berbeda.
Bila dalam manajemen lembaga profit yang sehat dikenal adanya perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang harus dilakukan secara konsisten
dan terukur (measurable), dalam birokrasi pun (seharusnya) ada. Bila dalam lembaga
88
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
bisnis dikenal prinsip-prinsip efektivitas, efisiensi, produktivitas dan berorientasi pada
pelanggan (customer-oriented), birokrasi pun seharusnya juga demikian. Dan, untuk
mencapai semua itu, lembaga bisnis kini tidak cukup hanya menuntut sense of belonging
dari para karyawannya, tetapi telah melompat jauh menjadi tuntutan adanya sense of
entrepreneurship. Logikanya sangat sederhana: sebagus apa pun visi, misi, target, tujuan,
struktur, prosedur dan aturan telah disusun, tanpa didukung personalia yang kompeten
(memiliki sense of entrepreneurship) semua itu tinggal cita-cita ideal di atas kertas tetapi
tidak pernah menjadi realitas.
Karenanya, dalam kehidupan ekonomi, politik, dan sosial masyarakat yang telah
mengalami dinamika yang demikian jauh saat ini, syarat entrepreneurial para aparatur
birokrasi pun menjadi tuntutan imperatif. Ini berarti pertama-tama harus terjadi
transformasi dan pergeseran mental (mentally transformed-shifted bureaucracy) dari
seorang pegawai menjadi seseorang yang berjiwa wirausaha. Menurut Peggy A. Lambing
dan Charles R. Kuehl dalam bukunya Entrepreneurship sebagaimana dikutip oleh Ir.
Hendro, MM, secara umum seorang wirausahawan memiliki empat unsur pokok yaitu
kemampuan (hubungannya dengan IQ dan skill), keberanian (hubungannya dengan
emotional quotient dan mental), keteguhan hati (hubungannya dengan motivasi diri), dan
kreativitas. Selanjutnya Hendro merinci, kemampuan di situ menunjuk pada
kemampuan dalam membaca peluang, berinovasi, mengelola dan memasarkan (bukan
sekadar menjual!). Keberanian secara spesifik menunjuk pada keberanian mengatasi
ketakutan, mengendalikan risiko, dan keluar dari zona nyaman (comfort zone).
Sedangkan keteguhan hati berarti ulet, pantang menyerah; teguh dalam keyakinan
(determinasi), dan memiliki keyakinan bahwa “Saya juga bisa” (power of mind).
Terakhir, kreativitas menunjuk langsung pada kemampuan berinovasi dan menciptakan
hal-hal baru.
Sedangkan Moeljarto Tjokrowinoto secara khusus menguraikan ciri-ciri birokrasi
yang berjiwa wirausaha sebagai berikut: (i) bersifat sensitif dan responsif terhadap
peluang dan tantangan baru yang timbul di dalam pasar, khususnya sebagai akibat proses
globalisasi, liberalisasi, dan regionalisasi perdagangan; (ii) mampu melepaskan diri dari
rutinitas kerja yang terkait dengan fungsi instrumental birokrasi dan berani serta mampu
melakukan terobosan (breakthrough) melalui pemikiran yang kreatif dan inovatif dalam
89
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
rangka mengatasi sifat-sifat inertia birokrasi; (iii) mempunyai wawasan jauh ke depan
(futuristik) dan melihat sesuatu persoalan dalam kaitannya dengan variabel-variabel yang
lain (sistemik); (iv) jeli terhadap adanya sumber-sumber potensial baik yang berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri; (v) mempunyai kemampuan untuk mengombinasikan
berbagai sumber menjadi resource mix yang mempunyai efek sinergis dan
berproduktivitas tinggi; (vi) mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya
secara optimal, dan menggeser pemanfaat sumber dari kegiatan yang berproduktivitas
rendah menuju kepada kegiatan yang berproduktivitas tinggi.
Bisa ditambahkan pada karakteristik-karakteristik di atas, seorang entrepreneurial
bureaucrat (birokrat yang berjiwa kewirausahaan) adalah seorang aparatur birokrasi yang
tidak pernah merasa puas dengan kondisi dan pencapaian yang sudah ada serta memilki
dorongan yang kuat untuk mencapai prestasi (need for achievement). Selain itu, seorang
entrepreneurial bureaucrat juga haruslah orang yang berprinsip bahwa kepuasan
konsumen (dalam hal ini berarti masyarakat yang dilayani) berada di atas segalanya.
Dalam hal terakhir inilah seorang birokrat—terutama sekali bagi para birokrat yang
berhubungan langsung dengan masyarakat—sekali waktu perlu dan berani “melanggar
prosedur” bila prosedur tersebut justru menghambat efektivitas pelayanannya, tentu
dalam batas-batas yang bisa dipertanggungjawabkan dan terukur, yakni dengan koridor
dan parameter kepuasan masyarakat tadi. Dengan sendirinya, seorang birokrat yang
hanya mencari aman, mengejar kepentingan diri sendiri dan keluarganya,
mekanistis-prosedural, dan apriori atau tidak responsif pada perubahan tidak cocok lagi
menjadi birokrat dalam era yang telah sangat berubah ini.
Kiranya hanya dengan cara itulah capacity gap sebagaimana telah diuraikan di atas
akan tertutupi atau minimal terjembatani.
Beberapa Tantangan
Entrepreneurial bureaucracy merupakan sebuah cita-cita ideal yang dalam
implementasinya tidak akan semudah membalik telapak tangan. Apalagi, birokrasi
merupakan mesin pemerintahan yang amat besar dengan budayanya yang telah berurat
berakar puluhan tahun. Persis dari sinilah tantangan internal pertama muncul. Mengubah
budaya sebuah organisasi yang demikian besar apalagi bila budaya tersebut selama ini
90
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
dirasakan membuat mereka aman dan nyaman membutuhkan waktu yang amat panjang,
pun harus dilakukan dengan terencana dan konsisten. Ini jelas merupakan sebuah
tantangan yang tidak mudah. Tantangan internal lain adalah sistem keseluruhan birokrasi
itu sendiri. Patut direnungkan, sering kali orang tidak bisa bekerja secara produktif bukan
karena ia memang tidak produktif, melainkan karena sistemnyalah yang membuat ia
tidak produktif. Sebagai contoh, kita bisa menunjuk sistem reward dan punishment yang
tidak secara tegas, jelas, dan konsisten diterapkan pada birokrasi kita. Idealnya, sistem
harus memungkinkan orang-orang yang memang berprestasi bisa mencapai prestasi
setinggi-tingginya sedangkan orang-orang yang tidak kapabel secara alamiah akan
tersingkir. Kita tidak menemuinya dalam sistem birokrasi kita. Dalam sebuah diskusi,
seorang pegawai negeri di sebuah pemerintahan daerah bahkan sempat melontarkan
olok-olok bahwa sistem yang berlaku pada birokrasi kita menyamaratakan saja antara
pegawai yang pintar dan pegawai yang bodoh. Hal tersebut menjadi salah satu bukti
bahwa sistem yang ada pada birokrasi kita tidak pro-produktivitas, efektivitas, dan
efisiensi.
Sedangkan tantangan dari pihak luar (eksternal) salah satunya adalah justru dari para
politikus. Terlampau sering terdengar bahwa para politikus sangat suka menggunakan
birokrasi sebagai sapi perah. Kasus dana Departemen Kelautan dan Perikanan yang
menjebloskan Ruchmin Dahuri ke dalam penjara dan aliran dana Bank Indonesia yang
belakangan diributkan merupakan contoh terang benderang mengenai hal itu. Tantangan
eksternal lain adalah justru sikap masyarakat yang telah apatis terhadap kinerja birokrasi.
Sebenarnya, kontrol masyarakat atas kinerja birokrasi sangat diperlukan sebagai
feedback dan bahan evaluasi para aparatur birokrasi. Semakin rakyat bisa dan mau
bersikap kritis terhadap birokrasi, semakin birokrasi memperoleh daya dorong untuk
mengakselerasi proses reformasi dirinya. Tetapi, ketika kontrol publik menghilang
karena berbagai hal salah satunya karena sikap apatis tadi sebetulnya birokrasi sedang
kehilangan “sparing partner”-nya yang sangat potensial.
Penutup
91
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Menutup capacity gap antara kapasitas ideal yang dituntut masyarakat dalam era
otonomi daerah dewasa ini dengan kapasitas riil yang saat ini ada pada para aparatur
birokrasi kita melalui pembentukan birokrasi yang berjiwa wirausaha (entrepreneur
bureucracy) merupakan sebuah agenda amat besar. Berbagai tantangan menghadang di
sana seperti telah diuraikan di atas. Namun, sebesar apa pun tantangan yang dihadapi
serta seberat apa pun usaha yang harus dijalani, menutup capacity gap tersebut
merupakan keharusan bila kita konsisten mengenai semangat inti yang sekaligus harus
menjadi muara dari digulirkannya otonomi daerah.
Untuk itu, beberapa langkah strategis di bawah ini barangkali bermanfaat dan
mendesak untuk segera dilakukan.
Pertama, bagaimanapun pembentukan birokrasi yang berjiwa wirausaha merupakan
sebuah agenda raksasa. Dalam sudut pandang inilah diperlukan sebuah blue print yang
antara lain berisi mengenai wajah ideal birokrasi kita di masa depan. Pokok kedua yang
mesti terumuskan dalam blue print di atas adalah menyangkut sistem secara keseluruhan.
Seperti telah diuraikan di atas, kita pantas curiga bahwa sistem yang ada saat ini sangat
mungkin mengandung kelemahan di sana-sini yang memang memungkinkan aparatur
birokrasi bekerja tidak efisien, tidak efektif, malas, berbelit, dst. Terhadap
kekurangan-kekurangan sistem yang demikian itu, pantas dirumuskan dan diganti dengan
sistem yang lebih kondusif bagi pencapaian prestasi, dihargainya kreativitas individu,
menjamin kejelasan antara apa yang dilakukan dengan apa yang akan diperoleh, dsb. Di
sana harus dirumuskan dengan jelas kriteria-kriteria apa yang harus dimiliki para aparatur
birokrasi untuk menjawab tantangan perubahan yang telah bergulir sedemikian cepat.
Blue print juga harus memuat strategi, taktik dan langkah-langkah yang jelas dan
operasional, terukur dan memuat time line yang tegas. Strategi implementasi dan evaluasi
dari masing-masing tahap juga harus dirumuskan dengan jelas. Segala kebijakan
perbaikan sistem dan personalia akan selalu memunculkan apa yang disebut the winner
(pihak-pihak yang diuntungkan) dan the losser (pihak-pihak yang dirugikan). Justru
karena itu, blue print juga harus merumuskan langkah-langkah antisipatif untuk
menghindari gejolak yang tidak perlu terutama justru terhadap para losser.
Kedua, terkait tantangan yang dihadapi dalam pembentukan entrepreneurial
bureucracy. Untuk tantangan internal, para elit birokrasi harus senantiasa mendorong dan
92
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
memberikan teladan para aparatur birokrat untuk mampu mengubah mindset yang selama
ini telah kadung mereka yakini. Birokrat bukan lagi majikan masyarakat melainkan
penyedia layanan bagi masyarakat (pelayan publik) dengan segala konsekuensi ikutannya
(following consequences). Hanya dengan perubahan mindset lah cita-cita membentuk
birokrasi yang kapabel, akuntabel, efektif, efisien, dan luwes; yang dinamis, trengginas,
dan responsif mendapatkan titik terangnya. Sedangkan secara eksternal, patut dicamkan
dan dilakukan secara konsisten bahwa semua pihak di luar birokrasi (terutama para
politikus) tidak boleh lagi memiliki vested interest yang terbukti hanya akan membuat
birokrasi kita mandul. Dengan kata lain, semua pihak harus berani memberikan otonomi
otentik kepada birokrasi untuk benar-benar hanya melayani kepentingan publik.
Ketiga, sebagai rekan seperjalan dalam perubahan (partner in changes), masyarakat
harus diberdayakan untuk mau, berani dan bisa melakukan kontrol objektif atas kinerja
birokrasi. Tanpa kondisi yang demikian, birokrasi sebenarnya telah kehilangan satu
kakinya untuk menuju perubahan. Dalam hal ini, mengingat sikap masyarakat yang telah
telanjur apatis, memang perlu diambil langkah-langkah strategis untuk kembali
mengambil hati masyarakat.
Kiranya hanya dengan langkah-langkah riil dan konsekuen seperti itulah otonomi
daerah akan sampai pada tujuan semula: kesejahteraan rakyat. Satu yang bisa dijanjikan,
ketika birokrasi benar-benar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk menggapai
kesejahteraannya, pada saat itulah masyrakat akan kembali menaruh trust pada birokrasi;
sesuatu yang selama ini telah memudar bahkan hilang!.
Daftar Pustaka
Bank Dunia, 2008, Pertanian untuk Pembangunan (Laporan Pembangunan Dunia)
(terj. oleh Dono Sunardi dan Stefanus Rahoyo), akan terbit.
Hendro, 2005, How to Become A Smart Entrepreneur And to Start A New Business,
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Suwondo, Kutut, 2005, Otonomi Daerah dan Perkembangan Civil Society di Aras
Lokal, Salatiga: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Satya Wacana.
Turner, Mark, dan Owen Podger, 2003, Decentralisation in Indonesia: Redesigning
the State, Australia: Asia Pacifik Press, ANU
93
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Yuwono, Teguh (ed), 2001, Manajemen Otonomi Daerah: Membangun Daerah
Berdasarkan Paradigma Baru, Semarang: CLOGAPSS Diponegoro University.
---------------------- 2001, Public Sector Management: Indonesian Experience,
Semarang: CLOGAPSS: Diponegoro University.
Jurnal:
1. Analisis CSIS, Tahun XXVII/1998, No 1
Tahun XXIX/2000 No 1
Tahun XXXI/2002, No 2 dan No 4
2. Hukum dan Pembangunan, Januari – Maret 2000, Nomor 1 Tahun XXX
3. Kritis, Vol. XII No 3, Maret 2000
4. Yustika, Volume 9 Nomor 1 Juli 2006
Koran dan Majalah
Harian Kompas, 26 April 2006 dan 6 September 2001
Harian Suara Merdeka, 22 Juli 2002
Manajemen, Mei 2001
Pilars, No 24 Thn VII, 14 – 20 Juni 2004
Makalah:
Rahoyo, Stefanus, Pendekatan Holistik (Holistic Approach) sebagai Upaya Efektif
Pengentasan Kemiskinan, 2007
Susilo, Gideon Tri Budi dan Proyo Hariadi, Analisis Kinerja Keuangan Daerah
Sebelum dan Sesudah Otonomi (Studi Empiris di Provinsi Jawa Tengah), 2007
Laporan Indonesian Corruption Watch (ICW), 2004.
94
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, PENGAWASAN,
MOTIVASI INTRINSIK DAN MOTIVASI EKSTRINSIK
TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI KARYAWAN TEKNISI
MESIN EDC BCA PADA PT LANG JAYA MAKMUR BERSAMA
Defi Kris Astuti
Susanto
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang
Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Januari 2019
ABSTRACT
This study is analyzes the factor that influence the organizational commitmen of technician This is a
study to analyze the factors that influence the organizational commitment of employees in a company.
Object of this research is PT Lang Jaya Makmur Semarang, By making the entire population of which 30
employees of the technician EDC BCA as a sample in the study.
From the results of hypothesis testing by t test found that the results of the t culture of the
organization amounted to 2, 493> t table of 2, 055 means that the organizational culture influence on
organizational commitment of employees, whereas the t supervision - 0, 973 <2, 055 means that control has
no effect organizational commitment, t for intrinsic motivation by 2, 288> 2, 055 means the intrinsic
motivation influence on organizational commitment, and t for extrinsic motivation 3, 038> 2, 055 means
extrinsic motivation also affects the employees' organizational commitment.
Keywords: Organizational Culture, Supervision, Intrinsic Motivation, Extrinsic Motivation,
Organizational Commitment
ABSTRAK
Ini adalah penelitian yang dilakukan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen
organisasi karyawan pada sebuah perusahaan. Obyek penelitian ini adalah PT Lang Jaya Makmur
Semarang, perusahaan yang bergerak di bidang jasa, dengan menjadikan seluruh populasi yaitu 30 orang
karyawan bagian teknisi mesin EDC BCA sebagai sampel dalam penelitian.
Dari hasil uji hipotesis dengan uji t ditemukan kalau hasil t hitung budaya organisasi sebesar 2, 493 >
t tabel sebesar 2, 055 artinya budaya organisasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan,
sedangkan t hitung pengawasan – 0, 973 < 2, 055 artinya pengawasan tidak berpengaruh terhadap
komitmen organisasi, t hitung untuk motivasi intrinsik sebesar 2, 288 > 2, 055 artinya motivasi intrinsik
berpengaruh terhadap komitmen organisasi, dan t hitung untuk motivasi ekstrinsik 3, 038 > 2, 055 artinya
motivasi ekstrinsik juga berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan.
Kata kunci: Budaya Organisasi, Pengawasan, Motivasi Intrinsik, Motivasi Ekstrinsik, Komitmen
Organisasi.
95
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia merupakan salah satu kunci penentu keberhasilan perusahaan.
Menurut Handoko (2008) sumber daya terpenting suatu organisasi adalah sumber daya
manusia, orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas dan usaha mereka
kepada organisasi. Dengan tenaga, bakat, kreativitas dan usaha merekalah
rencana-rencana yang ditetapkan perusahaan dapat tercapai. Karena itulah kenapa
sumber daya manusia disebut sebagai salah satu kunci keberhasilan perusahaan.
Begitu pentingnya sumber daya manusia bagi perusahaan maka penting bagi
perusahaan untuk bisa memenejemen sumber daya manusia dengan baik. Begitu pula
yang harus dilakukan oleh PT LJMB (PT Lang Jaya Makmur Bersama).
PT LJMB menjalin kerja sama dengan PT Bank Central Asia untuk penyediaan
tenaga alih daya untuk mengisi beberapa posisi pekerjaan di Bank Central Asia Tbk
Semarang. Salah satunya adalah Teknisi mesin EDC (Electronic Data Capture) BCA
(Bank Central Asia) yang bekerja untuk melayani pelanggan BCA yang menggunakan
mesin EDC demi menunjang kegiatan usaha mereka.
Grafik 1
Perbandingan Jumlah Keluhan Mesin EDC BCA dan Penanganan Sesuai Standar
Waktu Perusahaan
SLA :
StandarLevelAgreementolehPTLJMB
Data source : PT Lang Jaya Makmur Bersama
96
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Dari Grafik 1 tentang perbandingan antara jumlah keluhan dengan penanganan
keluhan sesuai dengan standar waktu yang ditetapkan perusahaan menunjukkan bahwa
jumlah keluhan yang diterima oleh PT Lang Jaya Makmur Bersama tidak mampu
ditangani secara maksimal berdasarkan standar waktu yang ditetapkan perusahaan, jika
dilihat dari bulan januari sampai dengan desember jumlah keluhan mengalami fluktuasi,
pada saat jumlah keluhan mengalami penurunan, tetap saja penanganannya tidak mampu
diselesaikan sesuai dengan standar waktu perusahaan. Data tersebut jelas menunjukkan
bahwa penanganan keluhan belum dapat diselesaikan secara efektif dan efisien oleh para
karyawan teknisi mesin EDC BCA.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Indah Sri Kumala Dewi (2015) yang
meneliti tentang pengaruh budaya organisasi, pengawasan, terhadap kinerja melalui
komitmen karyawan, menunjukkan ada pengaruh langsung signifikan dan positif dari
komitmen terhadap kinerja karyawan. Artinya adanya peningkatan komitmen dapat
meningkatkan kinerja karyawan, begitu sebaliknya.
Komitmen organisasi menurut Luthan dalam Sutrisno (2010) yang dikutip pada
penelitian Indah Sri kumala Dewi (2015) adalah Organization commitment is most often
defined as : 1) a strong desire to remain a member of particular organization, 2) a
willingness to exert high levels of effort on behalf of the organization, and 3) a definite
belief in, and accepteance of the values and goals of the organization. Komitmen
organisasi adalah: 1) keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi atau
masyarakat, 2) kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi, 3) kepercayaan dan
penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi.
Menurut hasil penelitian Indah Sri Kumala Dewi (2015) budaya organisasi dan
pengawasan merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan melalui komitmen
karyawan.
Menurut hasil penelitian Leindra Dirianzani, et. al (2014) ada pengaruh dari motivasi
intrinsik dan ekstrinsik terhadap kinerja karyawan borongan pada Perusahaan Rokok Adi
Bungsu Malang dengan komitmen organisasi sebagai mediasi.
Maka berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya judul
yang diambil untuk penelitian ini adalah “Analisis Pengaruh Budaya Organisasi,
Pengawasan, Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Komitmen Organisasi
Karyawan Teknisi Mesin EDC BCA PT Lang Jaya Makmur Bersama”.
97
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
TINJAUAN PUSTAKA
Komitmen Organisasi
Komitmen didefinisikan oleh Stephen P. Robbins (2012) sebagai suatu keadaan
dimana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan
tujuan-tujuannya, dan mengharapkan untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi. Dengan demikian, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada
pekerjaan tertentu seseorang, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti
memihak pada organisasi yang mempekerjakan seseorang.
