Post on 08-Mar-2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus atau yang lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis
telah menjadi masalah kesehatan yang bersifat global. Periode ini merupakan
era penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan
diabetes mellitus yang salah satunya disebabkan oleh adopsi terhadap cara
kehidupan barat sehingga angka epidemiologi meningkat. Diabetes mellitus
adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya dimasa yang akan datang. Diabetes Mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena
adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif (Tjokronegoro, 2002).
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam
jumlah penderita diabetes mellitus di dunia. Pada tahun 2000, terdapat sekitar
5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun
2006, jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14
juta orang, dimana 50% telah sadar mengidapnya dan diantara itu hanya
sekitar 30% yang datang berobat teratur. Jumlah penderita DM di dunia dan
Indonesia diperkirakan akan meningkat. Khusus di Indonesia, atas dasar
prevalensi + 1,5%, diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 2010 = 5
juta dan 2020 = 6,5 juta (Riyadi, 2008).
Pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup
meyakinkan. Hal ini merupakan dampak positif pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60 tahun merdeka.
Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun meskipun diakui bahwa
angka penyakit infeksi masih dipertanyakan dengan timbulnya penyakit baru
seperti hepatitis B dan AIDS. Dilain pihak penyakit menahun yang
disebabkan oleh penyakit degeneratif diantaranya diabetes mellitus meningkat
1
dengan pesat. Perubahan pola penyakit itu diduga berhubungan dengan
perubahan pola hidup. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola
makan tradisional ke pola makan kebarat-baratan, yaitu mengkonsumsi
makanan yang cepat saji. Disamping itu, pola hidup yang sibuk menyebabkan
kesempatan untuk berolahraga menjadi kurang. Pola hidup seperti ini berisiko
menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit diabetes mellitus (Atikawati,
2009).
Jumlah pasien Diabetes Mellitus dalam kurun waktu 25-30 tahun yang
akan datang akan sangat meningkat. Dalam rangka mengantisipasi ledakan
jumlah pasien Diabetes Mellitus, maka upaya yang paling tepat adalah
pencegahan baik secara primer, sekunder maupun tersier. Peran profesi
seperti dokter, perawat, ahli gizi sangat ditantang untuk menekan jumlah
pasien Diabetes Mellitus baik yang sudah terdiagnosis maupun yang belum.
Selain itu, peran perawat sangat penting sebab perawat harus selalu mengkaji
setiap respon klinis yang timbul pada pasien Diabetes Mellitus untuk
menentukan Asuhan Keperawatan yang tepat bagi pasien Diabetes Mellitus
(PPI Jepang, 2006).
RSUP Dr. M. Djamil merupakan rumah sakit rujukan untuk pasien
dengan berbagai masalah kesehatan, salah satunya adalah pasien dengan
diabetes melitus. Komplikasi diabetes melitus yang paling banyak ditemui
adalah ulkus diabetikum. Selama bulan September di Irna Non Bedah
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil, dirawat sebanyak 34 orang pasien
dengan ulkus diabetikum. Berdasarkan pengamatan, pasien ulkus diabetikum
rata-rata dirawat dalam waktu lebih dari 2 minggu. Hal ini memerlukan
kerjasama tenaga kesehatan, pasien dan keluarga untuk mendapatkan
penyembuhan yang optimal. Oleh karena itu, kelompok tertarik untuk
melakukan studi kasus “Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diabetes
Mellitus Di Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang“.
2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diabetes
Mellitus dengan mengacu pada aplikasi 11 Pendekatan Fungsional Gordon,
NANDA, NOC, dan NIC.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah:
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan ulkus
diabetikum
b. Mahasiswamampu menegakan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan ulkus diabetikum
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pasien dengan ulkus
diabetikum
d. Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana keperawatan yang
telah disusun.
e. Mahasiswa mampu menganalisa kesenjangan antara kasus dan teori
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda- tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai
dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat
dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak
pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein (Tjokronegoro, 2002).
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Tjokronegoro, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Smelzert, 2002).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau,ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan
penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita
Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
4
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehinggaterjadi vaskuler insusifiensi
dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering
tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh
bakteri aerob maupun anaerob (Misnadiarly, 2006).
2. Etiologi Diabetes Mellitus
a. Diabetes Mellitus Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM)
Disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut.
1) Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Autoimun
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel
beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya
infeksi pada tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune
markers) yang menunjukkan pengrusakan sel beta pankreas untuk
mendeteksi kerusakan sel beta, seperti "islet cell autoantibodies
(ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs), autoantibodies to glutamic
acid decarboxylase (GAD). )", dan antibodies to tyrosine phosphatase
IA-2 and IA-2.
3) Idiopatik
Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas
(idiopatik). (Smelzert, 2002).
5
b. Diabetes Mellitus Tipe 2 : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM)
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin.
Faktor- faktor resiko :
1) Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan
ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan
produksi insulin.
2) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia di atas 65 tahun.
Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin.
3) Obesitas/ Kegemukan
Obesitas mengakibatkan sel- sel beta pankreas mengalami hipertropi
yang akan berpengaruh pada penurunan hormon insulin.
4) Pola Makan Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan
resiko diabetes. Malnutrisi dapat merusak pancreas, sedangkan
obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola
makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan
berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
5) Kurang Gerak
Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi yang
semakin memudahkan pekerjaan manusia menyebabkan manusia
makin sedikit melakukan gerak badan sehingga dapat meningkatkan
6
kadar glukosa darah akibat berkurangnya pemakaian glukosa untuk
metabolisme otot (Smelzert, 2002).
c. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara
insufisiensi atau absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula
darah tinggi. Berkurangnya glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan
menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan menyebabkan
perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga
dipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes akan mempengaruhi
kehamilan dan persalinan (Smelzert, 2002).
Risiko Tinggi DM Gestasional:
1) Umur lebih dari 30 tahun
2) Obesitas dengan indeks massa tubuh 30 kg/m2
3) Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4) Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
5) Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
6) Adanya glukosuria (Smelzert, 2002).
3. Klasifikasi Diabetes Mellitus
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang
berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik,
predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cenderung ketosis dan
terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kelainan
kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak
sel- sel pulau langerhans di pankreas. Kelainan ini berdampak pada
penurunan produksi insulin (Smelzert, 2002)..
b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa tapi dapat terjadi pada
semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada
7
kecendrungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik
selama stress (Smelzert, 2002).
c. Diabetes Mellitus tipe yang lain
Yaitu Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain; penyakit pankreas,
hormonal, obat atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin
dan sindroma genetik tertentu (Smelzert, 2002)..
d. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
Yaitu intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.
Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai tiga
kali lipat dari keadaan normal. Bila ibu tidak mampu meningkatkan
produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan
hiperglikemia (Smelzert, 2002).
4. Karakteristik Diabetes Mellitus
a. DM TIPE 1:
1) Kasus 5-10 %
2) Mudah terjadi ketoasidosis
3) Pengobatan tergantung insulin
4) Biasanya kurus
5) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
6) Didapatkan Islet Cell Antibody (ICA)
7) Riwayat keluarga DM positif 10 %
8) 30-50 % kembar identik terkena
9) Biasanya pada semua umur, < 30 tahun (umur muda)
b. DM TIPE 2:
1) Kasus 90-95 %
2) Tidak mudah terjadi ketoasidosis
8
3) Pengobatan tidak harus tergantung insulin
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Tidak berhubungan dengan HLA
6) Tidak ada islet cell antibody (ICA)
7) Riwayat keluarga DM positif 30 %
8) 100 % kembar identik terkena
9) Biasanya pada umur > 40 tahun (Smelzert, 2002).
5. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah sebuah organ tubuh yang terletak pada rongga perut, di
bawah lambung, sebelah atas kolon transversum dan sebelah kiri dari
duodenum, bentuk pancreas memanjang dari kanan ke kiri belakang.
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-
90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung
(Robert, 2002).
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam
tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas
terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari
lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini
merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak
pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas
terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus
Robert, 2002).
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum
b. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya, tetapi mensekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah (Smelzert, 2002).
