Post on 18-Jan-2021
ANALISA MANAJEMEN RESIKO PROYEK ENTERPRISE RESOURCE PLANNING
SKRIPSI
RICKY TJOK 04 04 07 059X
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
DEPOK JULI 2008
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
ANALISA MANAJEMEN RESIKO PROYEK
ENTERPRISE RESOURCE PLANNING
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
RICKY TJOK 04 04 07 059X
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK JULI 2008
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Ricky Tjok NPM : 04 04 07 059X Tanda Tangan :
Tanggal : 18 Juli 2008
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Ricky Tjok NPM : 040407059X Program Studi : Teknik Industri Judul Skripsi : Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan di terima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ir. Akhmad Hidayatno, MBT (.....................) Penguji : Ir. Isti Surjandari, M.Si., M.A, Ph.D (.....................) Penguji : Ir.Amar Rachman, MEIM (.....................) Penguji : Ir.Yadrifil, M.Sc (.....................) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 18 Juli 2008
ANALISA MANAJEMEN RESIKO PROYEK ENTERPRISE RESOURCE PLANNING
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ricky Tjok NPM : 040407059X Program Studi : Teknik Industri Departemen : Teknik Industri Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non- Eksklusif (Non-exclusiveRoyalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
ANALISA MANAJEMEN RESIKO PROYEK ENTERPRISE RESOURCE PLANNING
beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 18 Juli 2008
Yang menyatakan
( Ricky Tjok )
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, karena hanya
atas kasih karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Mama dan Papa, Maggie, Mbok, dan Ko Sen-Sen yang telah memberikan
dukungan, doa, dan saran yang sangat berarti bagi penulis
2. Bapak Ir. Akhmad Hidayatno, MBT, sebagai dosen pembimbing skripsi atas
segala bantuan dan pengarahannya kepada penulis.
3. Bapak Ir.Djoko Gabriel selaku pembimbing akademis selama masa studi
penulis atas dukungan dan nasehatnya.
4. Seluruh dosen pengajar Departemen Teknik Industri yang telah mengajarkan
berbagai ilmu kepada penulis selama masa kuliah.
5. Ibu Debby Alishinta, Ibu Dessy, Bapak Donny Salaki dan teman-teman di
PT.Accenture khususnya di proyek PLN atas bantuannya untuk pengumpulan
data selama skripsi.
6. Bapak Hermawan Kartajaya, selaku pimpinan di MarkPlus&Inc, serta teman-
teman di MarkPlus yang telah membimbing dan memberikan wawasan kepada
penulis.
7. Hendry Frily, Arief Effendy, Ria Grace, Sri Dewi, Erica, Reza, Melati,
Alexander Simeon, Chusnul Anwar dan semua TIUI04 sebagai sahabat yang
selalu memberikan motivasi dan masukan kepada penulis serta memberikan
arti persahabatan selama masa perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna mengingat
keterbatasan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang membacanya.
Depok, 24 Juni 2008
Penulis
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
vi
ABSTRAK Nama : Ricky Tjok Program studi : Teknik Industri Judul : Analisa Manajemen Resiko Proyek Enterprise Resource Planning Untuk meningkatkan daya saingnya, banyak perusahaan menerapkan sistem informasi yang dinamakan dengan Enterprise Resource Planning (ERP). ERP adalah sistem informasi yang mengintegrasikan seluruh operasi bisnis dalam perusahaan, dari penjualan, keuangan, sumber daya manusia, produksi hingga distribusi dengan tujuan untuk membuat kesemua operasi tersebut berjalan dengan seefektif mungkin. Namun demikian, beberapa penilitian melaporkan banyak kasus dimana ERP gagal diterapkan dalam perusahaan. Kegagalan dari sebuah penerapan sistem ERP dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek organisasi dan penerapan teknikal. Aspek organisasi berhubungan dengan kebutuhan untuk melakukan perubahan proses bisnis, manajemen perubahan, pelatihan sumber daya manusia dan sebagainya. Aspek penerapan teknikal berhubungan dengan kebutuhan untuk mengintegrasikan sistem yang lama dengan sistem ERP, penentuan tingkat kustomisasi yang diperlukan untuk mencegah timbulnya masalah di masa depan, penganalisaan kesiapan infrastruktur teknologi terhadap sistem ERP dan pemilihan sistem ERP yang tepat dengan kebutuhan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi tindakan penanganan resiko dengan menggunakan metode Australia and New Zeland Methodology AS/NZS 4360:1999. Penelitian ini meliputi membangun konteks, mengidentifikasi resiko, menganalisa dan mengevaluasi resiko, membuat perencanaan tindakan penanganan resiko, pengawasan dan pengontrolan resiko. Kata kunci: Manajemen Resiko, Risk Management, Enterprise Resource Planning
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
vii
ABSTRACT Name : Ricky Tjok Study Program : Industrial Engineering Title : Risk Management in Enterprise Resource Planning Project In order to maintain its competitiveness, many companies have implemented the information system called Enterprise Resource Planning (ERP). ERP is an information system that integrate all business functions within company, from sales, finance, human resource, production and distribution in order to make all these operations operate effectively. In reality, many research give report about failure in ERP implementation. The failure could be seen in two aspects: organizational aspect and technical aspect. Organizational aspect related with business process changes, change management, human resource development, etc. Technical aspect related with integration between legacy system and ERP, customization in ERP software, infrastructure assessment, etc. This paper is aim to give recommendation of risk handling strategy using Australia and New Zeland Methodology AS/NZS 4360:1999 framework. The scope of the research consist of extablish the risk context, identify risk, analyse risk, evaluate risk, treat risk, monitor and review risk. Keywords: Manajemen Resiko, Risk Management, Enterprise Resource Planning
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN .....................................Error! Bookmark not defined.
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................. v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....Error! Bookmark
not defined.
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...Error! Bookmark
not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
1. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Diagram Keterkaitan Masalah ...................................................................... 4
1.3 Perumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.4 Tujuan ........................................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5
1.6 Ruang Lingkup Penelitian............................................................................. 5
1.7 Metodologi Penelitian ................................................................................... 5
1.8 Sistematika Penulisan ................................................................................... 7
2. DASAR TEORI ............................................................................................. 9
2.1 SISTEM ........................................................................................................ 9
2.1.1 Pengertian Sistem................................................................................... 9
2.1.2 Klasifikasi Sistem ................................................................................ 10
2.2 SISTEM ENTERPRISE RESOURCE PLANNING .................................. 12
2.2.1 Pengertian Sistem ERP ........................................................................ 12
2.2.2 Modul Sistem ERP............................................................................... 14
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
ix
2.2.3 Tujuan Implementasi Sistem ERP ....................................................... 16
2.2.4 Implementasi Sistem ERP.................................................................... 16
2.2.5 Evaluasi Implementasi Sistem ERP..................................................... 20
2.2.6 Kegagalan Implementasi Sistem ERP.................................................. 20
2.3 RISIKO ....................................................................................................... 21
2.4 MANAJEMEN PROYEK........................................................................... 22
2.4.1 Karakteristik Proyek............................................................................. 22
2.4.2 Daur Hidup Proyek .............................................................................. 23
2.4.3 Manajemen Proyek .............................................................................. 25
2.5 MANAJEMEN RISIKO PROYEK ............................................................ 27
2.5.1 Manfaat Manajemen Risiko Proyek..................................................... 27
2.5.2 Proses Manajemen Risiko Proyek........................................................ 30
2.6 HOUSE OF QUALITY (HOQ) .................................................................. 62
2.6.1 Komponen HOQ .................................................................................. 63
2.6.2 Tahap-tahap Pembuatan HOQ ............................................................. 67
3. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ................................... 70
3.1 Mengidentifikasi Kesempatan dan Tujuan............................................. 71
3.2 Mengidentifikasi Resiko......................................................................... 74
3.3 Menganalisa dan Mengevaluasi Resiko ................................................. 79
3.3.1 Analisa Item Kategori Resiko Tinggi ............................................. 84
3.3.2 Analisa Item Kategori Resiko Menengah ............................................ 90
3.3.3 Analisa Item Kategori Resiko Rendah............................................ 98
3.3.4 Analisa Keseluruhan Kategori Resiko ............................................... 100
4. ANALISIS.................................................................................................. 102
4.1 Perencanaan Tindakan Penanganan Resiko ......................................... 102
4.1.1 Pengumpulan Rekomendasi Tindakan Penanganan Melalui
Kuesioner .................................................................................................... 102
4.1.2 Pendefinisian Tanggung Jawab dan Otoritas Pengambilan
Keputusan.................................................................................................... 105
4.1.3 Peningkatan Komitmen Manajemen Level Atas Terhadap Proyek
ERP 107
4.1.4 Manajemen Perubahan Proyek ERP ............................................. 111
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
x
4.1.5 Analisa Kebutuhan Infrastruktur ERP .......................................... 123
4.1.6 Penyusunan Business Case ........................................................... 124
4.1.7 Perbaikan Proses Bisnis ................................................................ 128
4.1.8 Penentuan Prioritas Tindakan Penanganan Resiko ....................... 130
4.2 Pengawasan dan Pengontrolan Resiko ................................................. 135
4.2.1 Identifikasi Resiko Baru................................................................ 136
4.2.2 Penilaian Ulang Resiko ................................................................. 137
5. KESIMPULAN.......................................................................................... 138
DAFTAR REFERENSI .................................................................................... 143
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
xi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Skala Penilaian Probabiltas Risiko ....................................................... 42
Tabel 2.2 Skala Penilaian Dampak Risiko............................................................ 43
Tabel 2.3 Estimasi Biaya Proyek yang Dikumpulkan Selama Wawancara.......... 48
Tabel 3.1 Item Resiko Proyek ERP ...................................................................... 76
Tabel 3.2 Tabel Dampak Resiko........................................................................... 81
Tabel 3.3 Tabel Probabilitas Resiko ..................................................................... 81
Tabel 3.4 Tabel Matriks Resiko ............................................................................ 82
Tabel 3.5 Tabel Skor dan Kategori Resiko ........................................................... 82
Tabel 3.6 Peringkat Proporsi Item Kategori Resiko Tinggi.................................. 85
Tabel 3.7 Item Kategori Resiko Tinggi................................................................. 85
Tabel 3.8 Proporsi Item Kategori Resiko Menengah............................................ 90
Tabel 3.9 Item Kategori Resiko Menengah .......................................................... 91
Tabel 3.10 Peringkat Proporsi Item Kategori Resiko Rendah .............................. 98
Tabel 3.11 Item Kategori Resiko Rendah ............................................................. 98
Tabel 3.12 Persebaran Item Resiko..................................................................... 100
Tabel 4.1 Hubungan Tindakan Penanganan Resiko dan Resiko......................... 131
Tabel 4.2 Perhitungan Bobot Kepentingan AntaraTindakan Penanganan Resiko
dan Resiko........................................................................................................... 133
Tabel 4.3 Prioritas Tindakan Penanganan Resiko............................................... 134
Tabel 5.1 Item Resiko Kategori Tinggi .............................................................. 139
Tabel 5.2 Item Resiko Kategori Menengah ........................................................ 140
Tabel 5.3 Item Resiko Kategori Rendah ............................................................. 141
Tabel 5.4 Strategi Penanganan Resiko................................................................ 142
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Keterkaitan Masalah............................................................ 4
Gambar 1.2 Diagram Alir Metodologi Penelitian................................................... 7
Gambar 2.1 Struktur dari sistem MRP.................................................................. 13
Gambar 2.2 Integrasi sisem informasi pada sistem ERP ...................................... 14
Gambar 2.3 Proses manajemen proyek (Sumber: Project Management
Institute,2004, hal.11) ........................................................................................... 27
Gambar 2.4 Proses perencanaan manajemen risiko proyek (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.239)................................................................... 31
Gambar 2.5 Proses perencanaan manajemen risiko.............................................. 33
Gambar 2.6 Contoh kategori risiko berdasarkan RBS (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.244)................................................................... 35
Gambar 2.7 Proses identifikasi risiko (Sumber: Project Management Institute,
2004, hal.246) ....................................................................................................... 37
Gambar 2.8 Proses analisis kualitatif risiko (Sumber: Project Management
Institute, 2004, hal.250) ........................................................................................ 41
Gambar 2.9 Matriks probabilitas dan dampak risiko (Sumber: Office of Project
Management Process Improvement, 2003, hal.24)............................................... 44
Gambar 2.10 Proses analisis kuantitatif risiko (Sumber: Project Management
Institute, 2004, hal.254) ........................................................................................ 47
Gambar 2.11 Distribusi beta dan distribusi tringular (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.256)................................................................... 49
Gambar 2.12 Diagram pohon keputusan (Sumber: Project Management
Institute,2004, hal.258) ......................................................................................... 50
Gambar 2.13 Contoh hasil simulasi biaya risiko (Sumber: Project Management
Institute, 2004, hal.259) ........................................................................................ 51
Gambar 2.14 Proses perencanaan tindakan penanganan risiko (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.260)................................................................... 53
Gambar 2.15 Proses pengawasan dan pengontrolan risiko (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.265)................................................................... 57
Gambar 2.16 Struktur HOQ (Sumber : S. Bruce Han, et. al., 2001, hal.798)....... 63
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
xiii
Gambar 3.1 Metode Australia and New Zeland Methodology AS/NZS 4360:1999
............................................................................................................................... 70
Gambar 3.2 Kuesioner Tahap Pertama ................................................................. 75
Gambar 3.3 Kuesioner Tahap Kedua .................................................................... 80
Gambar 3.4 Proporsi Item Kategori Resiko Tinggi .............................................. 84
Gambar 3.5 Proporsi Item Kategori Resiko Menengah ........................................ 90
Gambar 3.6 Proporsi Item Kategori Resiko Rendah............................................. 98
Gambar 3.7 Proporsi Keseluruhan Kategori Level Resiko................................. 101
Gambar 4.1 Kuesioner Rekomendasi Tindakan Penanganan Resiko ................. 103
Gambar 4.2 Flowchart Pendefinisian Tanggung Jawab dan Otoritas Pengambilan
Keputusan............................................................................................................ 107
Gambar 4.3 Flowchart Pengukuran Tingkat Komitmen Karyawan dan Budaya
Organisasi............................................................................................................ 111
Gambar 4.4 Flowchart Pendefinisian Strategi Manajemen Perubahan............... 116
Gambar 4.5 Flowchart Manajemen Komunikasi Implementasi ERP ................. 118
Gambar 4.6 Flowchart Pendefinisian Pelatihan Implementasi ERP ............. 122
Gambar 4.7 Flowchart Pendefinisian Business Case .......................................... 128
Gambar 4.8 Proses Pengawasan dan Pengontrolan Resiko ................................ 135
Gambar 4.9 Proses Penanganan Resiko Baru ..................................................... 136
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Tahap Pertama ....................................................... 144
Lampiran 2 Kuesioner Tahap Kedua........................................................... 149
Lampiran 3 Kuesioner Tahap Ketiga........................................................... 151
Lampiran 4 Hasil Kuesioner Tahap Kedua ................................................ 152
Lampiran 5 Hasil Kuesioner Tahap Ketiga ................................................. 153
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
1 Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Untuk meningkatkan daya saingnya, banyak perusahaan menerapkan
sistem informasi yang dinamakan dengan Enterprise Resource Planning (ERP).
ERP adalah sistem informasi yang mengintegrasikan seluruh operasi bisnis dalam
perusahaan, dari penjualan, keuangan, sumber daya manusia, produksi hingga
distribusi dengan tujuan untuk membuat kesemua operasi tersebut berjalan dengan
seefektif mungkin (Slack et al., 2001).
Dari sudut pandang teknologi informasi, sistem ERP ini dapat
didefinisikan sebagai suatu perangkat lunak yang mengintegrasikan berbagai
komponen modular terintegrasi dengan kecepatan aliran data yang cepat di
berbagai sektor dalam sebuah perusahaan (Laughin, 1999; Watson dan Schneider,
1999).
Dengan menggunakan ERP, suatu perusahaan dapat dengan mudah
berbagi informasi dan hal ini berarti setiap keputusan atau aksi strategi yang
dilakukan di level manapun dalam perusahaan akan secara langsung berdampak
kepada seluruh level organisasi (Slack et al. 2001).
Sistem informasi yang terintegrasi akan mempersingkat waktu dalam
penyajian data yang akan digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam
pengambilan keputusan atau strategi perusahaan. Hal tersebut tentunya akan
meningkatkan performa dari perusahaan.
Namun demikian, beberapa penilitian melaporkan banyak kasus dimana
ERP gagal diterapkan dalam perusahaan (Hollanda dan Light, 1999; Ross dan
Vitale, 2000; Hong dan Kim, 2002; Themistocleous et al., 2001; Allen et al.,
2002; Motwani et al., 2002; Vogt, 2002; Bradley, 2003; Umble et al., 2003; Kim
et al., 2005; Fallon, 2005).
Kegagalan dari sebuah penerapan sistem ERP dapat dilihat dari dua aspek
yaitu aspek organisasi dan penerapan teknikal. Aspek organisasi berhubungan
dengan kebutuhan untuk melakukan perubahan proses bisnis, manajemen
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
2
perubahan, pelatihan sumber daya manusia dan sebagainya. Aspek penerapan
teknikal berhubungan dengan kebutuhan untuk mengintegrasikan sistem yang
lama dengan sistem ERP, penentuan tingkat kustomisasi yang diperlukan untuk
mencegah
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
3 Universitas Indonesia
timbulnya masalah di masa depan, penganalisaan kesiapan infrastruktur teknologi
terhadap sistem ERP dan pemilihan sistem ERP yang tepat dengan kebutuhan
perusahaan. Kegagalan perusahaan dalam melakukan pengukuran kedua aspek ini
pada fase prapenerapan sistem ERP dapat berujung kepada kegagalan penerapan
sistem ERP.
Pada tahun 2007, PricewaterhouseCoopers (PwC) bersama dengan IT
Governance Institute (ITGI) mengadakan survey global terhadap isu IT governace
yang menghasilkan IT Governance Global Status Report—2008. Survei ini
berfokus pada topik resiko dalam teknologi informasi. Dari survei ini, didapatkan
beberapa temuan terkait dengan manajemen resiko dalam proyek TI sebagai
berikut:
• 30 % responden sudah menerapkan manajemen resiko dalam proyek IT,
32 % sedang menerapkan, 20% responden sedang mempertimbangkan
untuk menerapkan dan 16% responden tidak mempertimbangkan untuk
mengimplementasikan sama sekali
• Dari aspek tingkat kepentingan, 47% responden melihat manajemen resiko
sangatlah penting, 33% responden menilainya cukup penting, 13%
responden tidak yakin, 5% menilai tidak penting untuk menerapkan
manajemen resiko
Dari hasil temuan survei ini, dapat dilihat bahwa manajemen resiko dalam
proyek IT sudah dianggap penting. Namun demikian, perusahaan yang sudah
menerapkan manajemen resiko di dalam proyek IT nya masih tergolong rendah.
Padahal, manajemen resiko memegang peranan penting dalam keberhasilan dan
kegagalan dari sebuah proyek IT. Termasuk pula di dalamnya proyek ERP.
Untuk itulah, diperlukan sebuah pendekatan metodologis untuk
menjalankan manajemen resiko dalam sebuah proyek ERP. Skripsi ini akan
membahas item-item resiko yang ada di dalam sebuah proyek ERP dan
rekomendasi strategi penanganan terhadap item resiko tersebut.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
4
1.2 Diagram Keterkaitan Masalah
Gambar 1.1 Diagram Keterkaitan Masalah
1.3 Perumusan Masalah Perusahaan yang hendak menerapkan sistem ERP perlu mengetahui item-
item resiko yang ada di dalam proyek ERP tersebut agar dapat merumuskan
strategi penanganan yang tepat terhadap item resiko tersebut.
1.4 Tujuan Tujuan dari penelitian memperoleh tindakan penanganan yang tepat
terhadap item-item resiko dalam proyek ERP
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
5
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini adalah berupa daftar item resiko dan strategi
penanganan resiko dalam proyek ERP. Strategi penerapan yang tepat akan
menambah probabilitas tingkat keberhasilan penerapan sistem ERP.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian meliputi identifikasi item resiko, pembobotan item resiko untuk
mencari nilai dari tiap resiko, dan perumusan strategi penanganan terhadap
item resiko.
2. Responden dalam penelitian ini adalah konsultan ERP dari PT.Accenture
1.7 Metodologi Penelitian Metodologi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Identifikasi dan merumuskan pokok permasalahan yang akan diteliti.
2. Menentukan tujuan penelitian yang akan dilakukan
3. Melakukan studi literatur untuk memperdalam dasar teori yang berkaitan
dengan permasalahan, terutama untuk memperoleh informasi mengenai
item resiko yang ada dalam sebuah proyek ERP.
4. Melakukan penyusunan kuesioner pertama. Kuesioner ini bertujuan untuk
melengkapi item resiko yang diperoleh dari studi literatur. Responden
akan menambahkan item resiko yang belum tercantum dalam kuesioner
berdasarkan pengalaman responden sebagai konsultan proyek ERP.
5. Penyebaran kuesioner pertama. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan
melalui email kepada responden yang bersangkutan ataupun langsung
menghubungi responden.
6. Mengumpulkan dan mengolah kuesioner yang telah diisi oleh responden.
Item resiko yang ditambahkan oleh responden akan dikonfirmasi kepada
responden yang bersangkutan mengenai penjelasan lebih lanjut dari item
resiko tersebut. Konfirmasi diperlukan untuk menghindari adanya
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
6
duplikasi item resiko. Seluruh item resiko yang telah dikonfirmasi kepada
responden akan menjadi dasar dalam penyusunan kuesioner kedua.
7. Melakukan penyusunan kuesioner kedua. Kuesioner ini bertujuan untuk
mengetahui probabilitas terjadinya resiko serta dampak kuantitatif dari
resiko-resiko yang teridentifikasi. Dalam kuesioner ini, responden diminta
untuk mengisi probabilitas terjadinya suatu resiko serta dampak yang
disebabkan jika resiko tersebut terjadi.
8. Penyebaran kuesioner kedua.Penyebaran kuesioner dilakukan dengan
melalui email kepada responden yang bersangkutan ataupun langsung
menghubungi responden.
9. Mengumpulkan dan mengolah kuesioner kedua yang telah diisi oleh
responden. Hasil dari kuesioner ini adalah berupa pengelompokkan resiko
berdasarkan kategori potensi resiko.
10. Melakukan penyusunan kuesioner ketiga. Kuesioner ini bertujuan untuk
memperoleh rekomendasi tindakan penanganan resiko
11. Penyebaran kuesioner ketiga. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan
melalui email kepada responden yang bersangkutan ataupun langsung
menghubungi responden.
12. Mengumpulkan dan mengolah kuesioner ketiga yang telah diisi oleh
responden. Hasil dari kuesioner ini adalah berupa rekomendasi tindakan
penanganan resiko
13. Melakukan konsultasi dan konfirmasi dengan pihak responden mengenai
tindakan penanggulangan untuk mengatasi resiko pada kuesioner kedua
14. Melakukan studi literatur untuk melengkapi rekomendasi tindakan
penanganan resiko
15. Menarik kesimpulan penelitian
16. Selesai
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
7
Diagram Alir Metodologi Penelitian
Kes
impu
lan
Pen
gola
han
Dat
a da
n A
nalis
isPe
ngum
pula
n D
ata
Pem
aham
an
Das
ar T
eori
Pem
ilihan
Top
ik
Pen
eliti
an
Data kuesioner 1,2,3
Literatur penunjang: jurnal, artikel, skripsi,
tesis, disertasi
Menentukan topik penelitian
Mengidentifikasi resiko
Menentukan dan mempelajari dasar teori yang dibutuhkan
Mengidentifikasi kesempatan dan tujuan
Mulai
Menganalisa dan mengevaluasi resiko
Dasar teori ERP dan Manajemen
Resiko
Mengumpulkan data
Selesai
Kesimpulan
Membuat perencanaan tindakan penanganan resiko
Membuat Pengawasan dan Pengontrolan Resiko
Gambar 1.2 Diagram Alir Metodologi Penelitian
1.8 Sistematika Penulisan Secara garis besar, penelitian ini terbagi menjadi 5 bab yaitu pendahuluan,
dasar teori, pengumpulan dan pengolahan data, analisis dan kesimpulan.
Pendahuluan merupakan bab pembuka yang akan memaparkan latar belakang
permasalahan, diagram keterkaitan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian
dan sistematika penulisan.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
8
Untuk mendukung proses penelitian ini, maka bab dasar teori akan
menjelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penulisan skripsi, antara
lain penjelasan mengenai sistem ERP, sejarah perkembangan sistem konvensional
MRP menjadi ERP, keterbatasan dan kelebihan sistem ERP, pemilihan sistem
sistem ERP, evaluasi dan kegagalan sistem ERP. Selain itu, dijelaskan pula
mengenai manajemen resiko.
Selanjutnya adalah bab pengumpulan dan pengolahan data yang
menjelaskan proses dan hasil pengumpulan data yang dilakukan serta pengolahan
data tersebut yang akan dijadikan bahan pembahasan dalam penulisan penelitian
ini. Setelah pengumpulan dan pengolahan data, maka akan dilakukan analisa-
analisa mengenai hasil yang diperoleh beserta dengan hasil akhir dari penelitian
ini. Hal ini akan dijelaskan dengan detail pada bab analisa. Langkah terakhir
adalah penulisan bab kesimpulan yang merupakan pengambilan kesimpulan
mengenai hasil yang telah diperoleh dari penulisan penelitian ini.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
9 Universitas Indonesia
2. DASAR TEORI
2.1 SISTEM
2.1.1 Pengertian Sistem Enterprise Resource Planning (ERP) bukanlah sekedar software, tetapi
lebih pada suatu sistem yang terintegrasi.1 Oleh karena itu, sebelum membahas
lebih jauh mengenai sistem ERP, akan dijelaskan secara singkat mengenai sistem
yang merupakan dasar untuk memahami sistem ERP lebih lanjut. Secara harfiah,
perkataan sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu ”system” yang berarti
keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian. Para ahli mempunyai
persepsi yang berbeda mengenai pengertian sistem itu sendiri. Jhonson, Kast dan
Rosenzweight mendefinisikan sistem sebagai suatu keseluruhan yang kompleks
dan terorganisir yang merupakan perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang lebih
kecil. Shoerde dan Voinich berpendapat sistem adalah suatu perangkat dari
bagian-bagian yang berhubungan, bekerja sama secara sendiri-sendiri dan
bersama-sama untuk mencapai tujuan keseluruhan dalam lingkungan yang
kompleks.2
Pendapat yang paling banyak diterima sebagai definisi dari sistem adalah
hasil pemikiran Murdick dan Ross yang menyatakan bahwa sistem adalah
seperangkat elemen yang membentuk kegiatan atau suatu prosedur pengolahan
yang mencari tujuan dengan melakukan pengolahan data dalam jangka waktu
tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau produk. Elemen-elemen ini terdiri
dari input, output, mekanisme dan fungsi kontrol atau pengawasan. Perubahan
elemen-elemen dalam suatu sistem dilakukan untuk mendesain dan menjadikan
sistem bekerja lebih baik.3
1 Thomas F. Wallace dan Michael H. Kremzar. ERP: Making It Happen, The Implementers’ Guide to Success with EnterpriseResource Planning, John Wiley & Sons, Inc., Kanada, 2001, hal.3. 2 Yogiyanto HM, MBA, Akt, Phd. Sistem Teknologi Informasi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2003. hal.9. 3 Yogiyanto HM, MBA, Akt, Phd. Sistem Teknologi Informasi, hal.11.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
10
2.1.2 Klasifikasi Sistem Pada awalnya, sistem terbagi terbagi menjadi dua jenis yaitu sistem
alamiah dan sistem buatan manusia. Suatu sistem dikatakan sebagai sistem
alamiah jika interaksi antara elemen-elemen yang ada dalam sistem tersebut telah
ada sebelumnya tanpa campur tangan manusia, seperti sistem tata surya dan
sistem peredaran darah pada manusia. Sistem buatan manusia, sistem yang
diciptaan oleh manusia, terbagi menjadi dua yakni manual dan terotomasi. Jika
interaksi antara elemen-elemen yang ada berjalan secara manual, maka sistem
tersebut dikatakan sistem manual. Sebaliknya, jika interaksi antara elemen-
elemennya dikendalikan oleh sistem komputer, maka disebut sebagai sistem
terotomasi. Sistem terotomasi terbagi menjadi beberapa kategori, antara lain :
1. On-line System
On-line System adalah sistem yang menerima input pada bagian dimana
input tersebut didokumentasikan dan selanjutnya menghasilkan output
yang berupa hasil komputasi pada area yang dibutuhkan. Sistem ini
biasanya diaplikasikan pada reservasi angkutan umum, pengisian rencana
studi pada beberapa perguruan tinggi, sistem perbankan, dan sebagainya.
2. Real-time System
Real-time System merupakan suatu mekanisme pengawasan, dokumentasi
data, pemrosesan yang sangat cepat hingga output yang dihasilkan bisa
diterima dalam waktu yang relatif sama. Sistem ini biasanya diaplikasikan
pada sistem airport traffic controller, Anjungan Tunai Mandiri dan
sebagainya.
3. Decision Support Systems
Decision Support Systems merupakan sistem yang membantu pihak
manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan berdasarkan
berbagai informasi dan kendala yang ada.
4. Strategic Planning Systems
Strategic Planning Systems merupakan sistem yang memproses transaksi
organisasi pada periode tertentu, mendokumentasikannya dan selanjutnya
menghasilkan output berupa perencanaan-perencanaan kedepannya dengan
mempertimbangkan berbagai informasi yang diterima.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
11
5. Knowledge Based Systems
Knowledge Based Systems merupakan sistem canggih yang menggunakan
perangkat khusus dalam aplikasinya dimana sistem ini didesain
sedemikian rupa agar memiliki kemampuan layaknya seorang ahli.
Secara sederhana sistem memproses input untuk selanjutnya menjadi output yang
dapat memberikan informasi bagi para pemakainya. Sistem yang merupakan
kumpulan ide-ide dan konsep serta dapat melakukan berbagai fungsi untuk
menghasilkan informasi yang berguna bagi pemakai atau manajemen dalam
mengambil keputusan disebut sebagai suatu sistem informasi.
Ada lima elemen dasar yang mendukung suatu sistem informasi, yaitu :
1. Perangkat keras (hardware), berupa seperangkat komputer, printer,
wireless port, modem, dan sebagainya.
2. Perangkat lunak (software), berupa perangkat aplikasi pemrograman
komputer.
3. File, yakni sekumpulan records atau data yang tersimpan, memiliki jenis
dengan panjang elemen dan atribut yang sama, namun berbeda-beda nilai
datanya.
4. Prosedur, terdiri dari serangkaian syarat-syarat dan berbagai aturan yang
harus dipenuhi.
5. Personil, yakni manusia sebagai pendukung sistem tersebut; operator
komputer, analisis sistem dan pemrograman.
Sistem informasi banyak diterapkan perusahaan sebagai salah satu elemen dalam
pengambilan keputusan oleh pihak manajemen.
Suatu sistem diharapkan dapat melakukan pengolahan berbagai jenis data
yang ada, selanjutnya mengolah data tersebut dengan cepat untuk menghasilkan
output yang tepat, akurat dan terpercaya. Salah satu sistem yang banyak
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
12
digunakan dan dikelola secara terintegrasi dalam satu perusahaan adalah sistem
ERP.
2.2 SISTEM ENTERPRISE RESOURCE PLANNING
2.2.1 Pengertian Sistem ERP Sistem Enterprise Resource Planning (ERP) berawal dari penemuan
sistem Material Requirements Planning (MRP I) yang berkembang menjadi
Manufacturing Resource Planning (MRP II) dan sekarang kita kenal dengan
istilah sistem ERP. MRP I mengaplikasikan sistem perencanaan dan pengendalian
produksi yang terkomputerisasi antar lini produksi. Sistem ini bertanggung jawab
dalam penjadwalan seluruh kegiatan produksi yang terintegrasi, seperti
mengeluarkan perintah produksi dan nota pembelian (Purchasing Order) serta
memfasilitasi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi jika dianggap perlu.4
Dalam sistem MRP, terdapat informasi mengenai proses produksi yang sedang
berjalan berkenaan dengan penjadwalan dan kapasitas produksi untuk menentukan
berbagai penyesuaian yang harus dilakukan jika nantinya ada perubahan-
perubahan pada input sistem. Pada sistem MRP, input yang masuk adalah
identitas dan struktur produk, daftar bahan dan material dan informasi mengenai
persediaan di gudang bahan baku. Sedangkan output dari sistem MRP adalah
perintah produksi yang terencana, laporan kebutuhan dan beban kerja sumber
daya yang ada, serta keadaan persediaan yang telah diproyeksikan. Untuk lebih
jelasnya, bisa dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.
4 Roberta S. Russell dan Bernard W. Taylor III. Operation Management: Focusing on Quality and Competitiveness, Prentice Hall International, Inc., New Jersey. 1998.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
13
Gambar 2.1 Struktur dari sistem MRP5
Sistem ERP merupakan pembaharuan dari sistem MRP II yang dilengkapi
dengan database manajemen yang saling berhubungan, user interfaces dan server
architecture. Sistem ERP adalah suatu sistem informasi berbasis komputer yang
terdiri dari beberapa elemen dengan fungsi dan tugasnya masing-masing – disebut
dengan modul – yang saling terintegrasi.6 Jika ada perubahan data pada salah satu
modul, maka secara otomatis akan disesuaikan pada modul yang lain. Sistem ini
akan mengintegrasikan semua proses yang ada dalam suatu perusahaan, mulai
dari pembelian barang, manajemen gudang, penjualan hingga pada laporan
keuangan perusahaan. Sistem ERP menjamin adanya integrasi data tanpa
menimbulkan redutansi data, yaitu kemungkinan terjadinya duplikasi data pada
beberapa modul dan bisa mengakibatkan data tidak valid.
Penerapan sistem ERP menuntut penggunaan piranti lunak khusus yang
biasa disebut dengan software ERP. Software ERP didesain untuk memodelkan
dan mengoptimasi proses-proses dasar pada suatu sistem dalam perusahaan.
