Post on 05-Dec-2014
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mutisme Selektif adalah gangguan kebiasaan masa kanak-kanak yang ditandai
oleh adanya kegagalan yang persisten untuk berbicara pada satu atau lebih situasi
sosial, namun dapat berbicara di situasi yang lain1. Karena gangguan ini begitu
jarang, variasi mayor pada gejala-gejalanya tidak jelas. Gangguan ini dapat mulai
muncul pada umur berkisar antara 3 dan 8 tahun, walaupun sering tidak mendapat
perhatian klinis sampai anak mulai bersekolah. Beberapa kasus juga pernah
dilaporan dengan onset setelah berumur 12 tahun. Manifestasi dari gangguan ini
tidak diketahui perbedaannya pada umur yang berbeda.
Manifestasi yang paling sering dari gangguan ini adalah menolak untuk berbicara
di sekolah dan kepada orang-orang dewasa di luar rumahnya, walaupun dapat
berbicara dengan normal dengan orang tuanya di dalam rumah. Meskipun
menolak untuk berbicara, anak dengan mutisme selektif tampak dengan
ketertarikan dalam komunikasi, dan pada situasi dimana ia tidak berbicara, ia
berkomunikasi dengan menggunakan sikap tubuh, gerak tubuh, menggambar,
menganggukkan atau menggelengkan kepala, berbisik ataupun berbicara sepatah
kata.
Sepanjang gejala yang pernah dilaporkan yang dihubungkan dengan mutisme
selektif adalah pemalu yang berlebihan, isolasi sosial, ketidakmatangan, menolak
sekolah, prilaku kompulsif, kecemasan, agresi, depresi, kebiasaan melawan, dan
kekakuan motorik.2
2. Tujuan
Makalah ini ditulis sebagai salah satu prasyarat untuk mengikuti ujian akhir ko-
asisten di Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca
mengenai gangguan Mutisme Selektif pada anak.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Mutisme Selektif pertama sekali dijelaskan pada tahun 1870, pada waktu itu
disebut dengan “Afasia Voluntaria”. Sebutan ini menunjukkan adanya kehilangan
berbicara yang diperkirakan dibawah kontrol keinginan anak. Pada 1934
gangguan ini mulai disebut dengan Mutisme Selektif, sebuah nama yang masih
dipakai untuk menunjukkan gangguan pada anak-anak yang tidak mau berbicara.
Pada tahun 1994, berdasarkan DSM-IV gangguan ini kembali dinamakan
Mutisme Selektif. Nama ini dipertimbangkan lebih baik karena menjelaskan
bahwa anak tidak berbicara hanya pada kondisi tertentu.3
Mutisme Selektif adalah gangguan yang biasanya terjadi selama masa kanak-
kanak. Yaitu ketika anak tidak mau berbicara pada paling tidak satu situasi sosial
tertentu. Bagaimanapun, anak tersebut dapat berbicara pada situasi yang lainnya.
Mutisme selektif umumnya terjadi pada anak usia 5 tahun dan biasanya disadari
pertama kali ketika mulai mengikuti sekolah.4
Berdasarkan PPDGJ-III, ciri khas dari kondisi ini ialah selektifitas yang
ditentukan secara emosional dalam berbicara, di mana anak menunjukkan
selektifitasnya dalam hal kemampuan bertutur kata dalam situasi-situasi tertentu,
namun tidak mampu melakukannya dalam beberapa situasi (khas tertentu)
lainnya.5
2.2. Etiologi2
Hipotesis Biologis
Faktor biologis biasanya berperan sebagai kemungkinan penyebab mutisme
selektif. Bagaimanapun, telah ditemukan bahwa anak-anak dengan mutisme
selektif sewaktu-waktu dapat meningkat resikonya untuk gangguan
perkembangan yang lain (termasuk gangguan bicara/bahasa, eneuresis,
2
enkopresis) dan EEG yang immatur. Hal ini mendukung secara biologis dasar dari
gangguan maturasi dapat berperan sebagai etiologi dari mutisme selektif.
Teori dan Proses Fisiologi
Diduga adanya proses regresi atau fiksasi pada perkembangan fase anal, dengan
impuls destruktif atau perlawanan terhadap orangtuanya dan penentangan
melawan eksperesi kemarahan kepada orangtua.
Hubungan Keluarga dan Interpersonal
Kebanyakan studi menemukan bahwa tingkat mutisme selektif meningkat pada
orangtua yang sakit secara psikologis ataupun dengan hubungan keluarga yang
abnormal. Sering disebutkan berupa situasi keluarga yang terisolasi, setidaknya
satu orangtua yang sangat pemalu atau tidak komunikatif, kehancuran rumah
tangga, dan tekanan yang berlebihan terhadap ibu. Dalam hal ini, beberapa kasus
telah dilaporkan bahwa mutisme muncul mengikuti penolakan yang keras
terhadap sesuatu yang dikatakan anak.