Merujuk pada pendapat Mowday dan Sopiah (2008) dalam penelitian Indah Sri
Kumala Dewi (2015)Indikator dari Komitmen Organisasi yaitu:
1. Keinginan untuk bekerja keras dan terlibat dalam organisasi
2. Penerimaan terhadap tujuan organisasi
3. Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi
Tiga dimensi terpisah komitmen organisasional (dalam Stephen P. Robbins, 2012)
adalah:
1. Komitmen afektif (affective commitment) perasaan emosional untuk organisasi
dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Ini berarti, komitmen afektif berkaitan
dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan pada, dan
keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang
memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena
mereka memang ingin melakukan hal tersebut.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) nilai ekonomi yang dirasa
dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan
organisasi tersebut.
Komitmen normatif ( normative commitment) kewajiban bertahan dalam organisasi
untuk alasan-alasan moral atau etis.
Budaya Organisasi
Phiti Sithi dalam tulisannya How to Build a Corporation Culture (dalam Pabundu
Tika, 2010), Organizational Culture is a set of basic assumptions and beliefs that are
shared by members of an organization, being developed as they learn to cope with
problems of external adaption and internal integration. Budaya organisasi adalah
seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi,
98
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi
eksternal dan masalah integrasi internal.
Beberapa indikator Budaya Organisasi berdasarkan penelitian Indah Sri Kumala Dewi
(2015) yaitu:
1. Integritas, dengan perilaku utama: jujur dan berkomitmen
2. Sinergi, dengan perilaku utama: bekerja sama, saling menghargai, dan
mendukung serta berpikir positif
3. Fokus pada pelanggan, dengan perilaku utama: peduli, proaktif, cepat tanggap,
tulus ikhlas dan berorientasi pada solusi terbaik
4. Profesionalisme, dengan perilaku utama: kompeten dan bertanggung jawab,
bekerja cerdas efektif dan efisien.
5. Unggul, dengan perilaku utama: kreatif, inovatif dan bernilai tambah serta
memberikan hasil terbaik.
Pengawasan
Pengawasan menurut Saydam dalam Kadarisman (2012) dikutip pada penelitian
Indah Sri Kumala Dewi (2015) pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan, agar proses pekerjaan itu sesuai
dengan hasil yang diinginkan.
Merujuk pada pendapat Silalahi (2000) yang ada dalam penelitian Indah Sri Kumala
Dewi, et.al (2015) ada beberapa indikator dari pengawasan yaitu: orientasi rencana (plans
oriented), orientasi hasil (result oriented), cepat dan orientasi pengecualian (prompt and
exception oriented), menyeluruh (multi dimensional) system control, akurat, realistik,
adil dan obyektif, dapat dimengerti, tepat waktu, dapat diterima, efektif biaya, dan
longgar (flexible). Dalam penelitian ini digunakan beberapa indikator yaitu :
1. Orientasi rencana (plans oriented)
2. Orientasi hasil (result oriented)
3. Menyeluruh (multidimensional) system control
4. Tepat waktu
99
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik
Teori untuk menjelaskan motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang digunakan
adalah teori dua faktor dari Fredrick Herzberg (dalam Stephen P. Robbins, 2012). Dari
hasil penelitian yang dilakukan Herzberg diketahui menghasilkan sebuah hasil
pembagian motivasi menjadi dua yaitu : Motivasi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
intrinsik yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yaitu: kemajuan,
pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian, dan Motivasi yang disebabkan oleh
faktor-faktor ekstrinsik yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang yaitu :
pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan kondisi-kondisi kerja,
hubungan dengan individu lain, dan keselamatan kerja.
Penelitian Terdahulu
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ida Ayu Brahmasari (2008) menyatakan
bahwa Budaya Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen
karyawan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian Indah Sri Kumala
Dewi, et. al (2015) hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki
pengaruh langsung signifikan dan positif terhadap komitmen. Artinya semakin kuat
budaya organisasi ada dalam diri karyawan akan semakin kuat pula komitmen organisasi
karyawan pada perusahaan.
Menurut hasil penelitian yang sama dari Indah Sri Kumala Dewi, et.al (2015)
menunjukkan hasil bahwa selain budaya organisasi ada juga pengawasan, yang
berpengaruh tidak signifikan dan negatif terhadap komitmen. Tetapi ada hasil penelitian
lain dari Erma Purwanti (2015) yang meneliti pengawasan sebagai bagian dari faktor
kepuasan kerja memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap komitmen
organisasi.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ida Ayu Brahmasari (2008) yang
menyatakan bahwa ada pengaruh langsung positif dan signifikan motivasi kerja terhadap
komitmen dimana indikator yang diteliti pada penelitian tersebut adalah Kebutuhan
untuk berinteraksi sosial, harapan karyawan untuk pengembangan kariernya, serta gaji
atau upah. Hasil penelitian lain dari Leindra Dirianzani, et.al (2014) menyatakan
komitmen organisasi dipengaruhi oleh motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
100
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Kerangkan Pemikiran Teoritis
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Teoritis
H1
H2
H3
H4
H1 : Budaya Organisasi Berpengaruh Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan
H2 : Pengawasan Berpengaruh Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan
H3 : Motivasi Intrinsik Berpengaruh Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan
H4 : Motivasi Ekstrinsik Berpengaruh Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Teknisi Mesin EDC
(Electronic data capture) BCA (Bank Central Asia) yang berjumlah 30 orang karyawan.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample jenuh atau
sering disebut sensus, dimana teknik penentuan sampel menggunakan seluruh populasi.
Hal ini dilakukan karena jumlah populasi relatif kecil sehingga diputuskan untuk
menggunakan seluruh populasi sebagai sampel dalam penelitian yaitu sejumlah 30 orang
(Sugiyono, 2009).
Budaya Organisasi (X3)
(
(X1 )
Pengawasan (X2)
Motivasi intrinsik (X3)
Komitmen Organisasi
(Y)
Motivasi ektrinsik (X4)
101
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Jenis dan Sumber Data
Data primer adalah data yang diperoleh dari jawaban responden yang menjadi
anggota dari obyek penelitian (Karyawan teknisi mesin EDC BCA PT LJMB Semarang).
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak ketiga berupa data pencapaian
target penanganan keluhan mesin EDC BCA oleh karyawan teknisi mesin EDC BCA
selama periode bulan Januari sampai dengan Desember 2015.
Metode Pengumpulan Data
Melalui wawancara, observasi, kepustakaan, dan kuesioner secara personal. Dimana
kuesioner menggunakan skala interval Bipolar Adjective dengan rentang skala nilai satu
sampai tujuh, dengan memberikan hanya dua kategori ekstrim, misalnya
mengembangkan pernyataan yang menghasilkan jawaban sangat tidak setuju-sangat
setuju dalam berbagai rentang nilai (Augusty Ferdinand, 2013).
1 2 3 4 5 6 7
STS SS
STS : Sangat Tidak Setuju
SS : Sangat Setuju
Metode Analisis
Regresi Linier Berganda
Spesifikasi modelnya dapat disajikan sebagai berikut:
Y = β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + e ................................................................................................ (1)
Dimana β adalah koefisien regresi yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh
variabel idependen terhadap variabel dependen.
Dimana :
Y : Komitmen Organisasi
β1 : Koefisien regresi dari variabel X1, Budaya Organisasi
β2 : Koefisien regresi dari variabel X2, Pengawasan
β3 : Koefisien regresi dari variabel X3, Motivasi Intrinsik
β4 : Koefisien regresi dari variabel X3, Motivasi Ekstrinsik
X1 : Variabel Budaya organisasi
X2 : Variabel Pengawasan
102
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
X3 : Variabel Motivasi Intrinsik
X4 : Variabel Motivasi Ekstrinsik
Uji Koefisien Determinasi atau Uji Adjusted R2
Pengujian untuk koefisien determinasi atau uji Adjustes R2 dilakukan untuk
mengetahui kemampuan menjelaskan variabel X terhadap variabel Y. Jadi semakin besar
nilainya berarti pengaruhnya semakin besar dan sebaliknya.
Uji Hipotesis (Uji t)
Uji t ini digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel bebas
terhadap variabel terikat. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
1) Perumusan hipotesis
H0 : β < 0 (tidak ada pengaruh antara variabel budaya organisasi, pengawasan,
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik terhadap komitmen organisasi
karyawan)
Ha : β > 0 (ada pengaruh antara variabel budaya organisasi, pengawasan,
motivasi intrinsik, dan motivasi ekstrinsik terhadap komitmen organisasi
karyawan).
2) Adapun dasar pengambilan keputusan adalah:
Ho diterima atau Ha ditolak jika t hitung < t tabel dengan α = 5%
Ho ditolak atau terima Ha jika t hitung > t tabel dengan α = 5%
Dengan probabilitas, jika probabilitas > 0, 05 mak Ho diterima Ha ditolak, jika
probabilitas < 0, 05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi
berganda dengan menggunakan bantuan program SPSS. Berikut ini adalah hasilnya:
Tabel 1. Analisis Regresi (Uji t)
Coefficientsa
103
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,672 1,026 ,655 ,518
Budaya_Org ,242 ,097 ,356 2,493 ,020
Pengawasan -,128 ,131 -,187 -,973 ,340
Motiv_In ,241 ,105 ,368 2,288 ,031
Motiv_Ek ,228 ,075 ,500 3,038 ,006
a. Dependent Variable: Komit_org
Sumber : Data Primer yang Diolah
Persamaan Regresi
Y = 0, 356 X1 – 0, 187 X2 + 0, 368 X3 + 0,500 X4
Dimana:
Y : Komitmen Organisasi
X1 : Budaya Organisasi
X2 : Pengawasan
X3 : Motivasi Intrinsik
X4 : Motivasi Ekstrinsik
Pengujian Hipotesis
a. Uji Hipotesis Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi
104
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung untuk X1, t hitung lebih besar daripada
nilai t tabel yaitu 2,493 > 2,055. Nilai signifikansi t (0,020) kurang dari 5 %
menandakan Ha diterima, artinya secara parsial variabel budaya organisasi (X1)
berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan.
b. Uji Hipotesis Pengawasan Terhadap Komitmen Organisasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung untuk X2, nilai t hitung lebih besar
daripada nilai t tabel yaitu -0,973 < 2,055. Nilai signifikansi t (0,340) lebih dari 5 %
menandakan Ho diterima, artinya secara parsial variabel pengawasan (X2) tidak
berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan.
c. Uji Hipotesis Motivasi Intrinsik Terhadap Komitmen Organisasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung untuk X3 , nilai t hitung lebih besar
daripada nilai t tabel yaitu 2,288 > 2,055. Nilai signifikansi t (0,031) lebih dari 5 %
menandakan Ha diterima, artinya secara parsial variabel motivasi intrinsik (X3)
berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan.
d. Uji Hipotesis Motivasi Ekstrinsik Terhadap Komitmen Organisasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung untuk X4 , nilai t hitung lebih besar
daripada nilai t tabel yaitu 3,038 > 2,055. Nilai signifikansi t (0,006) lebih dari 5 %
menandakan Ha diterima, artinya secara parsial variabel motivasi ekstrinsik (X4)
berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan.
Hasil Pengujian Koefisien Determinasi
Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
variabel independen menjelaskan variabel dependen, dimana ditunjukkan dengan nilai
Adjust R Square, dan juga sebaliknya. Maka berikut hasil pengujian yang dibantu dengan
program SPSS :
Tabel 2
Uji Koefisien Determinasi
105
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Model Summary
Mod
el R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 ,877a ,770 ,733 ,537 ,770 20,903 4 25 ,000
a. Predictors: (Constant), Motiv_Ek, Budaya_Org, Motiv_In, Pengawasan
Berdasarkan tabel 2 hasil perhitungan uji koefisien determinasi dapat diketahui
nilai koefisien determinasi (Adjust R2 ) sebesar 0, 733 atau 73, 3% ini artinya bahwa
terdapat hubungan kuat antara variabel independen yaitu budaya organisasi, (X1),
pengawasan (X2), motivasi intrinsik (X3), dan motivasi ekstrinsik (X4) dengan variabel
dependen komitmen organisasi (Y) sedangkan sisanya sebesar 26,7 % dijelaskan oleh
variabel – variabel lain.
Pembahasan
a. Uji Hipotesis Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi
Dari hasil uji t menunjukkan t hitung 2,493> 2, 005 (dari t tabel) artinya Ha diterima
pada tingkatan signifikansi 0, 020 secara parsial variabel budaya organisasi (X1)
berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan. Artinya bahwa budaya organisasi
yang diterapkan perusahaan akan berpengaruh pada komitmen kerja para karyawan yang
terlibat dalam perusahaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Richie (2000) dalam
jurnal (Ida Ayu Brahmasari, 2008). Selain itu juga mendukung pendapat Rashid et al.
(2003) masih dalam jurnal yang sama (Ida Ayu Brahmasari, 2008).
b. Uji Hipotesis Pengawasan Terhadap Komitmen Organisasi
Hasil t hitung sebesar – 0, 973 < t tabel 2, 055, dengan nilai signifikansi 0,340 > 0, 05
maka Ho diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel
pengawasan (X2) tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan teknisi
mesin EDC BCA.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Steers dan
Porter (dalam jurnal Indah Sri Kumala Dewi, 2015), menurut Steers dan Porter dalam
Sopiah (2008) mengemukakan bahwa pengawasan termasuk salah satu faktor organisasi
106
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
yang mempengaruhi komitmen yang dapat membentuk dan memunculkan tanggung
jawab.
c. Uji Hipotesis Motivasi Intrinsik Terhadap Komitmen Organisasi
Hasil t hitung sebesar 2, 288 > t tabel sebesar 2, 031 dan signifikansi 0, 031 < 0, 05
maka Ho ditolak dan Ha diterima, secara parsial variabel motivasi intrinsik (X3)
berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan teknisi mesin EDC BCA.
Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Champoux (2006)
dalam jurnal penelitian (Ida Ayu Brahmasari, 2008) bahwa dampak intrinsik (seperti
aktualisasi diri, pekerjaan yang menantang, dll) motivasi dapat meningkatkan
kepemihakan, keterlibatan dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan, serta nilai-nilai
organisasi.
d. Uji Hipotesis Motivasi Ekstrinsik Terhadap Komitmen Organisasi
Hasil t hitung sebesar 3, 038 > dari t tabel 2, 055 dan signifikansi 0, 006 < 0, 05 maka
Ho ditolak dan Ha diterima, secara parsial variabel motivasi ekstrinsik (X4) berpengaruh
terhadap komitmen organisasi karyawan teknisi mesin EDC BCA.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Herzberg (dalam Stephen P. Robbins, 2012)
yang menyebutkan faktor-faktor pemeliharaan seperti pengawasan, gaji/upah, keamanan
kerja, hubungan dengan rekan kerja, kondisi lingkungan kerja merupakan faktor
pemeliharaan, artinya perusahaan bisa mempertahankan karyawan dengan pemenuhan
faktor-faktor tersebut. Seperti pendapat Hasibuan (2003) yang menyatakan bahwa
faktor-faktor pemeliharaan perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan, agar
kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan.
PENUTUP
Kesimpulan
a) Variabel bebas yaitu budaya organisasi (X1) secara parsial berpengaruh terhadap
komitmen organisasi karyawan. Semakin baik budaya organisasi dianut dan
diterapkan oleh semua karyawan maka, akan semakin baik pula komitmen kerja para
karyawan tersebut pada perusahaan.
b) Variabel bebas yaitu pengawasan (X2) secara parsial tidak berpengaruh terhadap
komitmen organisasi karyawan. Ada atau tidak, ketat atau tidaknya sebuah sistem
107
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
pengawasan yang diterapkan perusahaan tidak selalu memiliki pengaruh terhadap
komitmen kerja karyawan pada perusahaan.
c) Variabel bebas yaitu motivasi intrinsik (X3), secara parsial berpengaruh terhadap
komitmen organisasi karyawan. Semakin kuat motivasi intrinsik yang dimiliki oleh
karyawan, akan membuat komitmen kerja karyawan tersebut pada perusahaan juga
semakin kuat/baik.
d) Variabel bebas yaitu motivasi ekstrinsik (X4) secara parsial berpengaruh terhadap
komitmen organisasi karyawan. Semakin kuat motivasi ekstrinsik yang dimilki oleh
karyawan, akan membuat komitmen kerja karyawan tersebut pada perusahaan juga
semakin kuat/baik.
Saran
a. Budaya Organisasi
Perusahaan harus melakukan beberapa hal seperti : Membuat acara-acara rutinitas,
dengan acara rutinitas diharapkan bisa menunbuhkan rasa kebersamaan diantara para
karyawan dalam perusahaan, dan memberi contoh dan teladan yang baik dari atasan
kepada semua bawahannya dengan menjadi figure teladan yang baik.
b. Pengawasan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan tidak berpengaruh terhadap
komitmen kerja karyawan pada perusahaan, yang perlu diperhatikan adalah dengan
memunculkan sikap kerja penuh inisiatif dan bertanggung jawab pada diri para karyawan
terhadap pekerjaannya.
c. Motivasi intrinsik
Untuk membantu para karyawan memunculkan dan memperkuat motivasi intrinsik
dalam diri karyawan. Misalnya pengadaan seminar kisah-kisah sukses, dan memberi
kepercayaan kepada karyawan untuk menangani pekerjaan yang menantang.
d. Motivasi Ekstrinsik
Perusahaan harus memperhatikan motivasi ekstrinsik karyawan secara wajar,
pemberian asuransi sesuai anjuran pemerintah, serta tetap memberi kontrol secara wajar,
akan membantu perusahaan mempertahankan karyawan.
108
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Ida Brahmasari. 2008. “Pengaruh Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja
Terhadap Komitmen Karyawan dan Kinerja Perusahaan Pada PT
DupontAgricultural Product Indonesia”. Jurnal Ilmu Ekonomi dan
Manajemen. Vol.5, No.1.
Champoux, J.E. 2006. Organizational Behavior : Third Edition. USA : Thomson
South-Western.
Dirianzani, Leindra et. al. 2014. “Analisis Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ektrinsik
Terhadap Kinerja Karyawan Borongan Dengan Komitmen Organisasi
Sebagai Mediasi Pada Perusahaan Rokok Adi Bungsu Malang”. Jurnal
Teknis Industri Universitas Brawijaya. Vol.2, No.5.
Ferdinand, Augusty. 2013. Metode Penelitian: Manajemen. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS
21. Badan Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang.
Hani, T. Handoko. 2011. Manajemen Edisi 2. BPFE : Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu S.P. 2003. Organisasi dan Motivasi. Jakarta:PT Bumi Aksara.
Kadarisman. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Rajawali Pers
: Depok.
Kreitner, Robert dan Kinicki Angelo. 2005. Perilaku Organisasi, Edisi 5. Salemba
Empat : Jakarta.
Nawawi, H. Hadari. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang
Kompetitif. Gajah mada University Press.
Papundu, Moh. Tika. 2010. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.
PT Bumi Aksara : Jakarta.
Purwanti, Erma dan Tri Seno Anjarnarko. 2015. “Pengaruh Faktor-Faktor
Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Bagian
Administrasi Pada PT Perkebunan Nusantara X (PERSERO) Unit
Usaha PT Toelangan-Sidoarjo”. Jurnal Ekonomi Bisnis. Vol.7, No.1.
Rashid M. A. A, Sambasivan, M. and Johari, J. 2003. “The Influence Of Corporate
Culture and Organizational Commitment on Performance”. Journal of
Management Development. 22(8) : 708- 728.
109
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Ritchie, M. 2000. Organizational Culture : An Examnination of Its Effect on the
Internalization Process and Member Performance. Southern Business
Review. 1-13.
Robbins, P. Stephen dan Timothy A. Judje. 2012. Perilaku Organisasi:Organizational
Behavior. Salemba Empat : Jakarta.
Silalahi, Ulber. 2002. Pemahaman Praktis Asas-Asas Manajemen. Mandar Maju :
Bandung.
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Andi : Yogyakarta
Sri, Indah Kumala Dewi, et. al. 2015. “Pengaruh Budaya Organisasi dan
Pengawasan Terhadap Kinerja Melalui Komitmen Karyawan Frontliner
PT BANK RIAU KEPRI”. Jurnal Tepak Manajemen Bisnis. Vol. VII,
No. 2.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R dan D. CV
ALFABETA : Bandung.
Sutrisno, Edy. 2010. Budaya Organisasi. Kencana Prenada Media Group : Jakarta.
Yuniarsih, Tjuju dan Suwatno. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia: Teori,
Aplikasi, dan Isu Penelitian. CV ALFABETA : Bandung.
110
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PERFORMANCE OF ISLAMIC BASED SCHOOL TEACHERS IN
TEMBALANG SUB-DISTRICT, SEMARANG CITY AFFECTED BY
INTELLECTUAL INTELLIGENCE AND SPIRITUAL INTELLIGENCE
Anis Turmudhi
Lecturer STIE AKA Semarang
Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Januari 2019
Abstract
This Research has a background from several teacher education qualifications that are not yet in
accordance with the teacher's education qualifications that should be a teacher. The focus of the problem in
this research is the influence of intellectual intelligence and spiritual intelligence on teacher performance
partially and simultaneously. So the purpose of this research is to analyze and explain the influence of two
intelligence variables partially and simultaneously on the performance of Islamic based elementary school
teachers in Tembalang District, Semarang City.