5 Khalid Sheikh. Manufacturing Resource Planning (MRP II) with introduction to ERP, SCM and CRM, McGraw Hill, Mumbai, 2002, hal.64. 6 Khalid Sheikh. Manufacturing Resource Planning (MRP II) with introduction to ERP, SCM and CRM, hal.175.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
14
Jenisnya pun beragam, tergantung dari vendor yang mengeluarkannya.
Diantaranya ada BAAN, Oracle, PeopleSoft, SAP, J.D. Edwards, dan lainnya.
Gambar 2.2 menunjukkan bagaimana informasi terintegrasi dalam perusahaan
dengan menggunakan sistem ERP.7
Gambar 2.2 Integrasi sisem informasi pada sistem ERP8
2.2.2 Modul Sistem ERP Secara nyata, sistem ERP memiliki ruang lingkup yang luas dan sangat
fleksibel dalam penerapannya. Setiap perusahaan akan memiliki metode
implementasi yang berbeda, tergantung dari perangkat, proses bisnis dan sumber
daya yang ada. Oleh karena itu, sistem ERP yang diterapkan antar perusahaan
biasanya dibatasi oleh modul yang digunakan. Semakin banyak modul yang
dipakai sebagai bagian dari sistem ERP, maka akan semakin kompleks
penerapannya.
Modul-modul yang biasanya digunakan dalam aplikasi sistem ERP antara
lain :9
7 Alexis Leon. Enterprise Resource Planning. McGraw Hill, New Delhi, 2000, hal.4. 8 Alexis Leon. Enterprise Resource Planning, hal.5. 9 Daniel E. O`Leary. Enterprise Resource Planning Systems: Systems, Life Cycle, Electronic Commerce, and Risk. Cambridge University Press, United Kingdom, 2000, hal.31-32.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
15
1. Modul AM untuk Fixed Asset Management yang berisikan rangkaian
informasi yang berhubungan dengan tingkat depresiasi, nilai property,
skema asuransi, dan lainnya.
2. Modul CO untuk Controlling yang berisikan sub-modul CCA (Cost
Center Accounting), AP (Account Payable) dan ABC (Activity Based
Costing).
3. Modul FI untuk Financial Accounting yang berisikan sub-modul GL
(General Ledger), AR (Account Receivable), AP (Account Payable) dan
LC (Legal Consolidation).
4. Modul HR untuk Human Resources yang berisikan sub-modul PA
(Personnel Administration) dan PD (Planning and Development).
5. Modul MM untuk Material Management yang berisikan sub-modul IM
(Inventory Management), IV (Invoice Verification) dan WM (Warehouse
Management).
6. Modul PM untuk Plant Maintenance yang berisikan sub-modul EQM
(Equipment and Technical Object), PRM (Preventive Maintenance), SMA
(Service Maintenance), dan WOC (Maintenance Order Management).
7. Modul PP untuk Production Planning yang berisikan sub-modul SOP
(Sales and Operation Planning), MRP (Material Requirements Planning),
dan CRP (Capacity Requirements Planning).
8. Modul PS untuk Project Systems yang berisikan sub-modul PR (Project
Tracking) dan BM (Budget management).
9. Modul QM untuk Quality Management yang berisikan sub-modul CA
(Quality Certificates), IM (Inspection Processing) dan PT (Planning
Tools).
10. Modul SD untuk sistem Sales and Distribution.
Modul-modul diatas berfungsi sesuai dengan nama dan jenisnya. Namun,
penggunaannya secara teknis akan sangat bergantung dengan vendor yang
mengeluarkan piranti lunak yang dipakai.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
16
2.2.3 Tujuan Implementasi Sistem ERP Hingga saat ini, banyak perusahaan yang menerapkan sistem ERP dan
berharap akan mendapatkan banyak keuntungan. Beberapa alasan yang membuat
perusahaan bersedia mereformasi sistem yang telah ada dengan sistem ERP
adalah:10
1. Sistem ERP memungkinkan peningkatan performa bisnis, yakni dengan
Mengurangi cycle time
Meningkatkan kemampuan proses bisnis
Mengurangi persediaan
Memenuhi pemesanan barang dengan tepat
2. Sistem ERP mendukung petumbuhan bisnis, yakni dengan
Pembuatan lini produksi baru
Pencapaian konsumen potensial
3. Sistem ERP mendukung pengambilan keputusan yang fleksibel,
terintegrasi dan real-time, yakni dengan meningkatkan responsiveness
internal organisasi.
4. Sistem ERP mengeliminasi proses yang tidak efektif, antara lain
Fragmentasi data dan proses
Perubahan yang tidak fleksibel
Teknologi yang kurang memadai, dan sebagainya
Selain itu sistem ERP akan memberikan nilai tambah, terutama dalam hal
standarisasi sistem organisasi, mengeliminasi ketidaksimetrisan data,
menyediakan informasi secara on-line dan real-time, serta nilai lain yang jadi
keunggulannya.11
2.2.4 Implementasi Sistem ERP Sistem ERP yang berkembang di dunia industri merupakan rangkaian
sistem yang terdiri dari beberapa prosedur yang kompleks. Oleh sebab itu, sistem
ERP sangat menyesuaikan kondisi dari tiap-tiap perusahaan yang menerapkannya.
10 Alexis Leon. Enterprise Resource Planning, hal.6. 11 Daniel E. O`Leary. Enterprise Resource Planning Systems: Systems, Life Cycle, Electronic Commerce, and Risk, hal.7-9.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
17
Perbedaan iklim kerja, proses bisnis, kualitas tenaga kerja dan keterbatasan
sumber daya lainnya akan menjadi faktor kunci bagi perusahaan dalam melakukan
pemilihan serta penyesuaian vendor dan modul ERP yang akan digunakan.
Ada beberapa metode yang digunakan perusahaan untuk menjadi awal
implemenasi sistem ERP, antara lain:
1. Big-Bang
Metode ini mengharuskan perusahaan untuk segera meninggalkan proses
bisnis konvensional yang selama ini diterapkan. Keseluruhan rangkaian
dan prosedur proses bisnis diganti secara drastis dan disesuaikan dengan
sistem ERP yang diterapkan. Perusahaan mencoba mengimplementasikan
sistem ERP secara utuh dan terintegrasi pada seluruh area kerja, sehingga
perombakan dan penyesuaian harus dilakukan di seluruh lini atau bagian
perusahaan. Keunggulan metode ini terlihat dari waktu pengerjaan proyek
yang akan lebih sedikit serta perusahaan cenderung lebih fokus pada
implementasi sistem ERP yang berjalan. Sebaliknya, investasi dana yang
dikeluarkan serta pengorbanan karyawan untuk merubah standar dan
prosedur kerja akan sangat besar.
2. Franchising
Pada strategi ini, perusahaan mengimplementasikan sistem ERP secara
bertahap. Pada awalnya akan dilakukan uji coba pada salah satu bagian
yang tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan jika
ternyata gagal diterapkan. Perusahaan cenderung menyewa pihak luar atau
konsultan untuk mengembangkan bisnis proses yang ada, baru kemudian
dilakukan penyesuaian pada bagian yang bersangkutan. Jika uji coba
berhasil dilakukan, maka perusahaan akan langsung
mengimplementasikan sistem ERP pada bagian-bagian lain layaknya efek
domino. Metode ini sangat banyak diterapkan perusahaan-perusahaan di
Indonesia. Selain faktor pengeluaran investasi yang cenderung aman,
perusahaan dapat langsung melihat efek sistem ERP yang
diimplementasikan secara nyata sebelum menerapkannya di seluruh
perusahaan. Namun, perusahaan akan kesulitan menyesuaikan proses
bisnis yang ada berkaitan dengan transformasi data pada modul-modul
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
18
berbeda. Metode inilah yang paling banyak menghasilkan
ketidakharmonisan data, jika tidak diterapkan secara tepat.
3. Slam-Dunk
Jika perusahaan beranggapan melakukan perubahan drastis pada proses
bisnis yang ada akan sangat beresiko kedepannya, maka dapat
menggunakan metode Slam-Dunk. Perusahaan hanya
mengimplementasikan sistem ERP secara parsial, dengan menggunakan
satu atau dua modul yang dianggap signifikan memberikan kontribusi
positif. Sehingga, proses bisnis dan budaya kerja tidak akan banyak
berubah.
Untuk memudahkan memahami implementasi sistem ERP secara nyata, maka
akan dijelaskan dengan menggunakan contoh konkrit di perusahaan. Penerapan
sistem ERP dapat dilihat pada aspek-aspek sesuai dengan aktivitas dibawah ini:12
1. Pemesanan (Ordering)
Bagian penjualan akan menerima pesanan dari retailer atau pelanggan.
Selanjutnya data pesanan ini akan di-input ke dalam sistem dengan
menggunakan modul yang sesuai. Sistem akan melakukan pengecekan
dan kalkulasi terhadap biaya yang akan dibayarkan sekaligus perhitungan
kompensasi lainnya, seperti potongan harga, pengembalian dan lainnya.
Sistem juga akan melihat data historis pelanggan tersebut untuk
menentukan mekanisme pembayaran yang tepat.
2. Ketersediaan (Availability)
Setelah adanya input pesanan dari bagian penjualan, maka kemudian
sistem akan melihat tingkat ketersediaan barang di gudang. Sistem ERP
akan terasa lebih efektif, jika perusahaan memiliki produk yang
terdeferensiasi dan tersebar dibeberapa gudang. Jika persediaan barang
tidak dapat memenuhi jumlah permintaan, maka sistem secara otomatis
akan meminta pengiriman barang dari pabrik atau gudang lainnya.
3. Produksi (Production)
12 Daniel E. O`Leary. Enterprise Resource Planning Systems: Systems, Life Cycle, Electronic Commerce, and Risk, hal.36-37.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
19
Jika barang yang ada digudang berada dibawah jumlah minimumnya,
maka sistem akan mengingatkan bagian gudang untuk melakukan
pengiriman barang dari pabrik. Selanjutnya, modul produksi pada sistem
ERP yang digunakan akan melakukan perencanaan produksi dan
mengeluarkan perintah produksi untuk memenuhi permintaan tersebut.
4. Tenaga Kerja (Manpower)
Ketika melakukan perencanaan produksi, sistem juga akan
memperhitungkan berbagai sumber daya yang ada, termasuk tenaga kerja.
Sistem secara otomatis akan melakukan pengalokasian, perhitungan
kebutuhan dan kompensasi tenaga kerja. Jika jumlah yang diproduksi
melebihi jam kerja pabrik, maka sistem akan mengkalkulasi kebutuhan
sekaligus merekomendasikan untuk lembur atau melakukan perekrutan
tenaga kerja kontrak atau sementara.
5. Pembelian (Purchasing)
Setelah proses produksi, modul Material Planning pada sistem akan
mengingatkan bagian pembelian untuk melakukan pemesanan bahan baku
pada pemasok. Sistem juga akan menunjukkan identitas material, jumlah
dan biaya yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi gudang
persediaan bahan bakunya.
6. Penelusuran Pesanan (Order Tracking and More Ordering)
Beberapa perusahaan memperbolehkan konsumen, retailer atau
distributor, untuk bisa mengakses sistem ERP yang digunakan. Dengan
demikian, pihak retailer atau distributor bisa melakukan pengecekan
langsung mengenai status pesanan mereka dan kemudian mendapatkan
pertimbangan kapan dan berapa pemesanan berikutnya.
Bisa dilihat dari pemaparan diatas, bahwasanya penerapan sistem ERP meliputi
keseluruhan aspek dari kegiatan operasional karyawan. Oleh karena itu, penerapan
sistem ERP secara tepat semestinya akan memberikan banyak manfaat pada
perusahaan.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
20
2.2.5 Evaluasi Implementasi Sistem ERP Penerapan sistem ERP secara menyeluruh akan membutuhkan investasi
yang sangat besar sekali, selain waktu pengerjaan yang relatif lama. Oleh karena
itu, banyak sekali perusahaan yang kesulitan untuk melakukan evaluasi dan
melihat sampai sejauh mana sistem ERP memberikan kontribusi positif pada
perusahaan. Pada akhirnya perusahaan hanya bisa meraba-raba dan langsung
menjustifikasi telah berhasil menerapkan sistem ERP tanpa melakukan
perhitungan yang tepat. Dua patokan yang sering dijadikan tolak ukur
keberhasilan implementasi sistem ERP adalah kontribusi moneter dan non-
moneter.13
Kontribusi secara moneter akan lebih terfokus pada aspek-aspek keuangan
perusahaan. Pihak manajemen akan mengatakan telah berhasil dalam
implementasi sistem ERP jika setelah pengaplikasiannya terjadi peningkatan
penjualan yang berujung pada peningkatan margin keuntungan perusahaan.
Sebaliknya, kontribusi non-moneter akan lebih fokus pada proses bisnis yang ada.
Suatu perusahaan akan dikatakan berhasil mengimplemetasikan sistem ERP jika
telah mengoptimalkan proses bisnis yang ada, seperti waktu proses yang lebih
cepat, utilisasi dan produktivitas yang meningkat, ketersediaan berbagai data
secara cepat dan akurat, dan sebagainya.
Ada beberapa metode yang biasanya dipakai untuk melihat sampai sejauh
mana sistem ERP memberikan kontibusi pada perusahaan, baik itu secara moneter
maupun non-moneter. Metode tersebut adalah Key Performance Index, Balance
Score Card dan Oliver Wight ABCD Checklist.
2.2.6 Kegagalan Implementasi Sistem ERP Diatas kertas, sistem ERP merupakan prosedur atau metode terbaik yang
dapat diterapkan perusahaan untuk berbagai pekerjaan yang berbeda, seperti aspek
keuangan, proses dan pengendalian produksi, pemeliharaan, logistik, penjualan,
pembelian dan distribusi serta aspek-aspek lainnya dalam perusahaan. Untuk
mendapatkan hasil yang terbaik, selain mengikuti prosedur dan standar yang ada
13 Daniel E. O`Leary, Enterprise Resource Planning Systems: Systems, Life Cycle, Electronic Commerce, and Risk, hal.97.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
21
dalam pengimplementasian sistem ERP, perusahaan juga harus memiliki orang-
orang atau karyawan yang mampu dan mau serta memiliki komitmen untuk
menjalankan sistem ERP.
Jika terdapat kesenjangan antara sistem dengan tenaga kerja yang ada,
maka akan dilakukan penyesuaian yang sering kali mengganggu kestabilan dan
kinerja sistem yang berjalan. Dengan kata lain, sistem diatur sedemikian rupa
untuk mengikuti kemauan tenaga kerja yang belum tentu efektif jika dilihat dari
penerapan sistem ERP. Akibatnya, sistem akan labil dan berpotensi untuk
menghasilkan masalah-masalah baru yang sebenarnya dapat dihindari. Sistem
informasi yang terintegrasi pada sistem ERP berpengaruh pada kepekaan elemen-
elemen yang ada didalamnya. Jika terjadi kerusakan pada salah satu elemen, maka
akan beakibat pada elemen-elemen yang lain dan mempengaruhi kinerja sistem
secara keseluruhan. Jika hal ini terjadi, maka perusahaan dapat dikatakan gagal
mengimplementasikan sistem ERP.
2.3 RISIKO Risiko memiliki definisi yang berbeda-beda sesuai dengan konteks ruang
lingkupnya. Secara sederhana, risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan untuk
mengalami kerugian. Berdasarkan kamus American Heritage risiko didefinisikan
sebagai kemungkinan mengalami kerugian; sebuah faktor atau elemen yang
mengandung bahaya yang tidak pasti. Dengan kata lain risiko merupakan ukuran
probabilitas dari suatu kejadian yang terjadi (perubahan yang tidak diinginkan)
dan menimbulkan dampak dari kejadian tersebut.
Risiko terdiri dari tiga komponen utama yaitu kejadia risiko (perubahan
yang tidak diinginkan), probabilitas terjadinya risiko, serta dampak yang
ditimbulkan. Risiko sering diidentikkan dengan probabilitas. Namun untuk penilai
risiko profesional, risiko menggabungkan probabilitas negatif suatu peristiwa
dengan bahayanya. Dari sisi engineering, risiko didefinisikan sebagai hasil
perkalian probabilitas terjadian suatu kerjadia dengan dampak yang ditimbulkan.
Berdasarkan sumbernya risiko dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Risiko finansial dan nonfinansial
Risiko nonfinansial tidak memiliki akibat finansial, sedangkan risiko
finansial menyebabkan kerugian finansial. Risiko finansial terdiri dari elemen
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
22
yaitu individu / organisasi yang membawa risiko, aset / pendapatan yang hilang
karena adanya risiko finansial, sebuah peril yang menyebabkan kerugian.
2. Risiko statis dan dinamis
Risiko dinamis adalah akibat dari perubahan perekonomian, yang bisa
muncul karena lingkungan eksternal, yaitu perekonomian, perindustrian, pesaing
dan konsumen. Perubahan ini tidak terkontrol tetapi berpotensi mendatangkan
kerugian bagi perusahaan. Risiko dinamis sulit untuk dideteksi. Sedangkan risiko
statis adalah kerugian yang terjadi meskipun tidak ada perubahan perekonomian.
Risiko statis tidak bersumber dari masyarakat sehingga mudah diprediksi dan
diatasi.
3. Risiko murni dan spekulatif
Risiko spekulatif adalah kemungkinan yang membawa kepada keuntungan atau
kerugian, sedangkan risiko murni terjaadi pada situasi di mana hanya ada satu
kerugian atau keuntungan.
4. Risiko fundamental
Risiko fundamental adalah kerugian impersonal, baik penyebab maupun
akibatnya. Dia adalah kumpulan risiko yang menyebabkan fenomena politik,
ekonomi, dan sosial, meskipun bisa saja hasil dari kejadian fisik. Contohnya
adalah pengangguran, perang, inflasi, gempa, banjir, dll. Sedangkan risiko
partikular adalah risiko yang disebabkan oleh kejadian individual, misalnya
kebakaran rumah dan perampokan bank.
2.4 MANAJEMEN PROYEK
2.4.1 Karakteristik Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan (usaha) yang bersifat sementara yang
dilakukan untuk menciptakan sebuah produk, jasa atau hasil yang unik. Secara
umum proyek mempunyai 3 karakteristik yaitu besifat sementara (temporary),
mempunyai hasil yang unik dan progressive elaboration.
Proyek bersifat sementara (temporary) menunjukkan bahwa setiap proyek
mempunyai sebuah permulaan dan sebuah titik akhir yang pasti. Titik akhir akan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
23
dicapai apabila tujuan proyek telah dicapai atau proyek tersebut berakhir karena
tujuan proyek tidak dapat dicapai. Temporary bukan berarti bahwa setiap proyek
mempunyai durasi yang singkat, banyak proyek yang berlangsung selama
beberapa tahun. Karakter temporary lebih menunjukkan bahwa adanya batasan
durasi pengerjaan proyek.
Sebuah proyek menciptakan hasil berupa produk, jasa atau hasil yang
unik. Proyek menciptakan sebuah produk atau benda yang dapat dihitung baik
berupa hasil akhir atau hasil berupa komponen item. Keunikan merupakan
karakter yang paling penting dari sebuah hasil proyek. Sebagi contoh, ribuan
gedung perkantoran dibangun, namun setiap gedung mempunyai fasilitas
tersendiri yang unik seperti pemilik yang berbeda, desain yang berbeda, lokasi
yang berbeda, kontraktor yang berbeda dan lain-lain. Progressive elaboration
adalah karakteristik proyek yang menyertai konsep sementara dan unik.
Karakteristik progressive elaboration meenunjukkan bahwa proyek
dikembangkan dalam beberapa langkah dan peningkatan yang berkelanjutan.
2.4.2 Daur Hidup Proyek Semua proyek adalah unik. Oleh karena itu, setiap proyek sebaiknya
didokumentasikan dengan baik untuk menunjukkan daur hidup proyek yang unik.
Daur hidup proyek terdiri dari empat tahap utama yaitu penujian kelayakan,
desain dan perencanaan, konstruksi, serta permulaan pemakaian dan ambil alih.
2.4.2.1 Pengujian Kelayakan Proyek Aspek pertama yang perlu diperhatikan dari sebuah proyek adalah konsep
proyek yang mencakup banyak hal penting. Konsep proyek yang realistis dan
masuk akal harus memenuhi beberapa kriteria berikut:
1. Proyek dapat dibangun dan didirikan secara fisik
2. Terdapat teknologi dan keahlian yang mampu menjadikan proyek dapat
dilaksanakan secara konsisten
3. Mempunyai keuntungan yang diinginkan
Selanjutnya untuk menciptakan konsep dasar proyek perlu
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
24
dikembangkan sebuah perhitungan proyek yang detail. Hal ini meliputi studi
kelayakan untuk menentukan apakah konsep dasar yang telah dibuat sebelumnya
memenuhi semua kriteria di atas.
2.4.2.2 Perencanaan dan Desain Tahap perencanaan dan desain dari daur hidup proyek secara umum
mencakup perumusan strategi lanjutan, perencanaan dan desain pelaksanaan.
Selama tahap ini parameter utama pelaksanaan proyek harus dirancang dengan
baik. Tahap ini meliputi :
1. Jenis kontrak
2. Mekanisme penyelesaian proyek
3. Kebutuhan jadwal utama
4. Kebutuhan biaya utama
5. Perencanaan yang detail mencakup proses manajemen proyek seperti struktur
organisasi, sumber daya, pengadaan, dan perubahan ruang lingkup
Selanjutnya dilakukan penurunan parameter pelaksanaan dasar yang akan
digunakan pada tahap selanjutnya. Perencanaan yang detail ini akan dapat
membantu tercapainya proses implementasi yang efektif. Tujuan dari tahap
perencanaan dan desain ini terhadap daur hidup proyek adalah memperkirakan
kontrak dasar.
2.4.2.3 Konstruksi Tahap konstruksi daur hidup proyek merupakan pelaksanaan aktual dari
ruang lingkup pekerjaan fisik proyek mulai dari penyelesaian perencanaan detail
sampai konstruksi pada lokasi proyek. Tahap konstruksi terdiri dari beberapa
komponen pekerjaan utama antara lain:
a. Pengadaan material dan peralatan
b. Pabrikasi dan pengiriman peralatan utama
c. Mobilisasi
d. Pekerjaan lokasi dan sosialisasi warga
e. Pekerjaan pembangunan secara umum
f. Penginstalan peralatan
g. Pekerjaan mekanik
h. Pekerjaan elektris
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
25
i. Pekerjaan kontrol dan instrumental
Secara teori pendefinisian tahap konstruksi secara umum memang sangat
sederhana, namun pada kenyataannya tahap ini membutuhkan beberapa
keputusan, tindakan, dan tugas individu untuk mencapai tujuan proyek yang telah
dibuat pada tahap awal. Perlu diingat bahwa tindakan ini dilakukan bersama-sama
dengan pelaksanaan konteks yang dibuat selama 2 tahap sebelumnya. Tujuan
utama dari tahap ini adalah untuk mencapai penyelesaian dasar.
2.4.2.3 Permulaan Pemakaian dan Ambil Alih Tahap akhir dari daur hidup proyek adalah stratup dan turnover yang
terdiri dari beberapa komponen utama seperti :
a. Pengujian akhir
b. Pembayaran
c. Pergantian sistem
d. Penutupan kontrak
e. Permulaan pengoperasian dan pemeliharaan
Pelaksanaan permulaan pemakaian dan penutupan secara langsung
berhubungan dengan kompleksitas dari proyek yang dilaksanakan. Jika teknologi
yang dilibatkan dalam proyek tertentu tidak diuji atau merupakan teknologi baru
maka durasi pelaksanaan tahap ini akan semakin lama. Tujuan dari tahap ini
adalah untuk penyelesaian dan penyerahan proyek.
2.4.3 Manajemen Proyek Manajemen proyek adalah pengaplikasian ilmu, keahlian, alat, dan teknik
ke dalam akitivitas proyek dalam memenuhi kebutuhan proyek 8 . Manajemen
proyek dilakukan melalui aplikasi dan integrasi proses perencanaan, eksekusi,
pengawasan dan pengontrolan manajemen proyek. Dalam sebuah proyek
dibutuhkan seorang manejer proyek. Manejer proyek adalah orang yang
bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan proyek. Manajemen sebuah
proyek mencakup :
1. Identifikasi kebutuhan proyek
2. Mengembangkan tujuan yang jelas dan dapat dicapai
3. Menyeimbangkan kualitas, jangkauan, waktu dan biaya proyek
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
26
4. Menyesuaikan spesifikasi, rencana, serta pendekatan perhatian atau ekspektasi
yang berbeda terhadap stakeholder yang bervariasi
Manejer proyek harus selalu memperhatikan “triple constraint” dalam
mengelola persaingan kebutuhan proyek yaitu waktu, biaya dan cakupan proyek.
Keseimbangan ketiga faktor ini akan mempengaruhi kualitas proyek. Proyek yang
berkualitas tinggi akan dapat menciptakan produk, jasa atau hasil yang diinginkan
dalam cakupan, waktu dan anggaran biaya yang ditetapkan. Ketiga faktor ini
mempunyai hubungan yang erat, perubahan pada salah satu faktor akan
mempengaruhi hasil pada faktor lainnya. Manejer proyek juga bertanggung jawab
terhadap ketidakpastian. Risiko proyek adalah sebuah kejadian atau kondisi yang
tidak pasti dimana jika risiko terjadi akan menimbulkan pengaruh positif atau
negatif terhadap tujuan proyek.
Istilah manajemen proyek sering digunakan untuk menggambarkan sebuah
pendekatan organisasi atau manejerial ke dalam pengelolaan proyek dan beberapa
kegiatan yang berkelanjutan yang dapat didefinisikan ulang sebagai proyek yang
dikenal dengan istilah “management by project”. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak semua aktivitas dapat atau harus diatur ke dalam proyek.
Manajemen proyek terdiri dari sembilan proses utama yaitu manajemen
pengintegrasian proyek, manajemen ruang lingkup proyek, manajemen waktu
proyek, manajemen biaya proyek, manajemen kualitas proyek, manajemen
sumber daya manusia proyek, manajemen komunikasi proyek, manajemen risiko
proyek dan manajemen pengadaan proyek. Kesembilan proses ini saling
berhubungan dimana setiap proses terdiri dari beberapa tahap penting seperti yang
terlihat pada gambar 2.1 di bawah ini.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
27
Gambar 2.3 Proses manajemen proyek (Sumber: Project Management
Institute,2004, hal.11)
2.5 MANAJEMEN RISIKO PROYEK
2.5.1 Manfaat Manajemen Risiko Proyek Setiap risiko berpotensi untuk mempersulit dan menghambat penyelesaian
sebuah kegiatan dan pencapaian tujuan. Risiko terdapat dalam setiap proyek,
sehingga risiko tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, namun kita dapat mengelola
risiko dengan efektif untuk mengurangi dampak negatif terhadap pencapaian
tujaun proyek. Dalam beberapa proyek, untuk mencapai tujuan proyek, risiko
harus dikelola dan diintegrasikan ke dalam unsur pokok manajemen proyek secara
keseluruhan9. Manajemen risiko adalah proses perencanaan, identifikasi, analisis,
penanganan dana pengawasan risiko proyek secara sistematis. Manajemen risiko
melibatkan beberapa proses, alat dan teknik yang dapat membantu manejer proyek
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
28
untuk memaksimalkan probabilitas dan dampak dari kejadian positif atau peluang
serta meminimalisasi probabilitas dan dampak dari kejadian negatif atau ancaman.
Manajemen risiko proyek akan lebih efektif jika dimulai sejak awal daur
hidup proyek dan dilanjutkan selama proyek dilaksanakan14. Tujuan dari
manajemen risiko adalah untuk meningkatkan probabilitas dan dampak dari
kejadian yang berdampak prositif terhadap proyek serta mengurangi probabilitas
dan dampak dari kejadian yang merugikan proyek.
Organisasi dapat menjadi sukses jika organisasi mempunyai komitmen
untuk melakukan manajemen risiko secara proaktif dan konsisten sepanjang daur
hidup proyek15. Manajemen proyek harus dikembangkan dengan pengalaman
yang membawa kita mencapai proses yang lebih baik seiring dengan peningkatan
kompleksitas proyek16.
Dengan menerapkan manajemen risiko dalam mengelola proyek maka
kombinasi kedua proses ini akan dapat meningkatkan nilai tambah terhadap
organisasi dan dapat meningkatkan efisiensi dari proyek itu sendiri17. Siklus hidup
proyek terdiri dari beberapa tahap dan langkah yang berurutan mulai dari awal
perencanaan sampai tahap penyelesaian. Selama pelaksanaan tahap-tahap tersebut
sering muncul beberapa risiko yang menggangu pencapaian tujuan proyek. Oleh
karena itu, identifikasi sumber risiko menjadi tugas pertama dan utama dari
manejer proyek.
Manajer proyek harus sensitive terhadap sumber risiko yang berpotensi
membahayakan, harus mampu mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dan
menilai dampak mereka terhadap tujuan proyek serta untuk mengurangi
dampaknya pada masa yang akan datang serta harus mampu membuat manajemen
strategi penanganan risiko tersebut.
Risiko proyek adalah suatu kejadian atau kondisi yang tidak pasti, jika
terjadi maka akan menimbulkan dampak positif atau negatif terhadap tujuan
14 Office of Project Management Process Improvement, “Project Risk
Management Handbook” First Edition, Sacramento, 2003, p.2. 15 Project Management Institute, Op.Cit., p. 237. 16 Roger W Stewart dan Joyce Fortune, Op.Cit., p.279. 17 D K Kohlmeyer dan J K Visse , Po.Cit., p.79.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
29
proyek seperti waktu, biaya, cakupan atau kualitas. Sebuah risiko mungkin
mempunyai satu atau lebih dari satu penyebab, dan jika risiko terjadi mungkin
juga akan menimbulkan satu atau lebih banyak dampak. Kondisi risiko mencakup
beberapa aspek dari lingkungan organisasi atau lingkungan proyek yang dapat
menimbulkan risiko proyek seperti manajemen proyek yang kurang baik,
kurangnya manajemen sistem yang terintegrasi, sejumlah proyek dilaksanakan
dalam waktu yang bersamaan, ketergantungan pada pihak luar yang tidak dapat
dikontrol.
Terdapat hubungan yang kuat antara kuantitas dan kualitas manajemen
risiko yang diterapkan dalam proyek dengan tingkat kesuksesan proyek itu sendiri
dimana proyek akan lebih sukses apabila menerapkan manajemen risiko secara
tepat dalam manajemen proyek. Penerapan manajemen risiko lebih awal pada
proyek juga akan memberikan tingkat kesuksesan yang lebih tinggi terhadap
proyek.
Ada beberapa manfaat yang diperoleh melalui penerapaan manajemen
risiko proyek yang bukan hanya terhadap manejer proyek melainkan juga
pemasok, organisasi dan juga konsumen18. Manfaat tersebut antara lain :
1. Meningkatkan pemahaman terhadap proyek mengenai perumusan rencana yang
realistis baik dalam biaya maupun jadwal proyek.
2. Meningkatkan pemahaman risiko proyek dan dampaknya yang dapat membantu
meminimalisasi risiko yang akan dialokasikan ke pemasok yang lebih baik
3. Meningkatkan pemahaman dalam menentukan penggunaan jenis kontrak yang
lebih tepat.
4. Membantu dalam pengambilan keputusan dan meningkatkan efektivitas dan
efisiensi manajemen risiko
5. Membantu dalam pembuatan data informasi statistik berdasarkan risiko tahun
lalu yang akan membantu dalam membuat model yang lebih baik pada proyek
yang akan datang
6. Meningkatkan keuntungan yang diperoleh dari penerimaan risiko yang
menguntungkan 18 The Association for Project Management, “Project Risk Analysis and
Management”,Buckinghamshire, 2000, p.4.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
30
Melalui manajemen risiko proyek secara umum semua pihak akan
diuntungkan antara lain organisasi dan senior manajemen, mitra kerja baik mitra
internal maupun eksternal, serta manejer proyek yang ingin meningkatkan kualitas
kerja, ketepatan waktu penyelesaian dan efektivitas biaya. Manajemen risiko
proyek merupakan proses yang berkelanjutan yang dapat dimulai pada hamper
semua tahap dalam daur hidup proyek. Karena efektivitas manajemen risiko akan
berkurang pada saat tertentu dimana biaya yang dikeluarkan untuk risiko lebih
besar dari keuntungan yang mungkin diperoleh, maka lebih menguntungkan
apabila manajemen risiko mulai diterapkan sejak awal tahap perencanaan proyek
atau tahap awal daur hidup proyek19.
2.5.2 Proses Manajemen Risiko Proyek Manajemen risiko proyek mencakup lima proses utama yaitu perencanaan
manajemen risiko, identifikasi risiko, analisis risiko, penanganan risiko serta
pengawasan dan pengontrolan risiko20. Sebagain besar proses ini selalu
diperbaharui sepanjang pelaksanaan proyek.
MANAK
19 The Association for Project Management, Ibid., p.5. 20 Project Management Institute, Op.Cit., p.237.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
31
Gambar 2.4 Proses perencanaan manajemen risiko proyek (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.239) Gambar 2.4 di atas menunjukkan proses manajemen risiko secara umum
yang mencakup masukan, proses dan hasil dari setiap proses. Secara umum
manajemen risiko proyek dibagi dalam lima proses yaitu:
1. Perencanaan manajemen risiko, membahas mengenai keputusan tentang
bagaimana melakukan pendekatan, perencanaan, dan pelaksanaan manajemen
risiko pada setiap aktivitas dalam proyek.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
32
2. Identifikasi risiko, menentukan risiko yang mungkin mempengaruhi proyek dan
mendokumentasikan karakteristik risiko-risiko tersebut.
3. Analisis kualitatif risiko, menentukan prioritas risiko untuk selajutnya
dilakukan analisis dengan mengkombinasikan probabilitas dan dampak dari
risiko-risiko tersebut.
4. Analisis kuantitatif risiko, menganalisis secara kuantitatif dampak dari risiko
yang teridentifikasi terhadap tujuan proyek secara keseluruhan
5. Perencanaan tindakan penanganan risiko, mengembangkan pilihan dan tindakan
untuk meningkatkan kesempatan dan mengurangi ancaman terhadap tujuan
proyek.
6. Pengawasan dan pengontrolan risiko, mengontrol dan mengamati risiko yang
masih tersisa, mengidentifikasi risiko yang baru, melakukan tindakan penanganan,
dan mengevaluasi efektivitas tindakan penanganan sepanjang daur hidup proyek.