9
Gambar I
Anatomi Pankreas
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari
pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat
total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-
masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m,
sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m.
Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta
(Corwin, 2007).
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a. Sel- sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20 – 40 %, memproduksi glikagon
yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “anti
insulin like activity“
b. Sel- sel B (betha), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin
c. Sel- sel D (delta), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin (Corwin, 2007).
10
Gambar II
Sebuah Pulau Langerhans
Masing - masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau- pulau langerhans ini nampak berwarna
pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel
beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak
menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi
(Corwin, 2007).
Fungsi kelenjar pankreas:
a. Menghasilkan hormon (fungsi endokrin):
1) Hormon insulin yang berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi
glukogen di hepar
2) Hormon glukogen yang berfungsi untuk mengubah kembali glikogen
menjadi glukosa darah di hepar
b. Menghasilkan enzim- enzim pencernaan (fungsi eksokrin):
1) Amilase, berfungsi mengubah karbohidrat menjadi glukosa
2) Tripsin, berfungsi mencerna protein menjadi asam amino
11
3) Lipase, berfungsi mengubah lipid menjadi asam lemak (Corwin, 2007
dan Robert, 2002).
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin
manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu
rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai),
yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri
dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4-7 dengan titik isoelektrik pada
5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor
yang besar di dalam membran sel (Corwin, 2007).
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam
butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin
dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar
glukosa darah meningkat diatas 100 mg/ 100ml darah, sekresi insulin meningkat
cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun
(Corwin, 2007).
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda- beda.
Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport
glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel- sel otot, fibroblas dan sel
lemak (Corwin, 2007).
6. Patofisiologi
Pada manusia bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita
makan sehari- hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung- tepungan),
protein (asam amino), dan lemak (asam lemak). Pengolahan bahan makanan
dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam
saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan
itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak
menjadi asam lemak (Corwin, 2007).
Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh
12
organ- organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi
sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya
dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui
proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses
ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang
peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel,
untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah
salah suatu zat atau hormone yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas
(Corwin, 2007).
Pada diabetes yang jenis diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal,
malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat
pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan
sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah
lubang kuncinya yang kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin)
banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa)
dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan
ini sama dengan pada diabetes mellitus tipe 1 (Corwin, 2007).
Penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disamping tidak
begitu jelas, tetapi faktor- faktor di bawah ini banyak berperan :
1. Faktor Keturunan (herediter)
2. Obesitas/ kegemukan
3. Kurang berat badan (Corwin, 2007).
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50- 60%
dari normal. Jumlah sel alfa meningkat, yang menyolok adalah adanya
peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin. Baik
pada diabetes mellitus tipe 1 maupun pada diabetes mellitus tipe 2 kadar
glukosa darah jelas meningkat dan bila itu melewati batas ambang ginjal,
maka glukosa itu akan keluar melalui urine (Corwin, 2007).
Penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit
13
ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila yang terkena pembuluh darah di
otak timbul stroke, bila pada mata terjadi kebutaan, pada jantung penyakit
jantung koroner yang dapat berakibat serangan jantung/ infark jantung, pada
ginjal menjadi penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal tahap akhir
sehingga harus cuci darah atau transplantasi. Bila pada kaki timbul luka yang
sukar sembuh sampai menjadi busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang
terkena timbul neuropati diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-
apa/ mati rasa, sekalipun tertusuk jarum/ paku atau terkena benda panas
(Corwin, 2007).
Kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya gangguan
pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi. Pada gangguan
pembuluh darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika ada luka
sukar sembuh karena aliran darah ke bagian tersebut sudah berkurang.
Pemeriksaan nadi pada kaki sukar diraba, kulit tampak pucat atau kebiru-
biruan, kemudian pada akhirnya dapat menjadi gangren/ jaringan busuk,
kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh subur, hal ini akan membahayakan
pasien karena infeksi bisa menjalar ke seluruh tubuh (sepsis). Bila terjadi
gangguan saraf, disebut neuropati diabetik dapat timbul gangguan rasa
(sensorik) baal, kurang berasa sampai mati rasa. Selain itu gangguan motorik,
timbul kelemahan otot, otot mengecil, kram otot, mudah lelah. Kaki yang
tidak berasa akan berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak akan
dirasa padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi.
Kalau sudah gangren, kaki harus dipotong di atas bagian yang membusuk
tersebut (Corwin, 2007).
Gangren diabetik merupakan dampak jangka lama arteriosklerosis dan
emboli trombus kecil. Angiopati diabetik hampir selalu juga mengakibatkan
neuropati perifer. Neuropati diabetik ini berupa gangguan motorik, sensorik
dan autonom yang masing- masing memegang peranan pada terjadinya luka
kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan di
14
sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru
pada telapak kaki sehingga terjadi kalus pada tempat itu (Corwin, 2007).
Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas karena
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat
ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan
pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5
P, yaitu:
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh), (Price, 2005).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
Fontaine, yaitu 4 :
a. Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan)
b. Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat
d. Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus),
(Price, 2005).
Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya
perlindungan terhadap trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa
disadari. Akibatnya, kalus dapat berubah menjadi ulkus yang bila disertai dengan
infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan gangren (Noer, 2004).
Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga
kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh. Infeksi dan luka ini
sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat dari tiga faktor. Faktor
pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang
baik sehingga mekanisme radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah
lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen. Faktor
15
ketiga terbukanya pintas arteri-vena di subkutis, aliran nutrien akan memintas
tempat infeksi di kulit (Noer, 2004).
Poluria, polidipsia dan penurunan berat badan menurun di sebabkan karena
kadar glukosa plasma: >180 mg/dL, gula akan diekskresikan ke dalam urine
(glikogusria). Volume urine meningkat akibat terjadinya diuersis osmotik dan
kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat yang bersarnaan (poliuria),
kejadian ini selanjutnya akan menimbulkan dehidrasi (hiperosmolaritas),
bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (Polidipsia), (Noer, 2004).
Glikosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4.'1 kal bagi
setiap gram karbohidrat yang diekskresikan keluar), kehilangan ini, kalau
ditambah lagi dengan deplesi jaringan otot dan adiposa, akan mengakibatkan
penurunan berat badan yang hebat kendati terdapat peningkatan selera makan
(polifagia) dan asupan-kalori yang normal atau meningkat. Sintesis protein akan
menurun dalam keadaan tanpa insulin dan keadaan ini sebagian terjadi akibat
berkurangnya pengangkutan asam amino ke dalam otot (asam amino berfungsi
sebagai substrat glukoneogenik), (Lewis, 2011 dan Noer, 2004).
Jadi, orang yang kekurangan insulin berada dalam keseimbangan nitrogen
yang negatif. Kerja antilipolisi insulin hilang seperti halnya efek lipogenik yang
dimiliknya, dengan demikian, kadar asam lemak plasma akan meninggi. Kalau
kemampuan hati untuk mengakosidasi asam lemak terlampaui, maka senyawa
asam β hidroksibutirat dan asam asetoasetat akan bertumpuk (ketosis). Mula mula
penderita dapat mengimbangi pengumpulan asam organik ini dengan meningkatan
pengeluaran CO2 lewat sistem respirasi, namun bila keadaan ini tidak
dikendalikan dengan pemberian insulin, maka akan terjadi asidosis metabolik dan
pasien akan meninggal dalam keadaan koma diabetik.
7. Manifestasi Klinis
a. Poliuria
Hal ini disebabkan karna kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula
darah sampai diatas 160-180 mg/ dL, maka glukosa akan sampai ke air
kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air
16
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang.
Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria),
(Smelzert, 2002).
b. Polidipsi
Hal ini disebabkan karena pembakaran terlalu banyak dan kehilangan
cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih
banyak minum (Smelzert, 2002).
c. Polifagi
Hal ini disebabkan karena sejumlah besar kalori hilang ke dalam air
kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang
luar biasa sehingga banyak makan (polifagi), (Smelzert, 2002).
d. Berat badan menurun
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,
maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang
lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka
tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh
termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan
DM walaupun banyak makan akan tetap kurus (Smelzert, 2002).