This research method uses quantitative analysis. The number of samples is 87 people, so the data
collection uses total sampling technique. Data collection techniques with questionnaires, and data were
tested using multiple regression analysis.
The results of the study were intellectual intelligence that had a positive but not significant effect on
teacher performance. Spiritual intelligence has a positive and significant effect on teacher performance. As
well as intellectual intelligence and spiritual intelligence together have a positive and significant effect on
the performance of Islamic based elementary school teachers in Tembalang District, Semarang City. The
limitations in this study are that there is little time and minimal funding.
Keywords: intellectual intelligence, spiritual intelligence, and teacher performance
Introduction
Many people say that Islamic education in Indonesia is as old as the growth and
development of Muslims in the archipelago. Before the 90s, Islamic Education
Institutions were represented by Islamic boarding schools and madrasas. After the reform
era in the late 90s, Islamic Education Institutions began to develop with the concept of an
Integrated Islamic School.
Functionally, the three educational institutions (Islamic boarding schools, madrasas
and integrated Islamic schools) are expected to be a forum for galvanizing the mental,
moral and spiritual of the younger generation, who are prepared to be useful human
beings for religion, religion and nation. While substantially the three Islamic educational
institutions have a very strategic role, namely the call of the spiritual soul of a cleric,
cleric or teacher, which is not solely based on material motives, but as a dedication to
Allah SWT. This is in line with the goal of Islamic education revealed by Al-Ghozali,
which is to get closer to Allah, not solely for rank or dignity (Ihsan: 2008)
111
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Integrated Islamic Schools began to emerge and develop after the reform era in the
late 90s. Integrated Islamic Schools emerged as an alternative solution to the restlessness
of some Muslim communities who wanted an Islamic education institution that was
committed to practicing Islamic values in its system, aimed at having balanced
competencies between kauniyah and qauliyah, between fikriyah, ruhiyyah and
jasadiyyah, so able to give birth to a young generation of knowledge, knowledgeable and
useful for the people, nation and state of Indonesia. This Integrated Islamic School has the
aim of creating students who possess Intellegen Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ)
and high Spiritual Intelligence (Spiritual Quotient / SQ) and good work ability (ihsan). To
realize the goal so that students have 3 (three) such intelligence, then an ustadz or teacher
must also have these three intelligences. Education will be easily delivered to students, if
students are given examples of exemplary by their teacher.
Based on Republic of Indonesia Law Number 14 of 2005 concerning Teachers and
Lecturers, "Teachers are professional educators with the main task of educating, teaching,
guiding, directing, training, evaluating and evaluating students, in early childhood
education, formal education, education basic, and secondary education ". The teacher is
the most important component of implementing education to develop student resources.
According to Ho Chi Minh (t.t.) in Surya (2013), without a teacher, education will not
exist, and if education does not exist, there will be no economic and social development.
Teachers are adults who have an advantage over other adult humans. The advantages
in question are:
1. The teacher has been educated and prepared specifically in the field of education.
2. The teacher controls a number of knowledge and skills along with learning
methodologies that can be used as a stimulus for the child's development process
(Dervish: 2006).
So the teacher is the subject that has been prepared in the field of education with mastery
of knowledge and skills. The provision is used by the teacher to provide education,
teaching, training, mentoring, direction, evaluation to evaluation actions on the subject of
education.
Not a few teachers lose their exemplary souls as educators. The exemplary soul as an
educator begins to diminish and even fades. So that the teacher's motto is "digugu and
imitated" has begun to disappear among the people. Likewise, there are still many
112
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
teachers who do not upgrade themselves as educators with a lack of following
developments in science and technology, so that the learning process does not keep up
with the development of globalization. In addition, the reality is that teachers are only
oriented towards grades in report cards or diplomas, rather than being oriented towards
the work of students. This is also conveyed by Masaong (2012), that the teacher
assessment system for students has not been oriented to authentic assessment (student
performance).
Examples of these two cases are related to teacher performance variables, so the
teacher is still lacking in fulfilling the competence of a teacher. Especially in the
dimensions of pedagogic competence with indicators of the ability to utilize information
and communication technology for the benefit of learning. And on the dimensions of
personality competence with indicators of the teacher's ability to present himself as
someone who can be a role model for students and society.
To realize the national education goals, it takes teachers (teachers) who can carry out
their duties and obligations according to the Law of the Republic of Indonesia No.20 of
2003, education providers in Indonesia are a national education system that is
systematically regulated national education functions to develop abilities and forms of
character and a dignified nation of civilization in order to educate the life of the nation,
aiming at the development of potential students to become human beings who believe and
fear God Almighty, have noble character, knowledge, skillful, creative, independent and
become democratic and responsible citizens.
Based on the problems of the teacher in the field of education and mandate of the
Law, all of which the researchers have described in the background above, it is necessary
to study in the form of research for teachers, especially for teachers in Islamic-based
elementary schools in the City of Semarang. The researcher conducted a study entitled
"The Work of Islamic Based Primary School Teachers in Tembalang District, Semarang
City Affected by Intellectual Intelligence and Spiritual Intelligence".
Problem Formulation
Based on the background and problems mentioned above, several research questions
can be formulated as follows
1. How does the influence of intellectual intelligence on the performance of
Islamic-based elementary school teachers in Tembalang District, Semarang City?
113
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
2. What is the influence of spiritual intelligence on the performance of Islamic based
elementary school teachers in Tembalang District, Semarang City?
3. What is the influence of intellectual intelligence and spiritual intelligence together on
the performance of Islamic-based elementary school teachers in Tembalang City,
Semarang?
STUDY OF THEORY
Intellectual Intelligence
Andrew Crider said that intelligence is like electricity, easy to measure but almost
impossible to define (Crider et al. In Azwar: 2008). Whereas H. H. Goddard defines
intelligence as the level of ability of one's experience to solve problems that are directly
faced and to anticipate future problems (Goddard in Azwar: 2008).
According to David Weehsler, intelligence is the ability to act in a direction, think
rationally and deal with its environment effectively (Weehsler in Azwar: 2008). So that in
broad outline it can be concluded that intelligence is a mental ability that involves the
process of thinking rationally. Therefore intelligence cannot be observed directly, but
must be inferred from various concrete actions which are manifestations of the process of
rational thinking.
Wiramiharja has conducted research on intelligence and willingness to work
performance. He examined intelligence by using intelligence tests taken from intelligence
tests, (Lauster in Wiramiharja: 2009), while measuring the amount of willingness using
the Pauli test tool (Pauli in Wiramiharja: 2009). Specifically concerning the amount of
addition, he mentions three dimensions of intellectual intelligence that concern the three
cognitive domains. The three dimensions are: (Wiramiharja: 2009).
a. The ability of figures is an understanding and reason in the field of form.
b. Verbal ability is an understanding and reason in the field of language.
c. Numerical abilities, namely understanding and reasoning in the field of numerical or
related to ordinary numbers.
More specifically, the manifestations of indicators of intellectual behavior are: ease
in using numbers, efficiency in language, speed in observation, ease of remembering,
ease of understanding relationships, and imagination
114
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Spiritual Intelligence
Zohar and Marshall provide the definition of spiritual intelligence which is the innate
internal ability of the brain and human soul whose deepest source is the core of the
universe itself, which allows the brain to find and use meaning in solving problems
(Zohar and Marshall in Bowo: 2009)
The dimensions of people who have spiritual intelligence based on the theories of
Zohar and Marshall and Sinetar are: (Bowo: 2009)
a. Having Self Awareness
There is a high level of awareness and depth so that you can be aware of the various
situations that come and respond to them.
b. Having a vision
Yaitu memiliki pemahaman tentang tujuan hidup dan memiliki kualitas hidup yang
diilhami oleh visi dan niali-nilai.
c. Be Flexible
Able to adjust spontaneously and actively to achieve good results, have a pragmatic
(appropriate), and efficient view of reality.
d. Holistic Views
Seeing that yourself and others are interrelated and can see the interrelationships
between things. Can view a larger life so that it is able to face and utilize, transcend
misery and pain, and view it as a vision and look for the meaning behind it.
e. Make changes
Making changes that are open to differences, has the ease of working against
conventions and status quo and also being a free person.
f. Source of inspiration
That is being able to be a source of inspiration for others and have fresh ideas.
g. Self reflection
Have a tendency which is fundamental and basic
Teacher Performance
In terms of terminology, performance is the implementation of work tasks at a certain
time and a process to achieve work results (Westra in Susanto: 2013). Performance
according to the Ministry of National Education, that the performance of an employee is
related to performance, work results and achievements that are shown at a certain time
(Susanto: 2013). The goal is to meet the work goals of employees who will later
115
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
contribute to the organization's goals. Teacher performance is the ability and effort of the
teacher to carry out the best learning tasks in planning teaching programs, implementing
learning activities and evaluating learning outcomes (Permendiknas No. 41 of 2007).
Based on the Regulation of the Minister of National Education of the Republic of
Indonesia Number 41 of 2007, concerning Process Standards for Primary and Secondary
Education Units. Article 1 Paragraph (1) states that: Standard processes for primary and
secondary education units include planning the learning process, implementing the
learning process, evaluating learning outcomes, and monitoring the learning process.
Based on the above parameters, the following framework can be drawn up:
RESEARCH METHODS
Population and Samples
The population in the study were Islamic based elementary school teachers in
Tembalang District, Semarang City under the Semarang City Education Service. Efforts
to obtain the data in question were carried out by interviews and using questionnaires as
instruments. Primary data in this study in the form of respondents' answers to the
questionnaire given. While supporting data or secondary data in the form of teacher age,
gender, class, length of work obtained from Islamic based elementary schools in
Tembalang District, Semarang City.
Intellectual Intelligence (X1)
1. Ability of figures
2. Verbal ability
3. Numerical ability
Performance (Y)
1. Plan for
implementing
learning
2. Implementation
of learning
3. Evaluation
Spiritual Intelligence (X2)
1. Having a Vision
2. Be flexible
3. Make changes
H1
H2
H3
116
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Variable Description Analysis
The variable description is a statistical calculation of the variables of intellectual
intelligence, spiritual intelligence and teacher performance, including the total mean
value, and the minimum value and the maximum value using the SPSS 16.0 for windows
program.
The measurement scale used to measure questionnaire indicators uses a rating scale,
which uses 4 (four) categories of details as follows :
Score 4 (SA) : Strongly Agree
Score 3 (A) : Agree
Score 2 (DA) : Disagree
Score 1 (SDA) : Strongly Disagree
Test Validity
Testing is done using Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy
(KMO-MSA), then an indicator is said to be valid if the value of KMO ≥ 0.5. Then these
indicators can be used for further analysis
Reliability Test
The test tool used is the Cronbach alpha coefficient provided that if Cronbach's alpha
coefficient is > 0.7, then a variable / construct used is declared reliable (Ghozali: 2009)
Model Testing
a. Multiple Regression Analysis
Regression analysis is measuring strength and showing the direction of influence
between independent variables on the dependent variable (Ghozali: 2009). The
equations used are:
Y = a + β1X1 + β2X2 + e
Where :
Y = Teacher performance
a = constant
β1-2 = independent variable regression coefficient
X1, X2, = Intellectual Intelligence and Spiritual Intelligence
e = Standard error
117
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
b. Test t
The t test (partial test) is used to determine whether in the regression model the
independent variable partially (each variable) has a significant effect on the
dependent variable. This t test is required as follows :
- Ho = accepted if probability significance ≥ 0.05
- Ha = accepted if probability probability < 0.05
c. Test F
This test is carried out using Analysis of Variance (ANOVA). The test is
formulated as follows :
• Ho : b1, b2, = 0, meaning that the independent variables simultaneously do
not significantly influence the dependent variable.
• Ha : b1, b2,> 0, meaning that the independent variables simultaneously have
a positive and significant effect on the dependent variable.
Based on the formula above and with an alpha level of 5%, the conclusions /
decisions that can be made are: if the probability significancy is <0.05 then, Ha
is accepted and Ho is rejected, and vice versa. This means that there is a
significant influence between the independent variables on the dependent
variable.
d. Determination Coefficient Test
The coefficient of determination is to measure how far the ability of the model to
explain the variation of independent variables on the dependent variable. The
small value of the coefficient of determination means that the ability of
independent variables to explain variations in the dependent variable is very
limited. A value close to one means that the independent variables provide almost
all the information needed to predict variations in the dependent variable (Gozali:
2009).
e. Test the Hypothesis
This test is conducted to determine the effect of independent variables
individually / partially on the dependent variable, the test is carried out by t test.
118
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
ANALYSIS RESULTS
Test Validity
The sample is said to be sufficient if the Kaiser-Mayor-Olkin (KMO) coefficient is
greater than 0.5; and the indicator is said to be valid if the component matrix coefficient is
greater than 0.4. In this study the requirements have been fulfilled. While testing the
validity of indicators in this study that all indicators contained in the variables of
intellectual intelligence, spiritual intelligence and teacher performance have a matrix
coefficient greater than 0.4. The results of this test can be described that all indicators
contained in each of these variables are valid
Test Reliability
Test Reliability Indicators
No Coefficient Alpha Cronbach Hasil Keterangan
1
2
3
Variable Intellectual Intelligence
Variable Spiritual Intelligence
Teacher Performance Variables
0,913
0,953
0,917
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Based on the table above, it can be seen that Alpha Cronbach's coefficient of
intellectual intelligence, spiritual intelligence and teacher performance, all of them
are ≥ 0.7. These results can be described that the sample in this study is reliable
Multiple Regression Analysis
The results of the analysis, obtained regression coefficient of intellectual intelligence
variable (β1) of 0.059; The regression coefficient of spiritual intelligence variable
(β2) is 0.826; then the multiple regression equation is :
Y = β1X1 + β2X2 + e
= 0,059 X1 + 0,826 X2
Can be explained that :
a. Variables of intellectual intelligence have a positive effect on the performance of
Islamic based elementary school teachers in Tembalang District, Semarang City
b. Variables of spiritual intelligence have a positive effect on the performance of
Islamic-based elementary school teachers in Tembalang District, Semarang City
Test F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
119
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
1 Regression 1918.169 2 959.085 130.305 .000a
Residual 618.268 84 7.360
Total 2536.437 86
a. Predictors: (Constant), Spiritual Intelligence,
Intelektual Intelligence
b. Dependent Variable: Teacher Performance
Regression equation has F count> F table (130.305> 3.10) and significance F ≤ 0.05.
These results can be described that the variables of intellectual intelligence and
spiritual intelligence jointly influence the performance of Islamic based elementary
school teachers in Tembalang District, Semarang City.
Determination Coefficient Test
Determination Coefficient Test
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .870a .756 .750 2.71299
a. Predictors: (Constant), Spiritual Intelligence, Intelektual Intelligence
Source: primary data processed in 2018
Regression equation has an adjusted R square of 0.750. These results can be
described that intellectual intelligence and spiritual intelligence are jointly able to
influence variations in variable changes in the performance of Islamic based
elementary school teachers in Tembalang City, Semarang District, up to 75%. The
remaining 25% of the performance of Islamic-based elementary school teachers in
Tembalang District, Semarang City is influenced by other variables not included in
this study.
Test of Hypotheses
120
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
The hypothesis test in this study uses the t test, if the significance of t is smaller than
5%, the independent variables partially have a positive and significant effect on the
dependent variable. Based on data processing, the following results are obtained :
a. The significance of the t variable of intellectual intelligence on teacher
performance is 0.455. This number is greater than 0.05, so it can be described that
the hypothesis is rejected. This means that intellectual intelligence variables have
a positive but not significant effect on the performance of Islamic based
elementary school teachers in Tembalang District, Semarang City.
b. The significance of the variable of spiritual intelligence on teacher performance
is 0,000. This number is less than 0.05, so it can be described that the hypothesis
is accepted. This means that the variable spiritual intelligence has a positive and
significant effect on the performance of Islamic based elementary school teachers
in Tembalang District, Semarang City.
Discussion
Based on the processing of the data above, discussion can be carried out as
follows :
a. Effect of intellectual intelligence on teacher performance
The regression coefficient of intellectual intelligence variables on teacher
performance is 0.059 with a significance level of 0.455. The results of this study
indicate that intellectual intelligence has a positive but not significant effect on
teacher performance. This means that the higher the level of intellectual
intelligence of a teacher the effect is not significant on the performance of
Islamic-based elementary school teachers in Tembalang District, Semarang City.
b. Effect of spiritual intelligence on teacher performance
The regression coefficient of spiritual intelligence variables on teacher
performance is 0.826 with a significance level of 0.000. The results of this study
indicate that spiritual intelligence has a positive and significant effect on teacher
performance. This means that the better the level of spiritual intelligence of a
teacher the better the performance of Islamic-based elementary school teachers in
Tembalang District, Semarang City.
121
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
c. Effect of Intellectual Intelligence and Spiritual Intelligence together on
Performance
The results of the F test conducted in this study indicate that the regression
equation has F count> F table (130.305> 3.10) and significance F ≤ 0.05. It can
be described that the variables of intellectual intelligence, emotional intelligence
and spiritual intelligence jointly influence the performance of Islamic based
elementary school teachers in Tembalang District, Semarang City.
CONCLUSIONS AND RECOMMENDATIONS
Conclusion
Based on the results of data analysis, it can be concluded as follows :
a. There is an influence of intellectual intelligence on the performance of
Islamic-based elementary school teachers in Tembalang District, Semarang City
but not in accordance with the reality in the field.
b. There is influence and in accordance with the reality in the field between spiritual
intelligence towards the performance of Islamic-based elementary school
teachers in Tembalang District, Semarang City.
c. There is influence and in accordance with the reality in the field between
intellectual intelligence and spiritual intelligence together towards the
performance of Islamic-based elementary school teachers in Tembalang District,
Semarang City.
Suggestions
a. To the Management of the Foundation that oversees the school, and the Principal,
if a comparative study can be held to the place of the school that has exemplary
and outstanding teachers.
b. The Principal can always send his teacher to attend the motivational workshop
and seminar.
c. The Foundation Management and School Leaders must regularly schedule
religious studies.
d. In an effort to form students who can master intellectual intelligence and spiritual
intelligence, the teacher must give an example first in mastering 2 (two) of these
122
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
intelligences. By practicing these two intelligences, the teacher's performance
will automatically increase. Therefore the researcher suggested that the
Education Office and Management of the Foundation overshadow the school, so
that they could issue a policy on the assessment of the implementation of these
two intelligences by teachers in elementary schools, especially Islamic based
ones.
Limitations of Research and Recommendations
In this study, researchers have limited time and limitations in financing. Which can
be recommended in this study, can still be further investigated about other variables
that can affect teacher performance, because the two variables in this study can affect
together only by 75%.
REFERENCE
Agustian, Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan
Spiritual The ESQ Way 165 1 Ikhsan Rukun Iman dan 5 Rukun Islam,
Cetakanke-33, Jakarta, Arga Wijaya Persada, 2006.
Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Edisi Revisi VII,
Jakarta, Rineka Cipta, 2006
Armstrong, Michael. Managing People, Jakarta, Bhuana Ilmu Populer, 2003
Azwar, Saifuddin, Drs, MA. Pengantar Psikologi Intelegensi, Cetakan ke-VI
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008.
Efendi, Agus, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Bandung, Alfabeta, 2009
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Semarang,
Universitas Diponegoro, 2005
Goleman, D, Kecerdasan Emosi : Mengapa Emotional Intelligance Lebih Tinggi Dari
pada IQ, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Hendriani, Susi, dan Garnasih, Raden Lestari. Pengaruh Kecerdasan Intelektual dan
Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Guru SMA N 8 Pekanbaru, Riau,
Universitas Riau, 2013.
Indrianti, Wahyu, Dra, M.Si, dkk. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang (terjemahan), cetakan ke-VI, Jakarta, Erlangga, 2009
Mulyasa, H.E, Prof, Dr, M.Pd. Uji Kompetensi dan Penilaian Kinerja Guru, Cetakan
kedua, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2013
Paisal dan Anggraini, Susi. Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual
Terhadap Kinerja Karyawan Pada LBPP-LIA Palembang, Palembang,
Poleteknik Negeri Sriwijaya, 2010.
123
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Jakarta, Pustaka Karya, 2007
Purwanto, Edy, Dr, M.Si. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2016
Rahmasari, Lisda. Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan
Spiritual Terhadap Kinerja Tulungagung, Tulungagung, STIKIP PGRI, 2015.
Sholiha, Milatus, dkk. Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual
Terhadap Kinerja Guru SMP An-Nur Bululawang – Malang, Malang, Universitas
Islam Malang, 2017
Sugiyono, Prof, Dr. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R & D,) Cetakan ke-11, Bandung, Alfabeta, 2015
Sutomo, Y. Strategi Peningkatan Kinerja Pegawai, Semarang, Amindo, 2014.
Suyatno. Revolusi Organisasi Dengan Memberdayakan Kecerdasan Spiritual,
Yogyakarta, Andi Offset, 2006
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen,
Jakarta, Pustaka Karya, 2006
Yudistiro, Indra Agung, Pengaruh Kecerdasan Emosional, Lingkungan Kerja, dan
Disiplin Terhadap Kinerja Guru Dengan Komitmen Organisasi Sebagai
Moderasi, Surakarta, Universitas Slamet Riyadi, 2015.