Kelima proses di atas saling berinteraksi antara proses yang satu dengan yang
lain. Setiap proses dapat melibatkan satu atau beberapa orang dalam satu
kelompok tergantung pada kebutuhan proyek. Setiap proses terjadi sedikitnya
sekali dalam setiap proyek dan dilakukan dalam satu tahap proyek atau lebih jika
proyek dibagi dalam beberapa tahap.
2.5.2.1 Perencanaan Manajemen Risiko Perencanaan yang teliti dan jelas dalam manajemen risiko dapat
meningkatkan keberhasilan kelima proses lain dalam manajemen risiko proyek.
Perencanaan manajemen risiko merupakan proses pengambilan keputusan
mengenai bagaimana pendekatan dan melaksanakan aktivitas manajemen risiko
pada sebuah proyek.
Proses perencanaan manajemen risiko sangat penting untuk menjamin bahwa
level, jenis dan wujud dari manajemen risiko adalah setingkat antara risiko dengan
kepentingan proyek terhadap organisasi, untuk menyediakan sumber daya dan
waktu yang cukup untuk aktivitas manajemen risiko, serta untuk menciptakan
sebuah konsep dasar untuk melakukan evaluasi risiko. Proses perencanaan
manajemen risiko seharusnya dilakukan pada awal perencanaan proyek. Gambar
2.5 di bawah ini menunjukkan proses dalam perencanaan manajemen risiko yang
mencakup masukan, alat dan teknik serta hasil.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
33
Gambar 2.5 Proses perencanaan manajemen risiko (Sumber: Project Management Institute, 2004, hal.242)
Dalam proses perencanaan manajemen risiko proyek terdapat empat
masukan yang digunakan untuk membuat perencanaan manajemen risiko yaitu
ruang lingkup proyek, perencanaan manajemen proyek, faktor lingkungan
perusahaan yang mencakup toleransi organisasi dan pihak yang terlibat dalam
proyek akan mempengaruhi perencanaan manajemen risiko, serta proses
organisasi dimana organisasi mungkin terlebih dahulu telah mendefinisikan
pendekatan manajemen risiko seperti pengelompokan risiko, definisi umum dari
konsep dan istilah, templet standar, peran dan tanggung jawab, level wewenang
terhadap pengambilan keputusan.
Dalam melakukan perencanaan manajemen risiko proyek, tim proyek
dituntut untuk mengadakan rapat untuk mengembangkan perencanaan manajemen
risiko. Beberapa pihak perusahaan harus dilibatkan dalam melakukan perencanaan
seperti manejer proyek, anggota tim proyek dan stakeholder yang dipilih, atau
pihak dalam organisasi yang bertanggung jawab untuk mengelola perencanaan
risiko dan melaksanakan aktivitas dan lain-lain.
Perencanaan dasar dalam melakukan aktivitas manajemen risiko dibahas dalam
rapat tersebut. Elemen biaya risiko dan jadwal aktivitas juga perlu dikembangkan
untuk diperhitungkan dalam anggaran dan jadwal proyek secara berturut-turut.
Templet organisasi secara umum untuk pengelompokan risiko dan definisi dari
istilah seperti tingkat risiko, probabilitas berdasarkan jenis risiko, dampak
berdasarkan tujuan, serta matriks probabilitas - dampak perlu disesuaikan
terhadap proyek yang spesifik.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
34
Hasil yang diperoleh dari aktivitas perencanaan manajemen risiko ini
antara lain:
1. Metodologi
Mendefinisikan pendekatan, alat, dan sumber data yang mungkin
digunakan untuk menerapkan manajemen risiko pada proyek.
2. Peran dan tanggung jawab
Mendefinisikan pemimpin, pendukung, dan anggota tim manajemen risiko
untuk setiap jenis aktivitas dalam perencanaan manajemen risiko, penugasan
terhadap sebuah peran, dan mengklarifikasi tanggung jawab.
3. Anggaran
Menugaskan sumber daya dan estimasi biaya yang dibutuhkan untuk
manajemen risiko yang dilibatkan dalam anggaran dasar proyek.
4. Penjadwalan
Mendefinisikan kapan dan seberapa sering proses manajemen dilakukan
sepenjang daur hidup proyek, dan membuat aktivitas manajemen risiko yang akan
dimasukkan ke dalam jadwal proyek.
5. Kategori risiko
Menyediakan sebuah struktur yang menjamin sebuah proses yang
sistematis dalam melakukan identifikasi risiko sehingga diperoleh tingkat detail
yang konsisten dan mendukung efektivitas dan kualitas dari proses identifikasi
risiko. Risk breakdown structure (RBS) seperti yang terlihat pada gambar 2.4 di
bawah ini merupakan salah satu pendekatan yang biasa digunakan dalam
pengelompokan risiko. Pengelompokan risiko berdasarkan proyek sebelumnya
mungkin perlu disesuaikan atau diperluas dengan situasi baru sebelum
pengelompokan itu digunakan pada proyek yang sedang dilaksanakan.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
35
Gambar 2.6 Contoh kategori risiko berdasarkan RBS (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.244) 6. Definisi probabilitas dan dampak risiko risiko
Kualitas dan tingkat kepercayaan dari proses analisis kualitatif risiko yang
membedakan tingkat dari probabilitas dan dampak risiko perlu didefinisikan.
Definisi umum dari tingkat risiko dan dampak disesuaikan dengan proyek secara
individu selama proses perencanaan manajemen risiko untuk digunakan dalam
proses analisis kualitatif risiko.
Sebuah tingkatan risiko dengan menggunakan skala relatif yang
merepresentasikan nilai probabilitas dari tingkat yang sangat jarang sampai
hampir pasti dapat digunakan. Alternatif lain juga dapat dipakai dengan
menggunakan angka numerik probabilitas skala umum seperti 0.1, 0.3, 0.5, 0.7,
0.9.
Skala dampak menggambarkan tingkat dari dampak risiko baik dampak
negatif maupun positif pada setiap tujuan proyek jika risiko terjadi. Skala dampak
spesifik terhadap tujuan yang berpotensi dipengaruhi. Skala relatif untuk dampak
dapat disederhanakan dengn menggunakan deskripsi seperti ”sangat rendah”,
”rendah”, ”sedang”, ”tinggi”, dan ”sangat tinggi” yang menggambarkan tingkat
dampak dari yang terendah sampai yang tertinggi. Skala numerik dapat digunakan
untuk menentukan nilai dampak.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
36
Nilai ini dapat bersifat linear seperti 0.1, 0.3, 0.5, 0.7, 0.9 atau non-linear
seperti 0.05, 0.1, 0.2, 0.4, 0.8. Skala non-linear merepresentasikan keinginan
organisasi untuk menolak ancaman dengan dampak yang tinggi sekalipun
probabiltas risiko tersebut rendah. Dalam menggunakan skala non-linear sangat
penting untuk mengetahui definisi dari angka tersebut dan hubungan yang satu
dengan yang lain, bagaimana angka tersebut diperoleh dan pengaruh yang dimiliki
terhadap setiap tujuan proyek.
7. Matriks probabilitas dan dampak
Risiko diprioritaskan berdasarkan potensi implikasi risiko terhadap
pencapaian tujuan proyek. Pendekatan untuk memprioritaskan risiko dapat
menggunakan matriks probabilitas – dampak risiko. Kombinasi yang spesifik dari
probabilitas dan dampak dari suatu risiko akan dinilai berdasarkan tingkat
kepentingan seperti ”tinggi”, ”sedang”, atau ”rendah” yang berhubungan dengan
tingkat kepentingan dari tindakan penanganan risiko pada tahap selanjutnya.
8. Toleransi perbaikan stakeholder
Toleransi stakeholder dapat diperbaiki dalam proses perencanaan
manajemen risiko yang diaplikasikan terhadap proyek yang spesifik.
9. Format laporan
Mendeskripsikan isi dan format dari daftar risiko serta laporan risiko lain
yang dibutuhkan. Mendefinisikan bagaimana hasil dari proses manajemen risiko
didokumentasikan, dianalisis, dan dikomunikasikan.
10. Tracking
Membuktikan bagaimana setiap sisi aktivitas risiko dicatat yang
bermanfaat bagi proyek saat ini, kebutuhan yang akan datang. Membuktikan
apakah dan bagaimana proses manajemen risiko diaudit.
2.5.2.2 Identifikasi Risiko Sebuah proyek identik dengan aktivitas dengan risiko yang tinggi.
Kemampuan dalam mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi serta mengambil
tindakan untuk menghindari risiko tersebut merupakan dua aspek utama dalam
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
37
mengelola proyek dengan baik21. Identifikasi risiko menentukan risiko mana yang
mungkin mempengaruhi proyek dan mendokumentasikan karakteristik
risikorisiko tersebut22. Pihak yang perlu dilibatkan dalam aktivitas identifikasi
risiko antara lain manejer proyek, anggota tim proyek, tim manajemen risiko, ahli
dari luar tim proyek, konsumen, dan manejer proyek yang lain, stakeholder dan
ahli manajemen risiko.
Identifikasi risiko merupakan sebuah proses iterasi karena risiko yang baru
mungkin diketahui selama siklus hidupnya. Frekuensi iterasi dan pihak yang
terlibat dalam setiap siklus berbeda dan bervariasi antara satu kasus dengan kasus
yang lain. Tim proyek harus dilibatkan dalam proses sehingga mereka dapat
mengembangkan dan memelihara rasa kepemilikan dan rasa tanggung jawab
terhadap risiko serta tindakan penanganan risiko.
Proses identifikasi risiko biasanya akan dapat mengarahkan kita kepada
proses analisis kualitatitf risiko. Jika proses ini dipandu oleh manejer yang
berpengalaman, proses ini juga secara langsung akan membantu kita dalam
melakukan proses analisis kuantitatif risiko. Selama melakukan proses identifikasi
risiko kita juga bisa sekaligus menentukan tindakan penanganan dan sebaiknya
dicatat untuk selanjutnya dianalisis dan diimplementasikan pada proses
perencanaan tindakan penanganan risiko. Gambar 2.7 di bawah ini menunjukkan
proses identifikasi risiko mencakup masukan, alat dan teknik serta hasil dari
proses identifikasi risiko.
Gambar 2.7 Proses identifikasi risiko (Sumber: Project Management
Institute, 2004, hal.246)
21 Roger W Stewart dan Joyce Fortune, Op.Cit, p.279. 22 Project Management Institute, Op.Cit., p. 246.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
38
Dalam tahap ini terdapat lima masukan yang bisa digunakan untuk
mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi yaitu faktor lingkungan perusahaan,
proses organisasi, ruang lingkip proyek, perencanaan manajemen risiko, dan
perencanaan manajemen proyek. Masukan ini kemudian akan diolah dengan
menggunakan alat dan teknik sebagai berikut:
1. Peninjauan dokumen
Peninjauan yang terstruktur dapat dilakukan terhadap dokumen proyek
mencakup perencanaan, asumsi, arsip proyek yang berlalu, dan informasi lain.
Kualitas dari perencanaan serta konsistensi antara rencana dengan kebutuhan dan
asumsi proyek dapat menjadi indikator risiko dalam proyek.
2. Teknik pengumpulan informasi
Ada beberapa contoh teknik pengumpulan informasi yang dapat digunakan
dalam identifikasi risiko antara lain :
a. Brainstorming
Tujuan brainstorming adalah untuk memperoleh daftar risiko proyek yang
luas. Tim proyek biasanya melakukan brainstorming dengan sejumlah ahli di luar
tim proyek. Pengelompokan risiko seperti risk breakdown structure (RBS) dapat
digunakan sebagai kerangka dasar. Risiko sebaiknya diidentifikasi dan
dikelompokkan berdasarkan jenis risiko dan didefinisikan dengan jelas.
b. Delphi technique
Delphi Technique adalah sebuah teknik untuk mencapai kesepakatan ahli.
Para ahli risiko proyek sebaiknya dilibatkan dalam teknik ini. Fasilitator
menggunakan kuisioner untuk mengumpulkan ide mengenai kepentingan risiko
proyek. Tanggapan dirangkum dan disebarkan kembali kepada ahli untuk
dikomentari dan memperoleh kesepakatan. Delphi Technique dapat membantu
mengurangi bias dalam data serta menjaga supaya pihak yang tidak ahli tidak
terlibat dalam proses penentuan hasil.
c. Wawancara
Wawancara dengan pihak tim proyek yang berpengalaman, stakeholder,
dan para ahli dapat mengidentifikasi risiko. Wawancara merupakan salah satu
sumber utama pengumpulan data identifikasi risiko.
d. Identifikasi penyebab risiko
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
39
Identifikasi penyebab risiko merupakan penyelidikan ke dalam penyebab
utama dari risiko proyek dengan mempertajam definisi risiko dan
mengelompokkan risiko berdasarkan penyebab. Tindakan penanganan risiko yang
efektif dapat dikembangkan jika penyebab utama dari risiko diketahui.
e. Analisis SWOT
Dalam teknik ini dilakukan analisis proyek dari setiap perspektif SWOT
mencakup kekuatan, kelemahan, kesempatan serta ancaman untuk meningkatkan
cakupan pertimbangan risiko.
3. Analisis checklist
Checklist identifikasi risiko dapat dikembangkan dengan menggunakan
data historis dan pengalaman tahun lalu yang dapat diakumulasikan dari beberapa
proyek yang sama sebelumnya serta berdasarkan beberapa sumber informasi
lainnya. Tingkatan terendah dari RBS juga dapat digunakan sebagai checklist
risiko. Checklist sebaiknya ditinjau ulang sampai penutupan proyek dan dilakukan
perbaikan agar dapat digunakan pada proyek yang akan datang.
4. Analisis asumsi
Setiap proyek disusun dan dikembangkan berdasarkan seperangkat
hipotesis, skenario dan asumsi. Analisis asumsi merupakan alat yang dapat
digunakan untuk mengecek validitas dari asumsi yang akan diaplikasikan
terhadap proyek. Analisis asumsi dapat mengidentifikasi risiko ketidakurasian,
ketidakkonsistensian atau ketidaklengkapan asumsi proyek.
5. Teknik diagram
Teknik diagram risiko dapat dilakukan dengan menggunakan :
a. Diagram sebab-akibat
Diagram ini juga dikenal dengan diagram fishbone atau diagram Ishikawa
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab risiko.
b. Peta aliran proses
Peta ini menunjukkan bagaiman setiap elemen dalam system berhubungan
dan mekanisme sebab-akibat.
c. Diagram keterkaitan
Diagram ini merepresentasikan keterkaitan penyebab serta hubungan
antara variabel dengan hasil. Di samping beberapa teknik di atas, kita juga dapat
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
40
melakukan identifikasi risiko berdasarkan jadwal, proses, work breakdown
structure (WBS), succes-thwarting atau prompt list23.
Hasil yang diperoleh dari proses identifikasi risiko ini dirangkum dalam
sebuah dokumen khusus yang disebut dengan daftar risiko yang menjadi bagian
dari perencanaan manajemen proyek. Dalam daftar risiko terdapat beberapa
informasi penting seperti daftar item risiko yang teridentifikasi, daftar tindakan
penanganan yang mungkin dilakukan, sumber risiko serta pengelompokan risiko
yang telah diperbaharui.
2.5.2.3 Analisis Kualitatif Risiko Masalah yang sering muncul dalam proses manajemen risiko adalah
bagaimana menentukan tingkat kepentingan dari sumber risiko yang berbeda
sehingga dapat membantu kita dalam melakukan manajemen risiko dan menjamin
penggunaan biaya yang efektif. Pendekatan umum untuk menilai probabilitas dan
dampak risiko adalah mengidentifikasi sumber dari risiko yang akan mendapat
perhatian yang lebih24.
Analisis kualitatif risiko mencakup metode penentuan prioritas risiko yang
teridentifikasi untuk diambil tindakan selanjutnya seperti analisis kuantitatif risiko
atau perencanaan tindakan penanganan risiko25. Organisasi dapat meningkatkan
efektivitas performa proyek dengan memfokuskan pada risiko dengan prioritas
yang tinggi. Analisis kualitatif risiko menilai prioritas risiko yang teridentifikasi
dengan menggunakan probabilitas terjadinya dan dihubungkan dengan dampakny
terhadap tujuan proyek jika risiko terjadi, demikian juga dengan faktor lain seperti
kerangka waktu dan toleransi risiko bedasarkan kendala biaya, jadwal, ruang
lingkup dan kualitas.
23 Guy M Merrit dan Preston G Smith, “Techniques for Managing Project Risk”,
John Wiley & Son Inc, 2004, p.206.
24 S C Ward, “Assesing and Managing Important Risks” in International Journal of Project Management, vol.17, no.6, Elsevier Science Ltd, Great Britain, 1999, p.331. 25 Project Management institute., Op.Cit., p.249.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
41
Definisi dari tingkat probabilitas dan dampak risiko serta wawancara
dengan ahli dapat membantu dalam memperbaiki bias yang sering muncul dalam
data yang digunakan dalam proses. Evaluasi ketersediaan informasi pada risiko
proyek juga dapat membantu dalam memahami penilaian kepentingan risiko
terhadap proyek.
Analisis kualitatif risiko sebaiknya ditinjau ulang selama daur hidup
proyek untuk menyesuaikan perubahan risiko proyek yang terjadi saat ini.
Analisis kualitatif risiko membutuhkan hasil yang diperoleh dari proses
perencanaan manajemen risiko dan prose identifikasi risiko sebelumnya
sedangkan hasil dari proses snalisis kualitatif risiko ini selanjutnya akan menuntun
kita untuk melakukan analisis kuantitatif risiko atau langsung ke dalam
perencanaan tindakan penanganan risiko. Gambar 2.8 di bawah ini memberikan
gambaran umum dalam proses analisis kualitatif risiko.
Gambar 2.8 Proses analisis kualitatif risiko (Sumber: Project Management
Institute, 2004, hal.250) Dalam melakukan analisis kualitatif risiko ada beberapa alat dan teknik
yang dapat dilakukan antara lain :
1. Penilaian probabilitas dan dampak risiko
Penilaian probabilitas risiko menentukan kemungkinan terjadinya setiap
risiko secara spesifik. Penilaian dampak risiko menentukan potensi dampak risiko
terhadap tujuan proyek seperti waktu, biaya, ruang lingkup atau kualitas
mencakup dampak negatif dan positif dari setiap risiko. Risiko dapat dinilai
melalui wawancara dengan pihak tertentu yang memiliki pengetahuan dan
keahlian dalam manajemen risiko seperti anggota tim, atau pihak luar tim yang
mempunyai pengetahuan. Penilaian ahli juga dibutuhkan karena mungkin terdapat
beberapa informasi mengenai risiko dari arsip organisasi pada proyek
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
42
sebelumnya. Manajer proyek sering menungganakan matriks probabilitas dan
dampak risiko dengan memberikan nilai pada setiap probabilitas dan dampak
risiko. Setiap manajer proyek dapat merancang sebuah nilai yang berbeda dari
nilai yang biasa digunakan dalam manajemen risiko proyek apabila nilai tersebut
lebih cocok dengan proyek yang dilaksanakan26.
Sistem penilaian seperti ini menggambarkan adanya range atau jarak dari
nilai probabilitas dan dampak sesuai dengan kategorinya. Karena penilaian ini
berdasarkan penilaian yang bersifat subjektif, maka sebaiknya pihak yang berhak
menilai risiko adalah pihak yang mempunyai pengetahuan pengalaman dengan
risiko yang teridentifikasi sebelumnya27. Penilaian hanya akan valid untuk waktu
tertentu dan ditentukan dengan menggunakan kombinasi perkalian nilai
probabilitas dan dampak. Tabel 2.1 di bawah ini menunjukkan skala penilaian
probabiltas risiko yang dapat digunakan dalam penilaian risiko.
Tabel 2.1 Skala Penilaian Probabiltas Risiko
Sumber : Patterson Fiona D dan Neailey, 2002, hal.369
Tingkat probabilitas dari setiap risiko dan dampaknya terhadap tujuan
proyek dievaluasi selama wawancara dan rapat. Probabilitas dan dampak risiko
dinilai berdasarkan definisi yang dijelaskan dalam perencanaan manajemen risiko
pada tahap sebelumnya. Terkadang risiko dengan nilai atau tingkat probablitas
dan dampak yang rendah tidak akan dinilai, tetapi akan dimasukkan ke dalam
daftar risiko yang diawasi pada tahap selanjutnya. Tabel 2.2 di bawah ini adalah
26 Office of Project Management Process Improvement, Op.Cot., p.23. 27 Fiona D Patterson dan Neailey, “A Risk Register Database System to Aid the
Management of Project Risk” in International Journal of Project Management,
vol.20, Elsevier Science Ltd, Great Britain, 2002, p.369.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
43
contoh skala penilaian dampak risiko yang biasa digunakan dalam manajemen
proyek risiko.
Tabel 2.2 Skala Penilaian Dampak Risiko
Sumber : Office of Project Management Process Improvement, , 2003, hal.23
2. Matriks probabilitas dan dampak
Risiko dapat diprioritaskan untuk selanjutnya digunakan dalam analisis
kuantitatif atau pengambilan tindakan berdasarkan tingkat risiko. Nilai risiko
ditentukan berdasarkan penilaian terhadap probabilitas dan dampak risiko.
Evaluasi kepentingan setiap risiko menjadi acuan dalam menentukan prioritas
perhatian risiko dengan menggunakan matriks probabilitas dan dampak risiko.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
44
Pendekatan yang paling sering digunakan untuk menilai risiko adalah
dengan menggunakan matriks probabilitas-dampak28. Matriks ini secara spesifik
akan mengkombinasikan probabilitas dan dampak yang akan menentukan apakah
suatu risiko tergolong dalam prioritas rendah, sedang atau tinggi. Organisasi dapat
mendeskripsikan istilah atau nilai numerik yang dapat digunakan dalam
menentukan tigkat prioritas risiko.Organisasi harus menentukan kombinasi
probabilitas dan dampak yang menghasilkan klasifikasi risiko. Aturan mengenai
penentuan tingkat risiko
sebaiknya ditentukan oleh organisasi secara spesifik dalam tahap perencanaan
manajemen risiko sesuai dengan kemauan organisasi dengan tetap memperhatikan
proses organisasi. Gambar 2.9 di bawah ini merupakan salah satu contoh matriks
probabilitas dan dampak risiko yang dapat digunakan dalam manajemen risiko
proyek. Daerah berwarna hijau merepresentasikan risiko dengan tingkat risiko
rendah, warna kuning merepresentasikan risiko dengan tingkat risiko sedang dan
warna merah merepresentasikan risiko dengan tingkat risiko tinggi.
Gambar 2.9 Matriks probabilitas dan dampak risiko (Sumber: Office of
Project Management Process Improvement, 2003, hal.24) 3. Penilaian kualitas data risiko
28 28 S C Ward, Op.Cit., p.332.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
45
Untuk memperoleh hasil yang baik maka dalam analisis kualitatif risiko
dibutuhkan data yang akurat dan tidak bias. Analisis mengenai kualitas data risiko
merupakan teknik mengevaluasi tingkat kelayakan data yang digunakan dalam
manajemen risiko. Proses ini meliputi pengujian tingkat akurasi, kualitas dan
integritas data risiko. Untuk memperoleh data yang akurat dan berkualitas
biasanya membutuhkan waktu dan sumber daya yang lebih.
4. Pengelompokan risiko
Risiko proyek dapat dikategorikan berdasarkan sumber risiko dengan
mengunakan RBS, aktivitas proyek yang dipengaruhi dengan menggunakan WBS,
atau kategori lain. Pengelompokan risiko berdasarkan penyebab dapat menuntun
kita untuk memperoleh tindakan penanganan yang efektif.
5. Penilaian prioritas risiko
Beberapa risiko ada yang membutuhkan tindakan penanganan dalam
waktu yang singkat sehingga risiko seperti ini juga dapat diprioritaskan untuk
ditangani. Indikator prioritas dapat mencakup waktu untuk mempengaruhi
tindakan penanganan, gejala, sinyal peringatan dan tingkat risiko.
Melalui proses analisis kualitatif risiko ini akan diperoleh beberapa hasil
yang dapat digunakan sebagai masukan pada proses selanjutnya dalam
manajemen risiko proyek antara lain:
1. Daftar prioritas risiko proyek
Matriks probabilitas dan dampak dapat digunakan untuk mengelompokkan
risiko berdasarkan tingkat kepentingan dampak. Daftar prioritas risiko ini
kemudian akan digunakan oleh manejer proyek untuk memfokuskan perhatian
pada item risiko yang mempunyai dampak yang signifikan terhadap proyek.
Deskripsi mengenai dasar penilaian probabilitas dan dampak risiko sebaiknya
dilibatkan dalam penilaian risiko karena sangat penting bagi proyek.
2. Kategori kelompok risiko
Kategori risiko dapat menggambarkan penyebab umum risiko atau bagain
proyek yang membutuhkan perhatian tersendiri, dengan mengetahui konsentrasi
risiko maka kita dapat meningkatkan efektivitas tindakan penanganan risiko.
3. Daftar tindakan penanganan untuk jangka waktu yang singkat
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
46
Pada saat melakukan identifikasi risiko, kita mungkin akan menemukan
risiko yang membutuhkan penanganan darurat. Risiko yang membutuhkan
penanganan darurat atau dapat ditangani dalam waktu yang dekat perlu
dimasukkan ke dalam kelompok yang berbeda.
4. Daftar risiko yang membutuhkan analisis dan tindakan penanganan
tambahan
Beberapa risiko membutuhkan analisis tambahan yang mencakup analisis
kuantitatif dan tindakan penanganan. Risiko-risiko ini dimasukkan ke dalam
daftar risiko yang membutuhkan analisis dan tindakan penanganan tambahan.
5. Daftar risiko dengan prioritas rendah yang diawasi
Sebagian risiko mempunyai tingkat probabilitas dan dampak yang rendah
sehingga hanya mendapat prioritas penanganan yang rendah dan biasanya risiko
seperti ini tidak dinilai. Risiko dengan tingkat kepentingan yang tidak dinilai ini
kemudian akan dapat dimasukkan ke dalam daftar risiko yang diawasi.
6. Kecenderungan hasil analisis kualitatif risiko
Karena analisis kualitatif dilakukan secara berulang-ulang selama siklus
daur hidup proyek, maka kecenderungan (trend) dari sebagian risiko mungkin
akan terlihat sehingga kita dapat membuat tindakan penanganan atau analisis lebih
lanjut mengenai kepentingan risiko.
2.5.2.4 Analisis Kuantitatif Risiko Analisis kuantitatif risiko dapat dilakukan pada risiko yang telah
diprioritaskan melalui proses analisis kualitatif risiko karena berpotensi
mempengaruhi pencapain tujuan proyek. Proses analisis kuantitatif risiko
menganalisis pengaruh dari risiko dan memberikan nilai numerik terhadap risiko
tersebut29. Proses ini juga merepresentasikan pendekatan kuantitatif untuk
pengambilan keputusan dalam ketidakpastian. Proses ini menggunakan teknik
seperti simulasi monte carlo dan analisis pohon keputusan untuk :
1. Menghitung hasil yang mungkin untuk proyek serta probabilitasnya
2. Menilai probabilitas pencapaian tujuan proyek secara spesifik
29 Project Management Institute,. Op.Cit., p. 254.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
47
3. Mengidentifikasi risiko yang membutuhkan perhatian khusus melalui
perhitungan kontribusi (pengaruh) terhadap risiko proyek secara keseluruhan
4. Mengidentifikasi biaya, jadwal, dan target ruang lingkup proyek yang
realitis dan dapat diterima
5. Menentukan keputusan manajemen proyek yang paling tepat ketika
kondisi atau hasil tidak pasti.
Analisis kuantitatif risiko secara umum merupakan lanjutan dari proses
analisis kualitatif risiko walaupun beberapa manejer risiko yang berpengalaman
langsung melakukannya setelah proses identifikasi risiko. Dalam beberapa kasus
analisis kuantitatif risiko tidak dibutuhkan untuk menentukan tindakanpenanganan
yang efektif. Ketersediaan dana dan waktu dan kebutuhan terhadap
pernyataan kualitatif dan kuantitatif risiko dan dampaknya akan menentukan
metode mana yang akan digunakan pada proyek.
Analisis kuantitatif risiko sebaiknya diulang setelah perencanaan tindakan
penanganan dan pengawasan dan pengontrolan risiko untuk menentukan apakah
risiko proyek secara umum telah berhasil dikurangi. Beberapa kecenderungan
dapat mengindikasikan kebutuhan terhadap tindakan manajemen yang digunakan
sebagai masukan dalam perencanaan tindakan penanganan. Gambar 2.10 di bawah
ini menunjukkan proses analisis kuantitatif risiko yang meliputi masukan, alat dan
teknik serta hasil.
Gambar 2.10 Proses analisis kuantitatif risiko (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.254) Dalam proses analisis kuantitatif risiko terdapat beberapa alat dan teknik
yang dapat digunakan antara lain :
1. Teknik pengumpulan data dan representasi
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
48
a. Wawancara
Teknik wawancara digunakan untuk menghitung probabilitas dan dampak
dari risiko terhadap tujuan proyek. Informasi yang dibutuhkan tergantung pada
jenis distribusi probabilitas yang akan digunakan. Sebagai contoh, informasi akan
dikelompokkan menjadi sekanario optimis (rendah), pesimis (tinggi) dan sangat
mungkin terhadap beberapa distribusi yang digunakan secara umum serta rata-rata
dan standar deviasi untuk yang lain.
Tabel 2.3 di bawah ini merupakan contoh tiga estimasi biaya dalam suatu
proyek. Keakuratan dan kebenaran dalam membuat jarak risiko merupakan bagian
yang penting dari sebuah wawancara risiko karena hal ini dapat menentukan
tingkat kebenaran dan keyakinan analisis.
Tabel 2.3 Estimasi Biaya Proyek yang Dikumpulkan Selama Wawancara
Sumber: Project Management Institute, 2004, hal.256
b. Distribusi probabiltas
Distribusi probabilitas yang berkelanjutan merepresentasikan nilai
ketidakpastian, seperti durasi dari penjadawalan aktivitas dan biaya dari
komponen proyek. Distribusi diskrit dapat digunakan untuk merepresentasikan
kejadian ketidakpastian seperti hasil dari pengujian atau kemungkinan skenario
dalam pohon keputusan. Distribusi asimetris menggambarkan bahwa kondisi data
sesuai dengan data yang dikembangkan selama analisis manajemen risiko.
Distribusi uniform dapat digunakan jika tidak ada nilai yang mempunyai
kemungkinan yang lebih besar dibandingkan nilai yang lain yang berada pada
batasan rendah dan tinggi30. Gambar 2.11 di bawah ini menunjukkan contoh
distribusi berkelanjutan.
30 Ibid., p.256.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
49
Gambar 2.11 Distribusi beta dan distribusi tringular (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.256) c. Penilaian oleh ahli
Beberapa ahli dari dalam maupun dari luar anggota tim proyek dari
organisasi seperti ahli keteknikan atau statistik dapat melakukan pengujian
validasi data.
2. Analisis kuantitatif dan teknik pemodelan
Ada beberapa teknik yang biasa dipakai dalam melakukan analisis
kuantitatif risiko seperti :
a. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas mambantu dalam menentukan risiko mana yang
mempunyai dampak yang paling mempengaruhi proyek. Analisis ini dapat
diperluas untuk melihat apakah ketidakpastian dari setiap elemen proyek
mempengaruhi tujuan yang diuji ketika semua elemen ketidakpastian yang lain
terjadi pada nilai dasarnya. Salah satu ciri khas dari analisis sensivitas adalah
diagram tornado yang dapat digunakan untuk membandingkan kepentingan dari
setiap variabel yang mempunyai tingkat ketidakpastian yang tinggi terhadap
variabel lain yang lebih stabil31.
b. Analisis expected monetary value (EMV)
31 Ibid., p.257.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
50
Analisis EMV merupakan konsep statistik yang menghitung ratarata dari
hasil jika melibatkan skenario yang mungkin dan tidak mungkin terjadi. Nilai
EMV dari kesempatan akan dinyatakan dalam nilai positif
sedangkan risiko dalam nilai negative. EMV dihitung dengan mengalikan nilai
dari setiap hasil yang mungkin dengan probabilitas terjadinya lalu dijumlahkan.
Bentuk umum dari analisis ini adalah analisis pohon keputusan.
Pemodelan dan simulasi direkomendasikan untuk digunakan dalam analisis biaya
dan jadwal risiko karena pemodelan dan simulasi lebih powerful dibandingkan
analisis EMV.
c. Analisis pohon keputusan
Analisis pohon keputusan biasanya menggunakan sebuah diagram pohon
keputusan yang mendeskripsikan sebuah kondisi di luar pertimbangan dan
implikasi dari setiap pilihan yang tersedia dan scenario yang mungkin terjadi32.
Penyelesaian dengan pohon keputusan memberikan nilai EMV dari setiap
alternatif. Gambar 2.12 di bawah ini adalah contoh diagram pohon keputusan.
Gambar 2.12 Diagram pohon keputusan (Sumber: Project Management
Institute,2004, hal.258)
d. Pemodelan dan simulasi
Simulasi proyek menggunakan sebuah model yang menerjemahkan risiko
untuk menentukan dampak dari risiko terhadap tujuan proyek pada tingkat 32 Ibid., p.257.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
51
kedetailan tertentu33. Simulasi khususnya dilakukan dengan menggunakan teknik
Monte Carlo. Dalam simulasi ini model proyek akan dihitung secara berulang-
ulang dengan iterasi dimana nilai masukan diacak secara random dengan
menggunakan sebuah fungsi distribusi probabilitas yang dipilih untuk setiap
iterasi distribusi probabilitas setiap variabel. Gambar 2.13 di bawah ini
menunjukkan hasil dari simulasi biaya risiko dari suatu proyek.