Gejala lainnya adalah penglihatan kabur, pusing, mual, lemah, kesemutan,
gatal-gatal, berkurangnya ketahanan selama melakukan olahraga dan luka sulit
sembuh. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan.
Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan
(Lewis, 2011 dan Price, 2005).
Pada penderita diabetes mellitus tipe I, gejalanya timbul secara tiba- tiba
dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel- sel ini
17
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis), (Lewis, 2011 dan Price, 2005).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang
berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).
Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa
pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang
dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin,
penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan
satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau
penyakit yang serius (Lewis, 2011 dan Price, 2005).
Penderita diabetes tipe II, bisa tidak menunjukkan gejala- gejala selama
beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka akan timbul gejala
yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis.
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/ dL, biasanya
terjadi akibat stres, misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan
mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing,
kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik- hiperosmolar non-
ketotik (Lewis, 2011 dan Price, 2005).
8. Komplikasi
a. Komplikasi yang bersifat akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan syaraf yang
disebabkan penurunan kadar glukosa darah. Hipoglikemia terjadi
karena pemakaian obat- obatan diabetik yang melebihi dosis yang
dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah (Lewis,
2011 dan Price, 2005).
Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam
sel. Tanda- tanda hipoglikemia :
18
a) Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah menurun
b) Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit berbicara,
kesulitan menghitung sederhana
c) Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di
hidung, bibir atau tangan
d) Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan atau
tanpa kejang
2) Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan
ekstrasel karena banyak disekresi lewat urin (Lewis, 2011 dan Price,
2005).
3) Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari
sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak
ada glukosa maka benda- benda keton akan dipakai sel. Kondisi ini
akan mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-
benda keton yang berlebihan yang mengakibatkan asidosis. Pada
pasien yang dalam keadaan ketoasidosis akan mengalami
pernafasan kusmaul, dehidrasi (turgor kulit jelek, lidah dan bibir
kering), kadang- kadang disertai tekanan darah rendah sampai
renjatan dan kesadaran dapat menurun sampai koma (Lewis, 2011
dan Price, 2005).
b. Komplikasi yang bersifat kronik
1) Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah sedang dan besar,
pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
Perubahan pada pembuluh darah besar dapat mengalami
atherosklerosis sering terjadi pada DMTII/ NIDDM. Komplikasi
makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri
koronaria dan penyakit vaskuler perifer (Noer, 2004).
19
2) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetika, nefropati diabetik. Perubahan- perubahan mikrovaskuler
yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran diantara
jaringan dan pembuluh darah sekitar. Terjadi pada penderita DMTI/
IDDM yang terjadi neuropati, nefropati, dan retinopati (Noer, 2004).
a) Nefropati
Gangguan fungsi ginjal merupakan tanda awal kelainan ginjal
pada diabetes mellitus. Perubahan ini akan diikuti peningkatan
fitrasi glomerular, peningkatan aliran plasma ginjal serta
peningkatan permeabilitas glomerulus. Peningkatan
permeabilitas ini pada akhirnya mengakibatkan penumpukan
makro molekul, immunoglobulin pada dinding
glomerulosklerosis (Suyono, 2006).
b) Retinopati
Adalah adanya perubahan dalam retina karena penurunan
protein dalam retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan
dalam penglihatan (Robert, 2002).
c) Neuropati diabetika
Neuropati dapat menyerang saraf perifer, saraf cranial atau
system saraf otonom. Keluhan yang sering adalah berupa
kesemutan, rasa lemah, baal dan hilangnya kepekaan terhadap
sentuhan, nyeri. Pada klien dengan neuropati autonom diabetic
dapat dijumpai gejala gastrointestinal yang umumnya berupa
mual, rasa kembung, muntah dan diare. Manifestasi neuropati
yang lain adalah hipotensi, adanya keluhan gangguan
pengeluaran keringat serta impotensi (Suyono, 2006).
d) Ulkusi diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah.
Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi,
gangren, penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik
20
dapat menunjang terjadinya trauma atau tidak terkontrolnya
infeksi yang mengakibatkan gangren (Syono, 2006).
9. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dL
b. Aseton plasma (keton) : positif
c. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
d. Elektrolit :
Natrium : normal, meningkat ataupun turun
Kalium : normal, peningkatan semu, kemudian menurun
Fosfor : menurun
e. Hemoglobin glikosilat : meningkat 2 – 4 kali lipat
f. Gas darah arteri : pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik
g. Trombosit darah : peningkatan Ht, leukositosis
h. Ureum/ kreatinin : dapat normal ataupun meningkat
i. Amilase darah : meningkat
j. Insulin darah : menurun sampai tidak ada (pada tipe I) dan meninggi
pada tipe II
k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
l. Urine : gula dan aseton positif, peningkatan berat jenis dan osmolalita
(Tjokronegoro, 2002).
10. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Diabetes Mellitus
a. Edukasi/Penyuluhan
Tujuannya untuk mendidik pengidap/ keluarganya mengenai
pengetahuan dan ketrampilan praktis diabetes mellitus sehingga ketaatan
dan peran sertanya meningkat, dan memiliki gaya hidup yang baik
(Tjokronegoro, 2002).
b. Diet
Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
1) Jumlah kalori sesuai kebutuhan
21
Cara menentukan kebutuhan kalori:
Kurus : BBx 40-60 kal/ hari
Normal : BBx 30 kal/ hari
Gemuk : BBx 20 kal/ hari
Obesitas : BBx 10-15 kal/ hari
2) Jadwal makan (6 kali) makan pagi- selingan pagi- makan siang-
selingan sore- makan malam- menjelang tidur.
3) Jenis makanan, karbohidrat 60- 70% kebutuhan kalori, protein 10-
15%, lemak 20- 25%, dan unsure kelumit atau vitamin sesuai
kebutuhan (Tjokronegoro, 2002).
c. Olahraga
1) Keuntungan: peningkatan kepekaan insulin, pengurangan resistensi
insulin, pencegahan kegemukan, perbaikan aliran darah, peningkatan
HDL, pembentukan glikogen hati, peningkatan pembakaran lemak,
dan perbaikan pengendalian DM.
2) Persiapan: KGD < 250mg/ dL dan konsultasi.
3) Prinsip Olahraga mencakup:
Frekuensi jumlah olahraga perminggu 3- 5 kali
Intensitas beban latihan ringan sedang
Time (waktu) 30- 60 menit : (5- 10 menit pemanasan, 20- 40
menit latihan inti, dan 5 menit pendinginan)
Tipe (jenis) olahraga aerobic (jalan, jogging, renang, bersepeda),
(Tjokronegoro, 2002).
d. Obat anti- Diabetes Mellitus
1) Prinsip pemberian obat:
a) Diberikan bila dengan pengaturan makan dan olahraga
pengendalian DM belum optimal
b) Obat dengan cara diminum atau disuntikkan (insulin)
c) Jangan mengubah takaran obat atau jadwal pemakaian tanpa
konsultasi dokter
22
2) Obat- obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
a) Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta
pankreas untuk mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria
hanya bekerja bila sel-sel beta utuh, menghalangi pengikatan
insulin, mempertinggi kepekatan jaringan terhadap insulin dan
menekan pengeluaran glukagon. Indikasi pemberian obat
golongan sulfoniluria adalah: bila berat badan sekitar ideal
kurang lebih 10% dari berat badan ideal, bila kebutuhan insulin
kurang dari 40 u/hari, bila tidak ada stress akut, seperti infeksi
berat/perasi (Tjokronegoro, 2002).
b) Golongan biguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin.
Golongan biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi
normal dan istimewanya tidak pernah menyebabkan
hipoglikemi. Efek samping penggunaan obat ini (metformin)
menyebabkan anoreksia, nausea, nyeri abdomen dan diare.
Metformin telah digunakan pada klien dengan gangguan hati
dan ginjal, penyalahgunaan alkohol, kehamilan atau insufisiensi
cardiorespiratory (Tjokronegoro, 2002).
c) Alfa Glukosidase Inhibitor
Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase
didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini
bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan
tidak berpengaruh pada kadar insulin. Alfa glukosidase inhibitor
dapat menghambat bioavailabilitas metformin. Jika dibiarkan
bersamaan pada orang normal (Tjokronegoro, 2002).