Zohar, Danah dan Marshall, Ian. Spiritual Intelligence The Ultimate Intelligence,
Great Britain, Bloomsberry, 2000
124
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PENGARUH KEPEMIMPINAN, KOMPENSASI FINANSIAL DAN
KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI
DENGAN DISIPLIN KERJA SEBAGAI MEDIASI
(STUDI PADA KANTOR BKKBN PROVINSI JAWA TENGAH)
SOEGIHARTONO
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang
Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Januari 2019
ABSTRACT
This research was conducted at the Office of the Central Java Province BKKBN and aims to test and
analyze whether there is influence of leadership, financial compensation and organizational commitment to
the performance of employees with work discipline as mediation. The sample in this study is all employees
of BKKBN Office of Central Java Province with the number of 115 employees who made as
respondents.The sampling technique in this study used a saturated sample or census method. And the
method of data analysis used in this research is path analysis.The result of analysis shows that leadership
has positive and significant effect to employee performance, financial compensation has positive and
significant effect to employee performance, organizational commitment has positive and significant effect
to employee performance, leadership has positive and significant effect to work discipline, financial
compensation has positive and significant influence on work discipline, organizational commitment have a
positive and significant effect on work discipline, work discipline has positive and significant effect to
employee performance, leadership has positive and significant effect to employee performance with work
discipline mediation and organizational commitment have positive and significant influence to employee
performance with work discipline mediation.
Keywords: leadership, financial compensation, organizational commitment, work discipline and employee
performance.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada Kantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah dan bertujuan untuk menguji dan
menganalisis apakah terdapat pengaruh kepemimpinan, kompensasi finansial dan komitmen organisasi
terhadap kinerja karyawan dengan mediasi disiplin kerja. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
pegawai Kantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah 115 karyawan yang dijadikan responden.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel jenuh atau metode sensus. Dan
metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur. Hasil analisis menunjukkan
bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, kompensasi finansial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, komitmen organisasi berpengaruh positif
dan signifikan terhadap karyawan kinerja, kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
disiplin kerja, kompensasi finansial berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja, komitmen
organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja, disiplin kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan, kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin
kerja. pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dengan mediasi disiplin kerja dan komitmen
organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan dengan mediasi disiplin kerja.
Kata kunci: kepemimpinan, kompensasi finansial, komitmen organisasi, disiplin kerja dan kinerja
karyawan
125
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Pendahuluan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (disingkat BKKBN)
adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan. BKKBN mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional Provinsi Jawa Tengah (BKKBN Jateng), merupakan Lembaga Pemerintah Non
Departemen Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
kependudukan dan keluarga berencana di provinsi jateng. Yang memiliki fungsi antara
lain untuk fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah, swasta, LSOM
dan masyarakat dibidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. dan juga
penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum dibidang perencanaan
umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, persandian, keuangan,
kearsipan, hukum, perlengkapan dan rumah tangga.Agar organisasi dapat mencapai suatu
tujuannya, diperlukan disiplin kerja pegawai yang baik.
Dalam hal ini, terdapat masalah yang terjadi dalam organisasi tentang disiplin kerja
pegawai. Berdasarkan data absensi, berikut data mengenai tingkat absensipegawai kantor
BKKBN Provinsi Jawa Tengah:
Tabel 1.
Rekapitulasi Absensi PegawaiKantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah
Periode Tahun 2016
Bulan
Jumlah Jumlah
Efektivitas
Bekerja
Tingkat
Absensi
(Orang)
Karyawan
(Orang)
Januari 125 2500 94
Februari 124 2480 127
Maret 122 2562 111
April 120 2520 81
Mei 120 2400 82
Juni 117 2691 78
Juli 114 1824 50
126
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Agustus 116 2668 63
September 116 2436 141
Oktober 115 2415 111
November 114 2508 66
Desember 114 2280 174
Sumber : Kantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah Bagian Kepegawaian tahun 2016
Dari tabel 1. diatas menunjukan tingkat absensi pegawai kantor BKKBN Provinsi
Jawa Tengah pada periode Januari 2016 sampai dengan Desember 2016 berfluktuasi.
Dapat dilihat dari absensi karyawan pada bulan Januari yang mencapai 3,76%, Februari
5,12%, Maret 4,33%, April 3,21%, Mei 3,42%, Juni 2,90%, Juli 2,74%, Agustus 2,36%,
September 5,79%, Oktober 4,60%, November 2,63%dan Desember 7,63%. Dari tabel
tersebut terlihat tingkat absensi paling besar terjadi pada bulan Desember.
Pada dasarnya yang menjadi ukuran baik dan buruknya kinerja pegawai kantor
BKKBN Provinsi Jawa Tengah adalah tercapainya target organisasi. Namun pada
faktanya ada indikator yang tidak mencapai target kinerja. Dapat ditunjukan dalam tabel
berikut:
Tabel 2.
Pencapaian Kinerja Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan
Keluarga (KKBPK) Periode Tahun 2016
NO INDIKATOR KONTRAK KINERJA SASARAN
2016 CAPAIAN
2016 %
SASARAN STRATEGIS
1 Angka Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi (CPR) 63,8 61,26 96,02
2 Persentase Kebutuhan ber KB yang tidak terpenuhi
(unmetneed) 15,66 9,5 60,66
3 Presentase Peserta KB Baru MKJP 38,8 28,01 72,19
4 Presentase Peserta KB Aktif MKJP 25,8 27,63 107,09
SASARAN PROGRAM
1 Persentase Kesertaan KB Pria (PA) MOP dan Kondom 36,2 5,90 16,30
2 Indeks pengetahuan remaja tentang KRR 53,9 51,20 94,99
3 Persentase sasaran yang mendapatkan promosi dan konseling
Kesehatan Reproduksi 10 9.56% 95,6
4 Persentase masyarakat yang mengetahui isu kependudukan 44 35,90 81,59
127
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 3.
Data Pra SurveyKantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah
NO ALASAN F %
1 Kurangnya kedisiplinan
pegawai 8 26.7
2 Kurangnya perhatian dari
pimpinan 6 20
3 Lingkungan kerja yang
kurang kondusif 2 6,7
4 Dampak tunjangan kinerja
terhadap pekerjaan 7 23.3
5 Minimnya tegur, salam, sapa 1 3,3
6 Kurangnya efektifitas
bekerja 6 20
TOTAL 30 100
Berdasarkan tabel 3. diatas menunjukan hasil pra kuesioner mengenai hal-hal yang
perlu diperhatikan di Kantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah. Dapat dilihat dari hasil pra
kuesioner pada alasan kurangnya kedisiplinan pegawai sebesar 26,7% yang dapat
diartikan bahwa disiplin kerja pegawai pada Kantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah
masih rendah. Selain itu pada alasan kurangnya perhatian dari pimpinan sebesar 20%,
yang dapat diartikan bahwa kepemimpinan pada Kantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah
masih ada yang harus dibenahi. Pada alasan dampak tunjangan kinerja terhadap
pekerjaan sebesar 23,3% yang dapat diartikan bahwa kompensasi finansial sangat
berperan penting dalam tercapainya target organisasi, tetapi pada faktanya ada indikator
yang tidak mencapai target sasaran. Pada alasan kurangnya efektifitas bekerja sebesar
20%, yang dapat diartikan bahwa komitmen organisasional pegawai pada Kantor
BKKBN Provinsi Jawa Tengah masih rendah.
Didukung oleh hasil wawancara terhadap seorang staff bagian kepegawaian di kantor
BKKBN Provinsi Jawa Tengah, dimana seorang staff mengatakan bahwa jam kerja di
kantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah pada hari Senin sampai Kamis dimulai dari pukul
07.30 – 16.00 dan hari Jum’at dimulai dari pukul 07.30 – 13.30, tetapi karena minimnya
teguran dari pimpinan sehingga banyak pegawai yang datang terlambat dan banyak juga
pegawai yang pulang lebih cepat dari jam kerja yang sudah ditentukan. Kemudian di
kantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah banyak ditemukan pegawai yang tidak terlalu
memperhatikan standar operasional prosedur (SOP) dalam bekerja seperti tidak memakai
128
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
sepatu dan lebih memilih memakai sandal jepit pada saat jam kerja. Dan didalam waktu
efektif kerja, sering digunakan untuk istirahat.
Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai?
2. Apakah terdapat pengaruh kompensasi finansial terhadap kinerja pegawai?
3. Apakah terdapat pengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja pegawai?
4. Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap disiplin kerja?
5. Apakah terdapat pengaruh kompensasi finansial terhadap disiplin kerja?
6. Apakah terdapat pengaruh komitmen organisasional terhadap disiplin kerja?
7. Apakah terdapat pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai?
8. Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai dengan disiplin
kerja sebagai mediasi?
9. Apakah terdapat pengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja pegawai dengan
disiplin kerja sebagai mediasi?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahuipengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai.
2. Untuk mengetahuipengaruh kompensasi finansial terhadap kinerja pegawai.
3. Untuk mengetahuipengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja pegawai.
4. Untuk mengetahuipengaruh kepemimpinan terhadap disiplin kerja.
5. Untuk mengetahuipengaruh kompensasi finansial terhadap disiplin kerja.
6. Untuk mengetahuipengaruh komitmen organisasional terhadap disiplin kerja.
7. Untuk mengetahuipengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai.
8. Untuk mengetahuipengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai dengan disiplin
kerja sebagai mediasi.
9. Untuk mengetahuipengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja pegawai
dengan disiplin kerja sebagai mediasi.
129
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Landasan Teori
Kinerja Pegawai
Menurut Henry Simamora mengemukakan pendapatnya mengenai kinerja pegawai
dalam bukunya: Manajemen Sumber Daya Manusia (1995:325), sebagi berikut: “Kinerja
pegawai adalah tingkat dimana para karyawan/pegawai mencapai
persyaratan-persyaratan pekerjaan”.
Hasibuan (2012:94) kinerja pegawai merupakan suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, yang didasarkan
atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Selain itu, menurut Sunyoto
(2012:18) menyatakan bahwa kinerja pegawai adalah sesuatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Simmamora(2004:314) menyatakan,kinerja dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
a. Faktor individual yang terdiri darikemampuan dan faktor demografi.
b. Faktor psikologis yang terdiri dari sikap, motivasi, persepsi, personality dan
pembelajaran.
c. Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan,
strukturdan job design.
Menurut Gibson (2003), ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja, yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor individu, meliputi kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga
pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
b. Faktor psikologis, meliputi persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, lingkungan
kerja, komitmen dan kepuasan kerja.
c. Faktor Organisasi, meliputi stuktur organisasi,desain, pekerjaan, kepemimpinan dan
sistem penghargaan (reward system).
Siagian (2002) menyatakan bahwa, kinerja pegawai dipengaruhi beberapa faktor,
yaitu: kompensasi, lingkungan kerja, budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi kerja,
disiplin kerja, kepuasan kerja, komunikasi dan faktor faktor lainnya.
130
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Disiplin Kerja
Menurut Mangkunegara (2013:129) disiplin kerja diartikan sebagai pelaksanaan
manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Kadang-kadang, perilaku
pekerja dalam organisasi menjadi sangat mengganggu sehingga berdampak dengan
kinerja yang menurun. Disiplin kerja yang baik dan berkualitas merupakan kunci utama
keberhasilan suatu organisasi/instansi dimana apabila hal tersebut diterapkan dengan baik
dan benar maka keinginan dan tujuan suatu organiasi/instansi dapat terwujud (Shelviana,
2015).
Pengertian disiplin kerja merupakan salah satu fungsi operatif yang terpenting dan
tidak dapat diabaikan karena sebagai bagian dari fungsi pemeliharaan karyawan, dan
bilamana semakin baik disiplin kerja karyawan, makin tinggi prestasi kerja yang dapat
dicapainya. Untuk memperjelas hal ini, disiplin kerja memiliki sejumlah indikator
(Muchadarsyah Sinungan, 1995) yakni:
1. Absensi; yakni pendataan kehadiran pegawai yang sekaligus merupakan alat
untuk melihat sejauh mana pegawai itu mematuhi peraturan yang berlaku dalam
perusahaan.
2. Sikap dan Perilaku; yakni tingkat penyesuaian diri seorang pegawai dalam
melaksanakan semua tugas-tugas dari atasannya.
3. Tanggung Jawab; yakni hasil atau konsekuensi seorang pegawai atas tugas-tugas
yang diserahkan kepadanya.
a. Kepemimpinan
Menurut Moejiono (2002) pengertian kepemimpinan adalah kemampuan dalam
memberikan pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki beberapa kualitas
tertentu yang membuatnya berbeda dengan pengikutnya. Kepemimpinan merupakan
suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan,
mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai perintah yang
direncanakan (Fahmi, 2016:105). Keberhasilan seseorang pemimpin tergantung kepada
kemampuan untuk mempengaruhi. Dengan kata lain kepemimpinan diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, melalui komunikasi yang
langsung maupun tidak langsung dengan maksud menggerakkan orang-orang tersebut
131
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak
pemimpin itu (Nugraheni dkk, 2016).
b. Kompensasi Finansial
Menurut Sastrohadiwiryo (2003:181) kompensasi finansial adalah Imbalan jasa atau
balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga kerja karena tenaga kerja
tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan perusahaan
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Sunyoto (2012:31) bahwa
kompensasi finansial adalah sesuatu yang diterima oleh karyawan dalam bentuk seperti
gaji, upah, bonus, premi, tunjangan hari raya, tunjangan hari tua, pengobatan atau
jaminan kesehatan, asuransi dan lain-lain yang sejenis yang dibayarkan oleh organisasi.
Hasibuan (dalam Agung, 2013) menyatakan bahwa kepentingan organisasi dengan
pemberian kompensasi yaitu untuk mendapatkan imbalan prestasi kerja yang lebih besar
dari pegawai. Sedangkan kepentingan pegawai atas kompensasi yang diterima yaitu
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginanya dan menjadi keamanan ekonomi rumah
tangganya.
c. Komitmen Organisasional
Pengertian tentang komitmen organisasi oleh Alwi (2001) dijelaskan bahwa
komitmen diartikan sebagai sikap karyawan untuk tetap berada dalam organisasi dan
terlibat dalam upaya-upaya mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan perusahaan. Lebih lanjut
dijelaskan komitmen adalah bentuk loyalitas yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari
sejauh mana karyawan mencurahkan perhatian, gagasan, dan tanggung jawabnya dalam
upaya mencapai tujuan perusahaan. Komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana
seseorang pegawai memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya
untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut (Shobirin dkk,
2016).Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal,
karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat
upaya yang lebih tinggi bagi kepentingan organisasinya demi pencapaian tujuan.
Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap
organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan
organisasi (Triyaningsih, 2014).
132
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian pada Kantor BKKBN Provinsi
Jawa Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Kantor BKKBN
Provinsi Jawa Tengah sebanyak 115 pegawai.Dataini didapatkan berdasarkan data dari
Kantor BKKBN Provinsi Jawa Tengah.
Dalam penelitian ini, karena jumlah populasinya sedikit (terbatas) sehingga tidak
memungkinkan untuk menggunakan sampel, sehingga peneliti mengambil jumlah
sampel sama dengan jumlah populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
pegawai Badan Kependudukandan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Jawa Tengah
sebanyak 115 orang pegawai.
Skala yang digunakan dalam penyusunan kuesioner atau angket ini adalah skala
interval:
1 = Sangat Tidak Setuju
2 = Tidak Setuju
3 = Netral
4 = Setuju
5 = Sangat Setuju
Skala LIKERT dikatakan ordinal bila pernyataan Sangat Setuju mempunyai tingkat
atau preferensi yang “lebih tinggi” dari Setuju, dan “lebih tinggi” dari “Netral” (Ghozali,
2013:146). Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis jalur (path
analysis).
Gambar 1.Model Penelitian
Kepemimpinan
(X1)
Kepemimpinan
Finansial(X2)
Komitmen
Organisasional(X3)
Disiplin Kerja
(Z)
Kinerja Pegawai
(Y)
H1 (+)
H2 (+)
H3 (+)
H4 (+)
H5 (+)
H7 (+)
H6 (+)
H8 (+) H9 (+)
133
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Hasil dan Pembahasan
Uji Validitas dan Reliabilitas
Tabel 4.
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Indikator Cronbach
Alpha
Ket.
Kinerja Pegawai 0,749 Valid dan Reliabel
Disiplin Kerja 0,797 Valid dan Reliabel
Kepemimpinan 0,821 Valid dan Reliabel
Kompensasi Finansial 0,807 Valid dan Reliabel
Komitmen Organisaional 0,757 Valid dan Reliabel
Sumber: Data primer yang diolah, 2017.
Suatu konstruk atau variabel dikatakan valid dan reliable jika memberikan nilai
Cronbach Alpha lebih besar dari 0,70 (Ghozali, 2013:47). Berdasarkan pada tabel 4.
Terlihat hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan koefisien Cronbach’s Alpha pada
variable kinerja pegawai sebesar 0,749. Hal ini menunjukkan bahwa variable tersebut
valid dan reliabel, dilihat dari koefisien Cronbach’s Alpha yang nilainya lebih dari0,70
(0,749 > 0,70). Koefisien Cronbach’s Alpha pada variabel disiplin kerja sebesar 0,797.
Hal ini menunjukkan bahwa variable tersebut valid dan reliabel, dilihat dari koefisien
Cronbach’s Alpha yang nilainya lebih dari 0,70 (0,797 >0,70). Koefisien Cronbach’s
Alpha pada variable kepemimpinan sebesar 0,821.Hal ini menunjukkan bahwa variable
tersebut valid dan reliabel, dilihat dari koefisien Cronbach’s Alpha yang nilainya lebih
dari 0,70 (0,821 >0,70). Koefisien Cronbach’s Alpha pada variabel kompensasi finansial
sebesar 0,807. Hal ini menunjukkan bahwa variable tersebut valid dan reliabel, dilihat
dari koefisien Cronbach’s Alpha yang nilainya lebih dari 0,70 (0,807 > 0,70). Koefisien
Cronbach’s Alpha pada variabel komitmen organisasional sebesar 0,757. Hal ini
menunjukkan bahwa variable tersebut valid dan reliabel, dilihat dari koefisien
Cronbach’s Alpha yang nilainya lebih dari 0,70 (0,757 > 0,70).
134
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa untuk indikator-indikator dari seluruh poin
dan total pertanyaan dari lingkungan kerja, kepemimpinan dan kedisiplinan karyawan
bahwa Cronbach Alpha lebih besar dari nilai Cronbach Alpha yang ditentukanya itu lebih
besar (>0,70). Dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variable tersebut adalah reliabel.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Oleh
karena itu diperlukan analisis uji statistik yaitu uji glejser yaitu dengan meregres nilai
absolute residual terhadap variable independen (Ghozali, 2013:143).
Tabel 5.
Hasil Uji Heteroskedastisitas Kinerja Pegawai dengan Uji Glejser
Coefficientsa
Model t Sig.
1
(Constant) .908 .366
Disiplin Kerja -1.457 .148
Kepemimpinan -1.340 .183
Kompensasi Finansial 1.405 .163
Komitmen Organisasional 1.824 .071
a. Dependent Variable: Glejser_Kinerja_Pegawai
Sumber: Data primer yang diolah, 2017.
Berdasarkan tabel 5. diatas, bahwa nilai signifikansi variabel disiplin kerja sebesar
0,148. Variabel kepemimpinan sebesar 0,183. Variabel kompensasi finansial sebesar
0,163 dan variabel komitmen organisasional sebesar 0,073 yang semuanya lebih dari 0,05
(0,148 > 0,05), (0,183 > 0,05), (0,163 > 0,05) dan (0,073 > 0,05). Maka hasil yang
diperoleh dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas.
Tabel 6.
Hasil Uji Heteroskedastisitas Disiplin Kerja dengan Uji Glejser
Coefficientsa
Model t Sig.
1
(Constant) -.567 .572
Kepemimpinan .683 .496
Kompensasi Finansial 1.706 .091
Komitmen Organisasional -1.126 .263
a. Dependent Variable: Glejser_Disiplin_Kerja
Sumber: Data primer yang diolah, 2017.
Berdasarkan tabel 6. diatas, bahwa nilai signifikansi variabel kepemimpinan sebesar
0,496. Variabel kompensasi finansial sebesar 0,091 dan variabel komitmen
organisasional sebesar 0,263 yang semuanya lebih dari 0,05 (0,496>0,05), (0,091 > 0,05)
135
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
dan (0,263 > 0,05). Maka hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa model regresi
tidak terdapat heteroskedastisitas.
Tabel7.
Hasil Uji Analisis Jalur
Persamaan Regresi 1
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) .686 .836 .821 .414
Disiplin Kerja .189 .084 .238 2.256 .026
Kepemimpinan .202 .084 .257 2.422 .017
Kompensasi Finansial .161 .068 .226 2.377 .019
Komitmen Organisasional .180 .088 .208 2.060 .042
a. Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Sumber: Data primer yang diolah, 2017
Berdasarkan tabel 7.dapat diketahui bahwa hasil matematis regresi linear berganda
dari persamaan regresi 1 (satu) adalah sebagai berikut:
Y = 0,686 + 0,189 Z + 0,202 X1 + 0,161 X2 + 0,180 X3 + ε. (1)
Dari tabel7. diatas menunjukkan bahwa keempat variabel independent yaitu disiplin
kerja, kepemimpinan, kompensasi finansial dan komitmen organisasional yang
dimasukkan ke dalam model regresi memiliki nilai signifikansi masing-masing yaitu
disiplin kerjasebesar 0,026 kepemimpinan 0,017 kompensasi finansial 0,019 komitmen
organisasional 0,042.