Gambar 2.13 Contoh hasil simulasi biaya risiko (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.259) Hasil dari analisis kuantitatif risiko ini adalah berupa daftar risiko yang
telah diperbaharui yang mencakup beberapa komponen yaitu :
1. Analisis probabilistik proyek
Estimasi dibuat berdasarkan hasil jadwal dan biaya proyek yang
berpotensi, lalu mencatat kemungkinan jadwal dan biaya penyelesaian pada
tingkat keyakinan tertentu. Hasil ini dinyatakan dalam distribusi kumulatif yang
digunakan sebagai toleransi risiko stakeholder untuk perhitungan biaya dan waktu
cadangan yang mungkin dan diizinkan. Hal ini dibutuhkan untuk menurunkan
risiko sampai pada level yang dapat diterima perusahaan. Sebagai contoh, pada
gambar 2.11 di atas biaya kemungkinan untuk persentil 75% adalah $9 atau
sekitar 22% dari total estimasi most likely.
33 Ibid., p.258.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
52
2. Probabilitas kesuksesan biaya dan target waktu
Walaupun proyek dihadapkan dengan risiko, probabilitas kesuksesan
tujuan proyek dengan rencana awal dapat diestimasi dengan menggunakan hasil
analisis kuantitatif risiko. Sebagai contoh, pada gambar 2.11 di atas probabilitas
dari kesuksesan estimasi biaya $41 adalah sekitar 12%.
3. Daftar prioritas risiko yang dihitung
Risiko yang dilibatkan ke dalam daftar ini adalah risiko yang mempunyai
ancaman terbesar atau kesempatan terbesar saat ini terhadap proyek. Daftar ini
mencakup risiko yang membutuhkan biaya kemungkinan yang terbesar dan risiko
yang paling mempengaruhi jalur kritis proyek.
4. Kecenderungan hasil analisis kuantitatif risiko
Karena analisis dilakukan secara berulang selama siklus daur hidup proyek
maka kecenderungan (trend) mungkin akan dapat terlihat yang mempermudah kita
dalam melakukan tindakana penanganan yang efektif.
2.5.2.5 Perencanaan Tindakan Penanganan Risiko Tahap pengembangan tindakan penanganan risiko merupakan salah satu
tahap yang utama dalam proses manajemen risiko34. Kita dapat merepresentasikan
sebuah model yang mengintegrasikan kegiatan, kejadian risiko, tindakan
pengurangan risiko dan pengaruh risiko terhadap tujuan proyek. Melalui model
tersebut akan terlihat pengaruh tindakan pengurangan beberapa risiko dan dampak
lain kejadian risiko serta dapat mendukung evaluasi total frekuensi tindakan
penanganan risiko terhadap proyek dalam beberapa kondisi yang berbeda-beda.
Kita juga dapat membuat model yang dinyatakan dengan teknik optimasi untuk
memperoleh kombinasi tindakan penanganan risiko yang efektif. Untuk
mewujudkan tercapainya suatu manajemen biaya yang efektif dalam manajemen
risiko maka dalam manajemen risiko bukan hanya besarnya dampak dan
probabilitas dari dampak yang terjadi yang perlu diperhatikan melainkan juga
34 Ben David dan T Raz, “An Integrated for Risk Response Development in
Project Planning”, Vol.52, No.1, Operational Research Society Ltd, 2001, p.14
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
53
faktor lain seperti tindakan penanganan yang layak serta waktu pelaksanaan
penanganan yang tersedia35.
Perencanaan tindakan penanganan risiko merupakan proses
pengembangan pilihan dan penentuan tindakan untuk meningkatkan kesempatan
dan mengurangi ancaman terhadap tujuan proyek36. Dalam perencanaan tindakan
penanganan risiko setiap risiko akan dibahas berdasarkan prioritasnya, diikuti
dengan memasukkan sumber daya dan aktivitas ke dalam anggaran, jadwal dan
rencana manajemen proyek sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan tindakan
penanganan harus disesuaikan dengan tingkat kepentingan risiko, efektivitas biaya
harus dibuat secara realistis dengan konteks proyek dan disetujui oleh semua
pihak yang terlibat serta mempunyai penanggung jawab. Pemilihan tindakan
penanganan yang tepat dari beberapa pilihan sangat dibutuhkan. Gambar 2.14 di
bawah ini menjelaskan proses dalam perencanaan tindakan penanganan risiko.
Gambar 2.14 Proses perencanaan tindakan penanganan risiko (Sumber:
Project Management Institute, 2004, hal.260) Ada beberapa strategi penanganan risiko yang dapat dipilih untuk
diimplementasikan terhadap risiko. Alat analisis risiko seperti analisis pohon
keputusan dapat digunakan untuk memilih tindakan penanganan yang paling
sesuai untuk selanjutnya dikembangkan tindakan yang spesifik untuk
mengimplementasikan strategi tersebut. Strategi utama dan strategi cadangan
perlu dibuat. Terdapat beberapa strategi penanganan risiko antara lain:
1. Strategi untuk risiko negatif atau ancaman
35 S C Ward, Op.Cit., hal.331. 36 36 Project Management Institute,. Op.Cit., p.260.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
54
Ada tiga strategi khusus yang yang berhubungan dengan ancaman atau
risiko yang mempunyai dampak negatif pada tujuan proyek jika terjadi. Strategi
tersebut adalah menghindari, memindahkan atau mengurangi risiko.
a. Menghindari
Strategi menghindari risiko melibatkan perubahan dalam manajemen
proyek untuk menghilangkan ancaman untuk melindungi tujuan proyek dari
dampak risiko atau mengurangi tujuan dari risiko seperti dengan memperpanjang
jadwal atau mengurangi ruang lingkup proyek. Beberapa risiko yang muncul pada
awal proyek dapat dihindari dengan mengklarifikasi kebutuhan, memperoleh
informasi, meningkatkan komunikasi atau melatih keahlian37.
Melalui strategi ini, tim proyek mengubah rencana proyek untuk
mengurangi risiko atau untuk melindungi tujuan proyek dari dampak negatif
risiko. Perubahan ruang lingkup, penambahan durasi penyelesaian atau
penambahan sumber daya merupakan cara menghindari terjadinya suatu risiko38.
b. Memindahkan
Pemindahan risiko berarti memindahkan dampak negatif risiko ke
perusahaan pemasok yang lain (third party). Pemindahan risiko hanya
memberikan (memindahkan) tanggung jawab kepada manajemen perusahaan lain
dengan tanpa mengurangi risiko tersebut. Pemindahan risiko lebih efektif
digunakan untuk menangani risiko yang berdampak besar terhadap keuangan.
Pemindahan risiko hampir selalu melibatkan pembayaran kepada perusahaan yang
ditugaskan mengambil risiko. Kontrak merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk memindahkan tanggung jawab terhadap berbagai risiko yang
spesifik kepada perusahaan lain
c. Mengurangi
Pengurangan risiko merupakan pengurangan probabilitas dan/atau dampak
dari risiko untuk mencapai kesuksesan. Pengambilan tindakan lebih awal untuk
mengurangi probabilitas dan/atau dampak risiko pada proyek sering menjadi lebih
efektif dibandingkan mencoba atau mperbaiki dampak dari risiko setelah risiko itu
37 Ibid., p.261. 38 Office of Project Management Process Improvement,. Op.Cit., p.12
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
55
terjadi. Menggunakan edikit proses yang kompleks, melakukan lebih banyak
ercobaan/pengujian (test), atau memilih supplier yang mempunyai
performa yang lebih stabil merupakan beberapa contoh tindakan engurangan
risiko.
2. Strategi untuk risiko positif atau kesempatan
Ada tiga tindakan penanganan yang disarankan berhubungan dengan isiko
yang mempunyai dampak positif terhadap tujuan proyek. Strategi tersebut
adalah memanfaatkan, membagi, dan meningkatkan39.
a. Memanfaatkan
Strategi ini mungkin dipilih untuk risiko dengan dampak positif dimana
organisasi ingin memastikan bahwa kesempatan tersebut realistis. Strategi ini
dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian yang menjadi bagian dari lain dari
risiko dengan mewujudkan kesempatan terjadi.
Penanganan dengan memanfaatkan secara langsung meliputi penugasan
sumber daya dengan bakat dan keahlian yang lebih ke dalam proyek untuk
mengurangi waktu penyelesaian, atau memperoleh kualitas yang lebih baik dari
rencana awal.
b. Membagi
Membagi risiko positif melibatkan pengalokasian kepemilikan kepada
pihak ketiga yang lebih baik dalam memanfaatkan kesempatan menjadi
keuntungan terhadap proyek. Tindakan strategi membagi risiko meliputi
pembentukan hubungan pembagian risiko, tim, perusahaan khusus, joint venture
yang dapat dibangun dengan menyatakan tujuan dari pengelolaan kesempatan.
c. Meningkatkan
Strategi ini memodifikasi ukuran dari kesempatan dengan meningkatkan
probabilitas dan/atau dampak positif serta dengan mengidentifikasi dan
memaksimalkan pemacu risiko yang berdampak positif. Memudahkan atau
memperkuat penyebab kesempatan dan menargetkan secara proaktif dan
memperkuat pemacu kondisi tersebut dapat meningkatkan probabilitas. Pemacu
dampak juga dapat ditargetkan untuk meningkatkan kerentanan proyek terhadap
kesempatan.
39 Project Management Institute,. Op.Cit., p.262.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
56
3. Strategi untuk ancaman dan kesempatan
Strategi untuk ancaman dan kesempatan dilakukan dengan menerima
risiko. Strategi menerima risiko diadopsi karena sangat kecil kemungkinan bahwa
kita dapat mengurangi semua risiko yang terdapat pada sebuah proyek. Strategi ini
menunjukkan bahwa tim proyek telah memutuskan untuk tidak mengubah rencana
manajemen proyek yang berhubungan dengan risiko atau tim proyek tidak dapat
mengidentifikasi strategi lain yang lebih tepat untuk menangani risiko tersebut.
Strategi ini dapat bersifat pasif maupun aktif. Strategi penerimaan pasif
menunjukkan bahwa tim proyek tidak melakukan tindakan penanganan,
membiarkan tim proyek menghadapi risiko dan dampaknya jika risiko tersebut
terjadi. Strategi yang paling umum adalah strategi penerimaan yaitu dengan
membuat cadangan kemungkinan meliputi sejumlah waktu, uang atau sumber
daya untuk menangani beberapa kesempatan atau ancaman.
4. Strategi penanganan khusus
Beberapa strategi penanganan didesain untuk digunakan hanya jika
kejadian tertentu terjadi. Bagi beberapa risiko seperti ini tim proyek disarankan
untuk menggunakan strategi penanganan ini dengan membuat rencana
penanganan yang hanya akan dilakukan pada kondisi tertentu. Jika hal ini
dilakukan maka perlu ada peringatan untuk mengimplementasikan rencana
tersebut. Kejadian yang dapat memacu penanganan cadangan seperti kehilangan
kelanjutan suatu bagian yang penting atau meningkatkan prioritas dengan
pemasok harus didefinisikan dan dicatat.
2.5.2.6 Pengawasan dan Pengontrolan Risiko Perencanaan tindakan penanganan risiko yang dilibatkan dalam
perencanaan manajemen proyek dilakukan selama daur hidup proyek, namun
proyek juga harus tetap dikontrol dan diawasi secara berkelanjutan terhadap risiko
yang baru dan perubahan risiko. Pengawasan dan pengontrolan risiko merupakan
proses pengidentifikasian dan perencaan risiko yang meningkat, mengawasi risiko
yang teridentifikasi, menganalisis ulang risiko yang ada, mengontrol pemacu
kondisi untuk rencana cadangan, mengawasi sisa risiko dan meninjau ulang
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
57
pelaksanaan penanganan risiko untuk mengevaluasi efektivitasnya40. Gambar 2.15
di bawah ini menunjukkan proses pengawasan dan pengontrolan risiko.
Gambar 2.15 Proses pengawasan dan pengontrolan risiko (Sumber: Project
Management Institute, 2004, hal.265) Proses pengawasan dan pengontrolan risiko membutuhkan beberapa
teknik seperti analisis trend dan varian yang membutuhkan kegunaan performa
data yang dihasilkan selama pelaksanaan proyek. Pengawasan dan pengontrolan
risiko serta proses manajemen risiko lainnya merupakan proses yang
terusmenerus selama daur hidup proyek. Tujuan lain dari proses pengawasan dan
pengontrolan risiko adalah untuk menentukan apakah:
a. Asumsi proyek masih valid
b. Risiko yang dinilai telah berubah dari prioritas sebelumnya dengan
analisis trend
c. Kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang dilakukan sudah tepat
d. Cadangan kemungkinan untuk biaya dan waktu harus dimodifikasi
Proses pengawasan dan pengontrolan risiko dapat melibatkan pemilihan
strategi alternatif, pelaksanaan rencana cadangan, pengambilan tindakan
perbaikan dan modifikasi rencana manajemen proyek. Laporan tindakan
penanganan secara periodik harus dilaporkan kepada manejer proyek mengenai
efektivitas perencanaan, beberapa pengaruh yang tidak diantisipasi dan beberapa
perbaikan yang diperlukan untuk menangani risiko. Proses pengawasan dan
pengontrolan risiko juga mencakup perbaikan proses asset organisasi meliputi 40 Ibid., p.260.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
58
dokumentasi arsip proyek dan templet manajemen risiko yang dapat digunakan
untuk proyek yang akan datang. Jika risiko yang tidak diantisipasi terjadi atau
dampak risiko lebih besar dari yang diinginkan maka tindakan penanganan
sebelumnya mungkin tidak akan sesuai lagi. Oleh karena itu, manejer proyek
perlu melakukan perencanaan tambahan untuk mengontrol resiko seperti ini41.
Ada beberapa masukan yang dapat digunakan untuk melakukan proses
pengawasan dan pengontrolan risiko antara lain :
1. Rencana manajemen risiko
Rencana ini menjadi masukan kunci yang mencakup penugasan anggota
tim proyek termasuk pemilik, waktu dan sumber lain ke dalam manajemen risiko
proyek.
2. Daftar risiko
Daftar risiko merupakan masukan yang melibatkan risiko yang
teridentifikasi dan pemilik risiko, tindakan penanganan yang disetujui, tindakan
implementasi yang spesifik, gejala dan sinyal peringatan risiko, sisa risiko, daftar
risiko dengan prioritas rendah dan waktu dan biaya cadangan kemungkinan.
3. Permintaan perubahan yang disetujui
Permintaan perubahan yang disetujui dapat mencakup modifikasi seperti
metode kerja, istilah kontrak, ruang lingkup dan jadwal. Perubahan yang disetujui
dapat menghasilkan risiko atau perubahan dalam identifikasi risiko, dan
perubahan lain membutuhkan analisis terhadap beberapa dampak dari risiko,
rencana tindakan penanganan risiko, atau rencana manajemen risiko. Semua
perubahan harus didokumentasikan secara formal. Perubahan yang didiskusikan
secara verbal dan tidak didokumentasikan tidak perlu diproses dan
diimplementasikan.
4. Informasi performa kerja
Informasi performa kerja yang mencakup status penyelesaian, tindakan
perbaikan dan laporan performa merupakan masukan yang penting bagi
pengawasan dan pengontrolan risiko.
5. Laporan kinerja
41 Office of Project Management Process Improvement,. Op.Cit., p.13.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
59
Laporan kinerja memberikan informasi mengenai performa kerja proyek
seperti analisis yang mungkin mempengaruhi proses-proses dalam manjemen
risiko.
Dalam melakukan pengawasan dan pengontrolan risiko juga dibutuhkan
beberapa alat dan teknik seperti:
1. Penilaian ulang risiko
Pengawasan dan pengontrolan risiko sering membutuhkan identifikasi
beberapa risiko baru dan penilaian ulang risiko dengan menggunakan proses
seperti yang telah dibahas di atas. Penilaian ulang harus dijadwalkan secara
teratur. Manajemen risiko proyek harus menjadi sebuah item agenda dalam rapat
status tim. Jumlah dan detail pengulangan yang sesuai tergantung pada bagaimana
progres proyek terhadap tujuan proyek itu sendiri. Sebagai contoh, jika risiko
darurat yang tidak diantisipasi dalam daftar risiko atau tidak dilibatkan dalam
daftar yang diawasi atau jika dampaknya terhadap tujuan berbeda dari yang
diharapakan maka tindakan penanganan yang telah direncanakan bisa menjadi
tidak cocok. Oleh karena itu dibutuhkan rencana tindakan penanganan tambahan
untuk mengontrol risiko.
2. Audit risiko
Audit risiko berfungsi untuk menguji dan membuktikan efektivitas
penanganan risiko yang berhubungan dengan risiko yang teridentifikasi dan
penyebabnya serta efektivitas proses manajemen risiko.
3. Analisis trend dan varian
Trend atau kecenderungan dalam pelaksanan proyek harus ditinjau ulang
dengan menggunakan data hasil. Analisis nilai pendapatan dan metode lain dari
varian proyek serta analisis trend juga dapat digunakan untuk mengawasi
performa proyek secara keseluruhan. Hasil dari analisis ini dapat memperkirakan
potensi deviasi dari target biaya dan waktu penyelesaian proyek. Deviasi dari
rencana awal dapat dijadikan sebagai indikasi dampak yang berpotensi terhadap
ancaman atau kesempatan.
4. Pengukuran performa teknis
Pengukuran performa teknis akan membandingkan penyelesaian teknis
selama pelaksanaan proyek dengan jadwal rencana manajemen proyek dari
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
60
pencapaian teknis. Deviasi seperti fungsionalitas yang berada di bawah dari
rencana acuan dapat membantu kita dalam memperkirakan tingkat kesuksesan
dalam mencapai ruang lingkup proyek.
5. Analisis cadangan
Selama pelaksanaan proyek beberapa risiko mungkin terjadi dengan
dampak negatif atau positif terhadap anggaran atau jadwal cadangan
kemungkinan.
Analisis cadangan membandingkan sejumlah cadangan kemungkinan yang
masih ada akan digunakan pada sejumlah risiko yang masih tersisa pada beberapa
saat dalam proyek untuk menentukan apakah cadangan yang tersisa masih sesuai.
6. Rapat status
Manajemen risiko proyek dapat dijadikan sebagai item bahasan pada rapat
status. Item ini mungkin memakan waktu yang lama atau singkat, tergantung pada
risiko yang diidentifikasi, prioritas dan tingkat kesulitan dari tindakan
penanganan. Dengan demikian manajemen risiko akan menjadi lebih mudah dari
yang sering dipraktekkan dan frekuensi diskusi mengenai risiko dan dampaknya
menjadi lebih mudah dan lebih akurat.
Melalui proses pengawasan dan pengontrolan risiko ini kita akan
memperoleh beberapa hasil yang bermanfaat bagi proses manejemn risiko
selanjutnya, antara lain :
1. Daftar risiko yang telah diperbaharui
Daftar risiko ini mencakup :
a. Hasil penilaian ulang risiko, audit risiko, dan hasil tinjauan ulang risiko secara
periodik. Hasil ini dapat berupa probabilitas, dampak, perencanaan penanganan,
kepemilikan dan elemen lain dari daftar risiko yang telah diperbaharui. Hasil ini
juga dapat berupa penutupan risiko yang sudah tidak dapat diaplikasikan.
b. Hasil aktual risiko proyek dan penanganan risiko yang dapat membantu
perencanaan risiko manejer proyek dalam organisasi yang sedang berlangsung
maupun pada masa yang akan datang. Akhir dari pencatatan manajemen risiko
pada proyek adalah sebuah masukan untuk proses penutupan proyek dan menjadi
bagian dari dokumentasi akhir proyek.
2. Perubahan yang diinginkan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
61
Implementasi rencana cadangan untuk mengubah rencana manajemen
proyek dibutuhkan untuk menangani risiko. Perubahan yang diinginkan disiapkan
dan dimasukkan ke dalam proses pengontrolan perubahan yang terintegrasi
sebagai hasil dari proses pengawasan dan pengontrolan manajemen risiko.
Perubahan yang diinginkan dan disetujui merupakan masukan dalam
pengelolaan dan pengaturan pelaksanaan proyek serta proses pengawasan dan
pengontrolan risiko.
3. Tindakan perbaikan yang direkomendasikan
Tindakan perbaikan yang direkomendasikan mencakup rencana cadangan
dan rencana perkiraan. Rencana perkiraan harus didokumentasikan dengan benar
dan dimasukkan ke dalam proses pengelolaan dan pengaturan pelaksanaan proyek
serta proses pengawasan dan pengontrolan pekerjaan proyek.
Tindakan perbaikan yang direkomendasikan merupakan masukan untuk
proses pengontrolan perubahan yang terintegrasi dalam manajemen proyek.
4. Tindakan pencegahan yang direkomendasikan
Tindakan pencegahan yang direkomendasikan digunakan untuk membatu
pencapaian perencanaan awal manajemen proyek.
5. Proses organisasi yang diperbaharui
Keenam proses dalam manajemen risiko proyek menghasilkan informasi
yang dapat digunakan untuk proyek yang akan datang dan perlu disesuaikan
dengan proses asset organisasi. Templet untuk perencanaan manajemen risiko
yang mencakup matriks probabilitas dampak, daftar risiko dapat diperbaharui
pada akhir proyek. Data mengenai biaya dan durasi aktual aktivitas proyek dapat
ditambahkan ke dalam database organisasi. Versi akhir daftar risiko dan templet
perencanaan manajemen risiko, checklist dan RBS juga perlu dimasukkan ke
dalam database organisasi.
6. Perencanaan manajemen proyek yang diperbaharui
Jika permintaan perubahan yang disetujui mempunyai dampak terhadap
proses manajemen risiko maka komponen dokumen dari rencana manajemen
proyek harus diperbaiki dan diterbitkan ulang untuk menunjukkan adanya
perubahan yang disetujui.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
62
2.6 HOUSE OF QUALITY (HOQ) House of Quality (HOQ) merupakan matrik yang paling mendasar dari
penyusunan Quality Function Deploymnet (QFD) yang bertujuan untuk
menerjemahkan kebutuhan desain42. QFD merupakan sebuah metode teknis untuk
mengkonversikan permintaan pelanggan ke dalam karakteristik kualitas dan untuk
pengembangan perancangan produk dengan cara mengembangkan hubungan
antara permintaan pelanggan dengan karakteristik produk secara sistematis43.
HOQ terdiri dari 2 bagian utama, yaitu bagian horisontal yang merupakan
tabel pelanggan yang berisikan informasi mengenai pelanggan serta bagian
vertikal yang merupakan tabel teknis yang berisi informasi teknis sebagai respon
dari keinginan pelanggan. Gambar 2.16 di bawah ini merupakan contoh HOQ.
42 M. Xie Tan dan E. Chia, “Quality Function Deployment and its Use in
Designing Information Technology Systems”, International Journal of Quality &
Reliability Management, Vol. 15 No. 6, 1998, hal. 634.
43 S.F Lee dan Andrew Sai On Ko, “Building balanced scorecard with SWOT
analysis, and implementing ‘Sun Tzu’s The Art of Business Management
Strategies’ on QFD methodology”, in Managerial Auditing Journal, 15/1/2, 2000,
hal. 71.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
63
Gambar 2.16 Struktur HOQ (Sumber : S. Bruce Han, et. al., 2001, hal.798)
2.6.1 Komponen HOQ HOQ terdiri dari enam ruang utama dimana setiap ruangnya berisi
informasi mengenai produk44. Bagian-bagian tersebut antara lain:
1. Bagian kiri (Voice of customer)
Bagian kiri atas dari HOQ yang berisi customer requirements. Hal ini akan
dijawab dengan pertanyaan ‘Permintaan apa yang seharusnya dipuaskan, adakah
beberapa keistimewaan yang pelanggan ingin dapatkan?’
2. Bagian kanan (Competitive analysis / Penilaian Pelanggan)
� Degree of importance
Nilai ini menunjukkan tingkat kepentingan dari customer requirements
yang didapat dari hasil survey. 44 Jim Walden, “Performance Excellence: A QFD Approach”, International
Journal of Quality & Reliability Management, Vol. 20 No. 1, 2003, hal. 123.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
64
� Competitive evaluation
Melihat bagaimana posisi tingkat kepuasan customer teerhadap produk
yang dihasilkan dibandingkan dengan produk perusahaan kompetitor.
� Goal (Quality plan)
Menunjukkan besarnya sasaran akhir posisi perusahaan yang ingin dicapai
dalam rangka pemenuhan kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan.
Nilai dari sasaran ini ditentukan dengan memeprtimbangkan posisi perusahaan
dibandingkan dengan perusahaan kompetitor dan kemampuan usaha perusahaan
dalam usaha memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
� Improvement ratio (Rate of improvement)
Rate of improvement merupakan nilai rasio perbandingan antara tujuan
yang ingin dicapai dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap produk / jasa
perusahaan (performa perusahaan) saat ini.
� Sales point
Sales point diberikan pada atribut yang memiliki daya jual produk yang
tinggi, di mana dapat ditunjang dengan usaha promosi. Nilai sales point dibagi
atas tiga kriteria pembobotan nilai sesuai dengan kemampuan atau daya jualnya,
yaitu :
1 = tidak memiliki sales point
1,2 = nilai sales point medium
1,5 = nilai sales point yang tinggi
� Row weight
Row weight merupakan besar bobot untuk tiap baris atribut konsumen
yang menjadi dasar evaluasi terhadap penentuan prioritas pemenuhan kebutuhan
dan keinginan konsumen. Row weight dihitung dengan rumus :
RWi = IWi × SPi × IRi ..............................................(2.1)
dimana : RWi = Row Weight atribut i
IWi = Bobot tingkat kepentingan untuk atribut konsumen i
SPi = Sales point untuk atribut konsumen i
IRi = Improvement ratio atribut konsumen i
� Normalized row weight
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
65
Merupakan kontribusi dari besarnya row weight secara keseluruhan.
Normalized row weight dihitung dengan rumus :
dimana : NRWi = Normalized Row Weight atribut i
RWi = Row Weight atribut i
ΣRW = Total Row Weight
3. Bagian atas (Voice of Organization)
� Technical responses (service element)
Technical responses pada HOQ berbasis jasa disebut juga service element.
Service element merupakan bagian dari HOQ yang mengidentifikasi karakteristik
produk yang dapat diukur untuk memenuhi keinginan pelanggan. Hal ini akan
dijawab dengan pertanyaan: ‘Bagaimana kebutuhan pelanggan bertemu dengan
kebutuhan desain yang diperlukan?’
� Direction of improvement
Direction of improvement digunakan untuk mengetahui arah
pengembangan dari masing-masing respon teknis yang akan memberikan
peningkatan terhadap kepuasan pelanggan. Terdapat tiga jenis arah
pengembangan yaitu:
: Konsumen menyukai bila respon teknis semakin besar
: Konsumen menyukai bila respon teknis semakin kecil
: Konsumen menyukai bila respon teknis pada target tertentu.
4. Bagian bawah (Design Targets / Penilaian Teknis)
� Perhitungan Absolute Importance dan Relative Importance
Absolute dan relative importance berguna untuk membantu dalam
menentukan respon teknis mana yang akan mendapatkan prioritas untuk
dilaksanakan terlebih dahulu. Absolute importance adalah suatu ukuran yang
menunjukkan prioritas untuk dilaksanakan dengan melihat hubungan antara
technical response, customer requirements, dan tingkat kepentingan customer
requirement. Absolute importance diperoleh dengan rumus :
AI = Σ(normalized row weight × nilai hubungan) ....................(2.3)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
66
Sedangkan relative importance adalah nilai dari absolute importance yang
dinyatakan dengan persen kumulatif. Relative importance diperoleh dengan rumus
:
Perhitungan Absolute Importance dan Relative Importance dilakukan
setelah nilai relationship matrix ditentukan.
� Target
Merupakan target dari karakteristik desain. Untuk HOQ bidang jasa, target
dapat berupa jangka waktu terlaksananya respon teknis, anggaran pelaksanaan,
atau target lainnya.
� Technical difficulties
Merupakan bagian dari HOQ yang mengestimasi tingkat kesulitan yang
dapat diantisipasi oleh perusahaan untuk menjalankan tujuan desain.
� Competitive evaluation
Bagian ini digunakan untuk mengukur kinerja respon teknis dibandingkan
dengan kemampuan perusahaan kompetitor.
5. Bagian tengah (Relationship Matrix)
� Relationship matrix
Merupakan bagian dari HOQ yang menghubungkan antara ruang hows dan
whats. Matriks ini mengaitkan hubungan respon teknis (technical requirements)
dengan voice of customer. Simbol yang digunakan pada matriks hubungan ini
adalah:
Hubungan kuat – merupakan hubungan yang terjadi bila respon teknis
berhubungan sangat erat atau sangat mempengaruhi terpenuhinya keinginan
pelanggan. Dalam perhitungan bobot, hubungan kuat diberi nilai 9.
Hubungan sedang – merupakan hubungan yang terjadi bila respon teknis
berhubungan erat atau mempengaruhi terpenuhinya keinginan pelanggan. Dalam
perhitungan bobot, hubungan sedang diberi nilai 3.
Hubungan lemah – merupakan hubungan yang terjadi bila respon teknis
tidak begitu mempengaruhi terpenuhinya keinginan pelanggan. Dalam
perhitungan bobot, hubungan lemah diberi nilai 1.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
67
6. Bagian atap (Correlation Matrix)
� Correlation matrix
Merupakan bagian atap pada HOQ yang mengidentifikasi apakah respon
teknis saling mendukung atau saling mengganggu di dalam desain produk.
Hubungan yang digunakan adalah:
Hubungan positif kuat – hubungan yang searah, yaitu bilamana salah
satu technical response mengalami peningkatan atau penurunan maka akan
berdampak kuat pada peningkatan atau penurunan item lain yang terkait.
Hubungan positif – hubungan yang searah, yaitu bilamana salah satu
technical response mengalami peningkatan atau penurunan maka akan berdampak
pada peningkatan atau penurunan item lain yang terkait.
Hubungan negatif - hubungan yang tidak searah, yaitu bilamana salah satu
technical response mengalami peningkatan atau penurunan maka akan berdampak
pada penurunan atau peningkatan item lain yang terkait.
Hubungan negatif kuat - hubungan yang tidak searah, yaitu bilamana salah
satu technical response mengalami peningkatan atau penurunan maka akan
berdampak kuat pada penurunan atau peningkatan item lain yang terkait.
2.6.2 Tahap-tahap Pembuatan HOQ Terdapat enam tahap utama dalam pembuatan HOQ 45, yaitu:
1. Mengevaluasi suara pelanggan (voice of customer)
Tahap ini terbagi menjadi 3 langkah. Langkah pertama adalah
mengembangkan kebutuhan pelanggan yang paling kritikal karena kebutuhan
pelanggan merupakan penggerak di dalam QFD. Setelah diidentifikasi harus ada
dasar yang rasional untuk mengevaluasi kebutuhan pelanggan mengenai apa yang
akan pelanggan lakukan terhadap produk atau jasa tersebut. Ada beberapa metode
yang berbeda seperti riset pasar, in depth qualitative interviews, dan concept
engineering. Langkah kedua adalah mengelompokkan kebutuhan pelanggan 45 S. Bruce Han, et. al., “A conceptual QFD planning model”, in International
Journal of Quality & Reliability Management, Vol. 18 No. 8, 2001, hal. 798 –
806.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
68
tersebut ke dalam 4 klasifikasi, yaitu satu dimensi, harus ada, atraktif, dan
pembeda. Sedangkan langkah terakhir adalah memprioritaskan kebutuhan
pelanggan sesuai dengan sudut pandang pelanggan.
2. Menganalisis persaingan
Tahap ini terbagi menjadi 2 langkah yaitu membandingkan semua
kebutuhan pelanggan yang dipilih dari sudut pandang pelanggan. Dalam QFD,
perbandingan dilakukan dengan membandingkan perusahaan dengan competitor
dalam performa kualitas pada masing-masing kebutuhan pelanggan. Informasi ini
digunakan untuk menentukan kebutuhan pelanggan yang akan menghasilkan
keunggulan kompetitif. Langkah kedua adalah menyusun target levels dari
masing-masing kebutuhan pelanggan yang dipilih. Tagret levels tersebut yang
akan menjadi pemicu dalam memilih proses pada tahap selanjutnya.
3. Menerjemahkan suara perusahaan
Tahap ketiga ini bertujuan untuk menerjemahkan suara pelanggan ke
dalam suara perusahaan. Suara perusahaan ini diekspresikan secara kuantitatif ke
dalam bentuk kebutuhan desain. Pengembangan kebutuhan desain merupakan
dasar dari proses perencanaan QFD
4. Menargetkan desain
Tahap keempat ini terdiri dari 3 langkah. Langkah pertama untuk
menjamin bahwa kebutuhan konsumen jelas dan tidak ambigu yang dapat
menimbulkan kesalahpahaman dalam bentuk yang terukur. Salah satu tujuan
utama dari langkah tersebut adalah untuk membantu tim QFD dalam
menumbuhkan kepekaan terhadap kebutuhan desain yang harus dipenuhi.
Sedangkan langkah kedua adalah menspesifikasikan target values dari
masing58 masing kebutuhan desain. Target nilai ini kemudian dibandingkan
dengan level target untuk setiap kebutuhan pelnaggan. Langkah ketiga adalah
menentukan biaya proyek untuk mengubah kebutuhan desain menjadi spesifikasi
target.
5. Membuat matriks hubungan
Secara sederhana, hubungan antara kebutuhan pelanggan dan kebutuhan
desain didefinisikan sebagai hubungan yang kuat, sedang, lemah, atau tidak ada
sama sekali. Bobot kepentingan dari setiap kebutuhan desain ditentukan dari
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
69
persamaan berikut :
Dj = Ai Rij � j , j = 1, K, m ..........................................(2.5)
dimana
Dj = bobot kepentingan dari kebutuhan desain ke-j;
Ai = bobot kepentingan dari kebutuhan pelanggan ke-i;
Rij = nilai hubungan antara kebutuhan pelnaggan ke-i dan kebutuhan
desain ke-j;
n = banyaknya kebutuhan pelanggan; dan
m = banyaknya kebutuhan desain
6. Membuat matriks korelasi
Tahap ini terdiri dari 2 langkah yaitu membuat spesifikasi pilihan diantara
kebutuhan desain. Mengidentifikasi apakah satu desain memiliki hubungan
positif, negatif, atau tidak ada hubungan sama sekali (netral) dengan kebutuhan
desain yang lain. Langkah kedua adalah memilih kebutuhan desain yang paling
efektif dalam memenuhi kebutuhan pelanggan berdasarkan keterbatasan sumber
daya yang dimiliki oleh perusahaan dan batasan-batasan lainnya.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
70 Universitas Indonesia
3. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Dalam manajemen resiko yang baik diperlukan suatu metode untuk dapat
mengelola resiko dengan pandangan yang holistik. Salah satu metode yang
banyak digunakan dalam menjalankan manajemen resiko adalah metode Australia
and New Zeland Methodology AS/NZS 4360:1999. Metode ini dikembangkan
oleh dua buah organisasi standardisasi dunia yaitu Standards Australia
International dan Standards New Zeland. Metode yang dihasilkan dari kerja sama
kedua buah organisasi ini memberikan suatu kerangka yang sistematis untuk
mengidentifikasi, menganalisa, mengevaluasi, memonitor dan memeriksa resiko.