23
d) Insulin Sensitizing Agent
Obat ini mempunyai efek farmakolagi meningkatkan
sensitifitas berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa
menyebabakan hipoglikemia (Tjokronegoro, 2002).
e. Insulin
Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya hanya 3 jenis yang
penting menurut cara kerjanya yakni menurut Junadi, 1982, diantaranya
adalah:
1) Yang kerjanya cepat: RI (Regular insulin) dengan masa kerja 2- 4
jam. Contoh obatnya: Actrapid
2) Yang kerjanya sedang: NPN, dengan masa kerja 6- 12 jam
3) Yang kerjanya lambat: PZI (Protamme Zinc Insulin) masa kerjanya
18- 24 jam
Untuk pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya selalu
dimulai dengan dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urine
dan glukosa darah. Selalu dimulai dengan RI, diberikan 3 kali (misalnya 3
x 8 unit) yang disuntikkan subkutan ½ jam sebelum makan. Jika masih
kurang dosis dinaikkan sebanyak 4 unit per tiap suntikan. Setelah keadaan
stabil RI dapat diganti dengan insulin kerja sedang atau lama PZI
mempunyai efek maksimum setelah penyuntikan (Tjokronegoro, 2002 dan
Riyaldi, 2008).
PZI disuntik 1/4 jam sebelum makan pagi dengan dosis 2/3 dari dosis
total RI sehari. Dapat pula diberikan kombinasi RI dengan PZI diberikan
sekali sehari. Misalnya semula diberikan RI 3 x 20 unit dapat diganti
dengan pemberian RI 20 unit dan PZI 30 unit (Tjokronegoro, 2002).
24
B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi
a. Data Demografi :
1) Identitas Pasien
Jenis Kelamin : dapat terjadi pada semua jenis kelamin
Umur : banyak terjdi pada umur > 45 tahun, diabetes
tipe satu dapat terjadi pada umur muda atau
anak-anak.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan sering BAK, banyak
minum, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar
sembuh, kulit kering, merah, sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, lemah otot, disorientasi, letargi, koma.
2) Riwayat kesehatan dahulu :
Biasanya klien DM mempunyai riwayat hipertensi, penyakit
jantung seperti infark miokard. Memiliki kebiasaan mengkonsumsi
makanan berlemak, kurang olah raga. Berapa lama klien menderita
DM, bagaimana penanganannya, apa terapinya, apakah klien
teratur dalam minum obat.
3) Riwayat kesehatan keluarga :
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
d. Pengkajian berdasarkan 11 pendekatan fungsional Gordon
1) Pola Persepsi Kesehatan atau Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan
25
kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang
praktek kesehatan.
Pada pasien diabetes mellitus terjadi perubahan persepsi
dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan
tentang dampak dari penyakit diabetes mellitus, sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan karena
perawatan yang lama.
2) Pola Nutrisi Metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah dalam sel tidak ada/ tidak dapat
dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria).
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Kelemahan, susah berjalan/ bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, takhikardi/ tachipnea pada waktu melakukan aktivitas
dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahan otot– otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari- hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif karena adanya poliuri, nyeri pada kaki yang
luka, sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif Persepsi
26
Pada pasien DM dengan gangren cenderung mengalami neuropati/
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, dan gangguan penglihatan.
7) Persepsi dan Konsep Diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8) Peran Hubungan
Pada pasien DM dengan luka gangren yang sukar sembuh dan
berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari
pergaulan.
9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
10) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain– lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
11) Nilai Keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
c. Pengkajian fisik
27
1) Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan
darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau
normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami
perubahan jika terjadi infeksi.
2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah
terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
3) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
4) Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
7) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
8) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa
terasa baal
10) Pemeriksaan Neurologi
GCS :15
Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
28
d. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
1) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dL
2) Aseton plasma (keton) : positif
3) Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
4) Elektrolit :
Natrium : normal, meningkat ataupun turun
Kalium : normal, peningkatan semu, kemudian menurun
Fosfor : menurun
5) Hemoglobin glikosilat : meningkat 2 – 4 kali lipat
6) Gas darah arteri : pH rendah dan penurunan HCO3
(asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
7) Trombosit darah : peningkatan Ht, leukositosis
8) Ureum/ kreatinin : dapat normal ataupun meningkat
9) Amilase darah : meningkat
10) Insulin darah : menurun sampai tidak ada (pada tipe I)
dan meninggi pada tipe II
11) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon
tiroid
12) Urine : gula dan aseton positif, peningkatan berat jenis
dan osmolalitas
29
30
2. Diagnosa Keperawatan NANDA, NOC- NIC :
a. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Ketidakmampuan Untuk
Mengabsorbsi Nutrisi
1) NANDA : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : intake nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan proses metabolik.
Batasan Karakteristik :
Nafsu makan menurun
Berat badan menurun (20% atau lebih dibawah ideal)
Kelemahan/ kerapuhan pembuluh kapiler
Penurunan berat badan dengan intake makanan yang cukup
Kurangnya informasi
Konjungtiva dan membran mukosa pucat
Tonus otot buruk
Melaporkan intake makanan yang kurang dari kebutuhan makanan yang tersedia
31
2) Nursing Outcomes Classification (Noc)
1) Status nutrisi
Defenisi : sejauh mana tingkat nutrisi yang tersedia untuk dapat memenuhi kebutuhan proses metabolik.
Indikator :
Intake nutrisi adekuat
Intake makanan adekuat
Intake cairan dalam batas normal
Energi cukup
Indeks masa tubuh dalam batas normal
2) Status nutrisi : asupan makanan dan cairan
Definisi : jumlah makanan dan cairan dalam tubuh selama waktu 24 jam.
Indikator :
Intake makanan melalui oral adekuat
Intake cairan melalui oral adekuat
Intake cairan melalaui intravena dalam batas normal
3) Status nutrisi : intake nutrisi
Definisi : intake nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi proses metabolic
32
Indikator :
Intake kalori dalam batas normal
Intake protein dalam batas normal
Intake lemak dalam batas normal
Intake karbohidrat dalam batas normal
Intake serat dalam batas normal
Intake mineral dalam batas normal
d. NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION (NIC)
1) Manajemen Nutrisi
Aktivitas :
Mengkaji adanya pasien alergi terhadap makanan
Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis gizi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan gizi pasien
Mengatur pola makan dan gaya hidup pasien
Mengajarkan pasien bagaimana pola makan sehari- hari yang sesuai dengan kebutuhan
Memantau dan mencatat masukan kalori dan nutrisi
Timbang berat badan pasien dengan interval yang sesuai
Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara memenuhinya
33
Membantu pasien untuk menerima program gizi yang dibutuhkan
2) Therapy nutrisi
Aktivitas :
Memantau makanan dan minuman yang dimakan dan hitung intake kalori sehari yang sesuai
Memantau ketepatan anjuran diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sehari- hariyang sesuai
Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis gizi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan gizi pasien
Memberikan makanan sesuai dengan diet yang dianjurkan
Memantau hasil labor Memberikan
Mengajari kepada keluarga dan pasien secara tertulis contoh diet yang dianjurkan
3) Monitor Gizi
Aktivitas :
Memantau berat badan pasien
Memantau turgor kulit
Memantau mual dan muntah
Memantau albumin, total protein, Hb, hematokrit, dan elektrolit
Memantau tingkat energi, lemah, letih, rasa tidak enak
Memantau apakah konjungtiva pucat, kemerahan, atau kering
34
Memantau intake nutrisi dan kalori
b. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan Volume Cairan Secara Aktif
1) NANDA : Kekurangan Volume Cairan
Definisi : penurunan cairan Intravaskuler, Interstisial, dan atau Intrasel. Diagnosis ini mengacu pada dehidrasi yang
merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan dalam natrium.