Tabel 8.
Hasil Uji Analisis Jalur
Persamaan Regresi 2
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) .546 .974 .561 .576
Kepemimpinan .462 .086 .468 5.346 .000
Kompensasi Finansial .174 .077 .195 2.255 .026
Komitmen Organisasional .301 .098 .277 3.079 .003
a. Dependent Variable: Disiplin Kerja
Sumber: Data primer yang diolah, 2017
136
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Berdasarkan tabel 8.dapat diketahui bahwa hasil matematis regresi linear berganda
dari persamaan regresi 2 (dua) adalah sebagai berikut:
Z = 0,546 + 0,462 X1 + 0,174 X2 + 0,301 X3 + ε. (2)
Dari tabel 8. Diatas menunjukkan bahwa ketiga variabel independent yaitu
kepemimpinan, kompensasi finansial dan komitmen organisasional yang dimasukkan
kedalam model regresi memiliki nilai signifikansi masing-masing yaitu kepemimpinan
0,000 kompensasi finansial 0,026 komitmen organisasional 0,003.
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa Kepemimpinan dapat berpengaruh langsung
terhadap Kinerja Pegawai dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari
Kepemimpinan ke Disiplin Kerja (sebagai variabel mediasi) lalu ke Kinerja Pegawai.
Besarnya pengaruh langsung adalah sebesar 0,202 sedangkan besarnya pengaruh tidak
langsung harus dihitung dengan mengalikan koefisen tidak langsungnya yaitu P4 x P7
(0,462 x 0,189) = 0,087. Sedangkan total pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja
Pegawai yang dimediasi oleh Disiplin Kerja yaitu P1 + (P4 x P7) adalah sebagai berikut
0,202 + (0,462 x 0,189) = 0,289.
Dari hasil analisis jalur juga menunjukkan bahwa Komitmen Organisasional dapat
berpengaruh langsung terhadap Kinerja Pegawai dan dapat juga berpengaruh tidak
langsung yaitu dari Komitmen Organisasional ke Disiplin Kerja (sebagai variabel
mediasi) lalu ke Kinerja Pegawai. Besarnya pengaruh langsung adalah sebesar 0,180
sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung harus dihitung dengan mengalikan koefisen
tidak langsungnya yaitu P6 x P7 (0,301 x 0,189) = 0,057. Sedangkan total pengaruh
Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai yang dimediasi oleh Disiplin Kerja yaitu P3 +
(P6 x P7) adalah sebagai berikut 0,180 + (0,301 x 0,189) = 0,237.
Pengaruh mediasi yang ditunjukkan oleh perkalian koefisien (P4 x P7) dan (P6 x P7)
yaitu sebesar 0,087 dan 0,057. Signifikan atau tidak, diuji dengan Sobel test sebagai
berikut:
Sab =
=
= 0,04269.
137
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
thitung =
=
= 2,0454.
Sab =
=
= 0,03241.
thitung =
=
= 1,7553.
Berdasarkan hasil Sobel test diatas, dapat diambil kesimpulan yaitu:
1. Untuk variabel Kepemimpinan, mendapat nilai thitung sebesar 2,0454 lebih besar dari
ttabel dengan tingkat signifikansi 0,05 yaitu sebesar 1,6591, maka dapat disimpulkan
bahwa koefisien mediasi 0,087 signifikan yang berarti ada pengaruh mediasi. Maka
dapat disimpulkan bahwa Disiplin Kerja mampu memediasi hubungan antara
Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai.
2. Untuk variabel Komitmen Organisasional, mendapat nilai thitung sebesar 1,7553
lebih besar dari ttabel dengan tingkat signifikansi 0,05 yaitu sebesar 1,6591, maka
dapat disimpulkan bahwa koefisien mediasi 0,057 signifikan yang berarti ada
pengaruh mediasi. Maka dapat disimpulkan bahwa Disiplin Kerja mampu
memediasi hubungan antara Komitmen Organisasional dengan Kinerja Pegawai.
Pembahasan Hasil Penelitian
a. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai
Hasil regresi variabel Kepemimpinan diperoleh nilai t sebesar dengan 2,422 dengan
signifikansi 0,017 yang menunjukkan lebih kecil dari 0,05. Karena nilai signifikansi
pengujian lebih kecil dari 0,05 (0,017 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada
138
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel Kepemimpinan terhadap Kinerja
Pegawai. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa besarnya tingkat Kepemimpinan
pada objek penelitian mempengaruhi Kinerja Pegawai. Oleh karena itu, maka H1 dalam
penelitian ini dapat diterima. Dengan kata lain semakin baik tingkat kepemimpinan
seorang pemimpin, maka akan semakin tinggi pula kinerja dari para pegawai yang
dipimpin.
Hasil penelitian ini sesuai dengan studi terdahulu yang dilakukan oleh Fauzan
(2017) yang menyatakan bahwa Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan
terahadap Kinerja Pegawai. Dalam hal ini, pemimpin dapat mempengaruhi perilaku
bawahan, agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan
organisasi. Perilaku dan sifat kepemimpinan akan menjadi pedoman bagi bawahannya,
bagaimana seorang pemimpin menjadi teladan bagi bawahannya. Sifat dan perilaku
tersebut menjadikan bawahan loyal terhadap organisasi dan sebaliknya.
b. Pengaruh Kompensasi Finansial Terhadap Kinerja Pegawai
Hasil regresi variabel Kompensasi Finansial diperoleh nilai t sebesar dengan 2,377
dengan signifikansi 0,019 yang menunjukkan lebih kecil dari 0,05. Karena nilai
signifikansi pengujian lebih kecil dari 0,05 (0,019 < 0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel Kompensasi Finansial
terhadap Kinerja Pegawai. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa besarnya tingkat
Kompensasi Finansial pada objek penelitian mempengaruhi Kinerja Pegawai. Oleh
karena itu, maka H2 dalam penelitian ini dapat diterima. Kantor BKKBN Prov. Jawa
Tengah dalam pemberian kompensasi finansial terhadap pegawai yang berupa gaji
pokok, bonus, insentif, penghargaan terhadap hasil kerja, asunsansi dan
tunjangan-tunjangan, hal ini yang menjadikan suatu motivasi kuat bagi para pegawai
dalam melaksanakan suatu pekerjaan dengan maksimal.
Ardi dan Sukmasari (2016) menjelaskan bahwa Pemberian kompensasi berupa
finansial merupakan kebutuhan primer, karena finansial yang diterima oleh pegawai
dapat menunjang kelangsungan hidupnya, oleh karena itu kebutuhan akan memperoleh
kompensasi berupa finansial merupakan faktor pendorong yang kuat bagi pegawai
untuk bekerja. Sehingga pemberian kompensasi memiliki hubungan timbal balik, antara
pegawai dengan organisasi. Pegawai sangat mengharapkan kompensasi yang diberikan
139
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
dari organisasi sesuai dengan pengorbanan yang dilakukannya, dan organisasi
mengharapkan tersedianya pegawai yang cakap dan memenuhi syarat untuk suksesnya
tujuan yang telah ditetapkan. Jika organisasi memperhatikan pemberian kompensasi
finansial yang mencukupi kepada pegawainya, maka pegawai akan menunjukkan
kepuasan kerja yang baik, yang pada akhirnya dapat mencapai tujuan organisasi. Hasil
penelitian ini sesuai dengan studi terdahulu yang dilakukan oleh Musyafi’ dkk (2016)
yang menyatakan bahwa Kompensasi Finansial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kinerja Pegawai.
c. Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja Pegawai
Hasil regresi variabel Komitmen Organisasional diperoleh nilai t sebesar dengan
2,060 dengan signifikansi 0,042 yang menunjukkan lebih kecil dari 0,05. Karena nilai
signifikansi pengujian lebih kecil dari 0,05 (0,042 < 0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel Komitmen Organisasional
terhadap Kinerja Pegawai. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa besarnya tingkat
Komitmen Organisasional di objek penelitian mempengaruhi Kinerja Pegawai. Oleh
karena itu, maka H3 dalam penelitian ini dapat diterima. Dengan kata lain semakin
tinggi tingkat Komitmen Organisasional para pegawai, maka akan semakin tinggi pula
tingkat kinerjanya.
Triyaningsih (2014) menjelaskan bahwa komitmen terhadap organisasi artinya
lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan
kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang lebih tinggi bagi kepentingan
organisasinya demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen
organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan,
dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.Selain itu, apabila didalam
suatu organisasi mempertimbangkan aspek komitmen organisasional yang tinggi untuk
para pegawai, maka akan berpengaruh pada peningkatan kinerja. Hasil penelitian ini
konsisten sesuai dengan penelitian yang dilakukan Septiani dkk (2016), yaitu komitmen
organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
140
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
d. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja
Hasil regresi variabel Kepemimpinan diperoleh nilai t sebesar dengan 5,346 dengan
signifikansi 0,000 yang menunjukkan lebih kecil dari 0,05. Karena nilai signifikansi
pengujian lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel Kepemimpinan terhadap tingkat
Disiplin Kerja. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa besarnya tingkat
Kepemimpinan pada objek penelitian mempengaruhi Disiplin Kerja para pegawai. Oleh
karena itu, maka H4 dalam penelitian ini dapat diterima. Dengan kata lain semakin baik
tingkat kepemimpinan seorang pemimpin, maka akan semakin tinggi pula tingkat
disiplin kerja dari para pegawai yang dipimpin.
Salutondok dan Soegoto (2015) mengungkapkan, organisasi bukan saja
mengharapkan pegawai yang mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka
mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal.
Kemampuan dan kecakapan pegawai tidak berarti bagi organisasi jika mereka tidak
bekerja dengan baik. Selain itu, apabila didalam suatu organisasi mempertimbangkan
aspek kepemimpinan yang baik, maka akan berpengaruh pada tingkat disiplin kerja para
pegawai. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nugraheni dkk
(2016), yaitu kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja
pegawai.
e. Pengaruh Kompensasi Finansial Terhadap Disiplin Kerja
Hasil regresi variabel Kompensasi Finansial diperoleh nilai t sebesar dengan
2,255 dengan signifikansi 0,026 yang menunjukkan lebih kecil dari 0,05. Karena nilai
signifikansi pengujian lebih kecil dari 0,05 (0,026 < 0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel Kompensasi Finansial
terhadap Disiplin Kerja. Hasil penelitian regresi tersebut menunjukkan bahwa besarnya
tingkat Kompensasi Finansial pada objek penelitian mempengaruhi tingkat Disiplin
Kerja dari para pegawai. Oleh karena itu, H5 dalam penelitian ini dapat diterima.
Sunyoto (2012:30) menjelaskan, ketidakpuasan para karyawan/pegawai tehadap
kompensasi yang diterima dari organisasi dimana mereka bekerja akan menimbulkan
dampak yang tidak baik jika tidak secara cepat diatasi atau diselesaikan. Dampak yang
tidak baik itu antara lain karyawan banyak keluhan yang negatif, produktivitas kerja
141
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
menurun, tingkat kemangkiran tinggi, pemogokan kerja dan lain sebagainya. Sehingga
pemberian kompensasi berperan penting dengan kaitannya dalam disiplin kerja para
karyawan/pegawai. Hasil penelitian ini sesuai dengan studi terdahulu yang dilakukan
oleh Nugraheni dkk (2016) yang menyatakan bahwa Kompensasi Finansial berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Disiplin Kerja.
f. Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Disiplin Kerja
Hasil regresi variabel Komitmen Organisasional diperoleh nilai t sebesar dengan
3,079 dengan signifikansi 0,003 yang menunjukkan lebih kecil dari 0,05. Karena nilai
signifikansi pengujian lebih kecil dari 0,05 (0,003 < 0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel Komitmen Organisasional
terhadap Disiplin Kerja. Hasil penelitian regresi tersebut menunjukkan bahwa besarnya
tingkat Komitmen Organisasional di objek penelitian mempengaruhi tingkat Disiplin
Kerja para pegawai. Maka H6 dalam penelitian ini dapat diterima. Dengan kata lain
semakin tinggi tingkat Komitmen Organisasional para pegawai, maka akan semakin
tinggi pula tingkat disiplin kerja para pegawai tersebut.
Komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih baik
dari sekedar kesetiaan yang pasif melainkan menyiratkan hubungan pegawai dengan
perusahaan secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki
keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong
kesejahteraan dan keberhasilan organisasinya. Hasil penelitian ini sesuai dengan studi
terdahulu yang dilakukan oleh Ekowati dan Widajanti (2013) yang menyatakan bahwa
Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Disiplin Kerja.
g. Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Hasil regresi variabel Disiplin Kerja diperoleh nilai t sebesar dengan 2,256 dengan
signifikansi 0,026 yang menunjukkan lebih kecil dari 0,05. Karena nilai signifikansi
pengujian lebih kecil dari 0,05 (0,026 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel Disiplin Kerja terhadap Kinerja
Pegawai. Hasil penelitian regresi tersebut menunjukkan bahwa besarnya tingkat Disiplin
Kerja di objek penelitian mempengaruhi tingkat Kinerja Pegawai. Maka H7 dalam
142
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
penelitian ini dapat diterima. Dengan kata lain semakin tinggi tingkatdisiplin kerja para
pegawai, maka akan semakin tinggi pula tingkat kinerja pegawai tersebut.
Shelviana (2015) menjelaskan bahwa disiplin sangat penting untuk pertumbuhan
organisasi. Disiplin digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat
mendisiplinkan diri. Sebagaimana kemampuan yang dimiliki manusia atau pegawai,
namun jika tidak diimbangi dengan pemahaman terhadap disiplin kerja yang tinggi,
maka tugas dan pekerjaannya yang dilaksanakan tidak akan menghasilkan kinerja yang
baik, bahkan mungkin akan dapat menimbulkan kegagalan dalam tercapainya tujuan
dalam organisasi. Karena, disiplin kerja yang baik dan berkualitas merupakan kunci
utama keberhasilan suatu organisasi dimana apabila hal tersebut diterapkan dengan baik
dan benar maka keinginan dan tujuan suatu organiasi dapat terwujud. Hasil penelitian
ini sesuai dengan studi terdahulu yang dilakukan oleh Septiani dkk (2016) yang
menyatakan bahwa Disiplin Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja
Pegawai.
h. PengaruhKepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai dengan Disiplin Kerja
Sebagai Mediasi
Berdasarkan hasil dari uji Sobel test dapat diketahui bahwa t hitung lebih besar dari
t tabel dengan tingkat signifikansi 0,05 yaitu sebesar 1,6591 (2,0454>1,6591) maka H08
ditolak dan Ha8 diterima, artinya Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai dengan disiplin kerja sebagai mediasi. Maka H8 dalam
penelitian ini dapat diterima. Dari hasil perbandingan antara pengaruh langsung dan
tidak langsung, dimana pengaruh langsung lebih besar yaitu 0,202 daripada pengaruh
tidak langsung sebesar 0,087 (0,202 > 0,087). Maka keberadaan disiplin kerja sebagai
variabel mediasi hanya memperkecil pengaruh langsung antara Kepemimpinan terhadap
Kinerja Pegawai.
Santoso (2013) mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
membina dan membimbing dalam menggerakkan dan mengarahkan bawahan kearah
pencapaian tujuan organisasi melalui bersifat paksaan atau persuasif, dengan kata lain
yaitu kemampuan untuk mempengaruhi (membujuk) orang-orang lain untuk mencapai
tujuan dengan antusias dan mengubah sesuatu yang potensial menjadi kenyataan.
Kemampuan seorang pemimpin dengan kepemimpinannya harus mampu memberikan
143
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
atau menciptakan disiplin kerja yang lebih tinggi bagi setiap bawahannya agar kinerja
dapat lebih tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
dilakukan Santoso (2013), yaitu kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai dengan disiplin kerja sebagai mediasi.
i. PengaruhKomitmen Organisasional Terhadap Kinerja Pegawai dengan
Disiplin Kerja Sebagai Mediasi
Berdasarkan hasil dari uji Sobel test dapat diketahui bahwa t hitung lebih besar dari
t tabel dengan tingkat signifikansi 0,05 yaitu sebesar 1,6591 (1,7553>1,6591) maka H09
ditolak dan Ha9 diterima, artinya Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai dengan disiplin kerja sebagai mediasi. Maka H9
dalam penelitian ini dapat diterima. Dari hasil perbandingan antara pengaruh langsung
dan tidak langsung, dimana pengaruh langsung lebih besar yaitu 0,180 daripada
pengaruh tidak langsung sebesar 0,057 (0,180 > 0,057). Maka keberadaan disiplin kerja
sebagai variabel mediasi hanya memperkecil pengaruh langsung antara Komitmen
Organisasional terhadap Kinerja Pegawai.
Prihantoro (2012) mengungkapkan bahwa kinerja pegawai dipengaruhi oleh
komitmen organisasional. Pegawai yang mempunyai keterlibatan tinggi dalam bekerja
tidak mempunyai keinginan untuk keluar dari perusahaan dan dalam hal ini merupakan
modal dasar untuk mendorong produktivitas yang tinggi. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Nurbiyati dan Wibisono (2014), yaitu
komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai
dengan disiplin kerja sebagai mediasi.
Kesimpulan
1. Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
2. Kompensasi Finansial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
3. Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai.
4. Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja.
5. Kompensasi finansial berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja.
144
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
6. Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin
kerja.
7. Disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
8. Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai dengan
disiplin kerja sebagai mediasi. Tetapi keberadaan disiplin kerja sebagai variabel
mediasi hanya memperkecil pengaruh langsung antara kepemimpinan terhadap
kinerja pegawai.
9. Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai dengan disiplin kerja sebagai mediasi. Tetapi keberadaan disiplin kerja
sebagai variabel mediasi hanya memperkecil pengaruh langsung antara komitmen
organisasional terhadap kinerja pegawai.
10. Berdasarkan koefisien determinasi (adj R2) dari variabel dependen kinerja pegawai,
dapat diketahui bahwa koefisien determinasi menunjukkan nilai Adjusted R2 sebesar
0,735. Hal ini berarti bahwa variabel kinerja pegawai mampu dijelaskan oleh
variabel yang terdiri dari disiplin kerja, kepemimpinan, kompensasi finansial dan
komitmen organisasional sebesar 73,5% sedangkan sisanya 26,5% dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain diluar variabel yang diteliti.
11. Berdasarkan koefisien determinasi (adj R2) dari variabel dependen disiplin kerja,
dapat diketahui bahwa koefisien determinasi menunjukkan nilai Adjusted R2
sebesar 0,771. Hal ini berarti bahwa variabel disiplin kerja dapat dijelaskan oleh
variabel yang terdiri dari kepemimpinan, kompensasi finansial dan komitmen
organisasional sebesar 77,1% sedangkan sisanya 22,9% dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain diluar variabel yang diteliti.
Saran
1. Penelitian selanjutnya dalam mengangkat tema tidak hanya berupa wawancara, juga
dapat dikembangkan dengan dokumentasi, studi pustaka atau dengan kuesioner,
serta objek diluar penelitian ini.
2. Nilai Adjusted R Square untuk model dalam penelitian ini hanya sebesar 73,5 %
dan 77,1%. Berdasarkan hal tersebut, penelitian selanjutnyadiharapkan dapat
mempertimbangkan untuk menggunakan variabel lain seperti motivasi, lingkungan
kerja, sosialisasi dan budaya organisasi. Supaya lebih sesuai untuk menjelaskan dan
memediasi variabel kinerja pegawai.
145
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Wahyu (2013), Pengaruh Lingkungan Kerja, Kompensasi, Dan Komitmen
Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di RS “X”. JRSMI, Vol. 4, No. 1.
Alwi, Syafaruddin (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi Keunggulan
Kompetitif, BPFE UGM, Yogyakarta.
Ardi, Rudi Prasetyo dan Sukmasari, Ninik (2016) Pengaruh Disiplin Kerja, Promosi
Jabatan dan Kompensasi Terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Kebudayaan
Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Rembang, Jurnal EBBANK, Vol. 7,
No. 2, Hal. 105-110.
Ekowati, Cicilia dan Widajanti, Erni (2013), Pengaruh Keterampilan Pimpinan,
Komitmen Organisasi dan Moral Kerja Terhadap Kedisiplinan Pegawai Di Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Surakarta, Jurnal Manajemen
Sumberdaya Manusia, Vol. 7, No. 1, Hal. 36–44.
Fahmi, Irham (2016), Pengantar Manajemen Sumber Daya Manusia Konsep dan
Kinerja, Jakarta: Mitra Wacana Media.
Fauzan, Muhammad (2017), Pengaruh Stress Dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Perawat Di Rumah Sakit Umum DaerahPematangsiantar, Jurnal Wawasan
Manajemen, Vol. 5, No. 1.
Ghozali, Imam (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS 19.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Gibson, J.L. (2003),Struktur Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Erlangga 5.
Hasibuan S, P, Malayu (2012), Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi,
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu (2013), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Rineka Cipta.
Moejiono, Imam (2002), Kepemimpinan Dan Keorganisasian, Yogyakarta: UII Press.