Men
gont
rol d
an m
enga
was
i
Men
gkom
unik
asik
an d
an m
engk
onsu
ltasi
kan
Gambar 3.1 Metode Australia and New Zeland Methodology AS/NZS
4360:1999 Dari gambar 3.1, dapat dilihat tahapan utama manajemen resiko dimulai
dari mengidentifikasi kesempatan dan tujuan, mengidentifikasi resiko,
menganalisa dan mengevaluasi resiko, dan membuat strategi tindakan penanganan
resiko.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
71
3.1 Mengidentifikasi Kesempatan dan Tujuan Dalam tahapan ini, diidentifikasi kesempatan dan tujuan apa yang
kemudian menjadi konteks bagi perusahaan dalam menjalankan manajemen
resiko. Tanpa tujuan yang jelas dan eksplisit, akan sulit bagi manajemen
perusahaan untuk menjalankan manajemen resiko dengan efektif.
Setiap tujuan akan memiliki resiko yang berbeda. Dengan berpikir resiko
dari aspek tujuan, perusahaan dapat menyusun kriteria untuk mengidentifikasi
resiko. Hal ini akan membuat resiko-resiko yang teridentifikasi menjadi benar-
benar relevan bagi perusahaan.
Dalam tahapan mengidentifikasi kesempatan dan tujuan ini terdapat sub-
sub tahapan yaitu membuat konteks strategi, membuat konteks organisasi,
membuat konteks manajemen resiko, membuat kriteria evaluasi resiko,
mendefinisikan struktur penyerahan.
Tahapan mengidentifikasi kesempatan dan tujuan ini penting untuk:
a. Menjamin level dari manajemen resiko adalah setingkat dengan
kepentingan organisasi
b. Menyiapkan sumber daya dan waktu yang cukup untuk manajemen resiko
c. Menciptakan konsep dasar manajemen resiko
3.1.1 Membangun Konteks Strategi
Dalam konteks strategi, analisa dilakukan terhadap bagaimana perusahaan
berhubungan dengan pihak eksternal perusahaan dan pengaruh apa yang dapat
ditimbulkan dari hubungan ini.
Untuk keperluan ini, perusahaan dapat melakukan analisa seperti analisa
TOWS, analisa kebutuhan stakeholder, dan analisa lingkungan (PEST). Dari
analisa ini, perusahaan dapat membuat:
a. Pernyataan visi
Dokumen tertulis yang mendefinisikan kondisi lingkungan operasional
yang diinginkan dari pengimplementasian sistem ERP
b. Sasaran performa
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
72
Kesepakatan mengenai tingkat performa yang ingin dicapai dari
implementasi ERP
Sebagai contoh, perusahaan memutuskan untuk menerapkan ERP setelah
melihat kondisi lingkungan operasionalnya dimana para pesaing mendapatkan
manfaat dari implementasi ERP. Untuk dapat tetap kompetitif (sasaran performa),
perusahaan pun memutuskan untuk menerapkan ERP dalam sistemnya. Contoh
lainnya, perusahaan menerapkan sistem ERP untuk dapat menghubungkan sistem
internal bisnisnya dengan para pelanggan dan vendor.
3.1.2 Membangun Konteks Organisasi
Dalam konteks organisasi, dilihat bagaimana tujuan dan sasaran
perusahaan mempengaruhi resiko yang harus ikut dipertimbangkan di dalam
manajemen resiko.
Berikut ini adalah beberapa alasan suatu perusahaan melakukan
implementasi ERP:
a. Meningkatkan performa bisnis
b. Mendukung pertumbuhan bisnis
c. Mendukung pengambilan keputusan dengan lebih fleksibel,
terintegrasi dan real time sehingga meningkatkan waktu respon
d. Mengeliminasi proses bisnis yang tidak efektif
Dari identifikasi terhadap tujuan implementasi ERP ini, perusahaan dapat
mengidentifikasi resiko sebagai faktor-faktor yang dapat menyebabkan tujuan
implementasi ERP di atas tidak tercapai.
3.1.3 Membangun Konteks Manajemen Resiko
Menurut Project Risk Management Handbook 2003, resiko dalam suatu
proyek teknologi informasi dapat digolongkan menjadi 5 buah kateogori yaitu
resiko teknis, resiko manajemen proyek, resiko eksternal, resiko lingkungan dan
resiko organisasi. Berikut ini adalah contoh resiko untuk masing-masing kategori
a. Resiko teknis
• Desain kurang sempurna
• Asumsi teknis yang tidak akurat dalam perencanaan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
73
• Perubahan permintaan
• Desain yang dibuat konsultan tidak sesuai dengan standar
perusahaan
b. Resiko manajemen Proyek
• Tujuan dan kebutuhan proyek tidak terdefinisikan dengan baik
• Definisi ruang lingkup proyek tidak terdefinisikan dengan jelas
• Jadwal, sasaran,dan biaya yang diinginkan tidak terdefinisikan
dengan baik
• Tidak adanya jaringan komunikasi dalam tim proyek
• Kurangnya dukungan manajemen atas
c. Resiko eksternal
• Perubahan prioritas dalam program yang ada
• Ketidakkonsistenan terhadap biaya, waktu, ruang lingkup dan
kualitas
• Perubahan pendanaan
• Kemunculan stakeholder baru yang menyebabkan penambahan
pekerjaan
d. Resiko lingkungan
• Lingkungan kerja yang berubah
e. Resiko organisasi
• Staf yang tidak berpengalaman
• Beban kerja manajer proyek yang tidak dapat diantisipasi
Dari informasi ini, perusahaan dapat memperoleh informasi mengenai
resiko apa saja yang perlu untuk dipertimbangkan dalam implementasi ERP.
3.1.4 Membuat Kriteria Evaluasi Resiko
Dari tahapan membangun konteks strategi, organisasi dan manajemen
resiko, perusahaan dapat mulai untuk menetapkan kriteria evaluasi sebuah resiko.
Dengan adanya kriteria ini, akan diperoleh definisi dan batasan yang jelas
mengenai apa-apa saja yang menjadi resiko dalam implementasi ERP dan yang
bukan. Dengan demikian, proses manajemen resiko akan mennjadi lebih efektif.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
74
Suatu variabel diidentifikasi sebagai resiko dalam implementasi ERP
apabila variabel tersebut memenuhi satu atau beberapa kondisi di bawah ini:
a. Menyebabkan tidak tercapainya objektif atau sasaran dari implementasi
ERP
b. Menyebabkan keterlambatan penyelesaian proyek implementasi ERP
c. Menyebabkan terjadinya over bujet biaya implementasi ERP
Kriteria evaluasi resiko ini yang kemudian digunakan untuk
mengidentifikasi resiko yang ada di dalam implementasi ERP.
3.2 Mengidentifikasi Resiko Dalam tahapan ini dilakukan identifikasi terhadap item resiko apa saja
yang dapat muncul di dalam implementasi ERP. Dalam mengidentifikasi resiko
ini, penulis berusaha untuk mempertahankan agar resiko yang teridentifikasi ini
bersifat umum terjadi dalam implementasi ERP. Hal ini dilakukan dengan
harapan, hasil penelitian ini tidak hanya bermanfaat untuk suatu jenis industri
tertentu saja. Untuk itu, penelitian ini lebih banyak menggunakan data-data yang
berasal dari jurnal. Namun demikian, rekomendasi-rekomendasi dari praktisi
konsultan ERP dari Accenture juga diharapkan dapat memperkaya analisa yang
ada.
Pengumpulan data untuk keperluan identifikasi resiko menggunakan
metode kuesioner. Responden penelitian ini adalah para konsultan ERP dari
Accenture yang telah berpengalaman menangani proyek ERP lebih dari 5 tahun.
Para konsultan tersebut menduduki jabatan sebagai manajer di dalam struktur
organisasi proyek ERP.
Kuesioner ini bertujuan mengidentifikasi item-item resiko di dalam proyek
ERP. Pada kuesioner ini, responden diminta untuk menambahkan item resiko
yang belum termasuk ke dalam kuesioner.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
75
<Risk ID, e.g A5> <Risk item that not included yet in the above list that you think important to be included> < Reason why this risk item important to be included>
ID Risk Items Rationale
Gambar 3.2 Kuesioner Tahap Pertama
Untuk penyusunan item resiko awal, penulis mengumpulkan item-item
resiko yang terdapat di dalam jurnal-jurnal mengenai implementasi ERP. Dari
jurnal yang berjudul Seven Keys to ERP Success (Jim Welch,Dmitry Kordysh,
Strategic Finance, Sept 2007;89;3;ABI/INFORM Global pg.40), diperoleh 39
buah item resiko yang terbagi dalam 7 kategori yaitu:
a. Kurangnya komitmen manajemen level atas terhadap proyek ERP
b. Lemahnya proses implementasi
c. Lemahnya fokus pada proses bisnis
d. Tantangan adaptasi pengguna sistem
e. Lemahnya dukungan organisasi
f. Isu konfigurasi teknologi informasi
g. Permasalahan infrastruktur
Dari ketujuh kategori tersebut dapat terlihat bahwa dalam kesuksesan
sebuah proyek implementasi ERP, faktor nonteknis seperti kurangnya komitmen
manajemen terhadap proyek ERP turut berkontribusi terhadap gagal berhasilnya
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
76
proyek ERP. Jadi, tidak hanya faktor teknis seperti permasalahan infrastruktur dan
teknologi informasi saja yang berpengaruh terhadap keberhasilan proyek ERP.
Dari hasil pengolahan kuesioner tahap pertama ini, responden tidak
memberikan tambahan item resiko. Hal ini disebabkan karena item resiko yang
diajukan pada kuesioner tahap pertama sudah cukup mewakili kondisi yang terjadi
dalam penerapan ERP.
Berikut ini adalah daftar item resiko dalam proyek ERP yang berhasil
teridentifikasi:
Tabel 3.1 Item Resiko Proyek ERP ID Item Resiko
A1 Kurangnya komitmen manajemen level atas terhadap proyek
ERP
A1-1 Pendefinisian perencanaan yang buruk untuk menghubungkan
implementasi ERP dengan perubahan strategi perusahaan
A1-2 Kurangnya komitmen dari manajemen level atas dalam proyek ERP
A1-3 Kurangnya Roadmap yang kuat yang berperan memandu proses
perubahan dalam organisasi selama proses implementasi berjalan
A1-4 Business case yang tidak terdefinisikan dengan baik,tidak mendorong,
atau kurang cukupnya komitmen tim eksekutif untuk menjalankannya
A1-5 Pemisahan peran IT dalam kepentingan bisnis
A2 Lemahnya proses implementasi
A2-1 Gagal dalam memberikan perbaikan proses secara berkelanjutan
A2-2 Manajer proses/pemilik tidak memiliki akuntabilitas yang
terdefinisikan dengan baik,atau tidak memiliki otoritas untuk
pengambilan keputusan
A2-3 Lemahnya pengambilan keputusan di antara pemilik proses dari unit
bisnis yang berbeda, menghasilkan desain proses dan konfigurasi
sistem yang menyimpang dari yang direncanakan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
77
A2-4 Model pendanaan yang tidak efektif dan gagal menghasilkan
peningkatan yang bernilai tinggi
A2-5 Pendefinisian akuntabilitas yang buruk dari integritas data master
A3 Lemahnya focus pada proses bisnis
A3-1 Gagal dalam mengimplementasikan best practices dan tidak memiliki
rencana untuk mengimplementasikannya
A3-2 Tim implementasi gagal dalam memahami karakateristik sistem
sehingga solusi yang dihasilkan tidak optimal
A3-3 Parameter performa dan target tidak terdefinisikan dengan baik;
lemahnya hubungan antara desain proses dan business case
A3-4 Proses statis dan tidak dapat beradaptasi dengan perubahan kondisi
bisnis
A3-5 Kekurangan dalam desain data master menghambat performa proses
A4 Tantangan adaptasi pengguna system
A4-1 Tidak cukupnya pelatihan
A4-2 Tidak cukupnya manajemen perubahan untuk membimbing pengguna
sistem menjalankan peran dan proses yang baru
A4-3 Tidak cukupnya struktur dan sumber daya yang berperan sebagai
user-support
A4-4 Tidak cukupnya dukungan dan akuntabilitas terhadap pelatihan dan
manajemen pengetahuan yang berlangsung
A4-5 Rendahnya tingkat partisipasi pengguna sebelum dan sesudah fase
implementasi
A5 Lemahnya dukungan organisasi
A5-1 Gagal dalam mengimplementasikan perubahan dalam definisi peran
dan desain organisasi yang diperlukan untuk mencapai business case
yang diharapkan
A5-2 Gagal dalam mengidentifikasi terjadinya gap talenta dalam perusahaan
A5-3 Organisasi fungsional tidak dipersiapkan dengan baik untuk
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
78
menggunakan sistem baru dengan efektif
A5-4 Mengabaikan pentingnya pengukuran perkembangan dan performa di
dalam proyek ERP
A5-5 Mengabaikan potensi komunikasi
A5-6 Tidak efektifnya peran manajemen konsultasi
A5-7 Rendahnya kapabilitas dalam manajemen proyek ERP
A6 Isu konfigurasi teknologi informasi
A6-1 Peran dan sistem keamanan yang didefinisikan terlalu
kaku;membatasi akses terhadap data dan penggunaan system
A6-2 Sistem yang terlalu rumt dan tidak user friendly menyebabkan
pengguna bekerja di luar sistem
A6-3 Data warehouse tidak diimplementasikan;menghambat efektivitas
penggunaan data yang tersedia
A6-4 Sistem terlalu banyak dikustomisasi saat implementasi menyebabkan
kesulitan dalam upgrade dan pemeliharaan
A6-5 Rendahnya fleksibilitas dalam aplikasi ERP yang digunakan
A6-6 Rendahnya dukungan terhadap beberapa fungsionalitas bisnis yang
diperlukan
A6-7 Rendahnya parameterisasi, standardisasi, dan dokumentasi
A6-8 Penentuan pemilihan server yang tidak didasarkan kepada analisa
keperluan penyimpanan data
A6-9 Terbatasnya integrasi aplikasi dan system
A6-10 Tidak berjalannya pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance)
A7 Permasalahan infrastruktur
A7-1 Biaya operasional yang diestimasikan terlalu rendah melemahkan
pencapaian business case
A7-2 Waktu respon sistem yang lambat,menghambat proses adopsi dan
merusak produktivitas
(sumber: penulis)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
79
3.3 Menganalisa dan Mengevaluasi Resiko Metode kuesioner kembali digunakan untuk menganalisa dan
mengevaluasi resiko. Kuesioner tahap kedua ini bertujuan mendapatkan kategori
resiko apakah suatu item resiko tergolong ke dalam resiko rendah, menengah atau
tinggi. Untuk menentukan kategori tersebut, perlu dicari nilai resiko dari setiap
item. Nilai resiko ini didapatkan dengan mengukur nilai bobot untuk tingkat
dampak dan probabilitasnya.
Nilai dampak adalah ukuran yang digunakan untuk mendefinisikan tingkat
dampak suatu item resiko terhadap proyek ERP. Dampak resiko dilihat dari dua
aspek yaitu waktu dan biaya proyek. Berikut ini adalah tabel yang
memperlihatkan hubungan antara skala dalam kuesioner dengan nilai dampaknya
dari perspektif waktu dan biaya.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
80
Instruction In this section,please give scoring for each risk item on the list for probability and impact score
add the <x> in the cell which you choose
From the example, it means that you see risk item "Ill defined plan for linking ERP enablement to strategic change" has low probability (rare) to happen and low impact if it happens
Explanation about the Impact and Probability Scale could be seen in below tables
1 2 4 8 16 1 2 3 4 5
A1-1 Ill defined plan for linking ERP enablement to strategic change
A1-2 Top management lacks team commitment
A1-3 Lack of robust-front roadmap to guide the organization's change process
A1-4 Business case poorly defined, not compeling, or lacking adequate executive team commitment
A1-5 Separating IT from Business Affairs- Technical mind set
1 2 4 8 16 1 2 3 4 5
A2-1 Failure to follow through and deliver continuous process improvement
A2-2 Process managers/owners are not appointed, their accountability is ill defined, or they lack real power to make decisions
A2-3 Weak decision making among process owners from different business units, resulting in diverging process designs and system configuration
A2-4 Funding model ineffective and fails to yield highest value enhancements
A2-5 Poorly defined accountability for master data integrity
1 2 4 8 16 1 2 3 4 5
A3-1 Failure to implement best practices during initial implementation, and no plan to get there
A3-2 Systems features poorly understood by implementation team, resulting in suboptimal solutions
A3-3 Performance metrics and targets not used or poorly defined; weak linkage between the process design and the business case
A3-4 Processes static and not adaptable to changing business conditions
A3-5 Flaws in master data design inhibit process performance
Probability (P)
Probability (P)
ID
ID
Questionnaire 2
Weak Post-Implementation (A2) Impact (I)
Inadequate Executive Alignment (A1) Impact (I)
ID Lack of Focus on Business Process (A3) Impact (I) Probability (P)
Gambar 3.3 Kuesioner Tahap Kedua
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
81
Tabel 3.2 Tabel Dampak Resiko Dampak (D)
Sangat
rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat
Tinggi
Tujuan
1 2 4 8 16
Waktu Waktu
penyelesaian
proyek tidak
terpengaruh
signifikan
Keterlambatan
penyelesaian
proyek < 3
bulan
Keterlambatan
penyelesaian
proyek = 3
bulan
Keterlambatan
penyelesaian
proyek > 3
bulan
Keterlambatan
penyelesaian
proyek > 1
tahun
Biaya Peningkatan
biaya
proyek tidak
signifikan
Biaya
meningkat <
5%
Biaya
meningkat 5-
10%
Biaya
meningkat 10-
20%
Biaya
meningkat
>20%
(sumber: penulis)
Nilai probabilitas adalah ukuran yang digunakan untuk mendefinisikan
tingkat kemungkinan terjadinya suatu item resiko. Jadi, ingin dilihat apakah suatu
item resiko memiliki kemungkinan terjadi yang tinggi atau rendah. Skala yang
digunakan untuk penilaian tingkat probabilitas ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Tabel Probabilitas Resiko Probabilitas (P)
Skala % Level
5 91-100 Sangat Sering
4 51-90 Sering
3 21-50 Medium
2 6-20 Jarang
1 0-5 Sangat Jarang
(sumber: penulis)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
82
Setelah setiap item resiko diberikan nilai bobot dampak dan
probabilitasnya. Nilai resiko dari suatu item resiko dapat diperoleh dengan
mengalikan nilai probabilitas dengan nilai dampaknya. Setelah didapatkan nilai
resiko untuk tiap-tiap item, langkah selanjutnya adalah penentuan kategori resiko
untuk tiap-tiap item. Matriks penentuan kategori resiko digunakan untuk
keperluan ini. Berikut ini adalah matriks yang digunakan untuk menentukan
kategori suatu resiko:
Tabel 3.4 Tabel Matriks Resiko
(sumber:Office of Project Management Process Improvement, 2003, hal
24)
Berikut ini adalah tabel rekapan hasil penilaian dampak dan probabilitas
untuk tiap item resiko:
Tabel 3.5 Tabel Skor dan Kategori Resiko ID
Skor
Dampak
Skor
Probabilitas
Skor
Resiko
Kategori Resiko
A1-1 2.5 2.5 6.25 Menengah
A1-2 8 3.5 28 Tinggi
A1-3 6 3.5 21 Tinggi
A1-4 4 3 12 Menengah
A1-5 6 3.5 21 Tinggi
A2-1 4.5 4.5 20.25 Tinggi
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
83
A2-2 8 4 32 Tinggi
A2-3 8 4 32 Tinggi
A2-4 2.5 1.5 3.75 Rendah
A2-5 8 3.5 28 Tinggi
A3-1 8 2.5 20 Tinggi
A3-2 12 2 24 Tinggi
A3-3 6 3.5 21 Tinggi
A3-4 6 2.5 15 Menengah
A3-5 2.5 2 5 Rendah
A4-1 6 2.5 15 Menengah
A4-2 10 2.5 25 Tinggi
A4-3 4 3 12 Menengah
A4-4 3 3 9 Menengah
A4-5 4 3.5 14 Menengah
A5-1 2.5 2.5 6.25 Menengah
A5-2 3 2.5 7.5 Menengah
A5-3 3 2.5 7.5 Menengah
A5-4 4 3 12 Menengah
A5-5 4 3.5 14 Menengah
A5-6 6 2.5 15 Menengah
A5-7 5 3 15 Menengah
A6-1 3 2 6 Rendah
A6-2 4 2.5 10 Menengah
A6-3 3 3.5 10.5 Menengah
A6-4 8 2.5 20 Tinggi
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
84
A6-5 4 2.5 10 Menengah
A6-6 4 3.5 14 Menengah
A6-7 6 3.5 21 Tinggi
A6-8 6 2 12 Menengah
A6-9 3 2.5 7.5 Menengah
A6-
10
3 2.5 7.5 Menengah
A7-1 2.5 2 5 Rendah
A7-2 5 3.5 17.5 Tinggi
(sumber: penulis)
Dari hasil pengolahan kuesioner tahap kedua ini, diperoleh informasi item
resiko mana saja yang termasuk ke dalam kategori resiko tinggi, menengah, dan
rendah. Dari total 39 buah item resiko, 14 item termasuk ke dalam kategori resiko
tinggi, 21 item dengan kategori resiko menengah, dan 4 item termasuk ke dalam
resiko rendah.
3.3.1 Analisa Item Kategori Resiko Tinggi Dari total 14 item yang termasuk ke dalam kategori resiko tinggi, kategori
A2 (lemahnya proses implementasi) menyumbang item terbanyak sebanyak 29%.
Setelah itu berturut-turut antara lain kategori A1 (22%), A3 (21%), A6 (14%), A4
(7%), A7 (7%), dan A5 (0%).
Gambar 3.4 Proporsi Item Kategori Resiko Tinggi
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
85
Tabel 3.6 Peringkat Proporsi Item Kategori Resiko Tinggi ID Item Resiko Tinggi
A2 Lemahnya proses implementasi 29%
A1 Kurangnya komitmen manajemen level
atas
21%
A3 Lemahnya fokus pada proses bisnis 21%
A6 Isu konfigurasi teknologi informasi 14%
A4 Tantangan adaptasi pengguna system 7%
A7 Permasalahan infrastruktur 7%
A5 Lemahnya dukungan organisasi 0%
(sumber: penulis)
Berikut ini adalah item-item resiko yang termasuk ke dalam kategori
tinggi:
Tabel 3.7 Item Kategori Resiko Tinggi ID Item Resiko
A2-2 Manajer proses/pemilik tidak memiliki akuntabilitas yang
terdefinisikan dengan baik,atau tidak memiliki otoritas
untuk pengambilan keputusan
A2-3 Lemahnya pengambilan keputusan di antara pemilik
proses dari unit bisnis yang berbeda, menghasilkan desain
proses dan konfigurasi sistem yang menyimpang dari yang
direncanakan
A1-2 Kurangnya komitmen dari manajemen level atas dalam
proyek ERP
A2-5 Pendefinisian akuntabilitas yang buruk dari integritas data
master
A4-2 Tidak cukupnya manajemen perubahan untuk
membimbing pengguna sistem menjalankan peran dan
proses yang baru
A3-2 Tim implementasi gagal dalam memahami karakateristik
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
86
sistem sehingga solusi yang dihasilkan tidak optimal
A1-3 Kurangnya Roadmap yang kuat yang berperan memandu
proses perubahan dalam organisasi selama proses
implementasi berjalan
A1-5 Pemisahan peran IT dalam kepentingan bisnis
A3-3 Parameter performa dan target tidak terdefinisikan dengan
baik; lemahnya hubungan antara desain proses dan
business case
A6-7 Rendahnya parameterisasi, standardisasi, dan dokumentasi
A2-1 Gagal dalam memberikan perbaikan proses secara
berkelanjutan
A3-1 Gagal dalam mengimplementasikan best practices dan
tidak memiliki rencana untuk mengimplementasikannya
A6-4 Sistem terlalu banyak dikustomisasi saat implementasi
menyebabkan kesulitan dalam upgrade dan pemeliharaan
A7-2 Waktu respon sistem yang lambat,menghambat proses
adopsi dan merusak produktivitas
(sumber: penulis)
3.3.1.1 Analisa Kategori Lemahnya Proses Implementasi (A2) Dari hasil pengolahan kuesioner terlihat dalam sebuah implementasi ERP
faktor lemahnya proses implementasi menjadi faktor yang memiliki nilai resiko
yang tinggi. Ada 4 item dari kategori ini yang termasuk ke dalam kategori resiko
tinggi yaitu item A2-2, A2-3, A2-5, dan A2-1.
a. Pengambilan keputusan menjadi hal yang krusial dalam menentukan
keberhasilan implementasi ERP (A2-2 dan A2-3)
Hal ini terlihat dari dua item resiko yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan dalam implementasi ERP yaitu A2-2 dan A2-3
yang menempati nilai resiko tertinggi dibandingkan dengan item resiko
lainnya. Tidak adanya penanganan yang baik terhadap kedua item ini
dapat menimbulkan resiko yang tinggi bagi keberhasilan impelementasi
ERP. Lemahnya pengambilan keputusan dapat menyebabkan desain
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
87
proses dan konfigurasi sistem dalam implementasi ERP menjadi
menyimpang dari yang direncakan. Manfaat yang diharapkan dari
implementasi ERP pun menjadi tidak dapat dirasakan secara optimal.
Selain itu, kedua item ini dinilai memiliki resiko tinggi dikarenakan dalam
prakteknya banyak manajemen yang tidak mendefinisikan dengan baik
akuntabilitas dan otoritas dari para pengambil keputusan dalam
implementasi ERP.
b. Pedefinisian akuntabilitas yang buruk dari integritas data master (A2-5)
Data master adalah data-data utama yang terlibat di dalam sistem seperti
data persediaan, bill of material. Untuk berfungsi dengan optimal, sistem
ERP memerlukan data dengan tingkat integritas yang tinggi. Artinya data-
data tersebut harus benar-benar lengkap dan terstruktur dengan baik.
Untuk itu, sangat penting dilakukan penetapan yang jelas siapa yang
bertanggung jawab menjaga akuntabilitas dan integritas dari data master
tersebut.
c. Gagal dalam memberikan perbaikan proses secara berkelanjutan (A2-1)
Item ini dinilai memiliki resiko tinggi karena manfaat ERP paling dapat
dirasakan apabila diikuti oleh perbaikan terus-menerus terhadap proses
bisnis yang dimilikinya. Dengan menerapkan sistem ERP sesungguhnya
kesempatan bagi perusahaan untuk mengevaluasi proses bisnis yang
dimilikinya apakah sudah efektif dan efisien. Tidak adanya perbaikan
proses secara berkelanjutan dapat menyebabkan investasi dalam
implementasi ERP menjadi tidak sepenuhnya optimal.
3.3.1.2 Analisa Kategori Kurangnya komitmen manajemen level atas (A1) Dari kategori ini, terdapat 3 buah item resiko termasuk ke dalam kategori
resiko tinggi yaitu item A1-2, A1-3, dan A1-5.
a. Kurangnya komitmen manajemen level atas terhadap proyek ERP (A1-2)
Tidak jarang kegagalan implementasi ERP dikarenakan kurangnya
komitmen dan dukungan manajemen terhadap implementasi ERP.
Komitmen ini pulalah yang akan menentukan keseriusan manajemen
dalam menerapkan manajemen resiko dalam implementasi ERP.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
88
b. Tidak adanya roadmap yang kuat (A1-3)
Tidak adanya roadmap yang kuat dapat menyebabkan proses perubahan
organisasi dalam implementasi ERP menjadi tidak berjalan dengan baik.
Hal ini dapat menyebabkan ketidakjelasan arah implementasi ERP.
c. Pemisahan peran IT dalam kepentingan bisnis (A1-5)
Implementasi ERP tidak boleh hanya dilihat sebagai proyek TI saja.
Perusahaan perlu melihat implementasi ERP sebagai enabler strategi
bisnis perusahaan.
3.3.1.3 Analisa Kategori Lemahnya Fokus Pada Proses Bisnis (A3) Ada tiga item dari kategori A3 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi yaitu A3-2, A3-3, dan A3-1.
a. Tim implementasi gagal dalam memahami karakateristik sistem sehingga
solusi yang dihasilkan tidak optimal (A3-2)
Sistem ERP adalah salah satu sistem teknologi informasi yang paling
kompleks yang diterapkan dalam sebuah perusahaan. Kegagalan dalam
memahami karakteristik sistem dalam perusahaan dapat menyebabkan
solusi yang dihasilkan dari implementasi ERP menjadi tidak optimal.
b. Parameter performa dan target tidak terdefinisikan dengan baik; lemahnya
hubungan antara desain proses dan business case (A3-3)
Sistem ERP memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat dirasakan
manfaatnya. Untuk dapat mempertahankan motivasi para manajemen dan
pengguna, sangat penting untuk membangun penilaian performa yang
dapat memberikan informasi mengenai arah kemajuan dari implementasi
ERP (Al-Mashari and Zairi, 2000a).
c. Gagal dalam mengimplementasikan best practices dan tidak memiliki
rencana untuk mengimplementasikannya (A3-1)
Salah satu kelebihan dari pengimplementasian ERP dalam sebuah
perusahaan adalah perusahaan dapat mengevaluasi dan memperbaiki
proses bisnisnya. Perusahaan yang tidak berencana untuk
mengimplementasikan proses bisnis yang best practices tidak dapat
merasakan manfaat sepenuhnya implementasi sistem ERP.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
89
3.3.1.4 Analisa Kategori Isu Konfigurasi Teknologi Informasi (A6) Ada satu item dari kategori A6 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi yaitu A6-4.
a. Sistem terlalu banyak dikustomisasi saat implementasi menyebabkan
kesulitan dalam upgrade dan pemeliharaan (A6-4)
Tingkat kustomisasi yang terlalu tinggi dalam implementasi ERP memiliki
resiko yang tinggi akan timbulnya masalah di masa depan. Implementasi
ERP pun akan menjadi lebih mahal.
3.3.1.5 Analisa Kategori Tantangan Adaptasi Pengguna Sistem (A4) Ada satu item dari kategori A4 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi yaitu A4-2.
b. Tidak cukupnya manajemen perubahan untuk membimbing pengguna
sistem menjalankan peran dan proses yang baru
Salah satu tantangan terberat di dalam implementasi ERP adalah
mengelola perubahan yang terjadi di dalam organisasi pascaimplementasi
ERP. Banyak perusahaan yang gagal mendapatkan manfaat dari
implementasi ERP dikarenakan lemahnya manajemen perubahan.
Organisasi masih menggunakan cara kerja yang lama sekalipun sistem
yang baru sudah diimplementasikan. Investasi yang dikeluarkan untuk
sistem ERP pun menjadi terbuang sia-sia.
3.3.1.6 Analisa Kategori Permasalahan Infrastruktur (A7) Ada satu item dari kategori A7 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi yaitu A7-2.
a. Waktu respon sistem yang lambat
Permasalahan infrastruktur seperti waktu respon sistem yang lambat,
jaringan yang tidak dapat mengakomodasi volume lalu lintas data dapat
menghambat proses adopsi dan merusak produktivitas
.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
90
3.3.1.7 Analisa Kategori Lemahnya Dukungan Organisasi (A5) Tidak ada item dari kategori A5 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi. Item resiko dari kategori A5 ini lebih banyak ditemukan pada kategori
resiko menengah.
Hal ini mengindikasikan item resiko dalam kategori ini dipandang penting
untuk diperhatikan dalam implementasi ERP, namun perusahaan pada umumnya
sudah memiliki tindakan penanganan terhadap item resiko ini.
3.3.2 Analisa Item Kategori Resiko Menengah Gambar 3.5 memperlihatkan proporsi item yang memiliki kategori resiko
menengah.
Gambar 3.5 Proporsi Item Kategori Resiko Menengah
Tabel 3.8 memperlihatkan peringkat proporsi item kategori resiko
menengah. Dari tabel ini terlihat kategori resiko lemahnya dukungan organisasi
dan isu konfigurasi teknologi informasi memiliki persentase terbanyak yaitu
sebesar 33%. Hal ini mengindikasikan kedua kategori tersebut dipandang
memiliki tingkat resiko menengah.