Pengaruh Lingkungan dan Sosial
Ditemukan bahwa awal mula terjadinya mutisme sering didasari perubahan
lingkungan tertentu yang terlalu cepat, seperti imigrasi dari wilayah dengan
bahasa yang berbeda, hospitalisasi, perpisahan yang signifikan dengan keluarga
dan trauma fisik seperti kekerasan anak, pelecehan seksual ataupun cedera mulut.
2.3. Gambaran Klinis4
Gejala-gejalanya adalah sebagai berikut :
Kegagalan yang konsisten dalam berbicara pada situasi sosial tertentu
(dimana diharapkan untuk berbicara, seperti di sekolah) meskipun
berbicara pada situasi yang lain. Tidak berbicara di sekolah ataupun
komunikasi sosial.
3
Paling lama setidaknya berlangsung dalam 1 bulan (tidak dibatasi pada
bulan pertama sekolah).
Kegagalan berbicara bukan karena kurangnya pengetahuan.
Bukan karena gangguan komunikasi (seperti gagap). Hal ini tidak terjadi
secara khusus pada gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia atau
gangguan psikotik lainnya.
Anak dengan mutisme selektif juga dapat menunjukkan:
Gangguan kecemasan (misalnya fobia sosial).
Pemalu yang berlebihan
Ketakutan terhadap rasa bersalah di lingkungan sosial.
Penarikan dan isolasi sosial.
2.4. Diagnosa3
Kriteria untuk mendiagnosa gangguan mutisme selektif diberikan oleh referensi
manual, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi keempat,
teks revisi (DSM-IV-TR) termasuk kegagalan dalam berbicara pada beberapa
situasi sosial walaupun anak dapat berbicara pada waktu yang lain. Kriteria ini
tidak sesuai jika anak tidak berbicara pada setiap situasi.
Ketidakmampuan anak dalam berbicara harus diinterfensi dengan pencapaian
tujuan yang relevan seperti sekolah, bermain dengan teman, atau komunikasi jika
diperlukan. Dalam hal ini, kurangnya berbicara harus terdapat paling tidak dalam
satu bulan. Bulan pertama sekolah tidak termasuk pada pengukuran ini karena
banyak anak yang merasa malu dan tidak ingin berbicara dengan bebas sampai
mereka merasa nyaman dengan guru, teman sekelas baru dan sekitarnya.
Diagnosis dari mutisme selektif tidak berlaku terhadap anak dari keluarga imigran
yang mungkin tidak merasa nyaman dengan bahasa kedua. Disamping itu,
ketidakmampuan berbicara tidak dapat disamakan dengan gagap atau gangguan
berbicara yang serupa, yang dapat membuat anak merasa tidak nyaman karena
mereka mengkhawatirkan suara berbicara mereka yang berbeda dengan anak-anak
4
lainnya. Kurangnya berbicara juga tidak dapat digolongkan kepada skizofrenia,
autisme, ataupun gangguan mental lainnya.
Gangguan mutisme selektif biasanya disadari pertama kali oleh orangtua atau
guru yang berhubungan dengan anak. Seringkali sulit bagi dokter untuk
mendiagnosa mutisme selektif karena anak tidak mau berbicara. Begitupula sulit
bagi dokter umum untuk menilai adanya masalah bahasa ataupun perkembangan
yang mendasari yang keduanya dapat menyebabkan dan menimbulkan kembali
gangguan. Tes yang mengevaluasi perkembangan mental tanpa respon verbal dari
pasien dapat digunakan untuk mengevaluasi anak dengan mutisme selektif.
Ada juga cara untuk memeriksa perkembangan berbicara anak dalam situasi
dimana ia berbicara. Sebuah metode yang melibatkan wawancara dengan orangtua
atau siapapun dimana anak berbicara seperti biasa. Metode ini dapat menjadi
sangat subjektif. Lebih baik bagi dokter unutk menggunakan alat perekam yang
dapat merekam pembicaraan anak pada situasi dimana ia merasa nyaman.
Pendengaran anak sebaiknya diperiksa, karena masalah berbicara juga sering
berhubungan dengan gangguan pendengaran. Memantau anak saat bermain atau
menanyakannya mengenai gambar yang dibuatnya merupakan cara lain yang
efektif untuk menentukan reaksi anak pada situasi sosial.
