Post on 26-Oct-2015
ORGANISASI DAN SISTEM PONDOK PESANTREN
Oleh: H. Hendra Zainuddin. S.Ag, M.Pd.I (Penulis Ketua PW Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) NU
Sumsel)Mukaddimah
Seiring dengan dinamika umat Islam Indonesia, memasuki era tahun
1970-an, pesantren mengalami perubahan signifikan. Pesantren mengalami
perkembangan kuantitas yang sangat menakjubkan, baik di wilayah
pedesaan (rural), pinggiran kota (sub urban) maupun perkotaan (urban).
Karena itu, tidak berlebihan bila Azyumardi Azra (1997) mengatakan
pesantren mengalami ekspansi yang semula hanya rural based institution,
kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan urban.
Pada awalnya memang pesantren bersikap “enggan dan rikuh”
menerima modernisasi. Namun secara gradual pesantren juga melakukan
adaptasi, akomodasi dan konsesi untuk kemudian menemukan pola yang
dipandangnya cukup tepat guna menghadapi modernisasi yang berdampak
luas. Modernisasi pesantren, baik berkaitan dengan sistem pendidikan
maupun program sosialnya, pada dasarnya didorong oleh keinginan untuk
menyahuti kebutuhan masyarakat. Hal ini inherent dengan sejarah
berdirinya pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam indigeneous
muncul dari pengalaman sosiologis masyarakat.
Di Sumatera Selatan saat ini pondok pesantren berjumlah sekitar +
349 pondok pesantren telah tampil sebagai salah satu lembaga pendidikan
alternatif yang menawarkan berbagai bentuk pelayanan mulai dari
pelayanan pendidikan dan dakwah sampai kepada peran-peran sosial yang
lebih luas. Dengan demikian, perkembangan lembaga pendidikan Islam
pesantren di Sumatera Selatan relatif cukup menggembirakan dan sangat
potensial untuk dikembangkan di masa yang akan datang. Pesantren di
daerah ini telah memainkan peranan signifikan sebagai penyebar dan
sekaligus memproduk ulama-ulama Islam. Selain itu, pesantren juga telah
memelihara kontinuitas budaya lokal dan media transmisi ilmu-ilmu
keislaman pada masyarakat lokal.
Walaupun potensi pondok pesantren di Sumatera Selatan relatif
menggembirakan, namun sampai saat ini masih ada pondok pesantren yang
belum menerapkan pengorganisasian dan sistem sesuai dengan standard
manajemen pondok pesantren. Makalah ini secara berturut-turut akan
membahas hakikat dan unsur-unsur manajemen serta proses dan aspek-
aspek pengorganisasian.
Hakikat Manejemen
Ada ungkapan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai
makhluk sosial, manusia membutuhkan proses interaksi dengan manusia
lain sebab manusia tidak dapat hidup sendiri. Dalam proses interaksi
dengan manusia lain itu perlu adanya manajemen yang mengatur semua
pola dan perilaku kehidupannya. Dalam konteks ini, Sudjana (1992:17)
mengatakan bahwa sejak manusia hidup berkelompok, manajemen telah
menjadi bagian dari kehidupan, baik dalam kehidupan berkeluarga,
berorganisasi, bermasyarakat, dan bernegara, manajemen mempunyai
peranan penting untuk mencapai tujuan bersama.
Seiring dengan dinamika dan perkembangan masyarakat, teori-teori
manajemen sangat cepat berkembang dan diterapkan di semua bidang
kehidupan dan kelembagaan. Karena itu, muncul manajemen pendidikan,
manajemen pesantren, manajemen pemasaran, manajemen ekonomi,
manajemen pemerintahan dan sejenisnya.
Sebagai suatu sistem, hakikat manajemen adalah kemampuan dan
keterampilan khusus untuk melakukan kegiatan bersama orang lain atau
melalui orang dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut James A. Stoner,
management is the process of planning, organizing, leading and controlling
the efforts of organizing member and of using all ather oragnizational
resourcess to achieve stated organizational goals (1987:24). Di sini Stoner
menekankan bahwa manajemen merupakan sebuah proses merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan, serta mengatur dan
mendayagunakan semua potensi sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Harold Koontz dan Heich
Weinrich (1990:40) bahwa “management is the process designing and
maintraining an environment in with individuals, working together in group
efficiently accomplish selected aims. This basic definition needs to be
expanded: 1. As managers, people carry act the managerial function of
planning, organizing, staffing, leading and controlling; 2. Management
applies to any kind of organization; 3. It applies to managers at all
organization; 4. The aim of all managers is the same, to scarred a surplus;
and 5. Managing is concerned which productivity, this impulse
effectiveness and efficiency.