Tabel 3.8 Proporsi Item Kategori Resiko Menengah ID Item Resiko Menengah
A5 Lemahnya dukungan organisasi 33%
A6 Isu konfigurasi teknologi informasi 33%
A4 Tantangan adaptasi pengguna system 19%
A1 Kurangnya komitmen manajemen level
atas
10%
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
91
A3 Lemahnya fokus pada proses bisnis 5%
A2 Lemahnya proses implementasi 0%
A7 Permasalahan infrastruktur 0%
(sumber: penulis)
Berikut ini adalah item-item resiko yang termasuk ke dalam kategori
menengah:
Tabel 3.9 Item Kategori Resiko Menengah ID Item Resiko
A1-1 Pendefinisian perencanaan yang buruk untuk
menghubungkan implementasi ERP dengan perubahan
strategi perusahaan
A3-4 Proses statis dan tidak dapat beradaptasi dengan perubahan
kondisi bisnis
A4-1 Tidak cukupnya pelatihan
A5-6 Tidak efektifnya peran manajemen konsultasi
A5-7 Rendahnya kapabilitas dalam manajemen proyek ERP
A4-5 Rendahnya tingkat partisipasi pengguna sebelum dan
sesudah fase implementasi
A5-5 Mengabaikan potensi komunikasi
A6-6 Rendahnya dukungan terhadap beberapa fungsionalitas
bisnis yang diperlukan
A1-4 Business case yang tidak terdefinisikan dengan baik,tidak
mendorong, atau kurang cukupnya komitmen tim eksekutif
untuk menjalankannya
A4-3 Tidak cukupnya struktur dan sumber daya yang berperan
sebagai user-support
A5-4 Mengabaikan pentingnya pengukuran perkembangan dan
performa di dalam proyek ERP
A6-8 Penentuan pemilihan server yang tidak didasarkan kepada
analisa keperluan penyimpanan data
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
92
A6-3 Data warehouse tidak diimplementasikan;menghambat
efektivitas penggunaan data yang tersedia
A6-2 Sistem yang terlalu rumit dan tidak user friendly
menyebabkan pengguna bekerja di luar sistem
A6-5 Rendahnya fleksibilitas dalam aplikasi ERP yang
digunakan
A4-4 Tidak cukupnya dukungan dan akuntabilitas terhadap
pelatihan dan manajemen pengetahuan yang berlangsung
A5-2 Gagal dalam mengidentifikasi terjadinya gap talenta dalam
perusahaan
A5-3 Organisasi fungsional tidak dipersiapkan dengan baik
untuk menggunakan sistem baru dengan efektif
A6-9 Terbatasnya integrasi aplikasi dan system
A6-
10
Tidak berjalannya pemeliharaan pencegahan (preventive
maintenance)
A5-1 Gagal dalam mengimplementasikan perubahan dalam
definisi peran dan desain organisasi yang diperlukan untuk
mencapai business case yang diharapkan
(sumber: penulis)
3.3.2.1 Analisa Kategori Lemahnya Dukungan Organisasi (A5) Ada tujuh item dari kategori A5 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
menengah yaitu A5-6, A5-7, A5-5, A5-4, A5-2, A5-3 dan A5-1 .
a. Tidak efektifnya peran manajemen konsultasi (A5-6)
Konsultan ERP sangat berperan dalam memberikan edukasi mengenai cara
kerja sistem ERP di dalam proses bisnis perusahaa. Hal ini dikarenakan
perusahaan tidak memiliki pengetahuan awal yang memadai tentang
implementasi ERP. Peran konsultan akan sangat penting sepanjang
berjalannya proses implementasi.
Peran konsultan dalam proyek ERP antara lain:
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
93
• Enabler dan information resource konsultan memiliki keahlian
konsultansi, pengalaman best practices, benchmarking, dsb. Keahlian ini
berguna dalam menetapkan ekspetasi dan standar performa dari proyek
ERP.
• Co-Innovator konsultan berperan dalam membantu perusahaan dalam
menginterpretasikan dan memberi advokasi terhadap keinginan dan
kebutuhan perusahaan dengan menyediakan sistem teknologinya.
b. Rendahnya kapabilitas dalam manajemen proyek ERP (A5-7)
Setiap proyek implementasi sebuah sistem menghadapi tantangan dari
aspek finansial, fungsional, dan teknikal. Begitu pula dengan proyek ERP.
Sistem ERP dapat dikatakan sebagai sebuah sistem bisnis yang paling
kompleks yang diterapkan dalam sebuah perusahaan. Kompleksitas ini
terlihat dari tingginya jumlah pengguna sistem, ukuran database, volume
transaksi, dan sebagainya.
Manajemen proyek dan perubahan menjadi salah satu faktor kunci
kesuksesan implementasi ERP (Davenport, 2000; Mandal and
Gunasekaran, 2003; Motwani et al. 2002).
c. Mengabaikan potensi komunikasi (A5-5)
Komunikasi adalah hal yang sangat kritikal dalam implementasi ERP
(Falkowski et al.,1998). Kegagalan dalam manajemen perubahan dapat
disebabkan oleh kurangnya komunikasi di antara pengguna sistem. Para
karyawan perlu dikomunikasikan ruang lingkup, tujuan dan kegiatan
dalam proses perubahan yang terjadi dalam implementasi ERP (Sumner,
1999).
d. Mengabaikan pentingnya pengukuran perkembangan dan performa di
dalam proyek ERP (A5-4)
Sistem performa diperlukan untuk memonitor kemajuan usaha manajemen
perubahan ERP (Aladwani, 2001). Pengukuran performa implementasi
ERP sangat penting untuk terus memotivasi para pengguna system ERP
terlibat di dalam implementasi ERP.
e. Gagal dalam mengidentifikasi terjadinya gap talenta dalam perusahaan
(A5-2)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
94
Implementasi sistem ERP menyebabkan terjadinya perubahan cara kerja.
Hal ini menuntut adanya perubahan kualifikasi dari pengguna sistem.
Resiko ini sedikit banyak sudah dapat teratasi dari pelatihan yang
diberikan oleh konsultan ERP. Konsultan ERP yang akan berperan untuk
menyusun kualifikasi yang diperlukan dan dari informasi ini akan
diberikan pelatihan untuk mengatasi terjadinya gap talenta tersebut.
f. Organisasi fungsional tidak dipersiapkan dengan baik untuk menggunakan
sistem baru dengan efektif (A5-3)
Tidak cukupnya komunikasi dan pelatihan akan menyebabkan pengguna
sistem tidak siap untuk menggunakan sistem ERP di dalam operasional
pekerjaannya.
g. Gagal dalam mengimplementasikan perubahan dalam definisi peran dan
desain organisasi yang diperlukan untuk mencapai business case yang
diharapkan (A5-1)
Keberhasilan dalam implementasi ERP memerlukan perubahan peran dari
para pengguna sistem. Hal ini terkait dengan perubahan cara kerja dari
pemiliki proses pasca implementasi sistem ERP.
3.3.2.2 Analisa Kategori Isu Konfigurasi Teknologi Informasi (A6) Ada tujuh item dari kategori A6 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
menengah yaitu A6-6, A6-8, A6-3, A6-2, A6-5, A6-9, A6-10.
a. Rendahnya dukungan terhadap beberapa fungsionalitas bisnis yang
diperlukan (A6-6)
Dalam memilih aplikasi sistem ERP yang akan digunakan, perusahaan
perlu untuk memastikan aplikasi yang dipilih dapat mengakomodasi
kebutuhan fungsionalitas bisnis perusahaan.
b. Penentuan pemilihan server yang tidak didasarkan kepada analisa
keperluan penyimpanan data (A6-8)
Analisa keperluan penyimpanan data diperlukan untuk memastikan server
yang dipilih dapat menampung lalu lintas transaksi data perusahaan. Hal
ini akan mencegah terjadinya sistem tidak berjalan dengan optimal
dikarenakan lemahnya dukungan infrastruktur data.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
95
c. Data warehouse tidak diimplementasikan;menghambat efektivitas
penggunaan data yang tersedia (A6-3)
Data warehouse dalam sistem ERP diperlukan untuk memastikan data-data
yang terlibat di dalam transaksi perusahaan tersimpan dan terkoordinasi
dengan baik. Hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga data-data yang
digunakan tetap berkualitas dan memiliki akurasi yang tinggi. Selain itu,
dengan adanya data warehouse, akan menunjang pengguna sistem untuk
menggunakan dan memanipulasi data (data mining).
d. Sistem yang terlalu rumit dan tidak user friendly menyebabkan pengguna
bekerja di luar sistem (A6-2)
Konsultan ERP harus membuat desain user interface dari sistem ERP yang
dapat memudahkan para penggunanya untuk menggunakan sistem
tersebut.
e. Rendahnya fleksibilitas dalam aplikasi ERP yang digunakan (A6-5)
Salah satu implikasi dari implementasi sistem ERP adalah adanya
pembatasan akses terhadap data-data tertentu sesuai dengan peran dari
pengguna sistem. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga integritas data yang
ada. Namun demikian, terlampau rendahnya fleksibilitas dalam akses
terhadap data ini dapat menyebabkan pengguna akhirnya bekerja di luar
sistem ERP. Dalam hal ini, sangat penting untuk memastikan setiap
pengguna memiliki akses terhadap data yang dibutuhkannya.
f. Terbatasnya integrasi aplikasi dan system (A6-9)
Konsultan ERP perlu untuk memastikan sistem ERP dapat terintegrasi
dengan sistem lama yang sudah diimplementasikan terlebih dahulu.
Mengintegrasikan sistem ERP dengan sistem TI lama perusahaan
bukanlah hal yang mudah. Konsultan ERP dan manajemen perusahaan
perlu untuk berdiskusi untuk memutuskan apakah tetap mempertahankan
sistem TI lama dan kemudian mencoba untuk mengintegrasikannya
dengan sistem ERP atau memutuskan untuk mengganti sistem TI yang
lama.
g. Tidak berjalannya pemeliharaan pencegahan (A6-10)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
96
Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) penting untuk
memastikan infrastuktur TI perusahaan mampu beroperasi dengan optimal.
3.3.2.3 Analisa Kategori Tantangan Adaptasi Pengguna Sistem (A4) Ada empat item dari kategori A4 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
menengah yaitu A4-1, A4-5, A4-3, dan A4-4.
a. Tidak cukupnya pelatihan (A4-1)
Perubahan cara kerja yang timbul dari implementasi ERP menyebabkan
diperlukannya pelatihan untuk para pengguna sistem ERP. Konsultan ERP
berperan untuk memastikan pelatihan yang diberikan sudah mencukupi.
b. Rendahnya tingkat partisipasi pengguna sebelum dan sesudah fase
implementasi (A4-5)
Sangat penting untuk melibatkan pengguna sistem di dalam fase sebelum
dan sesudah implementasi. Hal ini untuk menangkap apa yang menjadi
kebutuhan dari pengguna sistem. Cara ini juga dimaksudkan untuk
memperoleh komitmen para pengguna sistem terhadap implementasi ERP.
c. Tidak cukupnya struktur dan sumber daya yang berperan sebagai user-
support (A4-3)
Perusahaan perlu memastikan tersedianya user support dan sumber daya
untuk mendukung operasional harian selama implementasi berlangsung.
Secara spesifik, manajemen dapat membuat help desk untuk keperluan ini.
Manajemen menyediakan pelatihan termasuk pada fase pasca
implementasi.
d. Tidak cukupnya dukungan dan akuntabilitas terhadap pelatihan dan
manajemen pengetahuan yang berlangsung (A4-4)
Manajemen perlu memberikan dukungan dan perhatian terhadap proses
pelatihan dan manajemen pengetahuan dalam implementasi ERP.
3.3.2.4 Analisa Kategori Kurangnya Komitmen Manajemen Level Atas (A1) Ada dua item dari kategori A1 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
menengah yaitu A1-1 dan A1-4.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
97
a. Pendefinisian perencanaan yang buruk untuk menghubungkan
implementasi ERP dengan perubahan strategi perusahaan (A1-1)
Tidak jarang ditemukan perusahaan yang tidak menghubungkan strategi
implementasi ERP dengan strategi bisnis perusahaan. Hal ini
mengakibatkan manfaat dari sistem ERP tidak dapat dirasakan dengan
optimal.
b. Business case yang tidak terdefinisikan dengan baik,tidak mendorong, atau
kurang cukupnya komitmen tim eksekutif untuk menjalankannya (A1-4)
Penyusunan business case ini bukanlah suatu hal yang mudah. Kesulitan
dapat timbul dari sulitnya mengukur secara pasti nilai manfaat dari
implementasi ERP.
3.3.2.5 Analisa Kategori Lemahnya Fokus Pada Proses Bisnis (A3) Ada satu item dari kategori A3 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
menengah yaitu A3-4.
a. Proses statis dan tidak dapat beradaptasi dengan perubahan kondisi bisnis
(A3-4)
Banyak perusahaan yang tidak secara terus menerus melakukan proses
perbaikan setelah proyek ERP dijalankan. Padahal perubahan kondisi
bisnis menuntut perusahaan untuk beradaptasi untuk dapat terus
kompetitif.
3.3.2.6 Analisa Kategori Lemahnya Proses Implementasi (A2) Tidak ada item dari kategori A2 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
menengah.
3.3.2.7 Analisa Kategori Permasalahan Infrastruktur (A7) Tidak ada item dari kategori A7 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
menengah
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
98
3.3.3 Analisa Item Kategori Resiko Rendah Gambar 3.6 memperlihatkan proporsi item yang memiliki kategori resiko
rendah.
Gambar 3.6 Proporsi Item Kategori Resiko Rendah
Tabel 3.10 Peringkat Proporsi Item Kategori Resiko Rendah ID Item Resiko Rendah
A2 Lemahnya proses implementasi 25%
A3 Lemahnya fokus pada proses bisnis 25%
A6 Isu konfigurasi teknologi informasi 25%
A7 Permasalahan infrastruktur 25%
A1 Kurangnya komitmen manajemen level
atas
0%
A4 Tantangan adaptasi pengguna system 0%
A5 Lemahnya dukungan organisasi 0%
(sumber: penulis)
Berikut ini adalah item-item resiko yang termasuk ke dalam kategori
rendah:
Tabel 3.11 Item Kategori Resiko Rendah ID Item Resiko
A2-4 Model pendanaan yang tidak efektif dan gagal
menghasilkan peningkatan yang bernilai tinggi
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
99
A3-5 Kekurangan dalam desain data master menghambat
performa proses
A6-1 Peran dan sistem keamanan yang didefinisikan terlalu
kaku;membatasi akses terhadap data dan penggunaan
system
A7-1 Biaya operasional yang diestimasikan terlalu rendah
melemahkan pencapaian business case
(sumber: penulis)
3.3.3.1 Analisa Kategori Lemahnya Proses Implementasi (A2) Ada satu item dari kategori A2 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi yaitu A2-4.
a. Model pendanaan yang tidak efektif dan gagal menghasilkan peningkatan
yang bernilai tinggi
Model pendanaan dikategorikan sebagai resiko yang rendah karena
perusahaan dalam menyusun model pendanaannya sudah melalui
konsultasi dengan konsultan ERP terlebih dahulu.
3.3.3.2 Analisa Kategori Lemahnya Fokus Pada Proses Bisnis (A3) Ada satu item dari kategori A3 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi yaitu A3-5.
a. Kekurangan dalam desain data master menghambat performa proses
Resiko yang dapat muncul dari kurangnya desain data master sudah
ditransfer menjadi tanggung jawab dari konsultan ERP.
3.3.3.3 Analisa Kategori Isu Konfigurasi Teknologi Informasi (A6) Ada satu item dari kategori A6 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi yaitu A6-1.
a. Peran dan sistem keamanan yang didefinisikan terlalu kaku;membatasi
akses terhadap data dan penggunaan system
Perlu diperhatikan bahwa para pengguna sistem memiliki akses terhadap
data yang dibutuhkannya.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
100
3.3.3.4 Analisa Kategori Permasalahan Infrastruktur (A7) Ada satu item dari kategori A7 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi yaitu A7-1.
a. Biaya operasional yang diestimasikan terlalu rendah melemahkan
pencapaian business case
Manajemen perusahaan bersama-sama dengan konsultan ERP melakukan
estimasi terhadap biaya operasional yang dibutuhkan selama implementasi
ERP berlangsung.
3.3.3.5 Analisa Kategori Kurangnya Komitmen Manajemen Level Atas (A1) Tidak ada item dari kategori A1 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi.
3.3.3.6 Analisa Kategori Tantangan Adaptasi Pengguna Sistem (A4) Tidak ada item dari kategori A4 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi.
3.3.3.7 Analisa Kategori Lemahnya Dukungan Organisasi (A5) Tidak ada item dari kategori A7 yang dapat dikategorikan sebagai resiko
tinggi.
3.3.4 Analisa Keseluruhan Kategori Resiko Tabel 3.12 Persebaran Item Resiko
ID Tinggi Menengah Rendah
A1 3 2 0A2 4 0 1A3 3 1 1A4 1 4 0A5 0 7 0A6 2 7 1A7 1 0 1
(sumber: penulis)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
101
3
43
10
2
1
0%
20%
40%
60%
80%
100%
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7
Menengah
Tinggi
Rendah
Gambar 3.7 Proporsi Keseluruhan Kategori Level Resiko
Dari grafik di atas, dapat diperoleh informasi mengenai komposisi tingkat
resiko untuk tiap kategori resiko.
Informasi yang dapat kita peroleh dari grafik tersebut antara lain:
a. Tidak adanya item dengan kategori resiko rendah untuk kategori resiko
A1, A4, dan A5
b. Tidak adanya item dengan kategori resiko menengah untuk kategori resiko
A2 dan A7
c. Tidak adanya item dengan kategori resiko tinggi untuk kategori resiko A5.
Semua item resiko dalam kategori A5 memiliki tingkat resiko menengah
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
102 Universitas Indonesia
4. ANALISIS
4.1 Perencanaan Tindakan Penanganan Resiko Dalam penanganan suatu resiko, perlu diperhatikan peringkat resiko
tersebut. Resiko dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: tinggi, menengah dan
rendah. Semakin tinggi suatu resiko semakin memerlukan perhatian khusus dan
priorias penanganan. Perencanaan tindakan penangan resiko dalam penelitian ini
akan diprioritaskan pada item dengan kategori resiko tinggi.
Manajemen perlu menentukan strategi tindakan penanganan tiap item
resiko. Secara umum, ada empat strategi utama dalam penanganan resiko:
menghindari (avoidance), memindahkan resiko (transfer), mengurangi resiko
(mitigate) dan menerima resiko (accept). Dalam penelitian ini, strategi
penanganan resiko yang dominan adalah mengindari resiko (avoidance).
Penyusunan strategi penanganan resiko dilakukan melalui pengumpulan
rekomendasi tindakan penanganan melalui penyebaran kuesioner, wawancara
konsultan ERP dan studi literatur jurnal.
4.1.1 Pengumpulan Rekomendasi Tindakan Penanganan Melalui Kuesioner Kuesioner untuk mendapatkan rekomendasi tindakan penanganan ini
bersifat open question. Artinya, responden dapat memberikan rekomendasi tanpa
dibatasi jumlah rekomendasi.
Responden dalam kuesioner ini adalah responden yang sama dengan
responden pada kuesioner pertama dan kedua yaitu konsultan ERP dari
Accenture. Para responden ini memberikan rekomendasi tindakan penanganan
resiko berdasarkan pengalaman profesional mereka dalam menangani
implementasi ERP.
Gambar 4.1 adalah contoh kuesioner yang digunakan untuk mendapatkan
rekomendasi tindakan penanganan resiko.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
103
Gambar 4.1 Kuesioner Rekomendasi Tindakan Penanganan Resiko
Hasil lengkap kuesioner rekomendasi tindakan penanganan resiko dapat
dilihat pada lampiran 5.
Dari kuesioner ini, terlihat adanya hubungan keterkaitan antarresiko
dimana. Hal ini berimplikasi pada suatu tindakan penanganan resiko dapat
mengatasi lebih dari satu item resiko.
Untuk itu, penulis melakukan pengelompokkan terhadap item-item resiko
yang saling berkaitan dan memiliki tindakan penanganan yang sama. Dari
pengelompokkan ini diperoleh 6 buah aktivitas utama tindakan penanganan
resiko. Aktivitas tersebut antara lain:
a. Pendefinisian tanggung jawab dan otoritas pengambilan keputusan dari
para manajer dan pemilik proses yang terlibat di dalam proyek ERP
Tindakan penanganan ini diperlukan menangani untuk item resiko:
• Manajer proses/pemilik tidak memiliki akuntabilitas yang
terdefinisikan dengan baik,atau tidak memiliki otoritas untuk
pengambilan keputusan (A2-2)
• Lemahnya pengambilan keputusan di antara pemilik proses dari unit
bisnis yang berbeda, menghasilkan desain proses dan konfigurasi
sistem yang menyimpang dari yang direncanakan (A2-3)
• Pendefinisian akuntabilitas yang buruk dari integritas data master (A2-
5)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
104
b. Upaya peningkatan komitmen dari manajemen level atas terhadap proyek
ERP
Tindakan penanganan ini diperlukan menangani untuk item resiko:
• Kurangnya komitmen manajemen level atas dalam proyek ERP (A1-2)
c. Manajemen perubahan proyek ERP
Tindakan penanganan ini diperlukan menangani untuk item resiko:
• Tidak cukupnya manajemen perubahan untuk membimbing pengguna
sistem menjalankan peran dan proses yang baru (A4-2)
• Kurangnya Roadmap yang kuat yang berperan memandu proses
perubahan dalam organisasi selama proses implementasi berjalan (A1-
3)
• Rendahnya parameterisasi, standardisasi, dan dokumentasi (A6-7)
d. Studi kelayakan untuk memahami sistem secara lebih komprehensif
Tindakan penanganan ini diperlukan menangani untuk item resiko:
• Tim implementasi gagal dalam memahami karakateristik sistem
sehingga solusi yang dihasilkan tidak optimal (A3-2)
• Waktu respon sistem yang lambat,menghambat proses adopsi dan
merusak produktivitas (A7-2)
e. Penyusunan business case
Tindakan penanganan ini diperlukan menangani untuk item resiko:
• Pemisahan peran IT dalam kepentingan bisnis (A1-5)
• Parameter performa dan target tidak terdefinisikan dengan baik;
lemahnya hubungan antara desain proses dan business case (A3-3)
f. Perbaikan proses yang berkelanjutan untuk mencapai best practices
Tindakan penanganan ini diperlukan menangani untuk item resiko:
• Gagal dalam memberikan perbaikan proses secara berkelanjutan (A2-
1)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
105
• Gagal dalam mengimplementasikan best practices dan tidak memiliki
rencana untuk mengimplementasikannya (A3-1)
• Sistem terlalu banyak dikustomisasi saat implementasi menyebabkan
kesulitan dalam upgrade dan pemeliharaan (A6-4)
4.1.2 Pendefinisian Tanggung Jawab dan Otoritas Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah hal yang kritis di sepanjang dan sesudah
proses implementasi proyek ERP. Banyak keputusan penting yang perlu diambil
dan keputusan ini mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi ERP.
Pengambilan keputusan dalam implementasi ERP tidaklah mudah Hal ini
dikarenakan kompleksnya implementasi ERP. Banyak aspek yang perlu
dipertimbangkan mengingat setiap keputusan yang diambil dapat mempengaruhi
berbagai unit bisnis dan fungsi. Contohnya, pemilik proses harus menentukan
mempertahankan proses bisnis saat ini atau mengikuti best practices.
Besarnya dampak dari sebuah keputusan tidak jarang membuat pengambil
keputusan takut dalam mengambil keputusan. Mereka takut dipersalahkan oleh
pihak manajemen apabila keputusan yang diambilnya menyebabkan masalah di
kemudian hari. Kondisi ini dapat menyebabkan terhambatnya proses
implementasi ERP.
Contoh pengambilan keputusan penting dalam implementasi ERP adalah
keputusan terkait dengan integritas data master. Data master adalah data-data
utama yang terlibat di dalam sistem seperti data persediaan, bill of material, dsb.
Untuk berfungsi dengan optimal, sistem ERP memerlukan data dengan
tingkat integritas yang tinggi. Artinya data-data tersebut harus benar-benar
lengkap dan terstruktur dengan baik. Untuk itu, sangat penting adanya penetapan
yang jelas orang yang bertanggung jawab terhadap akuntabilitas dan integritas
dari data master tersebut.
Selain permasalahan kompleksitas, tidak efektifnya pengambilan
keputusan juga disebabkan oleh tidak terdefinisikannya dengan baik otoritas dari
pengambil keputusan. Para pemilik proses bisnis tidak mengetahui dengan jelas
apa yang menjadi peran dan tanggung jawabnya. Tidak ada pendefinisian formal
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
106
mengenai peran dan tanggung jawab dapat menyebabkan kebingungan dalam
pengambilan suatu keputusan (Dutta and Evrard, 1999).
Perusahaan dapat berdiskusi dengan konsultan ERP untuk menentukan
peran dan tanggung jawab yang diperlukan dalam sebuah implementasi ERP.
Konsultan ERP dapat memberikan informasi mengenai keputusan apa yang perlu
diambil selama implementasi berlangsung, kualifikasi apa yang dibutuhkan dari
pengambil keputusan, serta otoritas apa yang diperlukan.
Proses ini harus dilakukan di awal proyek supaya saat proses implementasi
berlangsung tidak ada kebingungan siapa yang bertanggung jawab terhadap suatu
pengambilan keputusan saat implementasi sudah berlangsung. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan manajemen adalah:
• Manjemen perlu memastikan para pengambil keputusan dalam
implementasi ERP memahami dengan baik proses bisnis yang menjadi
tanggung jawabnya, cara kerja sistem ERP, tujuan implementasi ERP, dsb.
Hal ini agar keputusan yang diambil sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
• Manajemen perlu mendefinisikan dengan jelas prosedur pengambilan
keputusan dalam implementasi ERP. Hal ini agar pengambil keputusan
mengetahui dengan jelas apa yang perlu dilakukan dalam membuat suatu
keputusan. Prosedur ini sekaligus menjadi alat kontrol manajemen.
• Manajemen perlu proaktif dalam memfasilitasi proses pengambilan
keputusan ini. Dukungan dapat diberikan dalam bentuk memberikan saran
dan masukan apabila ditemukan pengambilan keputusan yang sulit.
Manajemen juga dapat memfasilitasi pertemuan antar pemilik proses bisnis
apabila pengambilan suatu keputusan melibatkan pihak lain.
• Manajemen perlu menentukan level otoritas yang tepat dari pengambil
keputusan. Pertanyaan yang seringkali muncul dalam penentuan otoritas ini
adalah sejauh mana suatu otoritas diberikan kepada pengambil keputusan.
Untuk hal ini, manajemen dapat mempertimbangkan faktor-faktor seperti
tingkat dampak dari suatu keputusan dan ruang lingkup pengambilan
keputusan. Contoh dari tingkat dampak adalah otoritas dari pengambil
keputusan diberikan sebatas tidak mempengaruhi biaya proyek. Sedangkan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
107
untuk contoh ruang lingkup, otoritas pengambilan keputusan dapat dibatasi
hanya pada proses bisnis yang dipimpin.
Gambar 4.2 adalah flowchart dari pendefinisian tanggung jawab dan otoritas
pengambilan keputusan.
Gambar 4.2 Flowchart Pendefinisian Tanggung Jawab dan Otoritas Pengambilan Keputusan
4.1.3 Peningkatan Komitmen Manajemen Level Atas Terhadap Proyek ERP Dari 16 belas kriteria di dalam Oliver Wight ABCD Checklist (Oliver
Wight ABCD Checklist adalah metode pengukuran manajemen yang efektif dalam
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
108
industri manufaktur dan jasa untuk membandingkan performa dan kapabilitas
perusahaan yang mengimplemetasikan sistem ERP), komitmen manajemen
menjadi salah satu kriteria penilaian. Hal ini mengindikasikan pentingnya faktor
komitmen manajemen dalam keberhasilan implementasi ERP. Beberapa alasan
mengapa keterlibatan manajemen level atas begitu diperlukan:
• Manajemen level atas yang paling tahu dengan pasti bagaimana bisnis harus
dijalankan.
• Proyek ERP memerlukan keterlibatan semua departemen Untuk itu perlu
manajemen level atas yang dapat menggerakkan dan memfasilitasi
• Manajemen level atas diperlukan dalam penyediaan sumber daya untuk
keperluan proyek (Holland et al., 1999)
Sekalipun komitmen manajemen sangat penting, seringkali ditemukan
permasalahan di dalam proyek ERP dikarenakan kurangnya komitmen dari
manajemen. Penulis meneliti setidaknya ada tiga penyebab kurangnya komitmen
dari manajemen dalam implementasi ERP yaitu:
a. Manajemen tidak mengerti dengan baik bentuk dukungan manajemen seperti
apa yang diperlukan di dalam proyek ERP
Hal ini disebabkan manajemen tidak memahami sepenuhnya cara kerja sistem
ERP. Masalah ini dapat diatasi dengan cara mengadakan first cut education
yaitu pelatihan yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan secara umum
mengenai sistem ERP.
Dari pelatihan ini, manajemen dapat mengidentifikasi peran apa yang perlu
dilakukannya di dalam implementasi ERP. Setidaknya ada empat peran
manajemen yang diperlukan dalam implementasi ERP yaitu:
• Pemberdaya tim
Manajemen terlibat dalam pemilihan anggota tim proyek ERP yang
berpengalaman serta memahami dengan baik visi dan misi organisasi.
Anggota tim yang terpilih merupakan representasi dari pihak-pihak yang
terlibat di dalam proyek.
• Penetapan pengambil keputusan
Apabila anggota tim tidak dapat membuat keputusan, implementasi akan
terhambat bahkan gagal..
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
109
• Resolusi isu
Apabila ada suatu isu permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh
anggota tim, manajemen harus secara proaktif membantu di dalam
pengambilan keputusan (Roberts and Barrar, 1992). Untuk dapat
membantu dalam memberikan masukan, tentunya pihak manajemen harus
diberikan informasi yang jelas mengenai permasalahan yang terjadi berikut
opsi-opsi apa yang tersedia sebagai alternatif penyelesaian permasalah
tersebut.
• Manajemen perubahan
Manajemen dapat dilibatkan ke dalam sebuah steering comitee yang
membantu mengawasi proses implementasi. Manajemen perlu memastikan
organisasi mengerti perubahan apa yang perlu dan kapan dari
implementasi ERP.
b. Manajemen mengalami demotivasi karena tidak dapat melihat manfaat dari
implementasi ERP
Hal ini dapat terjadi karena proyek implementasi ERP memerlukan waktu
yang lama untuk dapat dirasakan manfaatnya. Dalam kondisi ini, dapat terjadi
manajemen dan pihak yang terlibat dalam implementasi ERP merasa frustasi.
Apalagi biaya yang dikeluarkan selama implementasi berlangsung sangatlah
besar.
Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan:
• Manajemen proyek yang baik
Manajer proyek harus memastikan implementasi ERP tidak menyimpang
dari jadwal dan anggaran yang direncanakan. Semakin terlambatnya
penyelesaian implementasi ERP, semakin manajemen merasa jenuh dan
mengalami demotivasi.
• Pengukuran performa implementasi ERP
Manajer proyek perusahaan bersama dengan pihak konsultan menetapkan
target-target performa yang diharapkan dari tiap fase implementasi ERP.
Dengan cara ini, para pengguna sistem ERP dapat terus dimotivasi karena
dapat merasakan manfaat sistem ERP walaupun belum lengkap. Cara ini
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
110
juga dapat dijadikan sebagai indikator evaluasi apakah implementasi ERP
sudah berjalan ke arah yang diinginkan atau tidak.
c. Manajemen tidak menjadikan proyek ERP sebagai prioritas nomor satu
Rendahnya komitmen dari manajemen disebabkan karena manajemen tidak
melihat proyek implementasi sistem ERP sebagai prioritas nomor satu.
Karyawan yang terlibat di dalam proyek ERP memiliki kesibukan dengan
pekerjaan utamanya. Keberhasilan atau kegagalan dari proyek ERP tidak
berpengaruh langsung terhadap penilaian performa mereka. Hal ini membuat
rasa memiliki terhadap proyek implementasi sistem ERP rendah.
Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan dengan membuat suatu skema
insentif agar para karyawan yang termotivasi untuk terlibat di dalam proyek
ERP. Skema insentif ini dapat berupa pemberian bonus, peningkatan jenjang
karir, pemberian pelatihan yang dapat meningkatkan kompetensi, dsb.
Gambar 4.3 adalah Flowchart pengukuran tingkat komitmen karyawan dan
budaya organisasi.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
111
Gambar 4.3 Flowchart Pengukuran Tingkat Komitmen Karyawan dan Budaya Organisasi
4.1.4 Manajemen Perubahan Proyek ERP Salah satu tantangan terberat di dalam implementasi ERP adalah
mengelola perubahan yang terjadi di dalam organisasi pasca-implementasi ERP.
Banyak perusahaan yang gagal mendapatkan manfaat dari implementasi ERP
dikarenakan lemahnya manajemen perubahan. Organisasi masih menggunakan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
112
cara kerja yang lama sekalipun sistem yang baru sudah diimplementasikan.
Investasi yang dikeluarkan untuk sistem ERP pun menjadi terbuang sia-sia.
Manajemen perubahan dalam implementasi ERP dipengaruhi juga oleh
jenis strategi implementasi yang dipilih. Secara umum ada dua strategi yang
dikenal di dalam proses implementasi proyek ERP yaitu strategi big bang dan
incremental. Apabila pada strategi big bang proses perubahan di dalam organisasi
terjadi dengan cepat, dalam strategi incremental proses perubahan terjadi lebih
lambat.
Dalam strategi big bang, metode ini mengharuskan perusahaan untuk
segera meninggalkan proses bisnis konvensional yang selama ini diterapkan.
Keseluruhan rangkaian dan prosedur proses bisnis diganti secara drastis dan
disesuaikan dengan sistem ERP yang diterapkan. Perusahaan mencoba
mengimplementasikan sistem ERP secara utuh dan terintegrasi pada seluruh area
kerja, sehingga perombakan dan penyesuaian harus dilakukan di seluruh lini atau
bagian perusahaan.
Keunggulan metode ini terlihat dari waktu pengerjaan proyek yang akan
lebih sedikit serta perusahaan cenderung lebih fokus pada implementasi sistem
ERP yang berjalan. Sebaliknya, investasi dana yang dikeluarkan serta
pengorbanan karyawan untuk merubah standar dan prosedur kerja akan sangat
besar.
Dalam strategi incremental, perusahaan mengimplementasikan sistem
ERP secara bertahap. Pada awalnya akan dilakukan uji coba pada salah satu
bagian yang tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan jika
ternyata gagal diterapkan. Perusahaan cenderung menyewa pihak luar atau
konsultan untuk mengembangkan bisnis proses yang ada, baru kemudian
dilakukan penyesuaian pada bagian yang bersangkutan. Jika uji coba berhasil
dilakukan, maka perusahaan akan langsung mengimplementasikan sistem ERP
pada bagian-bagian lain layaknya efek domino.
Metode ini sangat banyak diterapkan perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Selain faktor pengeluaran investasi yang cenderung aman, perusahaan dapat
langsung melihat efek sistem ERP yang diimplementasikan secara nyata sebelum
menerapkannya di seluruh perusahaan. Namun, perusahaan akan kesulitan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
113
menyesuaikan proses bisnis yang ada berkaitan dengan transformasi data pada
modul-modul berbeda. Metode inilah yang paling banyak menghasilkan
ketidakharmonisan data, jika tidak diterapkan secara tepat.
Selain menentukan jenis strategi implementasi yang akan dipilih, sangat
penting pula bagi perusahaan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang
dapat menjadi sumber resistensi terhadap perubahan.