Musyafi’, Roihatul. Utami, Hamidah, Nayati dan Mayowan, Yuniadi (2016), Pengaruh
Kompensasi Finansial Dan Non Finansial Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada
Karyawan PT PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Malang), Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 39 No. 2.
Nugraheni, Agnes Nana. Leonardo Budi H dan Warso, Mukeri (2016), Pengaruh
Kepemimpinan, Kompensasi Finansial Dan Komitmen Terhadap Kedisiplinan
Kerja Karyawan Grill On Resto Semarang, Journal Of Management, Vol. 2, No. 2.
Nurbiyati, Titik dan Wibisono, Kunto (2014), Analisis Pengaruh Komitmen Afektif,
Kontinyu Dan Normatif Terhadap Kinerja Dengan Disiplin Kerja Sebagai Variabel
Intervening (pada Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta), Jurnal
Kajian Bisnis, Vol. 22, No. 1, hal. 21-37.
Sastrohadiwiryo, Siswanto (2003), Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan
Administrasi dan Operasional, Jakarta: Bumi Aksara.
146
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Salutondok, Yohanis dan Soegoto, Agus Supandi (2015), Pengaruh Kepemimpinan,
Motivasi, Kondisi Kerja dan Disiplin Terhadap Kinerja Pegawai Di Kantor
Sekretariat DPRD Kota Sorong, Jurnal EMBA, Vol. 3, No. 3, Hal. 849-862.
Santoso, Joko (2013), Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dengan
Disiplin Kerja Sebagai Variabel Intervening (Pada Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi Kalimantan Tengah), Universitas Terbuka Jakarta,
TAPM–Dipublikasikan.
Septiani, Maulya. Sunuharyo, Bambang Swasto dan Prasetya, Arik (2016), Pengaruh
Komitmen Organisasional Terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja Karyawan (Studi
Pada Karyawan AJB Bumiputera 1912 Cabang Celaket Malang), Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 40, No. 2.
Shelviana, Sherly (2015), Hubungan Disiplin Kerja Dengan Kinerja Pegawai Negeri
Sipil (PNS) Di Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda, eJournal Ilmu
Administrasi Negara, Vol. 3, No. 4, Hal. 1912-1926.
Shobirin, Muhamad. Minarsih, Maria M. dan Fathoni, Azis (2016), Analisis Pengaruh
Kepemimpinan, Komitmen Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Keinginan
Pindah Kerja Karyawan PT. Bank BTPN Mitra Usaha Rakyat Area Semarang1,
Journal of Management, Vol. 2, No. 2.
Siagian, S. P. (2002), Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Simamora, Henry (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama.
Yogyakarta: STIE YKPN
Simamora, Henry (2004),Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Ketiga. Yogyakarta:
STIE YKPN.
Sinungan, Muchdarsyah (1995), Produktivitas Apa dan Bagaimana, Jakarta: Bumi
Aksara.
Sunyoto, Danang (2012), Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama,
Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).
Triyaningsih, S, L, (2014), Analisis Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi Kerja Dan
Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Universitas Slamet Riyadi
Surakarta, Informatika, Vol. 1, No. 2.
147
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PENGARUH AUDITOR SPESIALISASI INDUSTRI DAN REDFLAGS
TERHADAP KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN PUBLIK
DI BIDANG KEUANGAN
Titi Purbo Sari, SE., M.Si.1
Linda Novasari, SE., MM.2
Fakultas Ekonomi, Program Studi Akuntansi, Universitas Semarang
titipurbosari78@gmail.com1
Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Januari 2019
ABSTRACT
Accounting cases that occurred in Indonesia have reached a very alarming level, thus giving effect on
the decrease of trust to integrity and earnings quality from financial report. Therefore, the scandal makes
discourse in this research to know how to detect deviations of financial statement presentation through the
use of services auditor industry specialization and identify warning signs as redflags. So with the role of
auditor industry specialization and redflags can contribute to the quality of the relevant and good
earnings. The sample of this research consists of 121 public companies in the field of finance and listed in
Indonesia Stock Exchange in 2014 - 2015. Measurement of influence of auditor industry specialization
using Craswell method and measurement on redflags factor using financial ratios F-Score Model, while
the earnings quality in this research proxied to the absolute level of discretionary accruals. This research
uses multiple regression technique to analyze data. The results showed that simultaneously auditor
industry specialization and redflags have a significant effect to earnings quality. However, if tested
partially, auditors industry specialization do not significantly influence the quality of earnings while
redflags have a significant effect on the quality of financial statements. This is because the financial
management of each company is under strict supervision by Bank Indonesia, so that the auditor industry
specialization has little role in creating good profit quality.
Keywords: Auditor industry specialization, Red Flags, Earnings Quality, Financial Industry
ABSTRAK
Kasus akuntansi yang terjadi di Indonesia telah mencapai tingkat yang sangat
memprihatinkan, sehingga memberikan efek pada menurunnya kepercayaan terhadap integritas dan
earnings quality dari laporan keuangan.Oleh karena itu, skandal tersebut menjadikan wacana dalam
penelitian ini untuk mengetahui cara mendeteksi penyimpangan penyajian laporan keuangan melalui
penggunaan jasa auditor spesialisasi industri dan mengidentifikasi tanda – tanda peringatan sebagai
redflags. Sehingga dengan adanya peranan auditor spesialisasi industri dan redflags dapat memberikan
kontribusi terhadap kualitas laba yang relevan dan baik. Sampel penelitian ini terdiri dari 121 perusahaan
publik di bidang keuangan dan terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014 – 2015.
Pengukuran pengaruh auditor spesialisasi industri menggunakan metode Craswell dan pengukuran pada
faktor redflags menggunakan rasio keuangan F-Score Model, sedangkan kualitas laba dalam penelitian ini
diproksikan dengan tingkat absolut akrual diskresioner. Penelitian ini menggunakan tehnik regresi
berganda untuk menganalisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan auditor
spesialisasi industri dan redflags berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Namun apabila diuji
secara parsial, auditor spesialisasi industri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laba
sedangkan redflags berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena
manajemen keuangan setiap perusahaan berada dalam pengawasan yang ketat oleh Bank Indonesia,
sehingga adanya auditor spesialisasi industri kurang berperan dalam menciptakan kualitas laba yang
baik.
Kata kunci : Auditor spesialisasi industri, Red Flags, Kualitas Laba, Industri Keuangan
148
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PENDAHULUAN
Kasus kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia sendiri juga terjadi pada
perusahaan besar berskala nasional, seperti PT. Telkom, PT. Kimia Farma, PT. Semen
Gresik, Bank Syariah Mandiri dan Bank Lippo. Kasus akuntansi tersebut memberikan
bukti tentang kegagalan audit yang memberikan efek pada menurunnya kepercayaan
terhadap integritas dan earnings quality dari laporan keuangan.
Kualitas informasi keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan sering
diasosiasikan sebagai kualitas laba. Konsep kualitas laba tidak dapat diamati sebab
kualitas laba tidak memiliki definisi dalam literatur, sehingga dalam beberapa
penelitian diproksikan dengan tingkat absolut akrual diskresioner (Discretionary
Accruals). Oleh sebab itu, akrual diskresioner menjadi media untuk pengukuran
manajemen laba. Dechow, et al. (2011) telah menggunakan pendekatan baru untuk
menguji dan mendeteksi manajemen laba dengan menggabungkan pembalikan akrual.
Pendekatan ini menghasilkan solusi untuk meningkatkan daya pengujian dan
mengurangi misspecification dalam pengukuran manajemen laba melalui kerangka
kerja yang fleksibel.
Pengungkapan pelaporan keuangan yang disajikan secara wajar dan bersih dari
kecurangan dilakukan oleh pihak yang berkompeten, yaitu auditor. Setiap auditor
memiliki kemampuan yang berbeda dalam mendeteksi kecurangan yang disebabkan
karena beberapa faktor, misalnya tingkat pengalaman auditor yang berbeda, sikap
skeptis yang berbeda dan situasi yang harus dihadapi auditor dalam bekerja.
Pengalaman juga akan mempengaruhi sensitivitas auditor terhadap gejala-gejala
(symptoms) kecurangan. Auditor yang berpengalaman akan memiliki pengetahuan
tentang kekeliruan dan kecurangan yang lebih banyak dibandingkan dengan auditor
yang tidak berpengalaman (Sucipto, 2007).
Skanda – skandal akuntansi nasional tersebut dapat dijadikan sebagai pengalaman
dan pelajaran yang bermanfaat dalam mengidentifikasi tanda – tanda peringatan
akuntansi sebagai red flags dengan mendeteksi potensi masalah awalnya. Petunjuk
adanya indikasi kecurangan umumnya ditunjukkan dengan munculnya gejala-gejala
149
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
(symptoms) yang tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu atau yang biasa
dikenal dengan red flags (fraud indicators), baik yang merupakan kondisi atau
keadaan lingkungan maupun perilaku seseorang (Anggriawan, 2014).
Timbulnya red flags tidak selalu menjadi indikasi adanya kecurangan, namun red
flags ini biasanya muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan
analisis lebih lanjut terhadap red flags tersebut dapat membantu langkah selanjutnya
untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan.
Berdasarkan pada pemikiran tersebut di atas, agar catatan akuntansi dan informasi
keuangan yang disajikan bebas dari kekeliruan (unintentional misstatements) maupun
kecurangan, maka penelitian ini mengembangkan dan menguji kembali secara ilmiah
suatu relevansi antara pengaruh auditor spesialisasi industri dan red flags terhadap
kualitas laba (earnings quality) pada perusahaan publik di bidang keuangan.
Tujuan penelitian untuk mendapatkan bukti empiris mengenai :
1. Pengelompokkan auditor spesialisasi industri dengan auditor non-spesialisasi
industri dan perusahaan publik keuangan yang terindikasi red flags.
2. Pengaruh auditor spesialisasi industri dan red flags dalam memberikan kontribusi
terhadap kualitas laba yang relevan dan baik.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori Keagenan (Agency Theory) yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling
(1976) mendefinisikan hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara dua
pihak yang memuat pendelegasian pekerjaan dan wewenang oleh pihak pertama
(sebagai principal/ leader) kepada pihak kedua (sebagai agent/ subordinate) agar pihak
kedua bersedia melakukan pekerjaan tersebut untuk kepentingan pihak pertama.
Kepentingan pihak pertama selaku pihak pemegang saham dan stakeholder umumnya
bertentangan dengan pihak kedua, sebab pihak pertama sebagai pengguna informasi
(user) memperoleh informasi yang asimetris dari pihak kedua sebagai penyedia
informasi (prepaper) yang menimbulkan adanya ketidakpastian (Deegan, 2007).
150
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Hal ini menyebabkan pihak agent yang terkait langsung dengan transaksi bisnis
cenderung untuk melakukan perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behaviour),
antara lain dengan memanipulasi data dalam laporan keuangan agar dapat menyajikan
laba sesuai harapan pihak principal, sehingga prediksi laba tersebut tidak
menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya (Scott, 2009).
Kompetensi auditor dapat mengurangi tingkat manajemen laba suatu perusahaan,
dan pengguna informasi laporan keuangan akan lebih mempercayai informasi yang
disajikan, sehingga dapat mengurangi informasi asimetri antara pihak manajemen
dengan pihak stakeholders. Jadi, teori keagenan menjelaskan mengenai kedudukan
auditor sebagai pihak ketiga yang menjembatani antara principal dan agent untuk
memahami konflik kepentingan yang muncul.
Financial Shenanigans
Financial Shenanigans diperkenalkan oleh Schilit sebagai suatu tindakan
penggunaan akuntansi kreatif atau kelalaian dengan tujuan untuk menyembunyikan
atau memanipulasi kinerja keuangan atau kondisi keuangan suatu entitas dengan
mengelola laba melalui penambahan laba di tahun berjalan atau menggeser laba
tahun berjalan ke periode berikutnya. Shenanigans cenderung berada pada perusahaan
yang tidak melakukan check and balances dalam manajemen senior dan auditor gagal
dalam mendeteksi red flags, namun perusahaan cenderung berusaha meyakinkan
investor untuk mempercayai kondisi keuangan perusahaan yang terlihat stabil (Schilit
dan Perler, 2010).
Tindakan manipulasi laba yang digunakan oleh manajemen perusahaan sebagai
gimmick akuntansi bertujuan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan harapan
agar menaikkan harga saham dan kompensasi eksekutif menjadi lebih tinggi. Jadi
dalam teori financial shenanigans, auditor di tuntut waspada kemungkinan adanya
red flags yang bertujuan untuk menyembunyikan atau memanipulasi posisi keuangan,
kondisi keuangan dan arus kas perusahaan.
Auditor Spesialisasi Industri
Auditor melakukan general audit (opinion audit) sebagai pelaksanaan tugas audit
yang dilakukan secara independen dan obyektif. Namun, meskipun demikian dalam
151
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
mendeteksi kecurangan bukan sepenuhnya tanggung jawab dari auditor, melainkan
tanggung jawab manajemen perusahaan untuk mencegah timbulnya fraud dalam
manipulasi laporan keuangan.
Auditor yang berpengalaman akan memiliki pengetahuan tentang kekeliruan dan
kecurangan yang lebih banyak dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman
(Sucipto, 2007). Beberapa penelitian menggunakan metode Craswell untuk
mengidentifikasi auditor spesialisasi industri, sebab metode ini memiliki hasil sensitif
terhadap perubahan market share untuk mengidentifikasi auditor spesialisasi industri
(Sonnier dan Carson, 2009).
Beberapa penelitian menggunakan metode ini untuk mengidentifikasi auditor
spesialisasi industri, sebab metode ini memiliki hasil sensitif terhadap perubahan market
share untuk mengidentifikasi auditor spesialisasi industri (Sonnier dan Carson, 2009).
Perhitungan metode Craswell didasarkan pada :
a. Total pendapatan klien yang diaudit dalam satu tahun dengan ketentuan auditor
spesialisasi industri memiliki persentase total pendapatan klien lebih dari 15%.
b. Persentase jumlah klien yang diaudit dalam satu tahun dengan ketentuan auditor
spesialisasi industri memiliki persentase jumlah klien lebih dari 15%.
Redflags
Petunjuk adanya indikasi kecurangan umumnya ditunjukkan dengan munculnya
gejala-gejala (symptoms) yang tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu atau
yang biasa dikenal dengan red flags (fraud indicators), baik yang merupakan kondisi
atau keadaan lingkungan maupun perilaku seseorang (Anggriawan, 2014). Timbulnya
red flags tidak selalu menjadi indikasi adanya kecurangan, namun red flags ini biasanya
muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi.
Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap red flags tersebut dapat membantu
langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan.
Penelitian ini menggunakan Fraud Score Model atau lebih dikenal dengan F – Score
Model sebagai langkah awal dalam mendeteksi kemungkinan adanya manipulasi
pelaporan keuangan.
152
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Model ini telah digunakan oleh Dechow, Ge, Larson dan Sloan (2007) untuk
mengidentifikasi masalah di akrual, piutang, persediaan, penjualan tunai, pendapatan
dan penerbitan saham. Apabila indeks F – Score > 1, maka ada indikasi dalam
perusahaan terdapat redflags, yang artinya perusahaan memiliki masalah dalam
pelaporan keuangan.
Kualitas Laba
Dalam konsensus di Harvard Business School terdapat perbedaan pendapat yang
mendalam mengenai definisi dan pengukuran konsep kualitas laba yang menyebabkan
terdapat beberapa definisi yang saling tumpang tindih. Dichev, Graham dan Rajgopal
(2012) berpendapat bahwa klasifikasi dari kualitas laba adalah laba yang
berkesinambungan, berulang, konsisten, bebas dari item yang membuat laba menjadi
tidak berkelanjutan, mampu memprediksi laba di masa depan dan didukung dengan
arus kas yang sebenarnya.
Kualitas laba pada umumnya diproksikan dengan tingkat absolut akrual
diskresioner (Discretionary Accruals) yang merupakan komponen akrual dalam
kebijakan manajemen untuk melakukan intervensi dalam proses pelaporan keuangan.
Dengan asumsi semakin besar nilai akrual diskresioner maka semakin besar pula
manajemen laba, yang berarti semakin buruk kualitas laba.
Manajemen laba yang sah adalah yang bertindak secara konsisten dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum (GAAP), namun manajemen laba menjadi tidak sah
apabila telah melibatkan manipulasi laba dengan tujuan untuk meningkatkan
pendapatan yang diharapkan.
Hipotesis Penelitian
Fraud dapat diantisipasi melalui red flags sebagai alarm/ sinyal adanya indikasi
terjadinya kecurangan dalam perusahaan yang potensial terjadi. Meski demikian,
tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan bukan sepenuhnya bagian dari auditor
(eksternal) melainkan tanggung jawab manajemen perusahaan untuk mendeteksi dan
mencegah fraud melalui pelaksanaan prosedur pengendalian internal. Maka untuk
mendeteksi prakondisi yang memungkinkan perusahaan untuk terlibat dalam
153
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
manipulasi terkait dengan variabel laporan keuangan Dechow, et al. (2007) merancang
suatu model dengan menggunakan data akuntansi. Berdasarkan uraian diatas, maka
dapat diajukan hipotesis 1 yang dirumuskan sebagai berikut :
H1 : Auditor spesialisasi industri berpengaruh positif terhadap kualitas laba dalam
pelaporan keuangan.
Keberadaan auditor yang kompeten juga dapat mengurangi tingkat manajemen laba
suatu perusahaan dan pengguna informasi laporan keuangan akan lebih mempercayai
informasi yang disajikan. Namun, penggunaaan jasa auditor yang berpengalaman akan
memiliki pengetahuan tentang kekeliruan dan kecurangan yang lebih banyak
dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman (Sucipto, 2007). Perhitungan
metode Craswell mengidentifikasi auditor spesialisasi industri berdasarkan pada
perubahan market share. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diajukan hipotesis 2
yang dirumuskan sebagai berikut:
H2 : Redflags dapat berpengaruh negatif terhadap kualitas laba dalam pelaporan
keuangan.
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini meliputi semua perusahaan publik yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2014 - 2015. Perusahan publik yang
digunakan sebagai obyek penelitian memiliki aktivitas operasional di bidang keuangan
(perbankan, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, perusahaan asuransi, dan
perusahaan jasa investasi).
Hal yang mendasari pemilihan obyek penelitian pada perusahaan publik di bidang
keuangan adalah karena industri keuangan memiliki karakteristik khusus. Industri
keuangan dipengaruhi oleh regulasi dari pemerintah karena memiliki tingkat rasio
leverage lebih tinggi dibanding dengan industri non-keuangan, sehingga likuiditas dan
tingkat kecukupan modal diatur secara ketat oleh Bank Indonesia.
154
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Data yang dikumpulkan adalah daftar perusahaan yang terdaftar dan
mempublikasikan pelaporan laporan keuangan tahunan (annual report) di Bursa Efek
Indonesia. Data-data tersebut dapat diperoleha melalui situs BEI yaitu www.idx.co.id
Pemilihan dan Pengukuran Variabel
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor
spesialisasi industri dan red flags. Perhitungan terhadap identifikasi auditor spesialis
industri dalam penelitian ini menggunakan metode Craswell. Metode ini dipilih karena
memiliki hasil sensitif terhadap perubahan market share untuk mengidentifikasi auditor
spesialisasi industri. Perhitungan metode Craswell didasarkan pada :
a. Total pendapatan klien yang diaudit dalam satu tahun dengan ketentuan auditor
spesialisasi industri memiliki persentase total pendapatan klien lebih dari 15%.
b. Persentase jumlah klien yang diaudit dalam satu tahun dengan ketentuan auditor
spesialisasi industri memiliki persentase jumlah klien lebih dari 15%.
Auditor yang akan di ukur dalam penelitian ini adalah KAP yang telah
melakukan proses audit Laporan Keuangan perusahaan go public di bidang
keuangan pada tahun 2014 – 2015 adalah sebanyak 28 KAP.
Pengukuran terhadap variabel redflags menggunakan rasio keuangan berdasarkan
F-Score Model (Dechow et al, 2007) untuk mengidentifikasi masalah dalam pelaporan
keuangan. Berikut rasio keuangan yang digunakan dalam mendeteksi red flags:
F-Score = -6.753 + 0.773 TACC + 3.201 CIR + 2.465 CII + 0.108 CIS - 0.995 CIE
Jika F – Score > 1 mengindikasikan adanya kemungkinan masalah di akrual,
piutang, persediaan, dan penjualan tunai. Sebaliknya, jika F – Score < 1 maka
perusahaan tersebut diindikasikan tidak ada masalah dalam laporan keuangannya.