2.5. Penatalaksanaan
Ada beberapa pendekatan berbeda yang digunakan untuk upaya mengobati
mutisme selektif. Pendapat sebelumnya telah disingkirkan dari ide yang mana
disebabkan oleh trauma, dan usaha untuk mengobatinya telah diikuti. Faktor yang
paling mempengaruhi adalah adanya masalah kecemasan yang mendasari. Pada
beberapa kasus dimana adanya trauma yang mendasari ditemukan menjadi sumber
masalah, konseling direkomendasikan untuk membantu pengobatan masalah
utama. Pengobatan dengan beberapa jenis umumnya lebih efektif ketika keluarga
dari si anak terlibat dalam memutuskan tentang pengobatan.
Modifikasi Prilaku
5
Mutisme Selektif dapat diterapi dengan menggunakan pendekatan penguatan.
Metode ini memberikan imbalan positif untuk anak-anak berupa pujian, hiburan,
hak khusus, atau apapun yang bernilai bagi anak tersebut. Umumnya hadiah
diberikan jika berbicara, dan tidak diberikan jika diam. Penggunaan hukuman
disamping penghargaan tidak direkomendasikan karena akan membuat stress
lebih banyak kepada anak yang sudah mengalami kecemasan berat. Teknik
penguatan positif umumnya menjadi bagian dari keberhasilan pengobatan pada
kebanyakan kasus ini.
Teknik lain untuk memodifikasi prilaku pada anak dengan mutisme selektif
dikenal sebagai pengurangan stimulus. Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan
kesulitan terhadap yang harus dilakukan anak. Misalnya, anak mungkin didukung
untuk mulai berbicara dengan berbisik, kemudian ditingkatkan perlahan sampai
volum paling keras. Alternatif lain, anak dapat mulai berbicara kepada seseorang
yang bukan keluarga dan perlahan ditingkatkan dengan berbicara dengan orang
lainnya hingga ia merasa nyaman berbicara dengan lebih dari satu orang pada satu
waktu. Pengurangan stimulus merupakan cara yang efektif jika digunakan
bersama dengan teknik penguatan positif. 3
Ada beberapa langkah ataupun intervensi dalam terapi prilaku yang dapat
diajarkan dan diaplikasikan kepada orangtua dan lingkungan si anak. Pada
dasarnya dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh dan holistik untuk mengobati
anak dengan mutisme selektif.
Intervensi Terapi
Untuk anak yang lebih muda, dianjurkan pendekatan terapi bermain.
Terapis sebaiknya memiliki materi seperti permainan, mewarnai, situasi
bermain untuk memberikan anak rasa nyaman tanpa komunikasi
permulaan.
Biarkan anak untuk memegang kendali. Jangan memaksa interaksi atau
berpartisipasi, dan jangan terlalu terfokus pada respon verbal sampai anak
merasa aman dan nyaman.
6
Musik dan seni adalah alat yang sangat baik untuk menunjukkan interaksi
dan komunikasi.
Tanyakan orang tua tentang hobi dan aktivitas favorit anak dan coba untuk
menyediakannya pada ruangan konsultasi.
Tetaplah fokus pada anak dan momennya.
Ketika anak mulai dapat berbicara di ruangan kantor dengan mudah,
bawalah anggota keluarga masuk untuk interaksi verbal secara umum.
Ingatlah untuk kreatif. Gunakan telepon, mikrofon, layar, boneka untuk
membiarkan anak berkomunikasi melalui pendekatan proyektif.
Ingatlah bahwa kecemasan adalah faktor besar yang mendasari, berilah
keamanan, penguatan dan pengawasan kepada anak.
Ajarkan anak relaksasi, teknik bernafas dan membayangan hal positif
untuk membantu saat cemas.
Pada beberapa anak, program prilaku dibuat dengan memberikan
penghargaan. Pastikan ada banyak langkah-langkah kecil dan meningkat
terus. Libatkan orang lain, biasanya orang tua dan saudara kandung
dimana anak dapat berbicara.
Tetap komunikasikan dengan orangtua dan guru untuk memberitahukan
perkembangan terapi.
Intervensi di Sekolah
Mengurangi kecemasan:
- Tidak memaksa anak untuk berbicara.
- Menjaga anak tetap pada arus kelas yang biasa.
7
- Memberikan kesempatan untuk aktivitas yang tidak memerlukan
bicara (seperti, membaca, menulis, permainan pada papan, dsb)
- Biarkan anak memiliki sistem pertemanan dan berpartisipasi dalam
aktivitas grup kecil.
Biarkan anak berkomunikasi dengan cara lain:
- Misalnya dengan simbol, gerak tubuh, kartu, dan sebagainya.