Batasan Karakteristik :
Perubahan status mental
Penurunan tekanan darah
Penurunan volume/ tekanan nadi
Penurunan turgor kulit/ lidah
Pengisian vena menurun
Membran mukosa/ kulit kering
Peningkatan hematokrit meninggi
Peningkatan denyut nadi
Konsentrasi urine meningkat
Kehilangan berat badan seketika
Kehausan
Kelemahan
35
2) NURSING OUTCOMES (NOC)
Hasil yang diharapkan :
a) Keseimbangan cairan
Defenisi : keseimbangan cairan di intraselluler dan ekstraselluler di dalam tubuh
Indikator :
Tekanan darah dalam batas normal
Keseimbangan intake dan output selama 24 jam
Turgor kulit baik
Membran mukosa lembab
Hematokrit dalam batas normal
b) Hidrasi
Definisi : kecukupan cairan di intraselluler dan ekstraselluler di dalam tubuh
Indikator :
Turgor kulit baik
Membran mukosa lembab
Intake cairan dalam batas normal
Pengeluaran Urin dalam batas normal
36
c) Vital Sign
Definisi : rentang normal suhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah
Indikator :
Suhu tubuh dalam batas normal
Denyut nadi dalam batas normal
Frekuensi pernafasan dalam batas normal
Nafas tidak sesak
Tekanan darah sistolik dalam batas normal
Tekanan darah diastolik dalam batas normal
Hasil yang ditambahkan :
1) Status Nutrisi : makanan dan cairan
2) Mual dan muntah
3) Jaringan integritas kulit dan mukosa
4) Eliminasi urin
3) NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION (NIC)
1) Manajemen Cairan
Aktivitas :
Mempertahankan keakuratan catatan intake dan output
Memonitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
37
Memonitor vital sign
Memonitor hasil labor yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Ht, osmolalitas urin)
Memonitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian
Berkolaborasi untuk pemberian cairan IV
2) Monitor Cairan
Aktivitas :
Menentukan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan (polyuria, muntah, hipertermi)
Memonitor intake dan output
Memonitor serum dan jumlah elektrolit dalam urin
Memonitor serum albumin dan jumlah protein total
Memonitor serum dan osmolaritas urin
Mempertahankan keakuratan catatan intake dan output
Memonitor warna, jumlah dan berat jenis urin.
c. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan Perubahan Sirkulasi, Kurang Pengetahuan, Faktor Mekanik
(tekanan, benturan, gesekan)
1) NANDA : Kerusakan integritas jaringan
Definisi : kerusakan pada selaput lendir, kornea, kulit dan jaringan subkutan
Batasan Karakteristik :
38
Kerusakan jaringan (kornea, membrane mukosa, kulit, dan subkutan)
Kehilangan jaringan
2) NURSING OUTCOMES (NOC)
Hasil yang diharapkan :
a) Integritas Jaringan : kulit dan membran mukosa
Defenisi : keutuhan struktur dan fungsi fisiologis normal dari kulit dan membrane mukosa
Indikator :
Temperature kulit dalam batas normal
Susunan dalam batas normal
Perfusi jaringan baik
Integritas kulit baik
b) Penyembuhan luka : tahapan utama
Definisi : tingkat regenerasi dari sel dan jaringan setelah dilakukan penutupan
Indikator :
Bekas luka dalam keadaan baik
39
c) Penyembuhan luka : tahapan kedua
Definisi : tingkat regenerasi dari sel dan jaringan setelah dilakukan penutupan
Indikator :
Granulasi dalam keadaan baik
Bekas luka dalam keadaan baik
Penurunan ukuran luka
Hasil yang ditambahkan :
1) Status sirkulasi
2) Kontrol resiko : proses infeksi
3) Status nutrisi
4) Perfusi jaringan : perifer
c. NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION (NIC)
a) Managemen Tekanan
Aktifitas ;
Memakaikan pasien pakaian yang tidak membatasi gerak
Menahan diri untuk melakukan tekanan pada bagian tubuh yang sakit
Meninggikan ektremitas yang terluka
Memutar posisi pasien setiap dua jam sekali, berdasarkan jadwal khusus
40
Memantau area kulit yang kemerahan atau rusak
Memantau pergerakan dan aktifitas pasien
Memantau status nutrisi pasien
Memantau sumber tekanan dan geseran
b) Perawatan Luka (3660)
Aktifitas :
Mengganti balutan plester dan debris
Mencukur rambut sekeliling daerah yang terluka, jika perlu
Mencatat karakteristik luka termasuk warna, bau dan ukuran
Membersihkan dengan larutan saline atau nontoksik yang sesuai
Memberikan pemeliharaan kulit luka bernanah sesuai kebutuhan
Mengurut sekitar luka untuk merangsang sirkulasi
Menggunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve Stimulation) untuk peningkatan penyembuhan
luka yang sesuai
Menggunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi, yang sesuai
Membalut dengan perban yang cocok
Mempertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat luka
Memeriksa luka setiap mengganti perban
Membandingkan dan mencatat secara teratur perubahan-perubahan pada luka
41
Menjauhkan tekanan pada luka
Mengajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur perawatan luka
d) Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Asupan Makanan, Ketidakadekuatan
Monitor Glukosa Darah, Kurangan Ketaatan Dalam Manajemen Diabetes
1) NANDA : Resiko Ketidastabilan Kadar Glukosa Darah
Definisi : resiko variasi dari glukosa darah atau tingkat gula dari rentang normal
2) NURSING OUTCOMES (NOC)
Hasil yang diharapkan :
1) Tingkat glukosa darah
Defenisi : keadaan dimana tingkat glukosa di plasma dan urin dalam rentang normal
Indikator :
Glukosa darah dalam batas normal
Glukosa urin dalam batas normal
Urin keton
2) Manajemen Diabetes secara mandiri
Definisi : melakukan manajemen Diabetes secara mandiri, pengobatan dan pencegahan tehadap perjalanan
penyakit
42
Indikator :
Memantau glukosa darah dalam batas normal
Mengobati gejala dari hiperglikemia
Mengobati gejala dari hipoglikemia
3) Kurangnya pengetahuan tentang manajemen diabetes
4) Ketidakadekuatan dalam memantau gula darah
5) Pengetahuan tentang diet
3) NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION (NIC)
a) Managemen Hiperglikemia
Aktifitas ;
Memantau peningkatan gula darah
Memantau gejala hiperglikemia, poliuria, polidipsi, poliphagi, dan kelelahan.
Memantau urin keton
Memberikan insulin yang sesuai
Memantau status cairan
Antisipasi situasi dalam persyaratan pemberian insulin
Membatasi gerakan ketika gula darah diatas 250 mg/dl, terutama apabila terdapat urin keton
Mendorong pasien untuk memantau gula darah
43
b) Manajemen hipoglikemia (2130)
Aktivitas :
Mengenali pasien dengan resiko hipoglikemia
Memantau gula darah
Memantau gejala hipoglikemia seperti:tremor, berkeringat, gugup, tacikardi, palpitasi, mengigil, perubahan
perilaku, coma.
Memberikan karbohidrat sederhana yang sesuai
Memberikan glukosa yang sesuai
Melaporkan segera pada dokter
Memberikan glukosa melalui IV
Memperhatikan jalan nafas
Mempertahankan akses IV
Lindungi jangan sampai cedera
Meninjau peristiwa terjadinya hipoglikemia dan faktor penyebabnya
Memberikan umpan balik mengenai manajemen hipoglikemia
Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai gejala, faktor resiko, pencegahan hipoglikemia
Menganjurkan pasien memakan karbohidrat yang simple setiap waktu
44
45
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Studi Kasus
Bp. S.(41 th) masuk RS dengan keluhan luka pada telapak kaki kanan yang tidak sembuh sejak 4 bulan yang lalu.