Dalam penelitian jurnal berjudul Case Study: Identifying Resistance in
Managing Change diidentifikasi 7 buah faktor yang dapat menjadi sumber
resistensi terhadap perubahan:
a. Kepentingan pribadi (Self interest)
Seseorang harus dapat melihat manfaat yang didapatkannya dari suatu
perubahan sebelum ia menerima dan mendukung perubahan tersebut.
b. Dampak psikologis (Psychological impact)
Faktor ini berhubungan dengan persepsi terhadap rasa aman terhadap
pekerjaan dan kondisi status sosial seseorang dalam organisasi.
c. Kuatnya kebiasaan (Tyranny of custom)
Faktor kebiasaan dapat menjadi penghambat terhadap suatu perubahan.
d. Faktor redistribusi (Redistributive factor)
Terjadinya redistribusi sumber daya yang mengubah hubungan
antarinstitusi menyebabkan terjadinya resistensi terhadap perubahan.
e. Efek ketidakstabilan (destabilization effect)
Perubahan selalu dapat menimbulkan terjadinya ketidakstabilan yang
dapat menyebabkan munculnya resistensi terhadap perubahan.
f. Budaya (Culture)
Perubahan dapat menimbulkan konflik dengan budaya kerja tradisional
yang sudah ada sejak lama.
g. Efek politik (Political effect)
Resistensi dapat terjadi karena perubahan dapat mengancam nilai-nilai
yang diyakini saat ini.
Dalam penyusunan strategi manajemen perubahan, ada 4 tahapan utama yang
perlu dilakukan perusahaan yaitu:
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
114
• Perusahaan perlu melakukan terlebih dahulu pengukuran performa
manajemen perubahan yang ada.
Dari tahapan ini, diukur tingkat kesiapan perusahaan untuk menerima
perubahan. Untuk mengukur hal ini, dapat digunakan business maturity
matrix. Matriks ini menggunakan 5 faktor kunci kesuksesan dalam
manajemen perubahan. Kelima faktor tersebut antara lain:
• Komitmen
Meliputi pemahaman perubahan sebagai bagian dari strategi bisnis
perusahaan. Adanya rasa kepemilikan yang kuat pada manajemen level
atas yang ditunjukkan melalui penyediaan sumber daya yang
diperlukan oleh proyek agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
• Sosial dan budaya
Berhubungan dengan “manusia” sebagai salah satu elemen dalam
perubahan, meliputi perilaku, sikap dan persepsi terhadap suatu
perubahan
• Komunikasi
Meliputi segala isu yang berhubungan dengan komunikasi internal dan
eksternal. Hal ini meliputi metode dan isi dari pesan komunikasi yang
disampaikan
• Alat bantu dan metodologi
Berhubungan dengan penggunaan metodologi dalam manajemen
proyek, benchmarking, pengukuran performa dan proses. Termasuk
juga adalah analisa kebutuhan pengetahuan yang diperlukan agar
perubahan dapat berjalan dengan efektif dan penggunaan beragam
pelatihan untuk mencapai hal ini.
• Interaksi
Berhubungan dengan metode yang berhubungan dengan interaksi
dalam perusahaan seperti mengelola keseimbangan antara operasi
normal dengan perubahan lain yang dapat terjadi dalam perusahaan.
Dalam matriks ini, terdapat 6 level penilaian yang menggambarkan tingkat
kesiapan organisasi. untuk tiap kriteria
• Pemetaan hasil pengukuran performa
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
115
Setelah memperoleh pengukuran menggunakan business maturity
matrix, dilakukan pemetaan hasil pengukuran performa kesiapan
perusahaan menghadapi perubahan menggunakan radar chart. Dalam
radar chart yang sama, dipetakan juga target performa yang
diinginkan dicapai dalam menjalankan manajemen perubahan.
• Identifikasi area perbaikan yang diperlukan
Dari radar chart ini kemudian dapat terlihat komponen apa yang
masih kurang dan memerlukan perbaikan.
• Penetapan prioritas tindakan manajemen perubahan
Tahapan terakhir adalah penetapan prioritas tindakan manajemen
perubahan yang akan dilakukan oleh perusahaan.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
116
Gambar 4.4 Flowchart Pendefinisian Strategi Manajemen Perubahan
Setelah mendapatkan strategi manajemen perubahan, manajemen perlu
pula memperhatikan hal-hal yang sangat penting di dalam mengelola manajemen
perubahan yaitu komunikasi yang efektif, pelatihan, dan sistem pemonitoran sertta
pengevaluasian performa implementasi sistem ERP.
a. Komunikasi
Komunikasi adalah hal yang sangat kritikal dalam implementasi ERP
(Falkowski et al.,1998). Kegagalan dalam manajemen perubahan dapat
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
117
disebabkan oleh kurangnya komunikasi di antara pengguna sistem. Para
karyawan perlu dikomunikasikan ruang lingkup, tujuan dan kegiatan
dalam proses perubahan yang terjadi dalam implementasi ERP (Sumner,
1999).
Dari hasil konsultasi dengan konsultan ERP dari Accenture, usaha
komunikasi dapat dilakukan melalui pembentukan tim journey. Tim
journey ini bertugas untuk mengkomunikasikan dan mensosialisasikan
perkembangan dari implementasi ERP. Cara komunikasi yang dilakukan
dapat dengan menggunakan media seperti buletin, newsletter, website
sampai dengan mengadakan roadshow ke daerah yang akan
mengimplementasikan ERP.
Komunikasi ini penting untuk menghindari kebingungan yang dapat
terjadi serta kemungkinan terjadinya resistensi dari pengguna. Arahan
yang jelas dan kuat dari manajemen eksekutif akan membuat karyawan
memahami bahwa proyek ERP dimaksudkan untuk meningkatkan
performa perusahaan. Hal ini memerlukan tingkat keterlibatan dan
komitmen yang tinggi dari seluruh karyawan, tidak hanya karyawan yang
berhubungan dengan teknologi informasi saja.
Proses perencanaan komunikasi bertujuan untuk menentukan kebutuhan
anggota tim atas komunikasi dan informasi seperti penentuan siapa yang
perlu mendapatkan informasi, kapan hal tersebut diperlukan, dan
bagaimana informasi tersebut diberikan.
Proses perencanaan komunikasi ini meliputi pembuatan:
• Struktur kategori informasi yang digunakan untuk menganalisa metode
yang digunakan untuk berbagai jenis informasi.
• Struktur distribusi informasi yang digunakan untuk mengatur aliran
berbagai jenis informasi.
• Deskripsi dari informasi yang akan didistribusikan yang meliputi
bentuk, isi, tingkat detail informasi yang akan digunakan
• Perencanaan komunikasi, yang menunjukkan tipe komunikasi yang
akan dihasilkan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
118
Informasi
Identifikasi Penerima Informasi
Struktur kategori
informasi
Struktur distribusi informasi
Deskripsi dari informasi
Perencanaan komunikasi
Gambar 4.5 Flowchart Manajemen Komunikasi Implementasi ERP
Salah satu bentuk komunikasi yang paling diperlukan di dalam
implementasi ERP adalah laporan perkembangan implementasi (progress report).
Progress report ini bertujuan untuk mengumpulkan dan mengkategorikan
informasi sehubungan dengan perkembangan implementasi. Dari progress report
ini, akan diperoleh informasi yang terkait dengan tujuan proyek. Dalam sebuah
progress report terdapat:
• Laporan situasi – mendeskripsikan situasi terbaru dari proyek
• Laporan perkembangan – mendeskripsikan aktivitas yang sedang
dikerjakan oleh anggota tim proyek
• Peramalan – memprediksi situasi di masa depan dan perkembangan
proyek
Dalam sebuah progress report, akan diperoleh informasi terkait dengan
aktivitas, biaya dan kualitas dari proyek yang berlangsung. Selain itu,
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
119
sebuah progress report juga dapat menjadi salah satu sumber informasi
apakah suatu proyek sudah berjalan dengan baik atau belum.
Elemen-elemen utama dalam sebuah progress report antara lain:
• Guidance committee – manajer proyek menginformasikan kepada
pihak yang terkait dengan proyek situasi terkini dari proyek, keputusan
yang perlu diambil, dan tingkat resolusi dari masalah. Informasi yang
diberikan antara lain:
Gambaran aktivitas terdahulu
Project timetable
Subjek permasalahan yang memerlukan resolusi atau keputusan
Permintaan modifikasi
Diskusi terbuka
Aktivitas yang disetujui untuk langkah selanjutnya
• Progress report – manajer proyek akan mendistribusikan kepada
semua basic shareholders. Hal ini meliputi:
Memorandum
Situasi terkini dari perencanaan proyek
Perencanaan aktivitas
• Progress report sebaiknya diberikan setelah inspeksi perkembangan
oleh manajer proyek dan timnya
Inspeksi internal – inspeksi proyek dari manajer proyek yang meliputi:
Perencanaan proyek
Kondisi keuangan
Bahaya internal
Aktivitas
b. Pelatihan
Setiap perubahan dalam organisasi memerlukan pelatihan dan pendidikan
untuk setiap orang yang ada di dalamnya. Pelatihan ini harus menjadi
prioritas pertama kali saat proyek dimulai (Roberts and Barrar, 1992).
Para pengguna sistem harus mengerti bagaimana sistem yang ada akan
merubah proses bisnis dan cara kerja mereka. Perubahan cara kerja ini
memerlukan kerja sama semua pihak karena adanya ketergantungan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
120
informasi antarunit bisnis satu sama lain. Pelatihan harus dijalankan
selama proses implementasi berlangsung.
Accenture memiliki tim change enablement (CE) yang berperan untuk
memberikan pelatihan menggunakan sistem ERP. Tim CE ini akan
bertugas untuk menyusun kurikulum pelatihan. Selain memberikan materi
pelatihan, tim CE juga menyiapkan sumber daya pendukung seperti
contohnya OLQR yaitu Online Quick Reference. OLQR adalah website
yang memberikan informasi menganai cara menjalankan transaksi dalam
sistem ERP, Melalui OLQR ini, pengguna dapat masuk ke dalam website
dan mendapatkan informasi mengenai bagaimana menjalankan transaksi
dalam sistem ERP. Dengan adanya OLQR ini, para pengguna sistem dapat
kapan saja mempelajari cara transaksi menggunakan sistem ERP.
Dalam salah satu proyek Accenture di sebuah BUMN, diimplementasikan
3 buah modul yaitu modul Human Resources Management, Financial
Management, dan Material Management. Untuk itu, pelatihan yang
diberikan sesuai dengan modul ERP yang diimplementasikannya.
Berikut ini adalah contoh materi pelatihan yang diberikan permodul:
• Modul Human Resources Management
Personnel Administration
Organizational Management
Time Management
Payroll
Travel Management
Benefits
Compensation Management
Recruitment
Personnel Cost Planning
Personnel Development
Training and Event Management
Incident Report Management
• Modul Financial Management
General
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
121
Account Payable
Account Receivable
Corporate Finance Management
Cost Controlling
Cash Management
Planning and Budgeting
• Modul Material Management
Material Planning
Procurement Management
Inventory Management
Warehouse Management
Logistic Invoice Verification
Pada gambar 4.6 diperlihatkan diagram alir proses pendefinisian
kebutuhan pelatihan untuk pengguna sistem ERP.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
122
PEM
BU
ATA
N M
AN
AJE
MEN
PEL
ATI
HA
ND
OK
UM
ENTA
SI
Gambar 4.6 Flowchart Pendefinisian Pelatihan Implementasi ERP
c. Sistem pengukuran performa
Selain manajemen perubahan yang baik, diperlukan juga sistem
pengukuran komprehensif yang dapat memberikan umpan balik terhadap
usaha implementasi, mengidentifikasi terjadinya gap, dan defisiensi dari
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
123
performa, dan memberikan rekomendasi kegiatan apa yang harus
dilakukan (Al-Mashari and Zairi, 1999b).
Sistem pengukuran performa ini diperlukan untuk memonitor performa
proses dibandingkan dengan sejumlah indikator untuk memastikan
implementasi ERP berjalan dengan baik dan dapat mencapai hasil bisnis
yang diharapkan (Stevens, 1997). Salah satu caranya adalah dengan
membagi proyek ke dalam fase-fase dengan tiap fase ini memiliki target
yang harus dicapai.
Ada dua kriteria yang dapat digunakan dalam sistem pengukuran performa
ini. Pertama, berdasarkan kriteria manajemen proyek dimana indikator
yang diukur adalah waktu penyelesaian, biaya dan kualitas. Kedua, adalah
berdasarkan kriteria operasional dimana indikator yang diukur adalah
seberapa jauh sistem yang ada dapat meningkatkan performa bisnis seperti
pengurangan lead time, inventory stock, keterlambatan, dsb.
Dengan adanya sistem pengukuran performa ini, manajemen dapat dengan
jelas mengetahui manfaat dari implementasi ERP. Hal ini akan semakin
meningkatkan komitmen manajemen terhadap implementasi ERP.
4.1.5 Analisa Kebutuhan Infrastruktur ERP Sebelum proses implementasi dimulai, organisasi bersama dengan
konsultan ERP perlu melakukan analisa pendahuluan untuk mengidentifikasi
kebutuhan infrastruktur dalam implementasi ERP.
Kebutuhan infrastruktur ini meliputi kebutuhan kapasitas database
organisasi untuk menampung data transaksi, proses migrasi data lama ke sistem
yang baru, penentuan level kustomisasi sistem ERP, dsb.
Dari hasil analisa pendahuluan ini akan diperoleh arsitektur dari
implementasi ERP. Analisa pendahuluan ini akan mencegah terjadinya
rekonfigurasi dari arsitektur sistem ERP (Wee, 2000). Organisasi perlu
memastikan benar-benar arsitektur yang disusun ini dapat dijalankan dan dapat
mengakomodasi kebutuhan organisasi. Perubahan arsitektur di saat proses
implementasi berlangsung akan menimbulkan tambahan biaya dan waktu proyek.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
124
Perubahan ini juga dapat menimbulkan kebingungan dari para pengguna sistem,
bahkan dapat pula menimbulkan demotivasi.
Untuk dapat menghasilkan arsitektur sistem yang tepat, tim implementasi
ERP perlu untuk memahami dengan komprehensif sistem dan proses bisnis yang
ada di dalam organisasi serta kebutuhan infrastruktur untuk menunjang
implementasi ERP. Seringkali, sistem ERP tidak dapat memberikan hasil yang
optimal dikarenakan kegagalan pemahaman sistem organisasi dengan baik.
Tim implementasi ERP perlu mendefinisikan user requirement dalam
implementasi ERP. Volare Requirement Process Model dapat digunakan untuk
memperoleh dapat digunakan untuk membantu organisasi dalam mendefinisikan
baik functional requirement maupun nonfunctional requirement. Dari analisa user
requirement ini, organisasi dapat menyusun arsitektur implementasi ERP yang
dapat memenuhi kebutuhan organisasi. Permasalahan seperti waktu respon sistem
yang lambat ataupun jaringan yang tidak dapat mengakomodasi volume lalu lintas
data dapat dihindari.
4.1.6 Penyusunan Business Case Salah satu kritik yang sering muncul dari investasi sebuah proyek
teknologi informasi seperti ERP adalah ketidakjelasan manfaat yang didapatkan
dari investasi ini. Hal ini dapat dipahami mengingat tidak melulu manfaat dari
suatu investasi berupa sesuatu yang tangible saja yang biasanya diwakilkan
dengan kriteria finansial. Dapat pula manfaat yang didapatkan bersifat intangible
seperti operasi yang lebih ramping. Ingat pula keberadaan teknologi informasi
dapat dianalogikan sebagai sebuah infrastruktur dimana keberadaannya penting
sekalipun tidak berkontribusi langsung terhadap profit.
Business case merupakan pernyataan hasil atau tujuan yang hendak
dicapai dari impelementasi ERP dikaitkan dengan nilai bisnis. Nilai bisnis dalam
sebuah proyek teknolgi informasi seperti ERP dapat berasal dari aplikasi yang
dapat membuat suatu proses bisnis dapat dijalankan dengan lebih reliable, cepat,
biaya lebih sedikit, pengontrolan inventori, peningkatan pendapatan, respon yang
lebih baik terhadap pasar, dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Business
case ini diperlukan untuk menjustifikasi apakah proyek implementasi ERP layak
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
125
untuk dijalankan atau tidak. Business case sangat bermanfaat untuk memastikan
proyek ERP terkait dengan hasil bisnis yang spesifik diinginkan (Cooke &
Peterson, 1998).
Pendefinisian business case ini menjadi penting karena mendorong
organisasi untuk tidak hanya melihat sebuah implementasi ERP sebagai proyek
teknologi informasi saja. Organisasi perlu melihat implementasi ERP sebagai alat
solusi bisnis perusahaan. Dengan cara pandang seperti ini, manfaat dari sistem
ERP akan dapat menjadi lebih optimal (Holland et al., 1999).
Organisasi yang satu dengan yang lain dapat memiliki tujuan
implementasi ERP yang berbeda. Namun demikian, tujuan-tujuan tersebut
haruslah dapat menunjang strategi bisnis dari organisasi. Tim implementasi ERP
harus mentranslasikan strategi bisnis organisasi ke dalam strategi implementasi
ERP (Mudimigh et al., 2001).
Walaupun penting untuk menghubungkan strategi perusahaan dengan
strategi implementasi ERP, pada kenyataannya, masih sedikit perusahaan yang
benar-benar menjalankannya. Hal ini tercermin dalam laporan IT Governance
Global Status Report 2008 yang dikeluarkan oleh PriceWaterHouseCoopers dan
IT Governance Institute. Dalam laporan ini terungkap hanya 23% responden
survei yang sudah menghubungkan strategi organisasi dengan strategi
implementasi ERP, 32% sedang menjalankan, 23% mempertimbangkan untuk
menjalankan, dan 20% sama sekali tidak berminat untuk menjalankan.
Hal yang perlu dilakukan dalam menghubungkan antara strategi
perusahaan dengan strategi implementasi ERP antara lain:
a. Identifikasi strategi dan sasaran organisasi
Tim implementasi harus mengidentifikasi terlebih dahulu tujuan organisasi
ini sebelum mendefinisikan tujuan implementasi proyek.Tujuan organisasi
dapat bersifat tangible dan intangible. Contoh tujuan yang intangible
adalah pertumbuhan organisasi, tingkat kepuasan pelanggan, dsb. Tujuan
yang tangible antara lain pengurangan biaya operasional, peningkatan
profit perusahaan, dsb.
b. Definisikan tujuan implementasi proyek
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
126
Dalam mengidentifikasi tujuan proyek ini, organisasi akan melihat
bagaimana peran dari implementasi proyek ERP dapat menunjang strategi
dan sasaran organisasi. Untuk itu, manajemen perlu terlebih dahulu
memahami manfaat yang dapat diperoleh dari sebuah implementasi ERP.
Tujuan dari implementasi proyek ini dapat mencakup aspek teknikal,
ekonomi, dan organisasi. Dari aspek teknikal, contohnya, perusahaan ingin
meremajakan infrastruktur teknologi informasi yang dimilikinya. Dari
aspek ekonomi, organisasi ingin mendapatkan penghematan yang
diperoleh dari pengurangan biaya inventori, dsb. Dari aspek organisasi,
perusahaan ingin melakukan restrukturisasi untuk lebih merampingkan
perusahaan, dsb.
c. Penentuan metriks implementasi proyek
Manajemen juga perlu untuk menentukan metrik-metrik yang akan
digunakan untuk mengukur apakah implementasi ERP berjalan dengan
tepat waktu, dalam ruang lingkup yang sudah ditetapkan,dsb.
Penyusunan business case ini bukanlah suatu hal yang mudah. Kesulitan
dapat timbul dari sulitnya mengukur secara pasti nilai manfaat dari
implementasi ERP. Ada manfaat-manfaat sistem ERP yang sifatnya
intangible sehingga sulit untuk diukur secara finansial (Lozinsky, 1999;
Shtub, 1999; Willcocks and Lacity, 1998).
Menurut konsultan ERP dari Accenture, penyusunan business case dapat
dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
a. Identifikasi dan proyeksikan baseline
Baseline merupakan kondisi organisasi saat ini yang dijadikan acuan
untuk mengukur besarnya kontribusi sebuah sistem ERP. Setiap
manfaat yang diperoleh dari implementasi ERP akan dibandingkan
terhadap baseline ini. Dari sini, dapat dilihat apakah ada perbaikan
kinerja organisasi pasca-implementasi ERP.
b. Estimasikan nilai manfaat
Pada tahap ini, dibuat estimasi terhadap manfaat di masa depan yang
dapat direalisasikan dari suatu implementasi. Manfaat ini diukur
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
127
berdasarkan selisih antara kondisi baseline dengan proyeksi manfaat
yang akan diperoleh dari implementasi ERP.
Dalam tahapan ini, organisasi juga perlu untuk mempertimbangkan
berbagai kemungkinan hasil dari beberapa skenario implementasi
seperti skenario ideal (best case), skenario terburuk (worst case) dan
skenario yang diharapkan (expected case).
c. Lengkapi business case
Lengkapi business case dengan pre-requisite atau perubahan-
perubahan yang diperlukan agar program implementasinya lancar dan
termasuk juga identifikasi resiko-resiko yang dapat terjadi dalam
proyek ERP.
d. Validasi business case dengan stakeholders
Lakukan konfirmasi dengan stakeholders untuk menentukan apakah
tujuan dalam business case yang ingin dicapai dan asumsi-asumsi yang
digunakan dalam perhitungan benefit analysis sudah benar atau tidak.
Tahapan ini penting untuk menghindari terjadinya ketidaksamaan
persepsi terhadap tujuan yang hendak dicapai dari implementasi ERP.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
128
Gambar 4.7 Flowchart Pendefinisian Business Case
4.1.7 Perbaikan Proses Bisnis Banyak perusahaan yang tidak secara terus menerus melakukan proses
perbaikan setelah proyek ERP dijalankan. Mereka hanya menjadikan sistem ERP
sebagai alat untuk mendukung dan melakukan pekerjaan operasional sehari-hari.
Inisiatif untuk melakukan perbaikan proses harus datang dari pemilik
proses bisnis. Inisiatif ini kemudian akan melibatkan banyak pihak mulai dari
pemilik proses bisnis sampai dengan tim implementasi.
Dalam implementasi ERP, ada dua kondisi yang dapat terjadi terkait
dengan proses bisnis perusahaan yaitu:
a. Mengubah proses bisnis yang ada untuk menyesuaikan dengan aplikasi
perangkat lunak ERP yang digunakan
Dengan opsi pertama ini, lebih sedikit modifikasi dalam perangkat lunak
ERP dapat mengurangi kemungkinan error yang terjadi dan mendapatkan
keuntungan bila melakukan pengembangan lebih lanjut (upgrade) dari
versi terbaru perangkat lunak (Fui Hoon Nah et al., 2001). Namun pada
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
129
opsi ini implikasinya perlu dilakukan perubahan terhadap cara kerja
(Dewett and Jones, 2001; Koch et al., 1999)
b. Mengubah aplikasi perangkat lunak ERP agar sesuai dengan proses bisnis
perusahaan
Opsi yang kedua ini akan membuat durasi implementasi ERP menjadi
lebih lama, dan dapat mempengaruhi stabilitas dan keakuratan aplikasi
perangkat lunak serta menyulitkan untuk dilakukan upgrade (Koch et al.,
1999). Namun, pada opsi ini perubahan cara kerja organisasi dapat
diminimalkan.
Ada kecenderungan di dalam perusahaan yang mengaplikasikan ERP
resisten untuk mengubah proses bisnisnya. Perusahaan ingin melakukan
otomatisasi seluruh proses bisnis yang ada ke dalam sistem. Akibatnya
diperlukan level kustomisasi yang tinggi dalam implementasi ERP. Selain
itu, perusahaan juga menjadi tidak dapat memperoleh manfaat dari
perbaikan proses bisnis yang mengikuti best practice.
Tingkat kustomisasi yang terlampau tinggi dalam implementasi ERP
memiliki resiko timbulnya masalah di masa depan. Implementasi ERP pun
akan menjadi lebih mahal.
Menurut konsultan ERP dari Accenture lebih baik organisasi sedapat
mungkin menghindari tingkat kustomisasi yang terlalu tinggi di dalam
implementasi ERP. Menurut mereka, lebih menguntungkan bagi
perusahaan untuk mengikuti best practices. Keuntungan yang dapat
diperoleh bila menggunakan implementasi yang mengikuti best practices
antara lain:
• Biaya pengembangan sistem yang lebih murah
• Mendapat dukungan penuh dari vendor pembuat aplikasi
• Bila suatu saat sistem ERP akan ditingkatkan (upgrade), tidak akan
terlalu bermasalah
• Integrasi fungsi atau data biasanya lebih baik karena merupakan
aplikasi standar yang sudah melalui pengetesan yang ketat
Dalam beberapa kasus, kustomisasi menjadi hal yang tak dapat dihindari.
Hal ini terjadi apabila ada dari proses bisnis perusahaan yang sangat kritis
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
130
dan menjadi competitive advantage perusahaan. Ketiadaan proses ini dapat
mengganggu kelancaran jalannya kesuluruhan proses bisnis perusahaan.
Dalam menentukan kustomisasi ini, pengguna proses perlu untuk
berkonsultasi terlebih dahulu dengan konsultan ERP. Dari hasil diskusi ini
akan diketahui dengan jelas untuk rugi dari melakukan kustomisasi.
Menurut konsultan ERP Accenture, Hal-hal yang dapat menjadi
penghambat saat penentuan tingkat kustomisasi proses bisnis antara lain:
• Pengguna sistem tidak mengetahui dengan jelas apa yang diinginkan
dari sistem ERP. Contohnya, pada awal implementasi, pengguna
menginginkan banyak fungsi yang ternyata setelah diimplementasikan
fungsi ini tidak berguna dan malahan menambah proses.
• Tim implementasi kurang memahami detail fungsional dari sistem.
Contohnya, tim implementasi melakukan kustomisasi untuk suatu
fungsi yang sebenarnya ada fitur standar untuk fungsi tersebut di
dalam sistem. Hal ini tentunya menimbulkan tambahan biaya.
Manajemen eksekutif harus memiliki komitmen dan memimpin proyek
ERP untuk mengimplementasikan best practices dan tidak hanya
otomatisasi proses saja. Buat perencanaan master untuk transformasi
proses yang terkait dengan implementasi ERP.
Pendekatan best practices untuk setiap implementasi sistem akan
meminimalkan proses kustomisasi dan biaya operasional dalam
peningkatan sistem. Buat suatu panduan untuk melakukan kustomisasi.
Tim standardisasi ERP menentukan tingkat keseimbangan terbaik antara
kegunaan (usability) dan standardisasi. Panduan implementasi ini
digunakan untuk peningkatan ERP yang mencapai harmonisasi antarunit
bisnis.
4.1.8 Penentuan Prioritas Tindakan Penanganan Resiko Untuk menentukan prioritas tindakan penanganan resiko, digunakan
pendekatan sederhana dari House of Quality (HOQ) dimana akan
dikuantifikasikan hubungan antara tindakan penanganan resiko dengan resiko ke
dalam angka. Hubungan yang kuat dikonversikan ke dalam nilai 9, hubungan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
131
yang sedang dikonversikan ke dalam nilai 3, dan hubungan yang lemah
dikonversikan ke dalam nilai 1. Dalam hal ini karakteristik teknis dari sebuah
HOQ direpresentasikan oleh tindakan penanganan resiko sedangkan kebutuhan
pelanggan direpresentasikan oleh resiko. Berdasarkan pendekatan ini, dapat
disimpulkan bahwa jika terdapat hubungan yang kuat antara tindakan penanganan
resiko dengan resiko maka akan diberi nilai 9, bila sedang diberi nilai 3 dan bila
lemah diberi nilai 1.
Sedangkan bobot setiap resiko diperoleh dari nilai tingkat resiko yang
merupakan perkalian antara probabilitas dan dampak resiko. Dengan
mengkuantifikasikan hubungan ini dalam angka maka dapat dihitung bobot
kepentingan dari setiap tindkakan penanganan resiko yang dapat dijadikan sebagai
acuan untuk penentuan prioritas.
Pada tabel 4.1 diperlihatkan hubungan antara tindakan penanganan resiko
dengan resikonya. Hubungan yang kuat direpresentasikan dengan bulatan hitam,
hubungan yang sedang direpresentasikan dengan bulatan putih, dan hubungan
yang lemah direpresentasikan dengan segitiga.
Tabel 4.1 Hubungan Tindakan Penanganan Resiko dan Resiko
ID Nilai
Resiko S1 S2 S3 S4 S5 S6
A1-1 6.25
A1-2 28
A1-3 21
A1-4 12
A1-5 21
A2-1 20.25
A2-2 32
A2-3 32
A2-4 3.75
A2-5 28
A3-1 20
A3-2 24
A3-3 21
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
132
A3-4 15
A3-5 5
A4-1 15
A4-2 25
A4-3 12
A4-4 9
A4-5 14
A5-1 6.25
A5-2 7.5
A5-3 7.5
A5-4 12
A5-5 14
A5-6 15
A5-7 15
A6-1 6
A6-2 10
A6-3 10.5
A6-4 20
A6-5 10
A6-6 14
A6-7 21
A6-8 12
A6-9 7.5
A6-10 7.5
A7-1 5
A7-2 17.5
(sumber: penulis)
Pada tabel 4.2 diperlihatkan perhitungan bobot kepentingan antara
tindakan penanganan resiko dengan resikonya.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
133
Tabel 4.2 Perhitungan Bobot Kepentingan AntaraTindakan Penanganan Resiko dan Resiko
ID Nilai
Resiko S1 S2 S3 S4 S5 S6
A1-1 6.25 0 0 0 0 18.75 0
A1-2 28 0 252 0 0 0 0
A1-3 21 0 0 189 0 0 0
A1-4 12 0 0 0 0 108 0
A1-5 21 0 0 0 0 189 0
A2-1 20.25 0 0 0 0 0 182.25
A2-2 32 288 0 0 0 0 0
A2-3 32 288 0 0 0 0 0
A2-4 3.75 0 0 0 0 3.75 0
A2-5 28 252 0 0 0 0 0
A3-1 20 0 0 0 0 0 180
A3-2 24 0 0 0 216 0 0
A3-3 21 0 0 0 0 189 0
A3-4 15 0 0 0 0 0 45
A3-5 5 0 0 0 15 0 0
A4-1 15 0 0 45 0 0 0
A4-2 25 0 0 225 0 0 0
A4-3 12 0 0 36 0 0 0
A4-4 9 0 0 0 81 0 0
A4-5 14 0 42 0 42 0 0
A5-1 6.25 0 0 18.75 0 18.75 0
A5-2 7.5 0 0 0 22.5 0 0
A5-3 7.5 0 0 0 67.5 0 0
A5-4 12 0 0 0 0 36 0
A5-5 14 0 0 126 0 0 0
A5-6 15 0 0 15 0 0 0
A5-7 15 0 0 45 0 0 0
A6-1 6 0 0 0 0 6 0
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
134
A6-2 10 0 0 0 30 0 0
A6-3 10.5 0 0 0 31.5 0 0
A6-4 20 0 0 0 0 0 180
A6-5 10 0 0 0 0 30 0
A6-6 14 0 0 0 126 0 0
A6-7 21 0 0 189 0 0 0
A6-8 12 0 0 0 108 0 0
A6-9 7.5 0 0 0 22.5 0 0
A6-10 7.5 0 0 0 0 0 22.5
A7-1 5 0 0 0 5 0 0
A7-2 17.5 0 0 0 157.5 0 0
Total 828 294 888.75 924.5 599.25 609.75
(sumber: penulis)
Dari hasil perhitungan bobot kepentingan pada table 4.2, diperoleh daftar
prioritas tindakan penanganan resiko sebagai berikut:
Tabel 4.3 Prioritas Tindakan Penanganan Resiko ID Strategi Skor
S4 Studi kelayakan untuk memahami sistem secara lebih komprehensif 924.5
S3 Manajemen Perubahan Proyek ERP 888.75
S1 Pendefinisian tanggung jawab dan otortitas pengambilan keputusan 828
S6 Perbaikan proses yang berkelanjutan untuk mencapai best practices 609.75
S5 Penyusunan business case yang baik 599.25
S2 Upaya peningkatan komitmen dari manajemen level atas 294
(sumber: penulis)
Dari informasi ini, dapat terlihat perusahaan perlu untuk memprioritaskan
tindakan penanganan resiko S4 yaitu melakukan studi kelayakan untuk
memahami sistem dengan komprehensif. Dari HOQ sendiri dapat terlihat dimana
tindakan penanganan ini berhubungan dengan banyak item resiko.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
135
Setelah itu, manajemen perubahan juga perlu untuk mendapatkan
perhatian dari perusahaan. Manajemen perubahan yang baik dapat mengurangi
kemungkinan timbulya resiko-resiko dalam implementasi ERP.
Tindakan penanganan selanjutanya adalah pendefinisian tanggung jawab
dan otortitas pengambilan keputusan, perbaikan proses yang berkelanjutan untuk
mencapai best practices , penyusunan business case yang baik, dan upaya
peningkatan komitmen dari manajemen level atas.
4.2 Pengawasan dan Pengontrolan Resiko Dalam proses pengawasan dan pengontrolan resiko dilakukan proses
pengidentifikasian resiko baru, dan perencanaan resiko yang meningkat,
mengawasi resiko yang teridentifikasi, menganalisis ulang resiko yang ada,
mengontrol pemacu kondisi untuk rencana cadangan, mengawasi sisa resiko dan
meninjau ulang pelaksanaan pengawasan resiko untuk dinilai efektivitasnya.
Semua proses ini perlu dilakukan secara terus menerus untuk mencapai
manajemen resiko yang efektif dan efisien. Gambar 4.8 di bawah ini
menunjukkan proses pengawasan dan pengontrolan risiko
Gambar 4.8 Proses Pengawasan dan Pengontrolan Resiko
Tujuan dari proses pengawasan dan pengontrolan risiko antara lain untuk
menentukan apakah:
a. Asumsi proyek masih valid
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
136
b. Risiko yang dinilai telah berubah dari prioritas sebelumnya dengan
analisis trend
c. Kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang dilakukan sudah tepat
d. Cadangan kemungkinan untuk biaya dan waktu harus dimodifikasi
4.2.1 Identifikasi Resiko Baru Selain resiko yang telah dibahas dalam penelitian ini, dapat muncul resiko-
resiko baru yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Kemunculan resiko-resiko
baru ini dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi ERP.