Sementara itu, Ernest Dale (1973:4) dengan mengutip pendapat
beberapa ahli menyimpulkan bahwa manajemen sebagai; 1. mengelola
orang-orang; 2. pengambilan keputusan; 3. proses mengorganisasi dan
memakai sumber-sumber untuk menye-lesaikan tujuan yang sudah
ditentukan. Sedangkan Ricard A. Johnson (1973) secara umum mengatakan
bahwa manajemen adalah proses mengintegrasikan sumber-sumber yang
tidak berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan.
Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan di atas pada prinsipnya
manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan
segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, manajemen merupakan suatu
disiplin ilmu pengetahuan mengenai kemampuan dan keterampilan
melakukan kegiatan bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Untuk itu, terdapat beberapa fungsi manajemen yang secara konseptual
memiliki kesamaan, yakni Planning (perencanaan), Organizing
(pengorganisasian), Actuating (penggerakkan), dan Controlling
(pengawasan) atau sering disingkat dengan POAC.
Proses Pengorganisasian Pesantren
Seperti disinggung pada penjelasan di atas bahwa pada prinsipnya
manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan, mengawasi segala upaya dalam
mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien. Dalam rangka mencapai tujuan organisasi itu tidak terlepas dari
beberapa unsur atau elemen yang ada dalam manajemen. Menurut Winardi
(1990:7) unsur-unsur dasar manajemen yang lazim dipakai sebagai berikut;
1. Manusia (Man);
2. Bahan-bahan (Materials);
3. Mesin-mesin (Mechines);
4. Metode-metode (Methods);
5. Uang (Money);
6. Pasar (Marker).
Dengan demikian, untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan dalam manajemen, maka keenam “M” ini harus direncanakan,
diorganisasikan, digerakkan dan diawasi. Dengan kata lain, semua unsur
manajemen ini harus berorientasi pada konsepsi fungsi manajemen yang lazim
dinamakan POAC.
Salah satu unsur atau elemen manajemen adalah pengorganisasian.
Pengorganisasian merupakan tindakan mengusahakan hubungan-hubungan
kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat
bekerjasama secara efisien untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam
melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna
mencapai tujuan atau sasaran tertentu.
Dalam hal ini, Ibnu Syamsi (1994:13) mengatakan bahwa organisasi
dapat diartikan secara statis dan inamis. Dikatakan statis, organisasi
sebagai wadah kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu. Dan dikatakan dinamis, organisasi merupakan suatu sistem atau
kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
melakukan aktivitas atau kegiatan, suatu organisasi harus mengacu pada
prinsip-prinsip organisasi. Ada beberapa prinsip organisasi, di antaranya; 1).
pembagian tugas pekerjaan; 2). kesatuan pengarahan; 3). sentralisasi; dan
4). mata rantai tingkat jenjang organisasi.
Proses pengorganisasian ini sangat penting sebagai proses
pembagian kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil dan sekaligus
membebankan tugas-tugas tersebut kepada orang yang sesuai dengan
keahlian dan kemampuannya. Selain itu, proses pengorganisasian juga akan
membantu mengalokasikan sumber daya dan mengkoordinasikannya dalam
rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Dalam proses
pengorganisasian ini dapat dilakukan beberapa langkah sebagaimana
digambarkan dalam bagan berikut;
Bagan 1
Proses Pengorganisasian
Perincian Pekerjaan (1)
Koordinasi Pekerjaan
(4)
Pembagian Kerja (2)
Monitoring & Reorganisasi
(5)
Penyatuan Pekerjaan
(3)
Pada bagan di atas digambarkan proses pengorganisasian melalui
lima (5) tahap, yaitu;
1. Merinci pekerjaan dengan menentukan tugas-tugas yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Pada tahap ini perincian
pekerjaan bertolak dari penetapan tujuan organisasi. Karena tujuan
harus dijabarkan ke dalam tugas-tugas pokok. Tugas-tugas pokok
kemudian dijabarkan ke dalam fungsi, dan fungsi diikuti dengan
kegiatan-kegiatan. Implementasi kegiatan-kegiatan harus pula
mempedomani daftar tugas yang telah buat/ditetapkan. Setiap
jabatan, bidang, unit dan seksi memiliki tugas, wewenang, dan
tanggung jawab masing-masing, tetapi tetap dalam satu kesatuan
mencapai tujuan organisasi. Secara garis besar, struktur organisasi
juga visualisasi dari bentuk-bentuk pekerjaan bidang, unit dan seksi.
Sedangkan perincian tentang pekerjaan secara mendetail dirumuskan
melalui rapat bidang, unit dan seksi tersebut. Pada umumnya, pondok
pesantren belum memiliki daftar pekerjaan dalam bentuk tertulis.