Pasien mengatakan luka itu timbul karena tertusuk paku. Luka semakin lama semakin memburuk, bernananh dan
berbau.Klien sebelumnya pernah di rawat di RS kemudian diperbolehkan pulang dan masuk RS kembali dengan keluhan yang
sama.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Demografi
Identitas Klien
Nama Pasien : Tn.S
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 41 tahun
Alamat : Pariaman
46
Status Perkawinan : Duda
Agama : Islam
Suku : Minang, Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal masuk RS : 12 September 2013
Diagnposa Medis :Diabetes Mellitus Tipe II +ulkus diabetikum
Alasan masuk : Luka pada telapak kaki kanan
No.MR :
Cara bayar : Jamkemas
Tanggal pengkajian : 18 September 2013
Catatan kedatangan :12 September 2013
Tinggi/ Berat Badan : 170/ 60 kg
Suhu :37.50C
Nadi : 88 x/ i
Tekanan Darah : 130/ 90 mmHg
Pernafasan : 20 x/ I
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
47
Klien masuk RS dengan keluhan luka pada kaki kanan yang tidak sembuh + 4 bulan sebelum masuk RS luka
bernanah dan berbau. Klien sudah pernah dirawat karena lika yang sama dan boleh pulang, 2 minggu setelah keluar rumah
sakit timbul jaringan nekrotik baru ditumit berwarna hitam sehingga klien memutuskan membawa kembali kerumah sakit.
Klien memiliki riwayat DM sejak 20 tahun yang lalu. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 18 September 2013
didapatkan klien mengatakan luka pada kaki kanan terasa nyeri,luka berbau dan bernanah.Klien juga mengatakan gula
darah belum stabil,badan terasa lemah letih, serta rasa haus lapar-lapar dan sering BAK juga di keluhkan klien. Klien
mengatakan luka pada kaki terasa nyeri terutama pada malam hari dan pada saat redresing luka. Klien tampak meringis dan
bergerak denga hati-hati.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien memiliki riwayat DM sejak 20 tahun yang lalu.Pasien pernah dirawat dirumah sakit 2 minggu yang lalu karena
Dm dan ulkus pada kaki yang sama.
OBAT-OBATAN
(resep/obat bebas)
Dosis Dosis terakhir Frekuensi
Glibenclamit 1x sehari 1x sehari Rutin
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
48
Klien mengatakan kedua orang tua pasien juga menderita Diabetes Mellitus, dan tidak ada keluarga pasien yang lain
menderita penyakit degenerative (hipertensi, penyakit jantung), maupun penyakit menular.
Genogram:
Keterangan:
Perempuan
Laki-laki
Perempuan penderita DM
Laki-laki penderita DM
Pasien
3. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi dan penanganan kesehatan
49
Persepsi terhadap penyakit :
Klien mengatakan menyerahkan sepenuhnya keputusan pengobatan dan perawatannya kepada dokter.Klien mematuhi semua
program pengobatan. Klien merasa optimis akan penyembuhan penyakitnya.
Rokok : < ½ bungkus perhari
Alkohol : Klien tidak pernah mengkonsumsi alkohol
Obat Bebas : Tidak ada.
Alergi Penggunaan (Obat-obat), makanan, plester,zat warna : Tidak ada
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Diet/Suplemen Khusus : DD 2100 kkal
Instruksi Diet Sebelumnya : Diit DM
Nafsu makan : Tidak ada keluhan
Perubahan BB 6 Bulan Terakhir : Tidak ada
Kesulitan Menelan (Disfagia) : Tidak ada
Gigi : Caries Atas (Lengkap), Caries Bawah
(Lengkap)
Riwayat Masalah Kulit / Penyembuhan : Kulit kering, Turgor kulit baik
Gambaran diet pasien dalam sehari:
Makan Pagi : nasi+lauk+sayur
Makan Siang : nasi+lauk+sayur
50
Makan Malam : Nasi+lauk+sayur
Kien menghabiskan porsi dari diet yang disediakan
Pantangan/ Alergi : tidak ada alergi makanan
Suplemen khusus : tidak ada
Keluhan : klien mengeluh sering merasa lapar-lapar dan haus-haus
Klien beberapa kali tampak memakan makanan yang di beli dari luar
c. Pola Eliminasi
Kebiasaan defekasi : 1 x defekasi/ hari, tanggal 18 September 2013 defekasi terakhir
Kebiasaan Berkemih : BAK sering 6-8 x, terutama malam hari
Inkontinensi : Tidak ada
Alat bantu : Pispot
d.Pola Aktifitas/Olahraga
Kemampuan Perawatan Diri:
0 = Mandiri
1 = Dengan Alat Bantu
2 = Bantuan Orang lain
51
3 = Bantuan Peralatan dan orang lain
4 = Tergantung/tidak mampu
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan/minum V
Mandi V
Berpakaian/berdandan V
Toileting V
Mobilisasi di tempat
tidur
V
Berpindah V
Berjalan V
Menaiki tangga V
Berbelanja V
Memasak V
Pemeliharaan rumah V
Bantu : Kursi roda
Keluhan saat beraktivitas : Klien tidak beraktifitas sepertinya karena adanya luka pada kaki
52
4. Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan : 6 jam/malam dan 2 jam tidur siang
Tidur klien terganggu karena seringnya BAK malam hari sehingga klien sering terbangun,serta nyeri pada ulkus nyeri
dirasakan pada derajat 8
5.Pola Kognitif Persepsi
Status mental : Sadar
Bicara : normal
Bahasa sehari-hari : Daerah
Kemampuan membaca bahasa Indonesia : Ya
Kemampuan berkomunikasi : Ya
Kemampuan mamahami : Ya
Tingkat ansietas : Ringan
Keterampilan interaksi : Baik
Pendengaran : Dalam batas normal
Penglihatan : Terjadi penurunan ketajaman penglihatan pasien memakai kacamata
Ketidaknyamanan/nyeri : mengeluh nyeri pada kaki nya yang luka nyeri derajat 8, nyeri seperti
berdenyut, nyeri dirasakan selama 10 menit sampai setengah jam, terkadang dirasakan sepanjang waktu, nyeri dirasakan sejak
ulkus muncul dikaki.
6. Pola Peran Hubungan
53
Pekerjaan :Wiraswasta
Status Pekerjaan : tidak bekerja
System pendukung : keluarga serumah
Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan dirumah sakit : Tidak ada anggota keluarga yang menunggu pasien selama di
RS hanya anak laki-laki klien yang berumur 10 tahun.
Kegiatan sosial : di RS klien tidak mengikuti kegiatan social
8. Pola Seksualitas
Tanggal Menstruasi terakhir : -
Masalah Menstruasi : -
Masalah seksual B/D seksual : Klien seorang duda ,sudah bercerai dengan istrinya 5 tahun yang lalu
9. Pola Koping – Toleransi Stres
Perhatian utama tentang perawatan di rumah sakit atau penyakit ( financial, Perawatan diri ) : tidak ada masalah
Kehilangan/perubahan besar di masa lalu : perceraian dengan istrinya
Hal yang dilakukan saat ada masalah : Bila ada masalah klien akan mencoba membicarakan dengan keluarga dan
memutuskan secara bersama-sama
10.Pola Keyakinan-Nilai
Agama : Islam
54
Pantangan keagamaan: Tidak ada
Pengaruh agama dalam kehidupan: Menurut klien agama merupakan tonggak dalam kehidupaan, dan klien terus berdoa untuk
kesembuhannya.
Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini : tidak ada
C.Pemeriksaan Fisik
1.Vital Signs
Blood Pressure : 130/90 mmHg.