Untuk itu, perusahaan perlu untuk terus menerus mengidentifikasi resiko-resiko
baru yang dapat mengganggu impelementasi proyek ERP. Identifikasi resiko baru
ini penting untuk dilakukan sepanjang daur hidup proyek implementasi ERP. Dari
resiko yang teridentifikasi ini, perusahaan perlu untuk mengidentifikasi sumber
resiko, dampak resiko tersebut terhadap biaya, waktu dan ruang lingkup proyek
serta tindakan penanganan apa yang diperlukan untuk menangani resiko tersebut.
Identifikasi item resiko yang dapat terjadi
MULAI
Identifikasi sumber resiko
Tentukan dampak resiko terhadap biaya, waktu dan ruang lingkup
Identifikasi tindakan penanganan yang diperlukan
SELESAI
Gambar 4.9 Proses Penanganan Resiko Baru
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
Universitas Indonesia
137
4.2.2 Penilaian Ulang Resiko Penilaian ulang resiko harus dijadwalkan secara teratur. Penilaian ini
dilakukan untuk melihat apakah nilai probabilitas dan dampak dari suatu item
resiko masih relevan atai tidak. Untuk memperoleh data probabilitas dan dampak
yang mendekati kondisi riil, diperlukan suatu sistem pendokumetasian yang baik.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
138 Universitas Indonesia
5. KESIMPULAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh tindakan penanganan
resiko yang sesuai untuk resiko yang diprioritaskan.Berdasarkan tujuan dan hasil
yang ingin dicapai, kesimpulan yang dapat diambil dari setiap proses pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kesempatan dan tujuan
Suatu variabel diidentifikasi sebagai resiko dalam implementasi ERP apabila
variabel tersebut memenuhi satu atau beberapa kondisi di bawah ini:
• Menyebabkan tidak tercapainya objektif atau sasaran dari implementasi
ERP
• Menyebabkan keterlambatan penyelesaian proyek implementasi ERP
• Menyebabkan terjadinya over bujet biaya implementasi ERP
b. Mengidentifikasi resiko
Dari tahapan ini diperoleh 39 buah item resiko yang terbagi dalam 7 kategori
yaitu:
• Kurangnya komitmen manajemen level atas terhadap proyek ERP
• Lemahnya proses implementasi
• Lemahnya fokus pada proses bisnis
• Tantangan adaptasi pengguna sistem
• Lemahnya dukungan organisasi
• Isu konfigurasi teknologi informasi
• Permasalahan infrastruktur
c. Menganalisa dan mengevaluasi resiko
Dari tahapan ini diperoleh 14 item termasuk ke dalam kategori resiko tinggi,
21 item dengan kategori resiko menengah, dan 4 item termasuk ke dalam
resiko rendah.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
139
Universitas Indonesia
Item resiko dengan kategori resiko tinggi antara lain:
Tabel 5.1 Item Resiko Kategori Tinggi ID Item Resiko
A2-2
Manajer proses/pemilik tidak memiliki akuntabilitas yang
terdefinisikan dengan baik,atau tidak memiliki otoritas
untuk pengambilan keputusan
A2-3
Lemahnya pengambilan keputusan di antara pemilik
proses dari unit bisnis yang berbeda, menghasilkan desain
proses dan konfigurasi sistem yang menyimpang dari yang
direncanakan
A1-2 Kurangnya komitmen dari manajemen level atas dalam
proyek ERP
A2-5 Pendefinisian akuntabilitas yang buruk dari integritas data
master
A4-2
Tidak cukupnya manajemen perubahan untuk
membimbing pengguna sistem menjalankan peran dan
proses yang baru
A3-2 Tim implementasi gagal dalam memahami karakateristik
sistem sehingga solusi yang dihasilkan tidak optimal
A1-3
Kurangnya Roadmap yang kuat yang berperan memandu
proses perubahan dalam organisasi selama proses
implementasi berjalan
A1-5 Pemisahan peran IT dalam kepentingan bisnis
A3-3
Parameter performa dan target tidak terdefinisikan dengan
baik; lemahnya hubungan antara desain proses dan
business case
A6-7 Rendahnya parameterisasi, standardisasi, dan dokumentasi
A2-1 Gagal dalam memberikan perbaikan proses secara
berkelanjutan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
140
Universitas Indonesia
A3-1 Gagal dalam mengimplementasikan best practices dan
tidak memiliki rencana untuk mengimplementasikannya
A6-4 Sistem terlalu banyak dikustomisasi saat implementasi
menyebabkan kesulitan dalam upgrade dan pemeliharaan
A7-2 Waktu respon sistem yang lambat,menghambat proses
adopsi dan merusak produktivitas
(sumber: penulis)
Item resiko dengan kategori resiko menengah antara lain:
Tabel 5.2 Item Resiko Kategori Menengah ID Item Resiko
A1-1
Pendefinisian perencanaan yang buruk untuk
menghubungkan implementasi ERP dengan perubahan
strategi perusahaan
A3-4 Proses statis dan tidak dapat beradaptasi dengan perubahan
kondisi bisnis
A4-1 Tidak cukupnya pelatihan
A5-6 Tidak efektifnya peran manajemen konsultasi
A5-7 Rendahnya kapabilitas dalam manajemen proyek ERP
A4-5 Rendahnya tingkat partisipasi pengguna sebelum dan
sesudah fase implementasi
A5-5 Mengabaikan potensi komunikasi
A6-6 Rendahnya dukungan terhadap beberapa fungsionalitas
bisnis yang diperlukan
A1-4
Business case yang tidak terdefinisikan dengan baik,tidak
mendorong, atau kurang cukupnya komitmen tim eksekutif
untuk menjalankannya
A4-3 Tidak cukupnya struktur dan sumber daya yang berperan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
141
Universitas Indonesia
sebagai user-support
A5-4 Mengabaikan pentingnya pengukuran perkembangan dan
performa di dalam proyek ERP
A6-8 Penentuan pemilihan server yang tidak didasarkan kepada
analisa keperluan penyimpanan data
A6-3 Data warehouse tidak diimplementasikan;menghambat
efektivitas penggunaan data yang tersedia
A6-2 Sistem yang terlalu rumit dan tidak user friendly
menyebabkan pengguna bekerja di luar sistem
A6-5 Rendahnya fleksibilitas dalam aplikasi ERP yang
digunakan
A4-4 Tidak cukupnya dukungan dan akuntabilitas terhadap
pelatihan dan manajemen pengetahuan yang berlangsung
A5-2 Gagal dalam mengidentifikasi terjadinya gap talenta dalam
perusahaan
A5-3 Organisasi fungsional tidak dipersiapkan dengan baik
untuk menggunakan sistem baru dengan efektif
A6-9 Terbatasnya integrasi aplikasi dan system
A6-
10
Tidak berjalannya pemeliharaan pencegahan (preventive
maintenance)
A5-1
Gagal dalam mengimplementasikan perubahan dalam
definisi peran dan desain organisasi yang diperlukan untuk
mencapai business case yang diharapkan
(sumber: penulis)
Item resiko dengan kategori resiko rendah antara lain:
Tabel 5.3 Item Resiko Kategori Rendah ID Item Resiko
A2-4 Model pendanaan yang tidak efektif dan gagal
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
142
Universitas Indonesia
menghasilkan peningkatan yang bernilai tinggi
A3-5 Kekurangan dalam desain data master menghambat
performa proses
A6-1
Peran dan sistem keamanan yang didefinisikan terlalu
kaku;membatasi akses terhadap data dan penggunaan
system
A7-1 Biaya operasional yang diestimasikan terlalu rendah
melemahkan pencapaian business case
(sumber: penulis)
d. Perencanaan tindakan penanganan resiko
Dari tahapan ini diperoleh 6 buah strategi tindakan penanganan resiko.
Berikut ini adalah daftar strategi penanganan resiko yang diurutkan
berdasarkan tingkat kepentingannya
Tabel 5.4 Strategi Penanganan Resiko ID Strategi Skor
S4 Studi kelayakan untuk memahami sistem secara lebih komprehensif 924.5
S3 Manajemen Perubahan Proyek ERP 888.75
S1 Pendefinisian tanggung jawab dan otortitas pengambilan keputusan 828
S6 Perbaikan proses yang berkelanjutan untuk mencapai best practices 609.75
S5 Penyusunan business case yang baik 599.25
S2 Upaya peningkatan komitmen dari manajemen level atas 294
(sumber: penulis)
e. Pengawasan dan pengontrolan resiko
Dalam proses pengawasan dan pengontrolan resiko dilakukan proses
pengidentifikasian resiko baru dan menganalisis ulang resiko yang ada.
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
143
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI Jim Welch,Dmitry Kordysh , “Seven Keys to ERP Success”,Strategic
Finance,89;3;ABI/INFORM Global pg.40, 2007
Piotr Soja,”Examining the Conditions of ERP Implementations: Lessons Learnt from
Adopters”, Business Process Management Journal vol 14 No 1, 2008
IT Governance Global Status Report 2008. IT Risk Management
PriceWaterHouseCoopers, 2008
Capaldo, et al, ,”A Methodological Approach to Assess the Feasibility of ERP
Implementation Strategies”, Journal of Global Information Technology
Management. 2007
Mark Q Smith dan Craig Mindrum. Changing The Way You Look at Risk, Accenture
Outlook, 2003
Leon, Alexis Enterprise Resource Planning. McGraw Hill: New Delhi . 2000
O`Leary, Daniel E. Enterprise Resource Planning Systems: Systems, Life Cycle,
Electronic Commerce, and Risk. United Kingdom : Cambridge University Press.
2000.
Sheikh, Khalid Manufacturing Resource Planning (MRP II) with introduction to
ERP, SCM and CRM. Mumbai : McGraw Hill. 2002.
Wallace, Thomas F. dan Michael H. Kremzar ERP: Making It Happen, The
Implementers’ Guide to Success with EnterpriseResource Planning. Kanada :
John Wiley & Sons, Inc. 2001.
Karyn E Trader. Case Study: Identifying Resistance in Managing Change, Journal of
Organizational Change Management, Vol 15 No.2, 2002
Rebecca L Bechtel dan Janice K Squires, “Tools and Techniques to Facilitate
Change”, Industrial and Commercial Training Vol 33, 2001
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
144
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Kuesioner Tahap Pertama
Questionnaire 1
Instruction
Based on your professional experience in ERP Project, please add the risk item that not included yet in below risk item list and give the rationale why the new risk item important to be included. Don't forget to write down the ID code for each risk item.
ID Inadequate Executive Alignment (A1)
A1-1 Ill defined plan for linking ERP enablement to strategic change
A1-2 Top management lacks team commitment
A1-3 Lack of robust-front roadmap to guide the organization's change process
A1-4 Business case poorly defined, not compeling, or lacking adequate executive team commitment
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
145
Universitas Indonesia
A1-5 Separating IT from Business Affairs- Technical mind set
ID Weak Post-Implementation (A2)
A2-1 Failure to follow through and deliver continuous process improvement
A2-2 Process managers/owners are not appointed, their accountability is ill defined, or they lack real power to make decisions
A2-3 Weak decision making among process owners from different business units, resulting in diverging process designs and system configuration
A2-4 Funding model ineffective and fails to yield highest value enhancements
A2-5 Poorly defined accountability for master data integrity
ID Lack of Focus on Business Process (A3)
A3-1 Failure to implement best practices during initial implementation, and no plan to get there
A3-2 Systems features poorly understood by implementation team, resulting in suboptimal solutions
A3-3 Performance metrics and targets not used or poorly defined; weak linkage between the process design and the business case
A3-4 Processes static and not adaptable to changing business conditions
A3-5 Flaws in master data design inhibit process performance
ID End-User Adoption Challenges (A4)
A4-1 Inadequate initial training
A4-2 Inadequate change management process for moving end users to new roles and new processes
A4-3 Inadequate user-support structure and resources (e.g.,no specialized "Competency Center" to carry on after initial super users migrate)
A4-4 Lack of accountability and support for ongoing knowledge management and training
A4-5 Lack of user participation in pre and post implementation phase
ID Organzational Flaws or Inadequacies (A5)
A5-1 Failure to implement changes in role definitions and organization design required to achieve the expected business case
A5-2 Failure to address talent gaps (e.g.through recruiting and/or training)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
146
Universitas Indonesia
A5-3 Functional organizations not properly sized to use the new system effectively
A5-4 Neglecting progress and performance measurements in ERP Project
A5-5 Underestimating potential of the communication
A5-6 Ineffective management of consultant
A5-7 Lack of ERP project management capabilities
ID IT Configuration Issues (A6)
A6-1 Roles and security defined too rigidly; limits ability to access data and use system
A6-2 Too many screens and complicated menu paths for simple transactions, resulting in users operating outside the system
A6-3 Data warehouse not implemented; limits effectively,timely use of available data
A6-4 System heavily customized during install,thus handicapping upgrades and maintenance;failure to keep pace with version upgrades
A6-5 Lack of flexibility in current application
A6-6 Lack of support to some required business functionalities
A6-7 Lack of paramaterisation, standardisation and documentation
A6-8 Server's selection not based on data storage requirement analysis
A6-9 Limited integration of applications and systems
A6-10 Preventive maintenance not performed
ID Infrastructure Shorcomings (A7)
A7-1 Operating cost initially underestimated,thus weakening original business case
A7-2 System response time is slow, hampering adoption and eroding productivity
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
147
Universitas Indonesia
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
148
Universitas Indonesia
<Risk ID, e.g A5> <Risk item that not included yet in the above list that you think important to be included> < Reason why this risk item important to be included>
ID Risk Items Rationale
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
149 Universitas Indonesia
Lampiran 2
Kuesioner Tahap Kedua
Instruction In this section,please give scoring for each risk item on the list for probability and impact score
add the <x> in the cell which you choose
From the example, it means that you see risk item "Ill defined plan for linking ERP enablement to strategic change" has low probability (rare) to happen and low impact if it happens
Explanation about the Impact and Probability Scale could be seen in below tables
1 2 4 8 16 1 2 3 4 5
A1-1 Ill defined plan for linking ERP enablement to strategic change
A1-2 Top management lacks team commitment
A1-3 Lack of robust-front roadmap to guide the organization's change process
A1-4 Business case poorly defined, not compeling, or lacking adequate executive team commitment
A1-5 Separating IT from Business Affairs- Technical mind set
1 2 4 8 16 1 2 3 4 5
A2-1 Failure to follow through and deliver continuous process improvement
A2-2 Process managers/owners are not appointed, their accountability is ill defined, or they lack real power to make decisions
A2-3 Weak decision making among process owners from different business units, resulting in diverging process designs and system configuration
A2-4 Funding model ineffective and fails to yield highest value enhancements
A2-5 Poorly defined accountability for master data integrity
1 2 4 8 16 1 2 3 4 5
A3-1 Failure to implement best practices during initial implementation, and no plan to get there
A3-2 Systems features poorly understood by implementation team, resulting in suboptimal solutions
A3-3 Performance metrics and targets not used or poorly defined; weak linkage between the process design and the business case
A3-4 Processes static and not adaptable to changing business conditions
A3-5 Flaws in master data design inhibit process performance
Probability (P)
Probability (P)
ID
ID
Questionnaire 2
Weak Post-Implementation (A2) Impact (I)
Inadequate Executive Alignment (A1) Impact (I)
ID Lack of Focus on Business Process (A3) Impact (I) Probability (P)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
150
Universitas Indonesia
1 2 4 8 16 1 2 3 4 5
A4-1 Inadequate initial training
A4-2 Inadequate change management process for moving end users to new roles and new processes
A4-3 Inadequate user-support structure and resources (e.g.,no specialized "Competency Center" to carry on after initial super users migrate)
A4-4 Lack of accountability and support for ongoing knowledge management and training
A4-5 Lack of user participation in pre and post implementation phase
1 2 4 8 16 1 2 3 4 5
A5-1 Failure to implement changes in role definitions and organization design required to achieve the expected business case
A5-2 Failure to address talent gaps (e.g.through recruiting and/or training)
A5-3 Functional organizations not properly sized to use the new system effectively
A5-4 Neglecting progress and performance measurements in ERP Project
A5-5 Underestimating potential of the communication
A5-6 Ineffective management of consultant
A5-7 Lack of ERP project management capabilities
1 2 4 8 16 1 2 3 4 5
A6-1 Roles and security defined too rigidly; limits ability to access data and use system
A6-2 Too many screens and complicated menu paths for simple transactions, resulting in users operating outside the system
A6-3 Data warehouse not implemented; limits effectively,timely use of available data
A6-4 System heavily customized during install,thus handicapping upgrades and maintenance;failure to keep pace with version upgrades
A6-5 Lack of flexibility in current application
A6-6 Lack of support to some required business functionalities
A6-7 Lack of paramaterisation, standardisation and documentation
A6-8 Server's selection not based on data storage requirement analysis
A6-9 Limited integration of applications and systems
A6-10 Preventive maintenance not performed
1 2 4 8 16 1 2 3 4 5
A7-1 Operating cost initially underestimated,thus weakening original business case
A7-2 System response time is slow, hampering adoption and eroding productivity
Probability (P)
ID End-User Adoption Challenges (A4) Impact (I) Probability (P)
Probability (P)
ID
ID IT Configuration Issues (A6) Impact (I)
Organzational Flaws or Inadequacies (A5) Impact (I)
ID Infrastructure Shorcomings (A7) Impact (I) Probability (P)
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
151
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Kuesioner Tahap Ketiga
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
152
Universitas Indonesia
Lampiran 4
Hasil Kuesioner Tahap Kedua
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
153
Universitas Indonesia
Lampiran 5
Hasil Kuesioner Tahap Ketiga
ID Item Resiko Rekomendasi
A1-1
Pendefinisian perencanaan yang buruk
untuk menghubungkan implementasi ERP
dengan perubahan strategi perusahaan
Tim eksekutif dengan jelas
mengartikulasikan rencana
perubahan dan menunjukkan
bagaimana perubahan ini
mendukung strategi perusahaan
Manajemen level atas harus dengan
aktif menjadi sponsor dan
memantau proyek ERP dari dekat
dan rutin. Hal ini akan menguatkan
keterlibatan karyawan dalam
proyek ERP dan membuat
karyawan melihat proyek ERP
sebagai alat pendukung dalam
perbaikan proses bisnis
Menjalankan rencana komunikasi
yang telah didefinisikan dengan
baik serta journey management
seperti melakukan road show dan
sosialisasi kepada manajemen level
atas untuk meningkatkan komitmen
A1-2 Kurangnya komitmen dari manajemen
level atas dalam proyek ERP
Manajemen level atas harus
memiliki komitmen terhadap
inisiatif yang telah dibuat dan
memastikan organisasi mengerti
perubahan apa yang perlu dan
kapan
A1-3 Kurangnya Roadmap yang kuat yang Perlunya dibuat sebuah roadmap
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
154
Universitas Indonesia
berperan memandu proses perubahan
dalam organisasi selama proses
implementasi berjalan
yang dapat memastikan
implementasi ERP berjalan dengan
tepat
Business case yang kuat harus
didefinisikan dengan jelas di awal
proyek. Sepanjang berlangsungnya
implementasi proyek ERP, arah
kemajuan dari proyek dapat
divalidasi dengan business case
untuk dilakukan
penyesuaian.Business case dapat
disesuaikan dengan k A1-4
Business case yang tidak terdefinisikan
dengan baik,tidak mendorong, atau kurang
cukupnya komitmen tim eksekutif untuk
menjalankannya
Perusahaan melakukan benchmark
untuk menetapkan target yang
agresif tapi dapat dicapai dengan
multilevel dashboard yang
menghubungkan hasil bisnis
dengan paramater operasional yang
detail. Untuk menjustifikasi
peluncuran proyek, sebuah business
case harus
Arahan yang jelas dan kuat dari
manajemen eksekutif akan
membuat karyawan memahami
bahwa proyek ERP dimaksudkan
untuk meningkatkan performa
perusahaan. Hal ini memerlukan
tingkat keterlibatan dan komitmen
yang tinggi dari seluruh karyawan,
tidak hanya kar
A1-5 Pemisahan peran IT dalam kepentingan
bisnis
Manajemen eksekutif membuat
business cae yajg solid dan
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
155
Universitas Indonesia
terdefinisikan dengan baik.
Business case sangat bermanfaat
untuk memastikan proyek ERP
terkait dengan hasil bisnis yang
spesifik(Cooke & Peterson, 1998)
Banyak perusahaan yang tidak
secara terus menerus melakukan
proses perbaikan setelah proyek
ERP dijalankan. Mereka hanya
menjadikan sistem ERP sebagai
alat untuk mendukung dan
melakukan pekerjaan operasioanal
sehari-hari.Inisiatif untuk
melakukan perbaika A2-1
Gagal dalam memberikan perbaikan proses
secara berkelanjutan
Transisi dari unit bisnis yang begitu
terdesentralisasi ke model dengan
banyak proses yang terstandardisasi
memerlukan ongoing governance
untuk menjalankan baik inovasi
operasional maupun harmonisasi
proses
Pengambilan keputusan adalah hal
yang kritis di sepanjang dan
sesudah proses implementasi
proyek ERP. Seringkali kurangnya
keputusan menjadikan penghambat
bagi pemilik proses bisnis untuk
mendapatkan manfaat dari ERP.
Pemilik proses bisnis harus
ditentuka
A2-2
Manajer proses/pemilik tidak memiliki
akuntabilitas yang terdefinisikan dengan
baik,atau tidak memiliki otoritas untuk
pengambilan keputusan
Pemilik proses harus memiliki
akuntabilitas dan otoritas
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
156
Universitas Indonesia
mendorong terciptanya hasil
A2-3
Lemahnya pengambilan keputusan di
antara pemilik proses dari unit bisnis yang
berbeda, menghasilkan desain proses dan
konfigurasi sistem yang menyimpang dari
yang direncanakan
Oleh karena manajemen lintas
fungsional harus membuat
keputusan yang sulit yang
mempengaruhi berbagai unit bisnis
dan fungsi, manajemen senior
harus secara jelas terlihat
mendorong dan mendukung cara
kerja yang baru. Buat keputusan
yang cepat dan memberda
A2-4
Model pendanaan yang tidak efektif dan
gagal menghasilkan peningkatan yang
bernilai tinggi
Kebutuhan akan ongoing
governance di lingkungan pasca
impelementasi, perusahaan perlu
untuk memandu perubahan untuk
perbaikan yang berkelanjutan
Beberapa master data yang dibagi
ke beberapa area proses bisnis
adalah sifat dari ERP. Walaupun
demikian, tanpa penetapan yang
jelas sebelum dimulainya proyek,
akuntabilitas untuk pemeliharaan
dan integritas dari data master akan
hilang. Oleh karena itu, A2-5
Pendefinisian akuntabilitas yang buruk
dari integritas data master Lakukan standardisasi untuk
memfokuskan pekerjaan proyek
kepada pengembangan proses
bisnis dan modul perangkat lunak
yang tepat yang bersama-sama
memfasilitasi proses rekonsiliasi
inkonsistensi data dalam seluruh
system
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
157
Universitas Indonesia
Ada kecenderungan di dalam
perusahaan yang mengaplikasikan
ERP untuk melakukan otomatisasi
proses bisnis yang ada ke dalam
sistem. Manajemen eksekutif harus
memiliki komitmen dan memimpin
proyek ERP untuk
mengimplementasikan best
practices dan tidak hanya
A3-1
Gagal dalam mengimplementasikan best
practices dan tidak memiliki rencana untuk
mengimplementasikannya
Buat perencanaan master untuk
transformasi proses yang terkait
dengan implementasi ERP
Implementasi proyek ERP
memerlukan keterlibatan yang
tinggi dari pemilik proses bisnis
atau pengguna pada saat proyek
berlangsung untuk menjadi bagian
dari anggota proyek dan sumber
informasi mengenai proses bisnis
yang telah ada
A3-2
Tim implementasi gagal dalam memahami
karakateristik sistem sehingga solusi yang
dihasilkan tidak optimal
Lakukan studi kelayakan untuk
memahami sistem yang ada secara
komprehensif
Definisikan parameter performa
sebelum proyek dimulai dan
kaitkan dengan business case dan
strategi
A3-3
Parameter performa dan target tidak
terdefinisikan dengan baik; lemahnya
hubungan antara desain proses dan
business case
Buat rencana perbaikan terus-
menerus yang mendefinisikan
parameter performa yang spesifik
dan target untuk proses-proses yang
utama, dengan fase dan milestone
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
158
Universitas Indonesia
yang tepat untuk proses perbaikan
yang berjalan terhadap sasaran
jangka panjang
A3-4 Proses statis dan tidak dapat beradaptasi
dengan perubahan kondisi bisnis
Gunakan pendekatan secara
bertahap untuk
mengimplementasikan perubahan
yang kompleks di dalam business
process reengineering
A3-5 Kekurangan dalam desain data master
menghambat performa proses
Tetapkan akuntabilitas dan sumber
daya untuk memelihara data
master. Pemilik data, buka staf
klerikal, yang harus memelihara
data master
Pelatihan yang didefiniskan dengan
baik; tentukan pendekatan pelatihan
yang paling tepat berdasarkan
kebutuhan; seperti pelatihan
berdasarkan peran, audience-based
training (Pada umumnya, pelatihan
yang dikustomisasi lebih baik
daripada yang standar, deng
A4-1 Tidak cukupnya pelatihan
Gunakan program pelatihan multi
dimensi yang memperlengkapi
pengguna sebelum tanggal go-live
Perbaiki metode komunikasi dan
tingkatkan kualitas serta kuantitas
dari proses sosialisasi peran yang
baru kepada pengguna akhirs
A4-2
Tidak cukupnya manajemen perubahan
untuk membimbing pengguna sistem
menjalankan peran dan proses yang baru
Kembangkan rencana manajemen
perubahan yang sederhana dan
dapat diaplikasikan untuk para
pengguna
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
159
Universitas Indonesia
Gunakan teknik dan alat dalam
manajemen perubahan untuk
menfasilitasi tambahan dari sistem,
proses dan struktur yang baru
diimplementasikan,ke aplikasi kerja
dan berurusan dengan
kemungkinan terjadinya resistensi.
A4-3 Tidak cukupnya struktur dan sumber daya
yang berperan sebagai user-support
Penyediaan sumber daya
pendukung kpada pengguna yang
konsisten seperti membuat help
desk khusus yang menghasilkan
local super user, berikan pelatihan
baik untuk pengguna baru maupun
yang sudah berpengalaman dengan
menyediakan pealtih yang memiliki
kualifi
Buat alat manajemen pengetahuan
yang akan diperbaharui dan
dipelihara secara rutin untuk
menyediakan perbaikan proses dan
perubahan dalam operasi bisnis
sehari-hari
A4-4
Tidak cukupnya dukungan dan
akuntabilitas terhadap pelatihan dan
manajemen pengetahuan yang berlangsung
Lakukan perencanaan untuk
pemeliharaan aset ERP. Dukungan
yang berjalan meliputi tidak hanya
peningkatan sistem dan
fungsionalitas dari perangkat lunak
saja, tapi, yang paling penting
adalah perbaikan proses
bisnis.Dukungan ini harus
ditetapkan ke dalam s
A4-5 Rendahnya tingkat partisipasi pengguna Komunikasikan cara kerja yang
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
160
Universitas Indonesia
sebelum dan sesudah fase implementasi baru di dalam sistem ERP pada saat
fase pra dan pasca implementasi
ERP
Dikungan dan komitmen yang kuat
dari manajemen eksekutif sangat
diperlukan untuk
mengimplementasikan perubahan
peran dan organisasi A5-1
Gagal dalam mengimplementasikan
perubahan dalam definisi peran dan desain
organisasi yang diperlukan untuk
mencapai business case yang diharapkan Tingkatkan peran tradisional.
Implementasi yang sukses
memerlukan perbaikan dalam peran
tradisional
A5-2 Gagal dalam mengidentifikasi terjadinya
gap talenta dalam perusahaan
Tingkatkan kapabilitas dan
kemampuan analisa pengguna dan
melakukan perekrutan untuk peran
yang terspesialisasi
A5-3
Organisasi fungsional tidak dipersiapkan
dengan baik untuk menggunakan sistem
baru dengan efektif
Lakukan penyesuaian terhadap
deskripsi pekerjaan dan tingkat
upah
A5-4
Mengabaikan pentingnya pengukuran
perkembangan dan performa di dalam
proyek ERP
Miliki sistem manajemen yang
komprehensif yang menyediakan
mekanisme um[an balik untuk
melacak setiap usaha implementasi,
mengidentifikasi gap yang ada dan
defisiensi dalam performa dan
memberikan rekomendasi tindakan
yang perlu dilakukan dalam
berbeagai
Buat rencana komunikasi yang
terdefinisikan dengan baik A5-5 Mengabaikan potensi komunikasi
Bangun strategi komunikasi formal
dengan menggunakan berbagai
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
161
Universitas Indonesia
saluran informasi seperti focus
group, newsletter, email, dan
website untuk membantu karyawan
mendapatkan informasi terbaru
mengenai perkembagan proyek
ERP dan mendapatkan jawaban
atas pertanya
A5-6 Tidak efektifnya peran manajemen
konsultasi
Bangun pendekatan yang jelas
untuk memastikan proses transfer
pengetahuan dan keahlian dari
konsultan ke perusahaan berjalan
dengan lancar. Peran konsultan ada
dua yaitu: (1) Memfasilitasi proses
desain awal, (2) memberikan
pelatihan untuk aspek teknis, k
Manajer proyek dan anggota tim
dari perusahaan harus kuat dan
memiliki kapabilitas untuk
menjalankan proyek. Penetapan
orang-otrang yang tepat, dengan
beberapa kriteria seperti :
memahami TI, memiliki sikap yang
baik, dan menguasai pengetahuan
yang baik A5-7
Rendahnya kapabilitas dalam manajemen
proyek ERP
Tetapkan manajemen proyek
perusahaan untuk mendefinisikan
berbagai peran dan tanggung jawab
untuk pihak internal dan eksternal
dalam proses implementasi dan
menetapkan bentuk koordinasi
yang tepat terhadap keduanya.
A6-1 Peran dan sistem keamanan yang Pastikan pengguna memiliki akses
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
162
Universitas Indonesia
didefinisikan terlalu kaku;membatasi akses
terhadap data dan penggunaan sistem
terhadap data yang diperlukannya
A6-2
Sistem yang terlalu rumit dan tidak user
friendly menyebabkan pengguna bekerja di
luar sistem
Hal ini bisa dihindari dengan
melibatkan secara intensif
pengguna/ pemilik proses bisnis
dalam implementasi proyek ERP,
dengan demikian solusi yang
dihasilkan akan dapat memenuhi
kebutuhan pengguna/ pemilik
proses bisnis, dan pada akhirnya
mereka nyaman u
Implementasikan Data warehouse,
setelah implementasi sistem untuk
menjalankan transaksi operasional
sehari-hari. Bagaimanapun juga,
direkomendasikan untuk
mendefinisikan keperluan
pelaporan diData Warehouse pada
awal sebelum sistem untuk
transaksi dimple A6-3
Data warehouse tidak
diimplementasikan;menghambat
efektivitas penggunaan data yang tersedia Fasilitasi data mining. Pengguna
memiliki alat untuk menggunakan
data secara offline sehingga tidak
membatasi kreativitas atau
memerlukan pemrograman TI
khusus untuk membuat
laporan.Data mining paling baik
dilakukan dengan aplikasi data
warehouse
A6-4
Sistem terlalu banyak dikustomisasi saat
implementasi menyebabkan kesulitan
dalam upgrade dan pemeliharaan Ikuti panduan untuk melakukan
implementasi sestandar mungkin,
dan ikuti best practice daripada
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
163
Universitas Indonesia
mencoba untuk mengotomatisasi
proses bisnis yang ada
Pendekatan Best practice untuk
setiap implementasi sistem akan
meminimalkam proses kustomisasi
dan biaya operasional dalam
peningkatan system
Buat suatu panduan untuk
melakukan kustomisasi. Tim
standardisasi ERP menentukan
tingkat keseimbangan terbaik
antara kegunaan (usability) dan
standardisasi. Panduan
implementasi ini digunakan untuk
peningkatan ERP yang mencapai
harmonisasi antarunit bisn
A6-5 Rendahnya fleksibilitas dalam aplikasi
ERP yang digunakan
Gunakan software ERP yang
berbasis open source untuk
memungkinkan dilakukan
pengembangan aplikasi dan
kustomisasi
A6-6 Rendahnya dukungan terhadap beberapa
fungsionalitas bisnis yang diperlukan
Persiapkan dan bangun organisasi
pendukung pada saat implementasi
proyek ERP
A6-7 Rendahnya parameterisasi, standardisasi,
dan dokumentasi
Bangun prosedur dan metodologi
untuk membuat, memelihara dan
memperbaharui manajemen
dokumentasi
A6-8
Penentuan pemilihan server yang tidak
didasarkan kepada analisa keperluan
penyimpanan data
Penilaian infrastruktur dan
kebutuhan diperlukan di awal
permulaan proyek
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
164
Universitas Indonesia
Lakukan analisa kebutuhan data
storage sebelum pemilihan server
A6-9 Terbatasnya integrasi aplikasi dan sistem
Manajer integrasi harus memiliki
performa yang baik dalam
impementasi proyek ERP
A6-10 Tidak berjalannya pemeliharaan
pencegahan (preventive maintenance)
Lakukan pemeriksaan manajemen
pemeliharaan untuk memastikan
performa yang optimal dari sistem
ERP
A7-1
Biaya operasional yang diestimasikan
terlalu rendah melemahkan pencapaian
business case
Perencanaan infrastruktur yang
kuat meliputi perencanaan
kapasitas jaringan untuk
mengantisipasi vlume lalu lintas
data dan seberapa sering data
diperbarui dalam server computer
A7-2
Waktu respon sistem yang
lambat,menghambat proses adopsi dan
merusak produktivitas
Definisikan kebutuhan infrastruktur
di awal dan kaitkan dengan
business case dari proyek
implementasi ERP
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008
165
Universitas Indonesia
Analisa manajemen..., Ricky Tjok, FT UI, 2008