Namun di bidang pendidikan, masing-masing pondok pesantren telah
memiliki daftar dan schedule pekerjaan yang realtif jelas.
2. Membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat
dilaksanakan oleh perorangan atau kelompok. Pada tahap ini
pembagian kerja merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah
organisasi. Pembagian kerja merupakan pemecahan tugas, sehingga
orang perorang di dalam organisasi bertanggung jawab pada
kegiatan tertentu saja. Dengan kata lain, pembagian kerja
merupakan spesialisasi orang dan pekerjaannya.
3. Penyatuan pekerjaan secara rasional dan efisien
(departementalisasi). Pada tahap ini pembagian dalam departemen-
departemen merupakan metode yang paling sering digunakan untuk
melakukan pembagian kerja, yakni suatu proses pengelompokan
kegiatan-kegiatan dalam satuan yang saling berhubungan.
Departementasi merupakan struktur formal suatu organisasi sebagai
kesatuan dari berbagai departemen, bagian dan posisi jabatan
organisasi serta hubungan satu dengan lainnya. Peta organisasi
biasanya menggambarkan lima (5) aspek struktur organisasi; (1).
pembagian tugas; (2). para pimpinan dan bawahannya; (3). jenis
pekerjaan yang dikerjakan; (4). pengelompokan bagian pekerjaan;
dan (5). tingkatan manajemen.
4. Menetapkan mekanisme kerja (mengkoordinasikan pekerjaan).
Pembagian pekerjaan dan pengelompokan pekerjaan
menggambarkan dinamika yang kompleks, tugas-tugas yang
beragam, serta para pekerja yang memiliki kualifikasi, kecakapan dan
kemampuan yang tidak sama, termasuk kemauan, keinginan, tingkat
disiplin, dan tujuan pribadi. Untuk itu perlu dilakukan koordinasi guna
meningkatkan efektivitas kerja dan secara dini dapat mengatasi
permasalahan di lapangan. Maknisme koordinasi yang dilaksanakan
di pondok pesantren yang ada berupa mekanisme korrdinasi
berjenjang mulai dari unit terkecil, seperti seksi-seksi sampai ke
jenjang pimpinan. Koordinasi dilakukan secara berkala, baik bulanan,
triwulan, semester, dan tahunan, dan sering pula bersifat insidental
karena ada sesuatu yang dianggap penting.
5. Melakukan monitoring dan reorganisasi. Monitoring dilakukan
berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan agar berjalan
lancar sesuai dengan yang direncanakan. Selain itu, adanya peluang
untuk melakukan penyesuaian baik dalam rincian pekerjaan,
pembagian pekerjaan, pengelompokan pekerjaan dan mekanisme
koordinasi.
Aspek-aspek Pengorganisasian Pesantren
Untuk melihat proses pengorganisasian di pondok pesantren
diperlukan parameter aspek-aspek pengorganisasian dalam manajemen
modern. Amin Wijaya Tunggal (1993:214) mengemukakan delapan (8)
aspek pengorganisasian dalam manajemen modern, yakni; 1). struktur
organisasi; 2). koordinasi; 3). desain organisasi; 4). wewenang dan
kekuasaan; 5). desentralisasi; 6) pendelegasian; 7). budaya dan organisasi;
dan 8). inovasi. Sedangkan Sukanto (2000:37-47) mengungkapkan tujuh (7)
aspek pengorganisasian, yaitu; a). departementasi; b). pembagian kerja; c).
wewenang, tanggung jawab dan pelaporan; d). wewenang garis dan staf; e).
pendelegasian dan sentralisasi; f). rentang pengawasan; dan g). perubahan
organisasi.
Pendapat di atas dielaborasi menjadi enam (6) aspek
pengorganisasian pondok pesantren yang meliputi;
1. Struktur Organisasi. Secara tradisional, struktur organisasi dipandang
sebagai suatu jaringan tempat mengalirnya informasi. Dalam
hubungannya dengan komunikasi akan terjadi; 1). instruksi dan
perintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan dari seseorang
kepada orang yang berada di bawah hirarkinya langsung dan 2).
laporan, pertanyaan, permohonan, selalu dikomunikasikan ke atas
melalui rantai komando dari seseorang kepada atasannya langsung.
Pada umumnya pondok pesantren telah memiliki struktur organisasi
yang menggambarkan arus interaksi personal serta hubungan satuan
pekerjaannya. Bagan struktur umumnya berbentuk piramid, yakni
bagan organisasi yang saluran wewenangnya dari pucuk pimpinan
sampai dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah
disusun dari atas ke bawah, atau sebaliknya. Bagan piramid
merupakan bagan yang lazim dipakai berbagai organisasi, sebab
sifatnya yang sederhana dan mudah dibuat.