Pulse Rate : 88 x/menit
Temperature : 37.5 0C
Respirate Rate : 20 x/menit
2.Kulit
Warna kulit : Kuning langsat
Turgor kulit : elastis
Sianosis : ( - )
Lesi : ( - )
3.Rambut dan Hygiene Kepala
Rambut : hitam, mudah rontok
Kulit kepala : bersih
55
4.Mata
Fungsi Penglihatan : Kabur
Ukuran pupil : 3 mm/3mm
Reflek pupil : (+)/ (+)
Akomodasi : Isokhor
Palpebra : Tidak edema
Konjungtiva : Anemis
Sklera : tidak ikterik
Keluhan : Tidak ada keluhan
5.Hidung dan Sinus
Inspeksi : tidak ada penyumbatan, septum nasal berada ditengah
Pembengkakan : tidak ada
Perdarahan : tidak ada
Keluhan : tidak ada
Keluhan : tidak ada
6.Mulut dan Gigi
Rongga : Bersih, tidak berbau
Gigi : bersih, geligi lengkap, ada carries
Lidah : bersih, warna merah muda
56
Tonsil : Tidak meradang
7.Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran
Palpasi : Kelenjar Tiroid dan Kelenjar Getah Bening Tidak teraba
JVP 5-2 cm H2O, tiroid di tengah, serta vena jugularis tidak ada kelainan
8.Thorak
Inspeksi : Simetris kiri kanan, retraksi ( - )
Palpasi : Fremitus kiri kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronchi ( - ), Wheezing ( - )
9.Cardiovaskuler
Inspeksi : Ictus tidak terlihat
Palpasi : Ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung normal, batas jantung kanan RIC II, linea staralis kanan, batas jantung kiri RIC V, 1 jari media
linea
Auskultasi : Irama jantung murni, murmur (-), HR: 89 X/menit
10.Abdomen
57
Inspeksi : Tidak tampak membesar
Auskultasi : Bising usus +, dengan frekuensi 10 kali /x menit
Palpasi : Lien dan hepar tidak teraba
Perkusi : Tympani
11.Genito urianaria
Penggunaan kateter : Tidak Ada
Warna Urine : Kuning jernih
Hematuria :Tidak ada
12.Ekstremitas
Inspeksi
Ekstremitas superior : Terpasang IVFD NaCL 12 jam/kolf pada tangan sebelah kanan pasien.
Ekstremitas inferior : Pada telapak kaki kanan pasien terdapat luka bernanah dengan ukuran 15x5 cm, pada punggung kaki
terdapat luka dengan ukuran 5 x 5cm tidak bernanah, pada tumit terdapat jaringan nekrotik berwarna hitam ukuran 3 x 5cm.
13.Pemeriksaan Sistem Neurologi
Tingkat Kesadaran : Kesadaran klien CMC dengan GCS 15
D.Data Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Labor Lengkap
58
Tanggal 16 September 2013 :
Hematologi
Hb : 9,9 gr/dl
Ht : 30,3 %
Leukosit : 9800 gr/dl
Trombosit : 550.000 gr/dl
Gula darah sewaktu : 250 gr/dl
Tanggal 19 September 2013 :
Hb : 10 gr/dl
Ht : 30 %
Leukosit : 9000 gr/dl
Trombosit : 550.000 gr/dl
Gula darah puasa : 100 gr/dl
Gula darah 2 jam PP : 100 gr/dl
Tanggal 23 September 2013 :
Hb : 10 gr/dl
Ht : 30 %
Leukosit : 7000 gr/dl
59
Trombosit : 450.000 gr/dl
Gula darah puasa : 100 gr/dl
Gula darah 2 jam PP : 100 gr/dl
Tanggal 25 September 2013 :
Protein Total: 6,5 gr/dl
Albumin : 3,1 gr/dl
Globulin : gr/dl
Hb : 10,5 gr/dl
Ht : 32,5 %
Leukosit : 7560 mm3
Trombosit : 660.000/mm3
APTT : 42,3 detik
PT : 13,1 detik
F. Therapy
Metronidazol 3x 500mg
IVFD Nacl 0,9 % 12 jam/kolf
Tramadol 3x 1amp
Cetriaxone 1x 2 gr
Novorapid 3 x 6 U
60
Levemir 1 x4U
G. Diit : DD 2100 kkal
ANALISA DATA
Nama :Tn S
N0.MR :
No Data Masalah Etiologi
1 Ds:
Pasien sering mengeluh
BAK terutama pada
malam hari
Klien mengeluh
badannya terasa lemah
dan letih
Pasien mengeluh sering
Resiko ketidak stabilan
gula darah
Kurangan ketaatan Dalam manajemen
Diabetes
61
kehausan
Do:
Gula darah sewaktu : 250
gr/dl
Klien tampak beberapa
kali memakan-makanan
dari luar rumah sakit
2 DS :
Klien mengatakan ada luka di
kaki kananya selama 4 bulan
tidak sembuh-sembuh bernanah
dan berbau
DO :
Pada telapak kaki kanan pasien
terdapat luka bernanah dengan
Resiko infeksi Ketidak kuatan pertahanan primer
62
ukuran 15x5 cm, pada punggung
kaki terdapat luka dengan
ukuran 5 x 5cm tidak bernanah,
pada tumit terdapat jaringan
nekrotik berwarna hitam ukuran
3 x 5cm.
Hb : 9,9 gr %
3 DS : Klien mengatakan sering
terbangun karena nyeri pada
luka, nyeri dirasakan sepeti
berdenyut , nyeri dirasakan
selama 10 menit sampai
setengah jam, terkadang
dirasakan sepanjang waktu,
nyeri dirasakan sejak ulkus
dikaki muncul
DO:
Nyeri Akut Agen cidera
63
Nyeri skala 8
Ekspresi wajah klien meringis ,
klien nampak bergerak dengan
hati-hati
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama :TN S
No MR:
64
No. Hari/Tanggal Diagnosa
Keperawatan
Criteria Hasil/outcomes
(NOCs
Interventions
(NICs)
Aktifitas
1. Rabu /18
september
2013
Resiko Ketidakstabilan
Kadar Glukosa Darah
berhubungan dengan
Asupan Makanan,
Ketidakadekuatan
Monitor Glukosa Darah,
Kurangan Ketaatan
Dalam Manajemen
Diabetes
Tingkat glukosa darah
(2300)
Indikator :
Glukosa darah
dalam batas normal
(230001)
Glukosa urin dalam
batas normal
(230007)
Urin keton
(230008)
Manajemen Diabetes
secara mandiri (1619)
Indikator :
Managemen
Hiperglikemia
(3500)
Managemen
Hiperglikemia
(3500)
1.Manajemen Hiperhlikemia
Aktivitas:
Memantau peningkatan gula darah
Memantau gejala hiperglikemia,
poliuria, polidipsi, poliphagi, dan
kelelahan.
Memantau urin keton
Memberikan insulin yang sesuai
Memantau status cairan
Antisipasi situasi dalam persyaratan
pemberian insulin
Membatasi gerakan ketika gula darah
diatas 250 mg/dl, terutama apabila
terdapat urin keton
Mendorong pasien untuk memantau
65
Memantau glukosa
darah dalam batas
normal (161911)
Mengobati gejala dari
hiperglikemia
(161912)
Mengobati gejala dari
hipoglikemia
(161913)
Kurangnya
pengetahuan tentang
manajemen diabetes
Ketidakadekuatan
dalam memantau
gula darah
Pengetahuan diet
gula darah
3.Manajemen Hiperglikemia
Aktivitas:
Mengenali pasien dengan resiko
hipoglikemia
Memantau gejala hipoglikemia
seperti:tremor, berkeringat, gugup,
tacikardi, palpitasi, mengigil,
perubahan perilaku, coma.
Memberikan karbohidrat sederhana
yang sesuai
Memberikan glukosa yang sesuai
Melaporkan segera pada dokter
Memberikan glukosa melalui IV
Memperhatikan jalan nafas
Mempertahankan akses IV
Lindungi jangan sampai cedera
Meninjau peristiwa terjadinya
66
Kekurangan Volume
Cairan berhubungan
dengan Kehilangan
Volume Cairan Secara
Aktif
1. Keseimbangan cairan
(0601)
Indikator :
Tekanan darah dalam
batas normal
Keseimbangan intake
dan output selama 24
jam
Turgor kulit baik
Membran mukosa
Manajemen
Cairan
(4120)
Monitor
Cairan
(4130)
hipoglikemia dan faktor penyebabnya
Memberikan umpan balik mengenai
manajemen hipoglikemia
Mengajarkan pasien dan keluarga
mengenai gejala, faktor resiko,
pencegahan hipoglikemia
Menganjurkan pasien memakan
karbohidrat yang simple setiap waktu
1. Manajemen Cairan (4120)
Aktifitas :
Mempertahankan keakuratan catatan
intake dan output
Memonitor status hidrasi (kelembaban
membran mukosa, nadi, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
Memonitor vital sign
Memonitor hasil labor yang sesuai
67
2
Resiko infeksi
berhubungan dengan
pertahanan primer tidak
adekuat:stasis primer
lembab
Hematokrit dalam
batas normal
2. Hidrasi (0602)
Indikator :
Turgor kulit baik
Membran mukosa
lembab
Intake cairan dalam batas
normal
Pengeluaran Urin dalam
batas normal
3. Vital Sign
Indikator :
Suhu tubuh dalam batas
dengan retensi cairan (BUN, Ht,
osmolalitas urin)
Memonitor masukan makanan/ cairan
dan hitung intake kalori harian
Berkolaborasi untuk pemberian cairan IV
2. Monitor Cairan (4130)
Aktivitas :
Menentukan faktor resiko dari
ketidakseimbangan cairan (polyuria,
muntah, hipertermi)
Memonitor intake dan output
Memonitor serum dan jumlah elektrolit
dalam urin
Memonitor serum albumin dan jumlah
protein total
Memonitor serum dan osmolaritas urin
Mempertahankan keakuratan catatan
68
normal
Denyut nadi dalam batas
normal
Frekuensi pernafasan
dalam batas normal
Nafas tidak sesak
Tekanan darah sistolik
dalam batas normal
Tekanan darah diastolik
dalam batas normal
Hasil yang ditambahkan :
5) Status Nutrisi : makanan
dan cairan
6) Mual dan muntah
7) Jaringan integritas kulit
dan mukosa
8) Eliminasi urin
intake dan output
Memonitor warna, jumlah dan berat
jenis urin
1. Kontrol infeksi
Aktivitas :
69
Integritas diameter
jalan masuk.