155
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 1
Rasio Keuangan F - Score
Proksi F – Score Model Perhitungan
TACC (Total Accrual) NIit - 1 - CFO it
CIR (Change in Receivable) Δ Receivable / Average total Assets
CII (Change in Inventory) Δ Inventory / Average total Assets
CIS (Change in Cash Sales) [(Δ Sales / Sales (t)) – (Δ Receivable / Receivable (t))]
CIE (Change in Earnings) [(Earnings (t) / Average total Assets (t)) – (Earnings (t-1) /Average
total assets (t-1))]
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas laba yang diproksikan
dengan akrual diskresioner. Pengukuran akrual diskresioner yang digunakan adalah
versi cross-sectional dari model Modified Jones yang relatif terbaik dalam menganalisis
akrual normal perusahaan terhadap perubahan dalam penjualan dan nilai aktiva tetap
perusahaan. Semakin tinggi tingkat akrual diskresioner maka semakin besar manajemen
laba, yang berarti semakin buruk kualitas laba. Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
1. Menghitung Total Akrual.
TACCi1 = NIit - 1 - CFO it ............................................................................................................................ (1)
2. Menghitung nilai accruals yang diestimasi menggunakan persamaan regresi.
TACCit/TAit-1= 1(1/TAit-1)+ 2(REVit /TAit–1) + (PPE it/TA it -1) + it ... (2)
3. Menghitung tingkat akrual yang normal (Non-Discreationary Accrual) dengan
menggunakan koefesien regresi di atas.
NDACit= 0(1/TAit-1)+ 1[(REVit-ARit)/TAit–1] + 2(PPE it/TA it - 1) + it (3)
4. Menentukan Discreationary Accrual dengan menggabungkan persamaan (2) dan
(3):
DACit = TACCit/TA it - 1 - NDACit
156
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Dimana :
TACCit = total akrual perusahaan i untuk tahun t.
NI it = laba bersih sebelum pajak perusahaan i untuk tahun t.
CFO it = cash flow perusahaan i untuk tahun t.
TAit-1 = total aset perusahaan i untuk tahun t-1.
DACit = discretionary accrual perusahaan i untuk tahun t.
NDACit = non-discretionary accrual perusahaan i untuk tahun t.
REVit = Perubahan pendapatan perusahaan i untuk tahun t dikurangi pendapatan
untuk tahun t-1
ARit = Perubahan piutang bersih perusahaan i untuk tahun t dikurangi piutang
untuk tahun t-1
PPE it = nilai aktiva tetap perusahaan i pada tahun t.
it = residual perusahaan i pada tahun t.
Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
a. Total aset perusahaan (LTA) adalah nilai logaritma dari total aset dan mewakili
untuk ukuran perusahaan.
b. Tingkat leverage perusahaan (LVGI) adalah rasio total utang terhadap total aset.
Tingkat leverage menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar
semua kewajiban jangka panjang maupun jangka pendek.
Teknik dan Langkah Analisis
Model penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda yang bertujuan untuk
memprediksi perubahan hubungan beberapa variabel independen dan variabel
dependen, serta melakukan uji asumsi klasik dengan uji normalitas, autokorelasi,
157
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
heteroskedasititas, dan multikolinearitas. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah
95%.
Adapun persamaan regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai
berikut :
Abs(DACit) = α0+ α1SP_1it+ α2Sp_2it+ α3FM.it+ α4LTAit+ α5LVGIt+αit
Keterangan :
Abs (DACit) = nilai absolut dari DAC perusahaan i pada waktu t.
SP_1it = auditor spesialisasi industri berdasarkan jumlah klien i pada waktu t.
SP_2it = auditor spesialisasi industri berdasarkan pendapatan klien i pada
waktu t.
FMit = redflags (F – Score Model) perusahaan i pada waktu t.
LTAit = log dari total aset sebagai ukuran perusahaan i pada waktu t.
LVGIit = rasio utang jangka panjang terhadap aktiva perusahaan i pada waktu t.
= error.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling method dengan kriteria dan
karakteristik yang telah ditentukan dengan jangka waktu penelitian yang diamati
selama dua tahun yaitu 2014 dan 2015. Jumlah sampel perusahaan yang digunakan
adalah 121 emiten. Pada Tabel 2 disajikan statistik deskriptif untuk variabel-variabel
yang diteliti .
158
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 2.
Statisti Deskriptif
Mean Min Max Std Dev N
Log_DAC
SPEC_1
SPEC_2
F_Score
LTA
LVGI
-1.3442
0.0875
0.1387
-6.4716
12.7315
0.6043
-3.1537
0.0108
-0.0046
-8.1173
10.7101
0.0071
-0.5815
0.2258
0.6104
-4.7949
14.9591
0.9479
0.4569
0.0757
0.2129
0.4244
0.9444
0.2868
121
121
121
121
121
121
Variabel akrual diskresioner mempunyai nilai terendah sebesar -3,1537 terjadi
pada Bank Bukopin Tbk. pada tahun 2015, yang berarti memiliki kualitas laba yang
baik. Sedangkan, perusahaan yang memiliki akrual diskresioner tertinggi pada PT.
Panin Sekuritas Tbk. sebesar -0,5815 pada tahun 2014 yang artinya memiliki kualitas
laba yang buruk.
Variabel auditor spesialisasi industri (X1) yang berdasarkan jumlah klien
mempunyai nilai terendah sebesar 0,0108 artinya perusahaan yang tidak diaudit oleh
auditor spesialisasi industri sebanyak 9 emiten dan semuanya pada tahun 2015. Nilai
tertingginya sebesar 0,2258 terdapat pada 15 emiten di tahun 2015. Data untuk auditor
X1 diperoleh bahwa terdapat 28 perusahaan atau 23% menggunakan jasa auditor
spesialisasi industri.
Tabel 3.
Hasil Distribusi Frekuensi Auditor Spesialisasi Industri
Berdasarkan Jumlah Klien
PERUSAHAAN PERSENTASE
SPESIALISASI INDUSTRI
NON-SPESIALISASI INDUSTRI
28
93
23%
77%
121 100%
159
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Variabel auditor spesialisasi industri (X2) yang berdasarkan pendapatan klien
mempunyai nilai terendah sebesar -0,0046 sebanyak 2 emiten di tahun 2015 yaitu Bank
Jtrust Indonesia Tbk dan PT. Victoria Insurance Tbk. Nilai tertingginya sebesar 0,6104
terdapat pada 15 emiten di tahun 2015 yaitu perusahaan yang diaudit spesialisasi
industri karena memiliki persentase pendapatan klien setahun lebih dari 15%. Data
untuk auditor X2 diperoleh bahwa terdapat 35 perusahaan atau 29% menggunakan jasa
auditor spesialisasi industri
Tabel 4.
Hasil Distribusi Frekuensi Auditor Spesialisasi Industri
Berdasarkan Pendapatan Klien
PERUSAHAAN PERSENTASE
SPESIALISASI INDUSTRI
NON-SPESIALISASI INDUSTRI
35
86
29%
71%
121 100%
Variabel redflags (X3) yang menggunakan F – Score mempunyai nilai terendah
sebesar -8,1173 pada PT. Lippo Securities Tbk. dan nilai tertingginya sebesar -4,7949
pada PT. MNC Kapital Tbk. Namun nilai terendah dan tertinggi yang dihasilkan
F–Score < 1, maka perusahaan tersebut diindikasikan tidak memiliki masalah dalam
laporan keuangannya.
Variable kontrol LTA mewakili untuk ukuran perusahaan mempunyai nilai
terendah sebesar -10,7101 adalah PT. Danasupra Erapacific Tbk dan nilai tertinggi
sebesar 14,9591 pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Variable kontrol LVGI yang mendeskripsikan kemampuan perusahaan dalam
membayar semua kewajiban menunjukan memiliki nilai terendah sebesar 0,0071 yaitu
PT. Lippo Securities Tbk. Sedangkan, nilai tertinggi sebesar 0,9479 dimiliki oleh PT.
Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk.
160
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Hasil uji normalitas yang berdasarkan dengan Kolmogorov-Smirnov Test nampak
pada tabel 2 bahwa residual data setelah transformasi data telah terdistrubusi normal
karena memiliki nilai signifikansi > 0,05.
Tabel 5.
Uji Normalitas
Unstandardized
Residual
N 121
Normal Parametersa Mean 0.000
Std. Deviation 0.411
Most Extreme Differences Absolute 0.104
Positive 0.079
Negative -0.104
Kolmogorov-Smirnov Z 1.139
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.149
Gambar 1.
Normal Probability Plot
161
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Berdasarkan pada gambar grafik di atas terlihat pada titik-titik penyebaran di sekitar
garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, maka model
regresi ini layak dipakai untuk memprediksikan akrual diskresioner.
2) Uji Multikolinearitas
Hasil pengujian multikolinearitas ditunjukan pada tabel 6 berikut :
Tabel 6.
Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
SPEC_1 0.230 4.343
SPEC_2 0.221 4.529
REDFLAGS 0.975 1.025
LTA 0.596 1.678
LVGI 0.573 1.746
Pada hasil uji multikolinearitas terlihat semua nilai VIF antar variabel independen <
10 dan nilai tolerance > 0,1. Hal ini menunjukkan tidak terjadi gejala
multikolinearitas pada penelitian ini.
3) Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas melalui uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan
antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya.
162
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 7.
Uji Glejser
Model t Sig.
1 (Constant) 1.927 0.056
SPEC_1 0.512 0.610
SPEC_2 0.802 0.424
F_Score 0.840 0.402
LTA -1.132 0.260
LVGI -0.003 0.998
Maka dapat diketahui bahwa nilai signifikansi masing-masing variabel independen
> (0,05) yang berarti bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model
regresi yang digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 2.
Scatterplot
163
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Menurut gambar scartterplot di atas menunjukan adanya titik-titik penyebaran
secara acak dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas. Penyebarannya
pun nampak berada di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Maka hal ini
menunjukan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada penelitian ini.
4) Uji Autokorelasi
Hasil pengujian autokorelasi dengan menggunakan model Durbin Watson (DW)
ditunjukan pada tabel 8 berikut :
Tabel 8.
Uji Autokorelasi
R R2 Adjusted
R2
Std.
Error Durbin-Watson
0.466a 0.217 0.183 0.41297 1.876
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas nilai dW diketahui sebesar 1,876
dengan nilai dU sebesar 1,802 dan nilai 4-dU adalah 2,198. Maka dapat
disimpulkan apabila dU< dW<4-dU artinya tidak terdapat autokorelasi.
Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis
Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai signifikan adalah 0,000 dan dengan
menentukan tingkat kesalahan 5% derajat kebebasan df1 = 5 dan df2 = 115 maka
diperoleh dari tabel Ftabel = 2,29. Oleh karena Fhitung > Ftabel dan nilai signifikasi lebih
kecil dari taraf signifikansi 0,05 Maka dapat disimpulkan bahwa variabel auditor
spesialisasi industri dan redflags secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
variabel kualitas laba.
164
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 9.
Uji F
Model Sum of Squares df F Sig.
1 Regression 5.439 5 6.379 0.000a
Residual 19.613 115
Total 25.052 120
Tabel 10.
Uji Koefesien Determinasi
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 0.466a 0.217 0.183 0.41297 1.876
Hasil regresi pada tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0,217 atau
21,7%. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel auditor spesialisasi industri dan
variabel redflags dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan variabel kualitas laba
sebanyak 21,7%, sedangkan sisanya 78,3% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam penelitian ini.
Tabel 11.
Hasil Analisis
Model
Unstandardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error
1 (Constant) 1.103 0.855 1.290 0.200
SPEC_1 -1.054 1.037 -1.884 0.062
SPEC_2 0.193 0.377 0.513 0.609
F_Score 0.367 0.090 4.081 0.000
LTA 0.021 0.052 0.413 0.680
LVGI -0.331 0.174 -1.905 0.059
165
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Berdasarkan pada tabel 9 maka diperoleh persamaan regresi berganda sebagai
berikut:
Abs(DACit)=1,103-1,054SPEC_1it+0,193SPEC_2it+0,367FM1.it+0,021LTAit-
0.331LVGIit
Hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Pengaruh Auditor Spesialisasi Industri terhadap Kualitas Laba
Auditor spesialisasi industri berdasarkan jumlah klien (SPEC_1) memiliki tingkat
signifikan sebesar 0,062 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 (5%) dan memiliki thitung
(-1,884) lebih kecil dari ttabel (1,982). Apabila variabel auditor spesialisasi industri ke - 1
naik satu satuan dengan asumsi variabel yang lain konstan, sehingga nilai akrual
diskresioner menjadi 0,0490. Hubungan akrual diskresioner dengan kualitas laba adalah
berbanding terbalik, sehingga variabel auditor spesialisasi industri ke - 1 berpengaruh
negatif terhadap kualitas laba.
Sedangkan, auditor spesialisasi industri berdasarkan pendapatan klien (SPEC_2)
memiliki tingkat signifikan sebesar 0,609 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 (5%)
dan memiliki thitung yaitu 0,513 lebih kecil dari ttabel (1,982). Apabila variabel auditor
spesialisasi industri ke - 2 naik satu satuan dengan asumsi variabel yang lain konstan,
sehingga nilai akrual diskresioner menjadi 1,2960. Hubungan akrual diskresioner
dengan kualitas laba adalah berbanding terbalik, sehingga variabel auditor spesialisasi
industri ke - 2 berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.
Maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis
yang telah dibuat (H1) yaitu auditor spesialiasasi industri tidak berpengaruh terhadap
kualitas laba. Dengan demikian hipotesis pertama (H1) ditolak. Hasil penelitian ini
berbeda dengan hasil penelitian Viva dan Tarmizi (2012) dengan menggunakan F –
Score Model menentukan keberadaan KAP yang kompeten mampu menurunkan risiko
terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan.
166
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Pengaruh Redflags terhadap Kualitas Laba
Variable redflags (F_Score) memiliki tingkat signifikan sebesar 0,000 lebih kecil
dari taraf signifikansi 0,05 (5%) dan memiliki thitung yaitu 4,081 lebih besar dari ttabel
(1,982). Hal ini menunjukan bahwa redflags berpengaruh signifikan terhadap kualitas
laba. Apabila variabel redflags naik satu satuan maka nilai akrual diskresioner
meningkat sebesar 0,062 dengan asumsi variabel yang lain konstan, sehingga nilai
akrual diskresioner menjadi 1,470. Hubungan akrual diskresioner dengan kualitas laba
adalah berbanding terbalik, sehingga redflags berpengaruh negatif terhadap kualitas
laba. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang
telah dibuat (H2) bahwa redflags berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kualitas
laba, sehinggadengan demikian hipotesis kedua (H2) diterima.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Moyes, et al. (2009) yang
menggunakan indikator – indikator redflags untuk mendeteksi kecurangan dalam
akuntansi keuangan, namun berbeda pendapat dengan penelitian Guan, et al. (2008)
yang bahwa analisa rasio keuangan tidak efektif dalam mendeteksi penyimpangan
dalam laporan keuangan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan
sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini peranan auditor
spesialisasi industri tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba indikator
redflags berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba pada perusahaan di sektor
keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2014 – 2015.
Hal ini nampak pada indikator redflags pada semua sampel penelitian saat
penghitungan F-Score yang menunjukkan nilai < 1 yang berarti tidak memiliki masalah
dalam laporan keuangannya. Manajemen keuangan setiap perusahaan di bidang
keuangan berada dalam pengawasan yang ketat oleh pihak Bank Indonesia, sehingga
adanya auditor spesialisasi industri kurang berperan dalam menciptakan kualitas laba
yang relevan dan baik.
167
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Saran dan Keterbatasan
Berdasarkan kesimpulan yang telah diberikan, peneliti dapat memberikan saran –
saran sebagai berikut :
1. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan variabel independen yang berbeda
dengan memasukan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi kualitas laba.
2. Variabel dependen yang mempengaruhi kualitas laba selain DAC dapat dimasukan
dalam penelitian.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
1) Pengukuran auditor spesialisasi industri selain menggunakan metode Craswell
berdasarkan jumlah klien dan total aset perusahaan, dapat juga menggunakan
pendekatan Market Share.
2) Pengukuran redflags selain menggunakan rasio keuangan F – Score milik Dechow
dapat menggunakan rasio keuangan lainnya.
3) Subyektivitas peneliti mempengaruhi dalam memahami laporan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggriawan. 2014. “Pengaruh Pengalaman Kerja, Skeptisme Profesional
dan Tekanan Waktu terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Fraud
(Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di DIY).” Jurnal Nominal Vol. III, 2
Dechow, Ge, W., Larson, C., R.G.Sloan. 2007. “Predicting Material Accounting
Misstatements.” Comporary Accounting Research Vol. 28 No.1, 17-82
Dechow, Hutton, J.H. Kim, dan R.G.Sloan. 2011. “Detecting Earnings Management : A
New Approach.” Journal of Accounting and Economics, 50
Deegan. 2007. “Financial Accounting Theory:2nd Edition.” Mc-Graw Hill.
Australia
Dichev, Graham, C.R.Harvey dan S.Rajgopal. 2012. “Earnings Quality: Evidence
from The Field.” Working Paper. Goizueta Business School, Emory University
168
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Guan., K.A.Kaminski dan Wetzel. 2008. “Can Investors Detect Fraud Using Financial
Statements: An Exploratory Study.” Managerial Auditing Journal, 19(1).
Emerald Group Publishing Limited
Moyes, G.D., Shao, dan M. Newsome. 2009. “Analyzing The Effectiviness of Red
Flags to Detect Fraudulent Financial Reporting.” Journal of Business and
Economics, 9
Santoso, S.,2001. “SPSS Statistik Parametrik : Edisi ke Dua.” Gramedia. Jakarta.
Schilit, H.M. dan Perler. 2010. “Financial Shenanigans Third Edition: How to Detect
Accounting Gimick and Fraud in Financial Reports.” New York: McGraw-Hill,
Inc.
Scott, W. 2009. “Financial Accounting Theory : 3rd Edition.” Canada. Prentice Hall.
Sonnier, B.M, Carson, K.D, dan Carson, P.P. 2009. “An Examination of The Impact of
Firm Size and Age on Managerial Disclosure of Intellectual Capital by
High-Tech Companies.” Journal of Business Strategies
Sucipto. 2007. “Penilaian Kinerja Keuangan.” Jurnal Akuntansi Universitas Sumatra
Utara. Medan
Viva, Y. dan Tarmizi A., 2012. ”Analisis Prediksi Potensi Risiko Fraudulent Financial
Statement melalui Fraud Score Model.” Jurnal of Accounting Vol. 1. Universitas
Diponegoro
Yamin, S. dan Kurniawan, H. 2013. “SPSS Complete Tehnik Analisis Statistik
Terlengkap dengan Software SPSS : Edisi 2.” Salemba Infotek. Jakarta
169
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PENGARUH PENGALAMAN DAN DORONGAN KELUARGA TERHADAP
MOTIVASI BERWIRAUSAHA MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE TUBAN
Mario Fahmi Syahrial
Program Studi Pendidkan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas PGRI Ronggolawe Tuban
mariofahmi@unirow.ac.id
Diterima: November 2018. Disetujui: Desember 2018. Dipublikasikan: Januari 2019
ABSTRACT
The ability to become an entrepreneur requires experience and flying hours. Entrepreneurial skills in
higher education can be honed by participating in Job Training or Job Practices. The experience of
education and learning obtained from various environments, both in the school, family, community and
nature environment is able to provide experience about entrepreneurship. Experience was gained from an
environment that became an entrepreneurial center. This is the same as families or parents who become
entrepreneurs or not become entrepreneurs will provide experience to their children. The method used in
this study was quantitative research and research locations at the University of PGRI Ronggolawe Tuban
Economic education study program. The total population of 136 students of Economic education in the
class of 2014 and 57 students became samples. This study uses a propotional random sampling technique.
The results showed that the experience of entrepreneurship and family motivation had an influence
on motivation for students of economic education at the University of PGRI Ronggolawe Tuban,
Experience of Entrepreneurship and Family Encouragement together had an effect on Entrepreneurial
Motivation, There were other factors (variables) which were not included in this model influence on
motivation for entrepreneurship.
Keywords: entrepreneurial experience, family drive, entrepreneurial motivation
ABSTRAK
Kemampuan untuk menjadi wirausaha membutuhkan pengalaman dan jam terbang. Kemampuan
wirausaha di perguruan tinggi dapat diasah dengan mengikuti Job Training atau Praktik Kerja. Pengalaman
pendidikan dan pembelajaran yang diperoleh dari berbagai lingkungan, baik di lingkungan sekolah,
keluarga, masyarakat dan alam mampu memberikan pengalaman tentang wirausaha. Pengalaman didapat
dari lingkungan yang menjadi sentra wirausaha. Hal ini sama dengan keluarga atau orang tua yang
menjadi wirausaha atau tidak menjadi wirausaha akan memberikan pengalaman kepada anaknya. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan lokasi penelitian di Universitas PGRI
Ronggolawe Tuban program studi pendidikan Ekonomi. Jumlah populasi 136 mahasiswa pendidikan
Ekonomi angkatan 2014 dan 57 mahasiswa menjadi sempel. Penelitian ini menggunakan teknik
propotional random sampling.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengalaman berwirausaha dan dorongan keluarga memberikan
pengaruh terhadap motivasi bagi mahasiswa pendidikan ekonomi Universitas PGRI Ronggolawe Tuban,
Pengalaman Berwirausaha dan Dorongan Keluarga secara bersama-sama berpengaruh terhadap Motivasi
Berwirausaha, Terdapat faktor (variabel) lain yang tidak masuk dalam model ini yang memberi pengaruh
terhadap motivasi untuk berwirausaha.