- Gunakan teman sebaya yang anak mau berbicara dengannya
sebagai jembatan untuk komunikasi awal dan untuk situasi yang
dibutuhkan.
- Biarkan anak tetap dalam grup kecil yang sama untuk kerja di
dalam kelas. Mengganti teman kerja terlalu sering tidak dianjurkan.
- Sabar dalam menangani dan berikan sentuhan yang ramah.
- Berikan pujian untuk setiap suara ataupun komunikasi yang
dilakukan si anak.
Intervensi di Rumah
Rumah adalah tempat yang luar biasa untuk belajar tentang interaksi sosial dan
aturan dalam prilaku.
Sediakan lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang untuk anak.
Terima anak apa adanya.
Jangan gunakan ancaman atau hukuman untuk membuat anak berbicara.
Berikan harapan pada anak, yakinkan mereka bahwa ada bantuan untuk
mereka.
8
Sediakan untuk anak banyak kesempatan unutk mengeksplorasi aktivitas
ekstrakurikuler, seperti berenang, senam, seni, teater atau menari. Hal ini
akan membuat mereka menemukan kesenangan dalam aktivitas,
mempraktikan kekuatan mereka dan membangun harga diri.
Berikan peluang untuk jam bermain setelah sekolah. Undanglah teman
sebaya yang dia sukai ke rumah, biarkan mereka bermain dan berinteraksi.
Sekali anak dapat berbicara dengan temannya dengan bebas, bawa mereka
keluar rumah dan tunjukkan komunikasi di luar rumah.
Ketika membawa anak ke acara-acara sosial, seperti perayaan ulang tahun,
permainan sekolah, dan sebagainya, datanglah lebih cepat, biarkan anak
memeriksa lingkungannya, merasa nyaman, dan perlahan-lahan terbiasa.
Jangan memaksa mereka unutk berinteraksi atau bermain.
Kesempatan terbesar sebagai orangtua adalah mengetahui kapan harus
menahan anak dan kapan harus membiarkannya. Mereka sebaiknya
memberikan kesempatan anak untuk bersosialisasi.
Berikan anak banyak pujian dan penghargaan untuk komunikasi yang
dilakukannya.6
Penanganan dengan Obat-Obatan
Pada beberapa kasus, mutisme selektif dapat diobati dengan obat-obatan.
Fluoxetine (Prozac), yang adalah satu dari selective serotoin reuptake inhibitor
(SSRIs) adalah obat yang telah diteliti paling sering mengobati mutisme selektif.
Penanganan dengan obat-obatan lebih berhasil pada anak-anak yang lebih muda.
Fluoxetin ditemukan dapat mengurangi gejala dari mutisme selektif pada anak
usia sekitar 3-4 tahun. Obat-obatan lain yang digunakan untuk mengobati
kecemasan dan gangguan fobia sosial mungkin efektif pada kasus-kasus tertentu.3
2.6. Prognosis
9
Mutisme Selektif umumnya dapat diobati, pada banyak kasus dari gangguan ini
juga dapat hilang dengan sendirinya. Beberapa kasus yang dilaporkan juga dapat
sembuh perlahan-lahan, walaupun dengan pengobatan akan lebih efektif.3
Berdasarkan sebuah studi, bahwa ditemukan pengurangan yang besar pada
Mutisme Selektif diatas periode 6 tahun (dari awal sampai akhir tahun sekolah),
sehingga dipercaya bahwa gangguan ini secara spontan berkurang dengan
berjalannya waktu pada sejumlah besar kasus, Mutisme Selektif seharusnya
dijelaskan sebagai sesuatu yang transien dan bukan persisten. Sekitar 30 % anak
dengan Mutisme Selektif menunjukkan perkembangan dari awal hingga akhir
tahun sekolah.1
BAB III
KESIMPULAN
Mutisme Selektif adalah gangguan yang biasanya terjadi selama masa kanak-
kanak. Yaitu ketika anak tidak mau berbicara pada paling tidak satu situasi sosial
tertentu. Berdasarkan PPDGJ-III, ciri khas dari kondisi ini ialah selektifitas yang
ditentukan secara emosional dalam berbicara, di mana anak menunjukkan
selektifitasnya dalam hal kemampuan bertutur kata dalam situasi-situasi tertentu,
namun tidak mampu melakukannya dalam beberapa situasi (khas tertentu)
lainnya.
Terapi yang dilakukan untuk mutisme selektif harus dilakukan dengan pendekatan
yang menyeluruh. Secara umum terdapat dua pendekatan dalam penatalaksanaan
mutisme selektif yaitu modifikasi prilaku dan dengan penggunaan obat-obatan.
10