2. Koordinasi. Koordinasi adalah proses mengintegrasikan sasaran-
sasaran dan aktivitas dari unit kerja yang terpisah agar dapat
merealisasikan sasaran organisasi secara efektif. Di sinilah
pentingnya komunikasi sebagai kunci dari koordinasi yang efektif.
3. Wewenang, Tanggung Jawab dan Pelaporan. Wewenang adalah hak
memerintah atau berbuat. Hak ini muncul kerana kedudukan
formalnya dalam organisasi. Seorang pimpinan memiliki wewenang
yang didelegasikan kepada bawahannya. Sedangkan tanggung jawab
merupakan kewajiban bawahan yang telah diberi tugas oleh
atasannya melaksanakan kegiatan-kegiatan. Tanggung jawab tercipta
dengan diterimanya tugas tersebut. Namun demikian, baik pimpinan
maupun bawahan bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-
masing. Dengan demikian, tanggung jawab pada dasarnya tidak
dapat didelegasikan. Selain bertanggung jawab, bawahan juga
berkewajiban memberikan laporan terhadap pelaksanaan tugasnya.
Pada umumnya, pondok pesantren telah memiliki struktur organisasi
yang menggambarkan wewenang dan tanggung jawab bagi
personalia organisasi pondok pesantren. Sementara itu, sistem
pelaporan dari pelaksanaan tugas dilakukan secara formal melalui
rapat berkala maupun infomral dan insidental.
4. Pendelegasian dan Desentralisasi. Delegasi bermakna pelimpahan
wewenang formal dan tanggung jawab kepada seseorang atas
pelaksanaan aktivitas tertentu. Biasanya pendelegasian ditunjang
oleh unsur motivasi dan komunikasi yang baik untuk membantu
pimpinan melaksanakan tugas pokoknya. Pendelegasian ini tentunya
memerlukan persyaratan, yaitu 1). spesifikasi tugas dan 2).
kesamaan fungsi dan rentang manajemen. Pada umumnya di pondok
pesantren pendelegasian pada bidang pekerjaan formal relatif jarang
dilakukan. Yang sering terjadi adalah pendelegasian untuk urusan-
urusan informal, seperti menghadiri undangan dan hal-hal yang
bersifat insidental. Selain pendelegasian, terjadi pula desentralisasi
wewenang disebabkan; 1). orang cenderung ingin bebas mengambil
keputusan; 2). dinamika usaha memerlukan putusan cepat; 3). makin
bertambahnya orang yang berkemampuan mengelola organisasi; dan
4). teknik pengawasan berkembang dengan cepat.
5. Pengawasan. Apabila diperhatikan pada struktur organisasi pondok
pesantren tergambar rentang atau tingkat pengawasan. Misalnya,
masing-masing bidang pekerjaan di kepalai/dikoordinir oleh
seseorang dan dibantu beberapa staf. Kepala atau koordinator
senantiasa melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan
stafnya.
6. Inovasi dan Perubahan. Pada prinsipnya sumber inovasi terdiri atas
faktor internal, meliputi a). kejadian atau hasil yang tidak diharapkan;
b). keganjilan, keanehan, dan ketidakpastian; c). kebutuhan prosen;
d) perubahan yang tidak diharapkan dalam industri/struktur pasar.
Sedangkan faktor eksternal, yakni perubahan penduduk, perubahan
persepsi dan pengetahuan baru. Pada umumnya, inovasi yang terjadi
di pondok pesantren berkaitan dengan kurikulum.
Penutup
Demikian, beberapa hal yang berkaitan dengan pengorganisasian dan
sistem pondok pesantren. Pembahasan ini hanya garis besarnya saja karena
itu banyak kekuarang dan kelemahannya. Mudah-mudah melalui kegiatan
ini kita bersama semakin menguatkan motivasi untuk selalu meningkatkan
kualitas pondok pesantren, khususnya di pondok pesantren di Sumatera
Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 1997. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Millenium Baru, Jakarta: Logos
Dale, Ernest, 1973. Management: Theory and Practice, Tokyo: Mc. Graw Hill
Kogakusha Ltd
Johnson, Ricard A., at.al. 1973. The Theory and Management of Systems,
Tokyo: Mc. Graw Hill Kogakusha Ltd
Koont, Harold and Weinrich, Heich, 1990. Principles of Management, New
York: Mc. Graw Hill
Stoner, James. A., 1987. Management, London: Prentice-Hall International
Sudjana, 1992. Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah, Bandung:
Nusantara Pres
Syamsi. Ibnu. 1994. Pokok-pokok Organisasi & Manajemen. Jakarta: Rineka
Cipta
Tunggal, Amin Wijaya. 1993. Manajemen Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka
Cipta