Kata kunci: pengalaman berwirausaha,dorongan keluarga, motivasi berwirausaha
170
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
PENDAHULUAN
Dunia entrepreneur (wirausaha) bagi negara maju sangatlah penting. Semakin maju
suatu negara semakin banyak orang yang terdidik dan banyak juga orang yang
mengganggur. Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan haruslah sudah memulai
mendorong budaya berwirausaha bagi mahasisiwa. Perguruan tinggi juga diharapkan
mampu menciptakan wirausaha-wirausaha yang handal, sehingga mampu memberi
stimulus khususnya bagi mahasiswa untuk berwirausaha. Mahasiswa sebagai komponen
penting bagi masyarakat, diharapkan mampu, memberi harapan untuk dapat membuka
lapangan pekerjaan, dengan menumbuhkan motivasi untuk menjadi wirausaha.
Perkembangan dunia kewirausahaan di Indonesia masih sangat kurang yaitu
dibawah 2%. Sebagai pembanding, kewirausahaan di Amerika Serikat tercatat mencapai
11% dari total penduduknya, Singapura sebanyak 7%, dan Malaysia sebanyak 5%.
Perkembangan dunia kewirausahaan di Indonesia sangatlah lambat, hal ini dikarenakan
oleh pandangan dan kepercayaan secara turun-menurun, bahwa ketika seseorang telah
melanjutkan studi di perguruan tinggi maka harus menjadi pegawai negeri sipil atau
aperatur sipil negara.
Pendidikan kewirausahaan yang diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
belumlah maksimal. Pendidikan kewirausahaan adalaha salah satu faktor utama untuk
menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan
generasi muda Sehubungan dengan pengaruh pendidikan kewirausahaan, maka
diperlukan adanya pemahaman tentang bagaimana mendorong dan mengembangkan
lahirnya wirausaha-wirausaha muda yang potensial, walaupun masih diusia sekolah.
Terlahirnya wirausaha muda potensial diharapkan mampu menjawab tantangan
untuk menjadi pencipta dan pembuka lapangan kerja. Kemampuan untuk menjadi
wirausaha membutuhkan pengalaman dan jam terbang. Kemampuan wirausaha di
perguruan tinggi dapat diasah dengan mengikuti Job Training atau Praktik Kerja. Job
training dan praktik kerja sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk meningkatakan
kemampuan wirausaha dan juga untuk menentukan jenis usaha yang akan dilakukan.
Pengalaman berwirausaha juga didapat dari pengalaman orang lain dalam bidang yang
diinginkan. Pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain yang telah berhasil dan
sukses dalam wirausaha, dapat dijadikan pedoman atau guru agar terhindar dari
kegagalan dalam menjalankan usahanya.
171
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Guna mendorong terlahirnya wirausaha muda potensial, selain dorongan dari
lingkungan akademis juga diperlukan dorongan berbentuk motivasi yang kuat untuk
maju dari pihak keluarga merupakan modal awal untuk menjadi wirausaha (Kasmir,
2007:5).
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam proses sosialisasi dan
internalisasi dalam proses pembentukan sikap,perilaku, karakter, dan mental. Proses
interaksi didalam keluarga, seorang anak bukan hanya mengidentifikasi diri dengan
orang tuanya dan anggota keluarga, melainkan juga mengidentifikasi kehidupan
didalam masyarakat dan alam sekitar.
Pengalaman pendidikan dan pembelajaran yang diperoleh dari berbagai lingkungan,
baik di lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan alam mampu memberikan
pengalaman tentang wirausaha. Pengalaman didapat dari lingkungan yang menjadi
sentra wirausaha. Hal ini sama dengan keluarga atau orang tua yang menjadi
wirausaha atau tidak menjadi wirausaha akan memberikan pengalaman kepada
anaknya.
Motivasi untuk berwirausaha tidak cukup hanya dibekali dengan pengetahuan,
pengalaman atau pendidikan kewirausahaan, melainkan dibutuhkan bekal ketrampilan
mengenai bidang yang akan dijadikan usaha atau fokus bidang usaha. Dorongan pihak
keluarga mereka dapat dijadikan dorongan dan motivasi sebagai faktor pendorong
utama untuk menumbuhkan motivasi berwirausaha.
Dorongan keluarga atau orang tua sangatlah penting dalam menumbuhkan motivasi
berwirausaha pada mahasiswa. Pendidikan kewirausahaan dapat dimulai seja dini dalam
lingkungan keluarga. Memiliki seorang orang tua yang berwirausaha dapat memberikan
contoh kepada anak untuk menjadi wirausahawan.
Adanya pengalaman berwirausaha dan dorongan keluarga, diharapkan akan
berpengaruh positif terhadap motivasi berwirausaha mahasiswa secara keseluruhan,
maka akan dilaksanakan penelitian dengan judul; pengaruh pengalaman dan dorongan
keluarga terhadap motivasi berwirausaha mahasiswa pendidikan ekonomi Universitas
PGRI Ronggolawe Tuban.
172
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
KAJIAN PUSTAKA
Kewirausahaan
Kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan
usaha”. Kemampuan menciptakan memerlukan adanya kreatifitas dan inovasi yang
terus menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya
(Kasmir, 2011: 21). Menurut Suryana (2013:2), Kewirausahaan merupakan suatu
disiplin ilmu yang memepelajari tentang nilai, kemampuan (ability), dan perilaku
seseorang dalam menghadapi tantangan hidup dan cara memperoleh peluang dengan
berbagai resiko yang mungkin dihadapinya.
Pengalaman Berwirausaha
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Kompetensi hanya dapat dicapai dalam
jangka panjang (Kristanto, 2009: 18) mengatakan bahwa “pengalaman dalam
menjalankan usaha yang telah didapatkan merupakan salah satu kunci keberhasilan
dalam menjalankan bisnis, terutama jika bisnis baru yang akan dijalankan ini
berhubungan dengan pengalaman bisnis yang sebelumnya”.
Motivasi Berwirausaha
Motivasi pada dasarnya adalah penerimaan suatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu di luar pribadi sehingga kedudukan motivasi tidaklah stabil karena
dalam kondisi-kondisi tertentu, motivasi dapat berubah-rubah, tergantung faktor-faktor
yang mempengaruhinya.Motivasi bertalian erat dengan perhatian, maka faktor-faktor
tersebut adalah pembawaan, suasana hati atau perasaan, keadaan lingkungan,
perangsang dan kemauan (Nurwakhid,23: 1995).
(Venesaar et al :2006:104) menjelaskan bahwa motivasi seseorang menjadi
wirausaha dibagi dalam tiga dimensi, yaitu Ambition for freedom (aktivitas lebih bebas,
memiliki usaha sendiri, menjadi lebih dihormati, terdepan dalam menerapkan ide
baru, mengembangkan hobi dalam bisnis) , Self-realisation (Memperoleh posisi yang
lebih baik di masyarakat, Merasakan tantangan, Memotivasi dan memimpin orang lain,
Melanjutkan tradisi keluarga, Mengimplementasikan ide atau berinovasi, Mengikuti
orang lain), Pushing factors (Kehilangan pekerjaan, Memperoleh pendapatan yang lebih
baik, Tidak puas dengan pekerjaan).
173
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Dorongan Keluarga
Dorongan berbentuk motivasi yang kuat untuk maju dari pihak keluarga merupakan
modal awal untuk menjadi wirausaha”. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama bagi anak yang memberikan sumbangan bagi perkembangan dan pertumbuhan
mental maupun fisik dalam kehidupannya(Kasmir: 2011:5). Dorongan keluarga
merupakan suatu bantuan yang diberikan anggota keluarga seperti orang tua, kakak
maupun adik berupa pandangan, pendapat, nasehat, penghargaan, informasi dan
material yang menyebabkan efek tindakan atau emosional yang menguntungkan bagi
individu dalam membantu individu membuat keputusan
Lingkungan keluarga adalah salah satu faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi motivasi seseorang untuk berwirausaha. Adapun faktor-faktor yang
terkandung dalam keluarga menurut Slameto (22:2003) lingkungan keluarga terdiri dari
Cara orang tua mendidik, Relasi antar anggota keluarga, Suasana rumah, Keadaan
ekonomi keluarga, Pengertian Orang Tua, dan Latar Belakang Kebudayaan.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori
melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis
data dengan prosedur statistik .Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara dan
data angket.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai bulan Agustus 2018 di Universitas
PGRI Ronggolawe Tuban program studi pendidikan Ekonomi .
Populasi dan Sempel
Populasi dalam penelitian ini merupakan mahasiswa pendidikan ekonomi angkatan
2014 yaitu sebanyak 136 orang. Penentuan jumlah sampel menurut Slovin ( Sujarweni,
2014: 14), dari jumlah populasi 136 mahasiswa adalah 57 mahasiswa menjadi sempel.
Penelitian ini menggunakan teknik propotional random sampling.
174
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
HASIL PENELITIAN
Pengujian Hipotesis
1. Pengaruh Pengalaman terhadap motivasi berwirausaha
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah Pengalaman Berwirausaha (X1)
berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap Minat Berwirausaha (Y), pengujian
menggunakan tingkat signifikasi 0,05 dan 2 sisi.
Tabel 1
Uji -t variabel X1 terhadap Y
a. Dependent variable motivasi berwirausaha.
Sumber: Data diolah SPSS v.22
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai t hitung > t tabel (14,571>2,004) dan
signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05), maka Ho ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
Pengalaman Berwirausaha berpengaruh terhadap Minat Berwirausaha.
2. Pengaruh dorongan keluarga terhadap motivasi berwirausaha
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah Dukungan Keluarga (X2) berpengaruh
secara signifikan atau tidak terhadap Minat Berwirausaha(Y), pengujian menggunakan
tingkat signifikasi 0,05 dan 2 sisi.
Tabel 2
Uji -t variabel X2 terhadap Y
a. Dependent Variabe: Motivasi Berwirausaha
Sumber: data diolah SPSS v.22
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai t hitung > t tabel (9,710>2,004) dan
signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05), maka Ho ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
dorongan Keluarga berpengaruh terhadap Minat Berwirausaha.
175
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
3. Pengaruh Pengalaman Berwirausaha dan Dorongan Keluarga terhadap
motivasi Berwirausaha.
Uji t digunakan untuk mengetahui secara parsial Pengalaman Berwirausaha dan
Dukungan Keluarga berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap Minat
Berwirausaha. Pengujian menggunakan tingkat signifikasi 0,05 dan 2 sisi. Berikut kami
sajikan tabel 2hasil analisi uji t variabel X1 (Pengalaman Berwirausaha) dan X2
(Dorongan Keluarga) terhadap variabel Y (Motivasi Berwirausaha).
Tabel 3
Uji –t variabel X1 dan X2 terhadap Y
a. Dependent Variable: Motivasi Berwirausaha
Sumber : Data diolah SPSS v.22
Dari tabel diatas dapat disimpulkan t hitung > t tabel (7,335>2,005) dan signifikansi
< 0,05 (0,000 < 0,05), maka Ho ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pengalaman
Berwirausaha berpengaruh terhadap Motivasi Berwirausaha dan nilai t hitung > -t
tabel (2,490>1,996) dan signifikansi < 0,05 (0,016< 0,05), maka Ho ditolak. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa Dorongan Keluarga berpengaruh terhadap Motivasi Berwirausaha.
4. Signifikansi pengaruh Pengalaman Berwirausaha dan Dorongan Keluarga
Terhadap Motivasi Berwirausaha Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas
PGRI Ronggolawe Tuban
Pengujian menggunakan tingkat signifikansi 0,05. Berikut tabel 4 hasil analisi uji F
(anova) pengaruh variabel X1 (Pengalaman Berwirausaha) dan X2 (Dorongan
Keluarga) terhadap variabel Y (Motivasi Berwirausaha).
176
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 4.
Uji F Anova
Dari tabel diatas bahwa F hitung > F table (119,296> 3,168) dan signifikansi <
0,05 (0,000 < 0,05), maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengalaman
Berwirausaha dan Dorongan Keluarga secara bersama-sama berpengaruh terhadap
Motivasi Berwirausaha.
5. Uji regresi secara parsial
a. Regresi Linier Parsial antara Variabel X1 terhadap Y
Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel.Berikut ini adalah
hasil analisis pengujian hipotesisyaitu adanya pengaruh Pengalaman Berwirausaha(X1)
terhadap Motivasi Berwirausaha(Y)
Tabel 5.
Model Summary variabel X1 terhadap variabel Y
Angka R didapat 0,793, artinya korelasi antara variable “Pengalaman
Berwirausaha” dengan “Motivasi Berwirausaha” sebesar 0,891. hal ini berarti terjadi
hubungan yang erat/ kuat karena nilai R mendekati nilai 1.
R Square (R2) atau kuadrat R nilainya sebesar 0,794, artinya persentase sumbangan
pengaruh variable “Pengalaman Berwirausaha” terhadap “Motivasi Berwirausaha”
sebesar 79,4%, sedangkan sisanya sebesar 20,6% dipengaruhi oleh variable lain yang
tidak dimasukkan dalam model ini.
177
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 6.
Coefficients variabel X1 terhadap variabel Y
Nilai konstanta (a) adalah 17,779; artinya, jika Pengalaman Berwirausahabernilai 0
(nol), maka Motivasi Berwirausaha bernilai positif (naik), yaitu 17,779 dan Nilai
koefisien regresi variabel Pengalaman Berwirausaha(b) bernilai positif, yaitu 0,664; ini
dapat diartikan bahwa setiap kenaikan Pengalaman Berwirausahasebesar 1, maka
Motivasi Berwirausaha juga meningkat sebesar 0,664.
Tabel 7.
Koefisiensi Determinan
Dari tabel diaats dapat dihitung persentase sumbangan pengaruh variable
Pengalaman Berwirausaha terhadap Motivasi Berwirausaha” sebesar 79,4%, sedangkan
sisanya sebesar 37,1% dipengaruhi oleh variable lain yang tidak dimasukkan dalam
model ini.
b. Regresi Linier Parsial antara Variabel X2 terhadap Y
Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel.Berikut ini adalah
hasil analisis pengujian hipotesisyaitu adanya pengaruh Dorongan Keluarga(X2)
terhadap Motivasi Berwirausaha(Y)
178
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Tabel 8.
Model Summary variabel X2 terhadap variabel Y
Angka R didapat 0,795, artinya korelasi antara variable “Dorongan Keluarga”
dengan “Motivasi Berwirausaha” sebesar 0,795. hal ini berarti terjadi hubungan
yangcukup erat/ cukup kuat karena nilai R mendekati nilai 1.
R nilainya sebesar 0,632, artinya persentase sumbangan pengaruh variable
“Dorongan Keluarga” terhadap“Motivasi Berwirausaha” sebesar 63,2%, sedangkan
sisanya sebesar 36,8% dipengaruhi oleh variable lain yang tidak dimasukkan dalam
model ini.
Tabel 9.
Coefficients variabel X2 terhadap variabel Y
Nilai konstanta (a) adalah 19,374; artinya, jika Dorongan Keluargabernilai 0 (nol),
maka Motivasi Berwirausahabernilai positif (naik), yaitu 19,374 dan Nilai koefisien
regresi variabel Dorongan Keluarga (b) bernilai positif, yaitu 0,637; ini dapat diartikan
bahwa setiap kenaikan Dorongan Keluarga sebesar 1, maka Motivasi Berwirausahajuga
meningkat sebesar 0,637.
Tabel 10.
Koefisiensi Determinan
179
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Dari hasil perhitungan persentase sumbangan pengaruh variable Dorongan
Keluarga terhadap Motivasi Berwirausaha sebesar 63,2%, sedangkan sisanya sebesar
36,8% dipengaruhi oleh variable lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.
6. Uji regresi secara simultan
Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel. Berikut ini adalah
hasil analisis pengujian hipotesis yaitu adanya pengaruh Pengalaman Berwirausaha(X1)
dan Dorongan Keluarga(X2) terhadap Motivasi Berwirausaha(Y)
Tabel 11.
Model Summary variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y
Dari tabel diatas diketahui variable X dan Y. Angka R didapat 0,903, artinya
korelasi antara variable Pengalaman Berwirausaha(X1) dan Dorongan Keluarga(X2)
dengan Motivasi Berwirausaha(Y) sebesar 0,903. hal ini berarti terjadi hubungan yang
erat/ kuat karena nilai R mendekati nilai 1 dan R Square (R2) atau kuadrat R nilainya
sebesar 0,815, artinya persentase sumbangan pengaruh variable Pengalaman
Berwirausaha(X1) dan Dorongan Keluarga(X2) terhadap Motivasi Berwirausaha(Y)
sebesar 81,5%%, sedangkan sisanya sebesar 18,5% dipengaruhi oleh variable lain yang
tidak dimasukkan dalam model ini.
Tabel 12.
Coefficients variabel X1dan X2 terhadap variabel Y
180
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Dari tabel diatas dapat diketahui nilai konstanta (a) adalah 15,276; artinya, jika
Pengalaman Berwirausaha dan Dorongan Keluarga bernilai 0 (nol), maka Motivasi
Berwirausahabernilai positif (naik), yaitu 15,276.
Nilai koefisien regresi variabel Pengalaman Berwirausaha(b1) bernilai positif, yaitu
0,523; ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan Pengalaman Berwirausaha sebesar 1,
maka Motivasi Berwirausahajuga meningkat sebesar 0,523.
Nilai koefisien regresi variabel Dorongan Keluarga (b2) bernilai positif, yaitu
0,191; ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan Dorongan Keluarga sebesar 1, maka
Motivasi Berwirausahajuga meningkat sebesar 0,191.
Tabel 13.
Koefisiensi Determinan
Tabel diatas dapat diketahui bahwakoefisien determinasi (r2) yang dinyatakan
dalam persentase. hasil perhitungan dapat disimpulkan persentase sumbangan pengaruh
variable “Pengalaman Berwirausaha(X1) dan Dorongan Keluarga(X2) terhadap variabel
Y (Motivasi Berwirausaha)” sebesar 81,5%, sedangkan sisanya sebesar 18,5%
dipengaruhi oleh variable lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.
PEMBAHASAN
Pengalaman dan dorongan keluarga memberikan motivasi untuk berwirausaha bagi
mahasiswa pendidikan ekonomi Universitas PGRI Ronggolawe Tuban. Hal ini dilihat
dari hasil penelitian dimana dari hasil uji t diketahui bahwa pengalaman berwirausaha
dan dorongan keluarga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi
berwirausaha. Pengalaman berwirausaha berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa
mahasiswa termotivasi berwirausaha karena pengalaman pernah menjadi pelayan toko,
kasir, dan marketing. Pengalaman dalam menjalankan usaha yang telah didapatkan
merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam menjalankan bisnis, terutama jika bisnis
baru yang akan dijalankan ini berhubungan dengan pengalaman bisnis yang
sebelumnya. Dorongan keluarga berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa
mahasiswa termotivasi untuk berwirausaha karena ingin meneruskan usaha keluarga,
181
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
adanya keinginan untuk mengembangkan diri. Hal ini dilatarbelakangi Dorongan
keluarga yang bersifat dan berupa pandangan, pendapat, nasehat,penghargaan, informasi
dan material yang menyebabkan efek tindakan atau emosional yang menguntungkan
bagi individu dalam membantu individu membuat keputusan
Pengalaman dan dorongan keluarga memberikan motivasi untuk berwirausaha
bagi mahasiswa pendidikan ekonomi Universitas PGRI Ronggolawe Tuban.
Berdasarkan Hasil uji F Anova dapat diketahui bahwa Pengalaman Berwirausaha dan
Dorongan Keluarga secara bersama-sama berpengaruh terhadap Motivasi Berwirausaha.
Hasil Uji regresi secara parsial dan Hasil uji regresi simultan menunjukan bahwa
Pengalaman Berwirausaha dan dorongan keluarga memberikan pengaruh terhadap
Motivasi Berwirausaha dan ada pengaruh faktor (variabel) tidak dimasukkan dalam
model ini. Berdasarkan hasil wawancara Faktor (variabel) lain tersebut adalah
pengaruh teman sepermainan dan lingkungan masyarakat.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa;
1. Pengalaman berwirausaha dan dorongan keluarga memberikan pengaruh terhadap
motivasi bagi mahasiswa pendidikan ekonomi Universitas PGRI Ronggolawe
Tuban.
2. Pengalaman Berwirausaha dan Dorongan Keluarga secara bersama-sama
berpengaruh terhadap Motivasi Berwirausaha.
3. Terdapat faktor (variabel) lain yang tidak masuk dalam model ini yang memberi
pengaruh terhadap motivasi untuk berwirausaha, faktor (variabel) tersebut adalah
teman sepermainan dan lingkungan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Kasmir. 2011. Kewirausahaan. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada
Kristanto, Heru HC. 2009. Kewirausahaan (Entrepreneurship) Pendekatan Manajemen
dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
182
Majalah Ilmiah Solusi
Vol. 17, No. 1 Januari 2019
ISSN : 1412-5331
Nurwakhid. 1995. Usaha Pengembangan Motivasi Murid SMK Terhadap
Kewirausahaan di Kota Semarang (Laporan Penelitian). Semarang: IKIP
Semarang.
Riyanti, Benedicta Prihatin Dwi. 2003. Kewirausahaan Dari Sudut Pandang Psikologi
Kepribadian. Jakarta: PT. Grasindo.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan
R & D. Bandung: Alfabeta
Suryana. 2013. Kewirausahaan Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: SALEMBA
EMPAT
Venesaar, Ene. (2006). Students Attitudes and Intentions toward Entrepreneurship at
Tallinn University of Technology. TUTWPE Working Papers. (154), 97-11.