Status imun
Status nutrisi
Indikator:
Integritas diameter
jalan masuk.
o Volume aliran dari
skala yang
diharapkan
o Tempat
pembentukkan
warna kulit normal
o Tidak adanya
tempat pengeluaran
o Suhu tubuh dalam
Kontrol
Infeksi
Perlindungan
terhadap
infeksi
Menentikan
pengobatan
Alokasikan dengan tepat kekakuan pasien
dengan indikasi pedoman CDC.
Bersihkan lingkungan sekitar setelah
digunakan pasien.
Ganti peralatan pengobatan pasien setiap
protocol/pemeriksaan.
Isolasi orang yang mempunyai penyakit
menular.
Letakkan di tempat isolasi yang sudah
dirancang sesuai aturan dengan benar.
Atur teknik isolasi dengan tepat.
Batasi jumlah pengunjung/pembezuk.
Ajarkan mencuci tangan untuk
memperbaiki kesehatan pribadi.
Ajarkan teknik mencuci tangan yang
benar.
Ajarkan pengunjung untuk mencuci
tangan saat masuk dan meninggalkan
kamar pasien.
70
3
batas normal
o Sensasi
o Tidak adanya
tempat hematoma
o Tidak adanya
tempat pendarahan
o Urat nadi periferal
o Suhu periferal kulit
o Warna periferal
kulit
o Tidak adanya
periferal edema
o Penempatan pipa
Status imun
o Tidak adanya
infeksi berulang
Gunakan sabun anti mikroba untuk
mencuci tangan dengan benar.
Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan perawatan pada pasien.
Gunakan aturan umum.
Gunakan sarung tangan sebagai pengaman
yang umum.
Gunakan sarung tangan yang bersih.
Gosok kulit pasien dengan alat anti
bakteri dengan tepat.
Bersihkan dan siapkan tempat sebagai
persiapan untuk prosedur
infasi/pembedahan.
Jaga lingkungan agar tetap steril selama
insersi di tempat tidur.
Jaga lingkungan agar tetap steril ketika
mengganti saluran dan botol TPN.
Tutup/jaga kerahasiaan system ketika
melakukan pemeriksaan invasive
71
hemodynamic.
Ganti peripheral IV dan balutan
berdasarkan petunju CDC.
Pastikan keadaan steril saat menangani
IV.
Pastikan teknik perawatan luka yang
tepat.
Gunakan kateter untuk mengurangi
kejadian infeksi kandung kemih.
Dorong/ajarkan cara nafas dalam dan
batuk yang benar.
Tingkatkan pemasukkan nutrisi yang
tepat.
Tingkatkan pemasukan cairan yang tepat.
Banyak istirahat.
Lakukan terapi antibiotic yang tepat.
Ajarkan pasien untuk memakan antibiotic
sesuai resep.
Ajarkan pasien dan keluarga tentang
72
tanda-tanda dan gejala infeksi dan kapan
harus melaporkannya pada tim kesehatan.
2. Perlindungan terhadap infeksi
Aktivitas :
Memeriksa system dan tanda-tanda dan
gejala-gejala infeksi.
Mengontrol mudahnya terserang infeksi.
Mengontrol jumlah granulosit, WBC, dan
hasil yang berbeda.
Mengikuti pencegahan dengan
neutropenic.
Membatasi jumlah
pengunjung/pembezuk.
Membersihkan pengunjung dari penyakit
73
yang dapat menular.
Menjaga kebersihan pasien yang beresiko.
Melakukan teknik isolasi.
Memberikan perawatan kulit yang tepat
pada daerah edema.
Melihat kondisi kulit dan membrane
mukosa yang memerah, hangat dan
mengelupas.
Melihat kondisi luka bedah.
Mendapatkan pemeliharaan sesuai
kebutuhan.
Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang
cukup.
Mendorong pemasukan cairan.
Meningkatkan istirahat.
Memeriksa perubahan tingkat energy.
Mendorong peningkatan bergerak dan
latihan.
Mendorong pernafasan dalam dan batuk.
74
Memberikan agen imunisasi.
Menginstruksikan pasien menggunakan
antibiotic sesuai resep.
Mengajarkan pasien dan keluarga
mengenai gejala-gejala infeksi dan
melaporkannya kepada pemberi layanan
kesehatan lainnya.
Mengajarkan pasien dan keluarga
bagaimana mencegah infeksi.
Buah segar, sayuran, lada dalam diet
pasien neutropemia.
Mengganti bunga dan tanaman segar pada
tempat pasien.
Menyediakan ruangan khusus sesuai
kebutuhan.
Meningkatkan keamanan air dengan
hyperchlorination dan hyperheating.
Melaporkan infeksi yang dicurigai dapat
menginfeksi pusat tubuh.
75
Melaporkan pemeliharaan yang positif
terhadap infeksi control diri.
3. Menetukan pengobatan
Aktivitas :
Mengevaluasi tanda-tanda dan gejala-
gejala masalah kesehatan yang terbaru.
Memutuskan riwayat kesehatan
sebelumnya dan obat apa yang dipakai.
Mengidentifikasi pengetahuan tentang
alergi.
Memutuskan kemampuan
pasien/keluarga dalam melakukan
pengobatan.
Mengidentifikasi indikasi pengobatan
terhadap permasalahan terbaru.
76
Menetukan pengobatan menurut petunjuk
ahli atau protocol.
Tulis petunjuka menggunakan nama obat
termasuk dosis dan petunjuk pemakaian.
Ikuti saran penggunaan dosis obat (ex :
milligram per kilogram berat badan, area
permuakaan tubuh, atau keefektifan dosis
lambat).
Konsultasikan pada dokter/apoteker
dengan tepat.
Konsultasikan referensi dokter dab
referensi lainnya sesuai kebutuhan.
Konsultasi dengan anggota dari
perusahaan obat-obatan , dengan tepat.
Mengajarkan cara pemberian obat pada
pasien dan/atau keluarga dengan tepat.
Mengajarkan pasien dan keluarga
tindakan anggota tubuh yang diharapkan
dan pengaruh-pengaruh dari segi
77
pengobatan.
Menyediakan alternative/pilhan-pilihan
untuk waktu dan pemberian pengobatan.
Menyediakan alternative bagaimana
mengisi resep sesuai kebutuhan.
Melatih pasien dan keluarga ketika
meminta pertolongan tambahan.
Mengontrol terapi dan efek pengobatan
yang merugikan secara tepat.
Memelihara pengetahuan pengobatan
yang digunakan dalam kebiasaan
memasukan indikasi untuk kegunaan,
tindakan pencegahan, pengaruh-pengaruh
yang merugikan, pengaruh-pengaruh
racun, dan informasi/keterangan dosis,
sesuai petunjuk ahli dan peraturan.
78
79
80
81
2.
3.
82